Anda di halaman 1dari 17

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. PENGERTIAN KECEMASAN

2.1.1. Kecemasan

Kecemasan sering dirasakan pada setiap individu, menurut Kaplan,

Sadock, dan Grebb(1994)(dalam Fausiah dan Widury, 2008), kecemasan

adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal

yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru

atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan

arti hidup. Rasa “takut” dan “cemas” merupakan dua emosi yang berfungsi

sebagai tanda akan adanya suatu bahaya. Rasa takut muncul jika terdapat

ancaman yang jelas atau nyata, berasal dari lingkungan, dan tidak

menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan muncul jika

bahaya berasal dari dalam diri, tidak jelas, menyebabkan konflik bagi individu

(Kaplan, Sadock,& Grebb, 1994 : dalam, Fausiah dan Widury, 2008).

Menurut Nevid, Rathus, & Greene (2005), kecemasan adalah suatu

keadaan khawatir pada seseorang yang mengeluhkan bahwa suatu yang buruk

akan segera terjadi. Banyak hal yang harus dicemaskan, misalnya : berada di

lingkungan yang baru, mau melaksanakan ujian dan membangun relasi dengan

teman-teman baru, kesehatan kita dan kondisi lingkungan Adalah beberapa hal

yang menjadi sumber kekhawatiran. Dan hal tersebut bersifat normal, banyak

sekali yang menjadi faktor-faktor untuk memicu terjadinya kecemasan.

Menurut Davison & Neale (2001) (dalam fausiah dan widury, 2008)

13

http://digilib.mercubuana.ac.id/
14

Kecemasan memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan

kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan

yang dapat dirasakan oleh individu yang mengalami kecemasan. Pada kadar

yang rendah, kecemasan membantu individu untuk bersiaga mengambil

langkah-langkah mencegah bahaya atau untuk memperkecil dampak bahaya

tersebut dengan cara memfasilitasi kecemasan (facilitating anxiety) dan

melemahkan kecemasan (debilitating anxiety). Menurut Barlow & Durand

(1995)(dalam fausiah & widury, 2008) kekhawatiran atau kecemasan akan

dianggap sebagai suatu hal yang patologis apabila tidak lagi bisa dihentikan

atau dikontrol oleh individu tersebut. Cemas digolongkan ke dalam “gangguan

neurosis” menurut DSM III (dalam Kaplan, Sadock, Grebb, 1994)(dalam

fausiah dan widury, 2008) adalah gangguan mental dimana bentuk gangguan

utamanya muncul dalam simtom atau sekumpulan simtom yang mengganggu

individu dan dianggapnya sebagai sesuatu yang asing dan tidak dapat

diterima. Istilah neurosis itu sendiri diperkenalkan oleh William Cullen dalam

terbitannya yang berjudul “system of nosology” (1769), untuk menjelaskan

bahwa munculnya perilaku neurotic (dengan karakteristik kecemasan yang

tidak realistis dan beberapa masalah lain) adalah karena adanya gangguan

pada system syaraf atau malfungsi neurologis (Coleman, Butcher & Carson,

1980).

Kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun

khayalan. Individu yang mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian

dimasa mendatang. Lubis (2009), salah satu definisi dari kecemasan adalah

rasa takut akan kelemahan. Kecemasan adalah perasaan yang anda alami

http://digilib.mercubuana.ac.id/
15

ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang terjadi. Anda juga

boleh menggunakan kata-kata lain untuk menggabarkan kecemasan. Bisa anda

katakana bahwa anda mengalami “ketakutan“, “tidak tentu”, “bingung” atau

merasakan takut akan kesalahan. Kecemasan memusatkan pikiran pada suatu

ancaman yang akan datang. Priest(1994) (dalam Lubis, 2009).

