Tingkat Kecemasan
Kemampuan individu untuk merespons terhadap suatu ancaman berbeda satu sama lain. Perbedaan kemampuan ini
berimplikasi terhadap perbedaan tingkat ansietas yang dialaminya. Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam Asmadi
(2008) respon individu terhadap ansietas beragam, cemas diklasifikasikan menjadi beberapa tingkat, yaitu:
Tidak Cemas
Individu merasa tidak ada beban dan tekanan dalam hidupnya. Individu merasa santai jika permasalahan tiba-tiba muncul
dan menganggap masalah itu bukan masalah besar dan berani menghadapi masalah tersebut untuk diselesaikan, sehingga
individu ini tidak pernah membesar-besarkan masalah kecil.
Cemas Ringan
Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Cemas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreatifitas.
Cemas Sedang
Cemas sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain.
Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
Cemas Berat
Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang
terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain.
Panik
Tingkat panik dari cemas berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena kehilangan kendali. Orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
Rentang Respon Kecemasan
Respon Adatif Respon Maladaptif
Aspek Kecemasan
Hawari (2008) menyebutkan bahwa secara klinis, kecemasan secara umum mempunyai beberapa aspek, yaitu:
Aspek Fisik
Kecemasan dalam aspek fisik ditandai dengan nafas yang tidak teratur, sakit perut, percepatan denyut jantung, telapak
berkeringat, mulut kering, pusing atau baur, dan gemetaran.
Aspek Perilaku
Kecemasan dimunculkan juga dalam perilaku, dalam aspek ini reaksi kecemasan yang dimaksudkan adalah pemberian
respon-respon yang kurang tepat dari individu yang mengalami kecemasan tersebut dan kecenderungan melakukan
penghindaran (sense of runaway) yang diwujudkan dalam perilaku tampak serta dipengaruhi oleh tumpukan perasaannya
sendiri.
Aspek Kognitif
Aspek kognitif dari kecemasan antara lain seperti: ide atau gagasan, keyakinan, dialog internal, gambaran mental dari
sesuatu yang mungkin terjadi dalam situasi yang menakutkan atau membuat panik. Memikirkan sesuatu yang menakutkan
akan cenderung mengarahkan individu pada perilaku takut dan cemas.
Cara Mengurangi Kecemasan
Menurut Smart (2010) dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat dapat mengurangi cemas dan yakinkan persaingan
pasti terjadi namun harus dihadapi dengan rasa percaya diri. Hal ini akan membangkitkan rasa percaya diri dan sedikit demi
sedikit menghilangkan rasa grogi pada mahasiswa semester akhir. Ia akan lebih percaya diri ketika berhadapan dengan
masyarakat umum.
Menurut Prasetyono (2007) untuk mengatasi rasa cemas ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, antara lain :
Langkah 1 : Menganalisa (menilai) keadaan yang terjadi dengan berani dan jujur. Perhitungkanlah apakah akibat terburuk
yang mungkin terjadi karena kegagalan itu.
Langkah 2 : Setelah memperhitungkan akibat-akibat terburuk yang mungkin terjadi, selanjutnya : bermufakat (sepakat)
dengan diri sendiri untuk menerima akibat-akibat yang terburuk itu jika memang perlu.
Langkah 3 : Pusatkanlah waktu dan tenaga untuk memperbaiki segala keburukan-keburukan yang telah diperhitungkan tadi
(yang di dalam batin telah diterima). Lakukan dengan senang, pasrah dan tawakal. Menurut Al-Adawiy (1987)
menghilangkan stress, penawar kegundahan hati adalah selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Gemilang (2013) tips mengatasi rasa gugup dan cemas, antara lain :
Mempersiapkan diri dengan hati-hati dan cermat akan mengurangi rasa gugup dan cemas secara signifikan, juga
memberikan hasil yang optimal pada setiap tindakan.
Tanyakan pada diri sendiri hal terburuk apa yang akan terjadi ? Bertanya tentang hal-hal yang lebih simpel akan membuat
sesuatu menjadi lebih sehat dan menenangkan diri.
Menarik nafas 30 kali dalam dalam dapat merilekskan tubuh.
Visualisasi atau imajinasi tentang masa depan secara positif.