Menurut prof. Robert Priest (1994)(dalam lubis, 2009) sumber-sumber

umum dari kecemasan yaitu:

a. Pergaulan

b. Kesehatan

c. Anak-anak

d. Kehamilan

e. Menuju usia tua

f. Kegoncangan rumah tangga

g. Pekerjaan

h. Kenaikkan pangkat

i. Kesulitan keuangan

j. Problem-problem

k. Ujian-ujian

http://digilib.mercubuana.ac.id/
16

Menurut (Firmansyah, 2007). Sumber kecemasan bermacam-macam, seperti :

1. Tuntutan sosial yang berlebihan dan tidak atau belum dapat dipenuhi

oleh individu yang bersangkutan,

2. Standar prestasi individu yang terlalu tinggi dengan kemampuan yang

dimilikinya, seperti misalnya kecenderungan perfeksionis,

3. Perasaan rendah diri pada indivudu yang bersangkutan,

4. Kekurangsiapan individu sendiri untuk menghadapi situasi yang ada,

5. Pola fikir dan persepsi negative terhadap situasi yang ada ataupun

terhadap diri sendiri

Pada saaat menghadapi kecemasan, tubuh mengadakan reaksi fisik menurut

Prof. Robert Priest (1994)(dalam lubis, 2009) meliputi:

1. Berdebar-debar

Ketika di bawah pengaruh stress, anda akan merasa jantung terpacu

dengan cepat.

2. Gemetar

Anda mungkin menemukan diri dalam keadaan goyah atau goncang,

terutama jika mengalami shock. Tangan atau lutut gemetar ketika

berusaha melakukan sesuatu dan terhuyung-huyung. Ini semua tanda

dari ketakutan.

3. Ketegangan

Tanda yang paling utama dalam kecemasan adalah ketegangan. Anda

merasakan saraf dibelakang leher sangat kencang dan menegang, dan

ini akan menyebabkan rasa tersiksa. Ketegangan saraf pada kulit

kepala, merupakan salah satu penyebab timbulnya pusing yang akan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
17

mengantarkan pada keresahan. Anda mungkin juga merasakan bahwa

ketegangan bukanlah keadaan yang terlalu istimewa. Tetapi

merupakan perasaan yang tidak menentu dan samar. Ketegangan ini

mengakibatkan diri anda tidak rileks.

4. Gelisah Atau Sulit Tidur

Anda mungkin mengalami kesulitan ketika anda tidur. Anda mungkin

akan bersandar ataupun bagun beberapa lama sampai tengah malam.

Khayalan akan timbul dan menghantarkan pada mimpi yag

menakutkan. Lallu keesokan harinya anda aka bangun dengan keadaan

lelah dan kurang sehat.

5. Keringat

Beberapa orang yang mengalami kecemasan ada yang mengeluarkan

keringan yang terlalu banyak, seperti pada hari yang panas.

6. Tanda-Tanda Fisik Lainnya

Tanda-tanda fisik yang lain dari kecemasan dan ketegangan dapat

berupa gatal-gatal pada tangan dan kaki, juga slalu ingin buang air

kecil tak seperti biasanya.

Berbagai gejala yang muncul pada penderita gangguan cemas seringkali

memenuhi criteria diagnostic untuk gangguan mental lainnya. Kormobiditas

(adanya diagnosis tambahan pada seseorang yang sudah memiliki suatu

diagnostic tertentu) ini banyak timbul karena dua hal (Davison & Neale, 2001:

dalam fausiah & Widury, 2008) :

1) simtom-simtom dari berbagai gangguan cemas tidak sepenuhnya

spesifik untuk gangguan ini, misalnya jantung berdebar disertai dengan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
18

keringat dingin dan rasa mual juga terdapat pada criteria diagnostic

untuk fobia, gangguan panic, dll

2) faktor etiologi yang menyebabkan gangguan cemas dapat

diaplikasikan pada lebih dari satu gangguan.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa

kecemasan adalah rasa ketakutan atau kekhawatiran yang belum jelas dimasa

depan sehingga menimbulkan gejala fisik yang nyata. Ada beberapa

kecemasan yang dapat kita lihat pada santri baru yang memilih melanjutkan

sekolah di pondok pesantren misalnya seperti kecemasan akademik, menurut

Prawitasi (2012) kecemasan akademik adalah perasaan khawatir yang tidak

jelas dan tidak menyenangkan yang dipicu oleh ketidakyakinan akan

kemampuan dirinya untuk berhasil mengatasi tugas-tugas akademik yang

dihadapi. Santri yang mengalami kecemasan akademik adalah normal, akan

tetapi apabila kecemasan yang dihadapi berlebihan, selain menghasilkan

penderitaan, juga berdampak buruk pada pencampaiannya prestasi akademik.

Sumber-sumber timbulnya kecemasan akademik yang dialami oleh para santri

biasanya, harapan orang tua yang berlebihan, tugas-tugas akademik yang

banyak dan sulit yang sebelumnya tidak pernah dipelajari, perbandingan social

dengan santri lain, serta pengalaman gagal. Dan akar dari kecemasan adalah

efikasi-diri yang rendah. Menurut Anastasi & Urbina,1997 (dalam prawitasari,

2012) antara kecemasan akademik memang terdapat korelasi yang signifikan,

akan tetapi tidak menunjukan arah hubungan kausal. Dengan kata lain tidak

dapat ditentukan mana yang menjadi sebab dan mana yang menjadi akibat,

keduanya sama-sama bisa menjadi sebab maupun akibat bagi yang lain.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
19

Wirawan, 2001(dalam Prawitasari, 2012) mengungkapkan bahwa sangat

banyak siswa yang tidak memiliki perasaan urgensi(kegawatan) terhadap

problem akademik mereka, ingin nilai bagus, dan masuk perguruan tinggi

tetapi tidak melakukan persiapan yang serius, tidak punya kebiasaan belajar

yang teratur dan tidak memiliki catatan pelajaran yang lengkap . dalam

Fausiah (2008)(dalam Prawitasari, 2012) mengungkapkan bahwa kecemasan

sampai taraf tertentu dapat mendorong meeningkatnya performa. Contohnya

banyak mahasiswa yang cemas mendapatkan Indeks prestasi (IP) buruk

membuat belajar keras dan mempersiapkan ujian dengan baik, kecemasan

semacam ini disebut sebagai facilitating anxiety. Sebaliknya apabila

kecemasan sangat besar justru akan mengganggu, bahan pelajaran yang telah

dipelajari seakan lenyap begitu saja saat mengerjakan ujian, kecemasan

semacam ini dinamakan debilitating anxiety. Tidak hanya kecemasan

akademik, santri yang memasuki dunia pondok pesantren untuk pertama

kalinya juga mengalami kecemasan dalam beradaptasi yang mana notabennya

harus menggunakan dua bahasa yakni bahasa arab dan bahasa inggris dalam

percakapan atau berkomunikasi dalam lingkungan pesantren. Berkomunikasi

merupakan suatu kata yang dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan

atau menyebarluaskan data dan informasi, sedangkan informasi berarti berita,

pikiran, pendapat dalam berbagai bentuk (Ariyus&Andri, 2008). Menurut

Spielberger (dalam Purboningsih, 2004) kecemasan mempunyai dua konsep

yaitu kecemasan sesaaat (Anxiety State) dan kecemasan dasar (Anxiety Trait),

kecemasan sesaat timbul dari kondisi emosional yang sifatnya sementara, bisa

berfluktuasi dan bervariasi setiap saat. Sedangkan kecemasan dasar terbentuk

http://digilib.mercubuana.ac.id/
20

berdasarkan pengalaman-pengalaman dimasa lalu dan merupakan hasil dari

pemikiran individu tentang kecemasan tersebut.

2.1.2. Ciri- Ciri Kecemasan

Menurut Nevid (2005), seseorang yang mengalami kecemasan akan

menampakkan ciri-ciri sebagai berikut :

a) Ciri Fisik Dari Kecemasan :

Seseorang yang mengalami kecemasan dapat tercermin dari kondisi fisik

seperti, Gelisah, gugup, tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau

gemetar, mulut atau kerongkongan terasa kering, banyak berkeringat,

telapak tangan yang berkeringat, pening atau pingsan, sulit berbicara, sulit

bernafas, bernafas pendek, jantung berdebar keras atau berdebar kencang,

suara yang bergetar, jari-jari atau anggota tubuh menjadi dingin, pusing,

merasa lemah atau mati rasa, sulit menelan, sering buang air kecil, leher

atau punggung terasa kaku, sensasi seperti tercekik atau tertahan, terdapat

gangguan sakit perut atau mual, muka memerah, merasa sensitive atau

mudah marah.

b) Ciri Behavioral Dari Kecemasan :

Seseorang yang mengalami kecemasan biasanya akan menunjukan

perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, atau perilaku

terguncang.