Berlatih dan berlatih, mengambil aksi dan menempatkan diri dapat membuat semakin percaya diri, merasa nyaman dan
tidak gugup.
Menyadari bahwa orang tidak peduli dengan tindakan kita, atau berpikir positif bahwa diri kita bukan pusat perhatian,
maka memusatkan pikiran pada permasalahan, tantangan dan kemenangan.
Menurut Cheng Kar (2007) cara membiarkan rasa cemas berlalu demi kesehatan adalah dengan menanamkan pemikiran
berikut :
Jika anda tahu sebuah masalah dapat dipecahkan, mengapa cemas ?
Jika anda tahu sebuah masalah tidak dapat dipecahkan, mengapa cemas ?
Karena menurutnya manusia tidak hanya memiliki Panca Indera (Penglihatan, Pendengaran, Pengecap/perasa, Pembau,
Peraba) dari sudut pandang Buddhis terdapat indera Ke-6, yakni : Pikiran. Dalam rangka menangani stres dan kecemasan,
perlu dua indera tambahan: Ke-7 Selera Humor --- kemampuan untuk menertawai masalah-masalah dalam hidup dan
belajar mengambil hikmah darinya. Ke-8 Rasa Perspektif --- Kemampuan untuk mengingat berkah-berkah dalam hidup dan
bersyukur atas segalanya. Perlu indera Ke-9 untuk dapat memiliki indera ke-7 dan ke-8, yakni : Akal Sehat. Maka kehidupan
akan memiliki indera Ke-10 : Indera Sempurna.
Menurut Webe (2012) dengan sangat cepat, seseorang yang jernih dan damai akan dapat mengendalikan dirinya dari
situasi yang menyebabkan pikiran marah, cemas, gelisah, kembali kepada jiwa yang tenang. Dalam kedamaian, seseorang
bisa saja marah, namun tidak hanyut dalam kemarahan. Ia bisa saja cemas, namun tidak hanyut dalam kecemasan. Ia bisa
saja gelisah, namun tidak hanyut dalam kegelisahan. Menurut Palmer dan Froehner (2003) jika kita pastikan bahwa
kebutuhan kita terpenuhi kita tidak perlu marah atau tertekan, sebab timbulnya kemarahan disebabkan kebutuhan kita yang
tidak terpenuhi.
Alat Ukur Kecemasan
Menurut Hawari (2008) untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang atau berat
dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A).
Alat ukur ini terdiri dari 14 gejala. Masing-masing gejala diberi penilaian angka score antara 1-5, yang artinya adalah :
1 = tidak ada gejala (tidak pernah)
2 = gejala ringan (jarang)
3 = gejala sedang (kadang-kadang)
4 = gejala berat (sering)
5 = gejala sangat berat (selalu)
Masing-masing nilai angka (score) dari 14 gejala tersebut dijumlahkan dan dari penjumlahan tersebut dapat diketahui
derajat kecemasan seseorang, yaitu :
Skor 1-14 dikategorikan tidak ada kecemasan
Skor 15-28 dikategorikan kecemasan ringan
Skor 29-42 dikategorikan kecemasan sedang
Skor 43-56 dikategorikan kecemasan berat
Skor 57-70 dikategorikan panik
Skala HRS-A merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami
kecemasan. Menurut Skala HRS-A terdapat 14 symptoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan.
Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yang sudah
dikembangkan oleh kelompok Psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ) dalam bentuk Anxiety Analog Scale (AAS). Validitas AAS sudah
diukur oleh Yul Iskandar pada tahun 1984 dalam penelitiannya yang mendapat korelasi yang cukup dengan HRS-A (r = 0,57
- 0,84).
Skala HRS-A pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperlukan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi
standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Skala HRS-A telah dibuktikan memiliki validitas
dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan
0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HRS-A akan diperoleh hasil yang
valid dan reliable.
Skala HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety) yang dikutip oleh Nursalam (2004) penilaian kecemasan terdiri dari 14
item, meliputi :
Perasaan Cemas : firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.
Ketegangan : merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada binatang besar.
Gangguan Tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.
Gangguan Kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.
Perasaan Depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih dan perasaan tidak menyenangkan setiap
hari.