c) Ciri Kognitif Dari Kecemasan :

http://digilib.mercubuana.ac.id/
21

Kecemasan dapat di tandai dengan adanya ciri kognitif seperti, Khawatir akan

sesuatu hal bahkan hal-hal sepele, perasaan terganggu terhadap sesuatu yang

akan terjadi dimasa depan, keyakinan akan sesuatu yang mengerikan akan

segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, sangat waspada, tidak mendapat

perhatian, khawatir akan ditinggal sendiri, ketakutan akan ketidakmampuan

dalam menyelesaikan masalah, berfikir bahwa dunia mengalami keruntuhan,

berfikir bahwa semuanya tidak lagi bisa dikendalikan, berfikir bahwa semua

terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi, berfikir tentang hal-hal yang

mengganggu secara berulang-ulang.

2.1.3. Gejala Klinis Cemas

Keluhan keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami

gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut:

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah mudah terkejut.

c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

f. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengar bordering (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan

perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.(Hawari, 2001).

http://digilib.mercubuana.ac.id/
22

2.1.4. Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart (1998) (dalam Prihatanti, 2010), tingkat kecemasan dibagi

menjadi:

a. Ansietas ringan: berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari

hari sehingga menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar

serta menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

b. Ansietas sedang: memungkinkan seseorang untuk memusatkan padahal

penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami

perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.

c. Ansietas berat: kecemasan yang sangat mengurangi lahan persepsi

seseorang. Seseorang cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci

dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan

banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

d. Tingkat panik dari ansietas: berhubungan dengan terperangah, ketakutan

dan teror. Pola pikir terpecah dari proporsinya karena mengalami

kehilangan kendali, tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan

pengarahan. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya

kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang

dan kehilangan pemikiran yang rasional, dapat terjadi kelelahan yang

sangat bahkan kematian.

2.1.5. Faktor-Faktor Kecemasan

Faktor-faktor kecemasan menurut Nevid (2005) meliputi sebagai berikut:

http://digilib.mercubuana.ac.id/
23

a. Faktor Biologis: predisposisi genetis, iregularitas dalam fungsi

neurontransmiter, abnormalitas dalam jalur otak yang memberi sinyal

bahaya atau yang menghambat tingkah laku repetitive.

b. Faktor Sosial Lingkungan: pemaparan terhadap peristiwa yang

mengancam atau traumatis, mengamati respons takut pada orang lain, dan

kurangnya dukungan sosial.

c. Faktor Behavioral: pemasangan stimuli aversif dan stimuli yang

sebelumnya netral, kelegaan dari kecemasan karena melakukan ritual

komplusif atau menghindari stimuli fobik dan kurangnya kesempatan

untuk pemunahan (extinction) karena penghindraan terhadap objek atau

situasi yang ditakuti.

d. Faktor Kognitif Dan Emosional: konflik psikologis yang tidak

terselesaikan dan factor kognitif seperti: prediksi berlebihan tentang

ketakutan, keyakinan-keyakinan yang self defeating atau irasional,

sensitivitas berlebihan terhadap ancaman, sensitivitas kecemasan, salah

atribusi dari sinyal-sinyal tubuh dan self-efficacy yang rendah.

2.1.6. Penanganan Kecemasan

Jika kecemasan itu sudah mengganggu dalam kehidupan sehari-hari maka

diperlukan tindakan untuk mengatasinya, meliputi:

a. Terapi Obat

untuk mengendalikan simtom-simtom kecemasan. Obat-obatan

yang biasa dipakai untuk mengobati gangguan kecemasan diantaranya

adalah obat yang dipakai untuk obat penenang ringan seperti diazepam

,alprazolam, meprobamate dll (Nevid, 2005).

http://digilib.mercubuana.ac.id/
24

b. Terapi Kognitif-Behavioral

untuk menghilangkan reaksi fobiak klien dan mengembangkan

cara berfikir yang lebih baik (Nevid, 2005).

c. Terapi Psikodinamika

untuk mendapatkan wawasan mengenai konflik yang melandasi

yang disimbolisasikan melalui simtom-simtom kecemasan (Nevid, 2005).

d. Terapi Humanistic

membantu klien untuk mengidentifikasi dan supaya dapat

menerima dirinya yang sejati bukan dengan perasaan-perasan serta

kebutuhan-kebutuhan yang sesungguhnya (Nevid, 2005).

e. Pendekatan Keluarga

Dukungan (support) keluarga sangat efektif dalam mengurangi

kecemasan (Nevid, 2005).

2.2. KECEMASAN SOSIAL

2.2.1 Perngertian Kecemasan Sosial

Kecemasan sosial adalah salah satu jenis dari gangguan kecemasan yang

bersifat spesial, dimana kita merasakan pengalaman tidak nyaman ketika berada di

sekitar banyak orang dan kita merasa khawatir dengan apa yang orang lain

pikirkan tentang kita. Kecemasan tersebut berupa perasaan bahwa kita meyakini

terdapat sesuatu yang mungkin menakutkan. Berbeda dengan ketakutan (fear)

yang merupakan perasaan dimana kita mengetahui bahwa benar-benar terdapat

sesuatu yang menakutkan. Kecemasan sosial bukan lah sesuatu yang dapat diukur

dari sekedar mengamati. Untuk mengukur seberapa cemas seseorang dan untuk

http://digilib.mercubuana.ac.id/
25

mengetahui penyebabnya kita perlu mengajukan beberapa pertanyaan kepada

orang tersebut atau diukur mengkunakan alat ukur kecemasan (Stein & Walker,

2001). Sedangkan Menurut Juliansyah (2012) kecemasan sosial merupakan suatu

proses dinamika psikologis dalam kehidupan individu. Dalam perkembangan

sosial, terutama pada usia remaja yang merupakan masa yang bergejolak dan

banyaknya tuntuan kebutuhan yang harus dipenuhi, tentunya hal ini memberikan

peluang untuk menimbulkan kecemasan pada individu. Kecemasan yang

berhubungan dengan orang lain seringkali membuat potensi individu menjadi

tidak optimal. Misalkan jika individu dihadapkan pada suatu kondisi yang

mengharuskan dia untuk berbicara didepan umum sementara dia tidak memiliki

keberanian, maka hal ini menyebabkan kecemasan dalam dirinya dan

berhubungan dengan dunia sosial.

2.2.2 Aspek-Aspek Kecemasan Sosial

Aspek-aspek dari kecemasan sosial yang dinyatakan oleh beberapa ahli,

yang terangkum dibawah ini. (DSM IV, 1994; Stein & Walker, 2001; Nevid,

Rathus, & Greene, 2003; Dayakisni & Hudaniah, 2009; Wakefield, Horwitz, &

Schmitz, 2005 dalam Juliansyah, 2012) yaitu:

1. Aspek kognitif, berupa penilaian dan ekspektasi bahwa individu akan

dinilai negatif oleh orang lain,

2. Aspek afektif, berupa ketakutan dan rasa cemas saat berhadapan dalam

situasi social,

3. Aspek perilaku, yaitu adanya perilaku tidak aman dan menghindar.

Sedangkan Aspek lain yang dikemukan oleh Greca dan Lopez (1998) adalah :

http://digilib.mercubuana.ac.id/
26

1. Ketakutan akan evaluasi negative,

2. Penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru

(berhubungan dengan orang asing dalam situasi yang baru),

3. Penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum, dengan

orang yang dikenal.

2.2.3. Faktor- Faktor Timbulnya Kecemasan Sosial

Menurut Clinic (dalam Juliansyah, 2012) Faktor-faktor yang timbul yakni:

1. Faktor genetik, biasanya keluarga yang memiliki orang tua cemas akan

menurunkan kecemasannya kepada anak.

2. Pengalaman social, misalkan pengalaman yang traumatik di depan

umum atau dihina dalam waktu yang lama akan memunculkan kecemasan

sosial.

3. Pengaruh budaya, misalnya penerapan pola asuh di keluarga.

4. Pengaruh neurochemicals, yaitu mengenai cairan kimia yang

berpengaruh terhadap gejala-gejala kecemasan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ketidakseimbangan cairan kimia serotonin di otak

dapat menjadi faktor kecemasan sosial. Serotonin dan neurotransmitter

membantu untuk memberikan rasa nyaman dan emosi. Orang yang

mengalami kecemasan sosial memiliki perasaan sangat sensitive yang

diakibatkan karena kelebihan cairan serotonin.