Menurut Sugiarto (2013) rasa kesepian, tertekan, tidak bahagia dan cemas berkepanjangan dapat bermuara menjadi
depresi.
Gejala Somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan kedutan otot.
Gejala Sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta merasa lemah.
Gejala Kardiovaskuler : takikardi, nyedi di dada, denyut nadi mengeras dan detak jantung hilang dalam sekejap.
Gejala Pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek.
Gejala Gastrointestinal : sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung, sebelum dan
sesudah makan, perasaan panas di perut.
Gejala Urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing, Amenorhea, ereksi lemah atau impotensi.
Gejala Vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.
Perilaku lain : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas
pendek dan cepat.
Sintesa Kecemasan Bidan Menghadapi Kegawatdaruratan Medis
Sintesa variabel Kecemasan Bidan Menghadapi Kegawatdaruratan Medis adalah suatu kegelisahan, kekhawatiran yang
timbul di dalam diri bidan dalam menghadapi kegawatdaruratan medis di PONED Puskesmas.
2.1 Kecemasan Ibu Melahirkan dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan
gejala fisiologis (Tomb, 2010). Stuart (2011) mengatakan kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang
spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif. Cemas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual
terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Menurut Riyana &
Nurhidayati (2011), Cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas,
individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti
mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan
tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis
Kecemasan adalah respon emosional dan penilaian individu yang subjektif yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan
belum diketahui secara khusus faktor penyebabnya (Ermawati, 2009 dalam Herri, dkk, 2010). Kecemasan adalah respon
individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup (Stuart dan Laraia, 1998
dalam Herri, dkk 2010).
Cemas merupakan suatu keadaan yang wajar, karena seseorang pasti menginginkan segala sesuatu dalam kehidupannya
dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari segala marabahaya atau kegagalan serta sesuai dengan harapannya.
Banyak hal yang harus dicemaskan, salah satunya adalah kesehatan, yaitu pada saat dirawat di rumah sakit. Misalnya pada
saat anak sakit dan harus dirawat di rumah sakit akan menimbulkan dampak bagi orang tua maupun anak tersebut. Hal
yang paling umum yang dirasakan orang tua adalah kecemasan. Suatu hal yang normal, bahkan adaptif untuk sedikit cemas
mengenai aspek-aspek kehidupan tersebut. Kecemasan merupakan suatu respons yang tepat terhadap ancaman, tetapi
kecemasan dapat menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman (Nevid, et al., 2010).
Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran
dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada
hubungannya berbagai perasaan yang sifatnya difuss, yang sering bergabung atau disertai gejala jasmani (Kaplan &
Sadock, 2001).
Ada empat tingkat kecemasan yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
Kecemasan ringan: kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang
persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi. Cemas
ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya, seperti melihat, mendengar dan gerakan
menggenggam lebih kuat. Kecemasan tingkat ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas
Kecemasan sedang: memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan
yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.
Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat,
ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun
tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah
ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis. Cemas sedang memungkinkan seseorang
untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian
yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Kecemasan ini mempersempit lapang presepsi individu,
seperti penglihatan, pendengaran, dan gerakan menggenggam berkurang
Kecemasan berat: sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi
menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan
tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi. Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua
perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area lain. Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari
proporsinya. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan hal itu
dikarenakan individu tersebut mengalami kehilangan kendali, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Individu yang mengalami panik juga tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama, dapat
terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian
Panik: panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang
sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan
ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon
terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delus.
Berdasarkan definisi kecemasan diatas, penulis mengambil kesimpulan bahawa kecemaan adalah respon keadaan yang
mengambarkan pengalaman seseorang terhadap ancaman yang tidak menyrnangkan disertai gejala jasmani.
Faktor Internal
Pengalaman
Menurut Horney dalam Trismiati (2006), sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut bersifat
lebih umum. Penyebab kecemasan menurut Horney, dapat berasal dari berbagai kejadian di dalam kehidupan atau dapat
terletak di dalam diri seseorang, misalnya seseorang yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan maka
dalam dirinya akan lebih mampu beradaptasi atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar.
Pendidikan
Menurut Nursalam (2003) pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain
menuju kearah suatu cita-cita tertentu. Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi
baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru (Stuart & Sundeen, 2007). Makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin mudah pula dalam menerima informasi sehingga semakin benyak pula pengetahuan yang dimiliki.
Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru di
perkenalkan (Koentjaraningrat, 1997, dikutip oleh Nursalam dan Pariani, 2001).
Tingkatan Pengetahuam atau Informasi
Pengetahuan atau informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas.Pengetahuan adalah hasil
dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap subyek tertentu.Semakin banyak pengetahuan yang
dimiliki, seseorang akan mengetahui mekanisme yang akan digunakan untuk mengatasi kecemasannya (Notoatmodjo,
2003).
Respon Terhadap Stimulus
Menurut Trismiati (2006), kemampuan seseorang menelaah rangsangan atau besarnya rangsangan yang diterima akan
mempengaruhi kecemasan yang timbul.
Usia
Menurut Nursalam (2001), umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan sesorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih di percaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini
sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih
mudah mengalami gangguan kecemasan dari pada seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya
(Stuart, 2006).
Gender/Perbedaan Jenis Kelamin
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Myers (1983) dalam Trismiati (2006) mengatakan bahwa perempuan
lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan
lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan.
Faktor Eksternal
Dukungan Keluarga
Adanya dukungan keluarga akan menyebabkan seorang lebih siap dalam menghadapi permasalahan, hal ini dinyatakan oleh
(Kasdu, 2002).
Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan seseorang terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarganya.Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan,tetapi lebih merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan,berulang dan banyak tantangan.
Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih kuat dalam menghadapi permasalahan,
misalnya lingkungan pekerjaan atau lingkungan bergaul yang tidak memberikan cerita negatif tentang efek negatif suatu
permasalahan menyebabkan seseorang lebih kuat dalam menghadapi permasalahan, hal ini dinyatakan oleh.
Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi Kecemasan, Sedangkan faktor - faktor yang mempengaruhi kecamasan menurut
Stuart (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah:
Faktor predisposisi
Teori Psikoanalitis
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian: id dan superego. Id mewakili dorongan
insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan di kendalikan oleh norma budaya. Ego atau
aku, berfungsi menengahi tuntutan dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego
bahwa ada tanda bahaya.
Teori Interpersonal
Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa
pertumbuhan, seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya, individu yang
mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas yang berat.
Faktor Perilaku
Ansietas merupakan hasil frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Faktor Presipitasi
Kecemasan adalah keadaan yang tidak dapat dielakan pada kehidupan manusia dalam memelihara keseimbangan.
Pengalaman ansietas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Ada 2 faktor yang
mempengaruhi kecemasan, yaitu :
Faktor eksternal :
Ancaman integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma
fisik, pembedahan yang akan dilakukan).
Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas diri, harga diri dan hubungan interpersonal, kehilangan serta
perubahan status/peran (Stuart & Sundeen, 2007).
Faktor internal:
Menurut Stuart & Sundeen (2007) kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh :
Potensi stressor
Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang
sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi.
Maturitas Individu
Seseorang yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang
matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.
Pendidikan dan Status Ekonomi
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami
kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi
tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan
masalah yang baru.
Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih
mudah mengalami kecemasan, di samping itu orang yang mengalami kelelahan fisik lebih mudah mengalami kecemasan.
Tipe kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B.
Adapun ciri-ciri orang dengan kepribadian Aadalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa
diburu-buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah tersinggung, otot-otot mudah tegang.Sedangkan orang
dengan kepribadian B mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan tipe kepribadian A. Karena orang dengan tipe
kepribadian B adalah orang yang penyabar, tenang, teliti, dan rutinitas.
Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada
dilingkungan yang biasa dia tempati.
Umur
Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan dari pada
seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.(Stuart, 2007)
Menurut Frued dalam Stuart and Sundeen (2007), ada 2 tipe kecemasan yaitu:
Kecemasan primer
Kejadian traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimuli tiba- tiba dan trauma pada saat kelahiran, kemudian
berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya rasa puas akibat kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemasan primer
adalah ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor internal.
Kecemasan sub sekunder
Sejalan dengan peningkatan ego dan usia. Frued melihat ada jenis kecemasan lain akibat konflik emosi diantara 2 elemen
kepribadian yaitu id dan super ego. Freud menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan
super ego berada pada kondisi bahaya.
Zakiah Daradjat (Rochman, 2010) mengemukakan beberapa penyebab dari kecemasan yaitu :
Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa
takut, karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran
Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati
nurani. Kecemasan ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk
yang umum.
Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas
dan tidak berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan
kepribadian penderitanya. Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya mampu hadir
karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya.
Jenis-Jenis Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan didalam dirinya sendiri yang timbul dari dalam tanpa
adanya rangsangan dari luar. Mustamir Pedak (2009) membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu :
Kecemasan Rasional
Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian.
Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur pokok normal dari mekanisme pertahanan dasariah kita.
Kecemasan Irrasional
Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini dibawah keadaan-keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang
mengancam.
Kecemasan Fundamental
Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah
kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi
kehidupan manusia.
Teori Psikoanalisis
Kecemasan merupakan konflik emosional antara dua elemen kepribadian, yakni Id, Ego, dan Super ego. Id mencerminkan
dorongan instingtif dan impuls-impuls primitif. Ego melambangkan mediator antara Id dan Super ego.Sedangkan Super
Ego mencerminkan hati nurani seseorang yang dikendalikan oleh norma-norma lingkungan, agama dan budaya.Kaitannya
pada kecemasan adalah peringatan terhadap Ego.
Teori Interpersonal
Kecemasan terjadi akibat ketakutan atas penolakan interpersonal dan disertai dengan trauma masa perkembangan seperti
kehilangan atau perpisahan orang tua.Demikian juga dengan kehilangan harga diri, dimana biasanya orang yang mengalami
hilangnya harga diri bisa berakibat timbulnya kecemasan berat.
Teori Prilaku
Kecemasan dianggap sebagai produk frustasi, yakni segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang mencapai
tujuan yang dia inginkan. Semakin tinggi frustasi yang dialami, maka akan semakin besar tingkat kecemasannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab kecemasan adalah adanya perasaan
takut tidak diterima dalam lingkungan tertentu, adanya pengalaman traumatis, adanya frustasi akibat kegagalan dalam
mencapai tujuan, adanya ancaman pada intergritas diri, yakni meliputi kegagalan memenuhi kebutuhan fisiologis
(kebutuhan dasar) dan adanya ancaman konsep diri.
Tingkat Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan yaitu cemasa ringan, sedang, berat dan panic (Hawari, 2009).
Kecemasan ringan: kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang
persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi. Cemas
ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya, seperti melihat, mendengar dan gerakan
menggenggam lebih kuat. Kecemasan tingkat ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas
Kecemasan sedang; memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan
yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.
Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat,
ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun
tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah
ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis. Cemas sedang memungkinkan seseorang
untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian
yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Kecemasan ini mempersempit lapang presepsi individu,
seperti penglihatan, pendengaran, dan gerakan menggenggam berkurang
Kecemasan berat; sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi
menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan
tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi. Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua
perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area lain. Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari
proporsinya. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan hal itu
dikarenakan individu tersebut mengalami kehilangan kendali, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Individu yang mengalami panik juga tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama, dapat
terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian
Panik; panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang
sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan
ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon
terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delus.
2.5.4Respon Fisiologis Terhadap Kecemasan
Kardio vaskuler; peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun,
syock dan lain-lain.
Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan
berkeringat, gatal-gatal.
Gastro intestinal; anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.
Neuromuskuler; reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan
lambat.
Respon Psikologis Terhadap Kecemasan :
Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.
Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun,
kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.
Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.
Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau
tingkatan yang dirasakan oleh idividu tersebut (Hawari, 2009). Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat
mengalami kecemasan secara umum menurut Hawari (2009), antara lain adalah sebagai berikut:
Gejala psikologis : pernyataan cemas/ khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa
tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
Gejala somatic : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala,
gangguan perkemihan, tangan terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung
melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan timbulnya kecemasan (Kaplan & Sadock,
2008). Menurut Stuart (2011) pada orang yang cemas akan muncul beberapa respon yang meliputi :
1. Respon fisiologis
Kardiovasklar : palpitasi, tekanan darah meningkat, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.
Pernafasan : nafas cepat dan pendek, nafas dangkal dan terengah-engah
Gastrointestinal : nafsu makan menurun, tidak nyaman pada perut, mual dan diare.
Neuromuskular : tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing.
Traktus urinarius : sering berkemih.
Kulit : keringat dingin, gatal, wajah kemerahan.
Respon perilaku
Respon perilaku yang muncul adalah gelisah, tremor, ketegangan fisik, reaksi terkejut, gugup, bicara cepat, menghindar,
kurang kooordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal dan melarikan diri dari masalah.
Respon kognitif
Respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir,
kesadaran diri meningkat, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu mengambil keputusan, menurunnya lapangan
persepsi dan kreatifitas, bingung, takut, kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual dan takut cedera atau kematian.
Respon afektif
Respon afektif yang sering muncul adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, waspada, gugup, mati
rasa, rasa bersalah dan malu.
2. Faktor Predisposisi
Penyebab kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori seperti yang dikemukakan oleh Laraia dan Stuart (2009).
Teori Psikoanalitik
Pandangan psikoanalitik menyatakan kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu
id dan superego.Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati
nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang.Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua
elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
Teori Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal.Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kelemahan spesifik.Individu dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan kecemasan yang
berat.Kecemasan yang berhubungan dengan ketakutan ini dapat terjadi pada orag tua atau dapat juga pada anak itu sendiri
yang mengalami tindakan pemasangan infus. Tindakan pemasangan infus akan menimbulkan kecemasan. dan ketakutan
serta rasa tidak nyaman bagi anak akibat nyeri yang dirasakan saat prosedur tersebut dilaksanakan. Keadaan tersebut
dapat membuat orang tua cemas dan takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang dilakukan akan memberikan efek
yang membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri (Sulistiyani, 2009).
Teori Perilaku
Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan hasil dari frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.Faktor tersebut bekerja menghambat usaha seseorang untuk
memperoleh kepuasan dan kenyamanan.Kecemasan dapat terjadi pada anak yang dirawat di rumah sakit dan dipasang
infus akibat adanya hambatan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, seperti bermain dan berkumpul bersama
keluarganya (Supartini, 2009).
Teori Keluarga
Teori keluarga menunjukkan bahwa kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.Kecemasan ini
terkait dengan tugas perkembangan individu dalam keluarga. Anak yang akan dirawat di rumah sakit merasa tugas
perkembangannya dalam keluarga akan terganggu sehingga dapat menimbulkan kecemasan.
Teori Biologis
Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin.Reseptor ini mungkin
membantu mengatur kecemasan.Penghambat asam aminobutirik-gamma neuroregulator (GABA) juga mungkinmemainkan
peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan.Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan
umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan.Kecemasan mungkin disertai gangguan
fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
3. Faktor Presipitasi
Stuart (2009) mengatakan bahwa faktor presipitasi/ stressor pencetus dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu :
Ancaman Terhadap Integritas Fisik
Ancaman terhadap integritas fisik seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.Kejadian ini menyebabkan kecemasan dimana timbul akibat kekhawatiran terhadap
tindakan pemasangan infus yang mempengaruhi integritas tubuh secara keseluruhan. Pada anak yang dirawat di rumah
sakit timbul kecemasan karena ketidakmampuan fisiologis dan menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-hari,
seperti bermain, belajar bagi anak usia sekolah, dan lain sebagainya.
Ancaman terhadap Rasa Aman
Ancaman ini terkait terhadap rasa aman yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan, seperti ancaman terhadap sistem
diri seseorang yang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Ancaman ini dapat terjadi pada
anak yang akan yang akan dilakukan tindakan pemasangan infus dan bisa juga terjadi pada orang tua. Ancaman yang
terjadi pada orang tua dapat disebabkan karena orang tua merasa bahwa anak mereka akan menerima pengobatan yang
membuat anak bertambah sakit atau nyeri. Orang tua cemas dan takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang
dilakukan akan memberikan efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri (Sulistiyani, 2009). Sedangkan pada
anak, tindakan pemasangan infus mengakibatkan nyeri yang dirasakan anak tersebut.