5. Faktor psikologis memiliki peranan yang sangat penting dalam

menyebabkan kecemasan sosial. Termasuk respon ketakutan terhadap

situasi yang tidak mengenakkan. Selain itu, keyakinan negatif dan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
27

keyakinan irasional merupakan faktor psikologis yang menyebabkan

kecemasan sosial.

2.3. PONDOK PESANTREN

2.3.1 Pengertian Pondok Pesantren

Pondok pesantren berasal dari kata pondok dan pesantren. Pondok

pesantren berasal dari kata arab “funduq” yang berarti hotel atau asrama. Menurut

Dhofier (1994)(dalam Shodiq, 2011) sedangkan kata pesantren berasal dari kata

santri dengan awalan “pe” dan akhiran “an” yang artinya berarti tempat tinggal

para santri. Menurut Mastuhu (1994) (dalam Rosset, 2016), pondok pesantren

adalah suatu lembaga pendidikan tradisional islam untuk mempelajari,

memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran islam dengan

menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

Karena diharapkan sebagai lulusan pondok pesantren tidak hanya memahami

teorinya saja melainkan dapat mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari

karena hal tersebut bermanfaat untuk dirinya sendiri maupun orang lain.

Pendidikan di Indonesia sudah berkembang begitu pesat mulai dari taraf

nasional hingga taraf international penggunaan bahasa asing juga sudah mulai di

biasakan di Indonesia. Dunia pesantren atau lebih biasa di sebut dengan penjara

suci sudah berkembang begitu cepat tidak kalah dengan pendidikan lainnya,

contohnya seperti penggunaan bahasa di dalam pondok pesantren yakni bahasa

inggris dan bahasa arab. Kedua bahasa tersebut sudah menjadi bahasa sehari-hari

dalam lingkungan pesantren. Pesantren menjadi wadah untuk remaja yang ingin

belajar ilmu agama dan kitab-kitab klasik, tidak hanya ilmu agama saja, pondok

http://digilib.mercubuana.ac.id/
28

pesantren berbasis boarding school juga sudah menjadi pilihan bagi remaja yang

ingin belajar agama sekaligus belajar pendidikan formal atau sesuai dengan

kurikulum pemerintah yang belaku.

Menurut Wardi dkk (1990)( dalam Rosset, 2016), dilihat dari sudut

pengetahuan yang diajarkan, pesantren dapat digolongkan menjadi dua macam

yakni : pertama, pesantren tradisional (salafi) yaitu pesantren yang mengajarkan

kitab-kitab klasik, seperti kitab nahwu, sorof, balagoh (bahasa) dan lain

sebagainya. System madrasah diterapkan untuk mempermudah tehnik pengajaran

sebagai pengganti sorogan. Pada pesantren ini tidak diajarkan pengetahuan umum.

Kedua, pesantren modern ( khalafi) yang selain memberikan pengajaran kitab

islam klasik juga membuka system sekolah umum di lingkungan dan di bawah

tanggung jawab pesantren, sehingga kegiatan pesantren modern tidak hanya

berfokus pada pelajaran agama saja.

Menurut Ahmad (2012) disebut pesantren apabila memenuhi 5 syarat

yakni:

1) Kyai pesantren, seperti halnya mencangkup seorang yang dipantaskan

untuk menjadi kyai di pesantren tersebut untuk zaman sekarang dan

nantinya

2) Ada pondok, sebuah tempat pendidikan tidak dapat disebut sebuah

pesantren jika tidak ada pondoknya, hal tersebut mencangkup syarat-syarat

fisik dan non fisik, pembiayaan, tempat dan lain-lain

http://digilib.mercubuana.ac.id/
29

3) Ada masjid, di dalam pesantren tujuan utamnya adalah untuk mendidik

para santrinya agar lebih religi. Sehingga masjid jelas ada di dalamnya,

masjid sendiri sama cakupannya dengan pondok,

4) Ada santri, untuk menjadi santri pun tidak hanya membawa nama santri

namun perlakuannya juga di lihat, hal tersebut melingkupi masalah syarat,

fisik, dan tugas santri.

5) Ada pengajaran membaca kitab kuning, bila di luaskan akan

mencangkup kurikulum pesantren dalam arti luas.

http://digilib.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai