Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan

a. Definisi Kecemasan

Cemas merupakan pengalaman subjektif seseorang, yang cukup sulit

diobservasi secara langsung. Cemas adalah suatu emosi tanpa objek yang

spesifik, penyebabnya tidak diketahui. Kecemasan merupakan perilaku

seperti rasa tidak berdaya, rasa tidak mampu, rasa takut dan fobia tertentu

yang menandakan seseorang merasa keutuhan dan keberadaan dirinya

terancam (Nursalam, 2014).

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan

perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan,

tidak mengalami gangguan dalam menilai kenyataan, kepribadian masih

tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian normal (Hawari,

2013).

Kecemasan adalah perasaan yang menetap berupa ketakutan atau

kecemasan yang merupakan respon terhadap kecemasan yang akan datang.

Hal tersebut dapat merupakan perasaan yang ditekan ke dalam bawah alam

sadar bila terjadi peningkatan akan adanya bahaya dari dalam (Ibrahim,

2012).

Kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan

dengan sesuatu di luar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam

mengatasi permasalahan (Asmadi, 2015).


b. Tingkat Kecemasan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Marlina (2017) disebutkan bahwa

kecemasan terdiri dari cemas ringan, cemas sedang dan cemas berat.

Sedangkan menurut Sentana (2015), tingkat kecemasan dibagi pada empat

kategori yaitu cemas ringan, sedang, berat dan sangat berat. Berikut adalah

penjelasan dari tingkat kecemasan menurut Agape (2022) :

1. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan identik dengan kekhawatiran dan stres normal

sehari-hari. Kecemasan ini bersifat situasional dan akan hilang

dengan sendirinya apabila masalah telah terselesaikan. Gejala pada

kecemasan ringan biasanya hanya gelisah, berkeringat, sensitif dan

lebih mudah matah.

2. Kecemasan sedang

Keceman sedang lebih terfokus daripada kecemasan ringan,

seseorang yang mengalami kecemasan sedang biasanya mulai

mengalami gejala fisik seperti sakit perut, berdebar, berkeringat,

mulaut kering, gerakan tangan berlebihan, berbicara secara cepat

dan suara bernada tinggi. Kecemsan sedang juga bisangya bersifat

situasional, setelah masalahnya terpecahkan maka cemas akan

hilang dengan sendirinya.

3. Kecemasan berat

Kecemasan berat memiliki banyak kesamaan gejala dengan

kecemasan ringan berat, namun biasanya ada gejala tambahan

seperti muntah, nyeri dada, jantung berdebar, diare dan perilaku

yang tidak menentu. Kecemasan berat sudah mulai mempengaruhi


seseorang dalam mengambil keputusan. Biasanya orang dengan

kecemasan berat sulit untuk menentukan tindakannya. Beberapa

orang bahkan mengalami rasa takut yang berlebihan. Kecemsan

berat cukup sulit diatasi dengan pengalihan karena kecemasan berat

tidak akan kembali normal dengan mudah.

4. Kecemasan sangat berat (panik)

Kecemasan sangat berat atau biasa disebut panik adalah tingkat

kecemasan yang paling intens. Ketika mengalami panik kemampuan

seseorang sudah tidak dapat berfungsi secara normal. Beberapa

orang mengalami gejala fisik seperti tidak mampu bergerak,

sedangkan sebagian orang lainnya kesulitan untuk mengheantikan

gerakannya. Kecemasan sangat berat atau panik ini tidak dapat

hilang begitu saja, tingkat kecemsan ini membutuhkan perawatan

kesehatan mental.

c. Kecemasan pada Pasien Post Operasi

Selain masalah fisik di atas, pasien yang telah menjalani pembedahan

umumnya akan mengalami masalah psikologis yaitu kecemasan.

Kecemasan yang dialami dapat disebabkan oleh gejala-gejala yang muncul

setelah dilakukan pembedahan, diantaranya yaitu rasa nyeri dan gangguan

mobilisasi (Maisyaroh et al., 2016). Menurut Donsu (2019), kecemasan

pada pasien post operasi dapat muncul akibat oleh adanya beberapa faktor

diantaranya:

1. Faktor biologis dimana ketika tubuh mengalami sesuatu gangguan

kesehatan pasca operasi sehingga pasien mengalami kenaikan


tekanan darah maka pasien merasakan kecemasan.

2. Faktor psikologis salah satunya perubahan peran dalam kehidupan

sehari-hari dan faktor sosial ekonomi menengah kebawah cenderung

sering mengalami stres dan juga fungsi intregitas sosial menjadi

terganggu.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahman & Kurniasari (2021),

tingkat kecemasan pasien post operasi apendiktomi dapat disimpulakan

bahwa pasien post operasi rata-rata akan mengalami kecemasan sebesar

52.8%. Sumber kecemasan setelah pembedahan adalah rasa nyeri yang

dialami pasien (Marlina, 2017).

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Pasien Post

Operasi

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Marlina (2017), faktor

kecemasan paling dominan pada pasien post operasi 46.7% dipengaruhi

oleh usia dan pekerjaan, kemudian 53.3% sisanya dipengaruhi oleh

dukungan keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Haniba (2018)

menemukan bahwa kecemasan dapat dipengaruhi oleh tingkat usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman dan dukungan keluarga. Maka

dari itu. Penelitian lainnya dilakukan oleh Rosiek et al (2016) yang

menemukan bahwa kecemasan pada pasien dipengaruhi oleh usia, jenis

kelamin dan tingkat pendidika. Maka dari itu, faktor yang dapat

mempengaruhi kecemasan pada pasien post operasi antara laian :

1. Usia

Semakin matang usia, maka semakin siap seseorang dalam


menghadapi situasi. Umumnya umur yang lebih tua akan lebih baik

dalam menangani masalah kecemasan, mekanisme koping yang baik

akan mempermudah mengatasi masalah kecemasan, sehingga

tingkat kecemasan seseorang bisa lebih rendah Rosiek et al (2016).

2. Jenis kelamin

Perempuan mempunyai perasaan yang lebih peka dan sensitif

daripada laki-laki, sehingga stresor-stresor yang ada akan cenderung

lebih mudah membuat perempuan menjadi cemas (Haniba , 2018).

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang bisa membentuk kepribadian,

karakter atau pun sikap seseorang. Pendidikan yang memadai akan

menjadikan seseorang mempunyai pemikiran dan wawasan yang

luas terhadap sesuatu, sehingga bias mengambil sikap atau

keputusan yang positif dalam menghadapi masalah (Haniba, 2018).

4. Pekerjaan

Seseorang tidak pernah menjalani operasi sebelumnya lebih banyak

mengalami kecemasan dibandingkan dengan seseorang yang sudah

pernah menjalani operasi sebelumnya (Sugiartha et al, 2021).

5. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga memainkan peran yang signifikan terhadap

adanya perasaan cemas pada pasien. Dukungan keluarga akan

membuat pasien merasa memiliki dan dapat mengandalkan

keluarganya selama berada pada masa pengobatan. Keyakinan

pasien pada keluarganya dapat diandalkan pada akhirnya akan

membuat pasien bersemangat dalam menjalani pengobatan dan


terhindar dari kecemasan (Sugiartha et al., 2021).

e. Tanda dan Gejala Kecemasan Pada Pasien Post Operasi

Menurut Torres-Lagares et al., (2014) gejala-gejala yang timbul seperti

1. Peningkatan nyeri

2. Gangguan mobilisasi

3. Jantung berdebar

4. Peningkatan tekanan darah dan frekuensi napas

Pasien post operasi biasanya mengalami gejala kecemasan ringan dan sedang

terkait keadaannya. Kecemasan ringan biasanya ditandai dengan gelisah, lebih

waspada, lemas dan sesitif namun masih dapat mengendalikan dirnya. Pada

kecemasan sedang ditandai dengan gelisah, berdebar, berkeringat dan mulai fokus

dengan cemasnya sehingga konsentrasinya dalam melihat dan mendengar menjadi

sedikit berkurang (Chrisnawati dan Aldino, 2019).

f. Dampak Kecemasan pada Pasien Post Operasi

Penelitian yang dilakukan oleh Situmorang dan Yazid (2020)

menemukan bahawa terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan

dan tingkat nyeri pasien post operasi. Menurutnya semakin tinggi tingkat

kecemasan maka semakin tinggi pula tingkay nyeri pasien. Hal ini

disebabkan karena kecemasan akan meningkatkan pelepasan renin,

angiotensin, aldosteron, dan kortisol yang menyebabkan vasokonstriksi

pembuluh darah sehingga suplai darah ke jantung menurun. Selain itu

dengan adanya kecemasan juga merangsang hipotalamus untuk


memproduksi corticotrophin releasing factor (CRF) yang berfungsi

merangsang kelenjar pituitary anterior meningkatkan produksi adeno

cortiko tropin hormone (ACTH). Hormon ini akan meningkatkan sekresi

kortisol dari korteks adrenal. Semakin banyak kortisol yang dihasilkan akan

menyupresi sistem imun seseorang (Potter & Perry, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Bashir (2020), menunjukkan bahwa

kecemasan juga mempengaruhi pola tidur pasien post operasi. Responden

pada penelitian ini menyatakan sering terbangun pada malam hari dan sulit

tertidur kembali. Kecemasan bisa menyebabkan seseorang menjadi

terganggu dan seringkali mengarah frustasi, sehingga perasaan tersebut bisa

berdampak langsung terhadap pola tidur yang tidak bisa terpenuhi dengan

baik.

B. Bedah Digestif

a. Definisi Bedah Digestif

Pembedahan atau operasi adalah semua tindak pengobatan dengan

menggunakan prosedur invasif, dengan tahapan membuka atau

menampilkan bagian tubuh yang ditangani. Pembukaan bagian tubuh yang

dilakukan tindakan pembedahan pada umumnya dilakukan dengan

membuat sayatan, setelah yang ditangani tampak, maka akan dilakukan

perbaikan dengan penutupan serta penjahitan luka (Sjamsuhidajat & de

Jong, 2017).

b. Indikasi Bedah Digestif

Pelayanan bedah perut dan saluran cerna (digestive) bedasarkan organ


dan penyakit, meliputi (Sjamsuhidajat & de Jong, 2017):

1. Hati

Kista hati, infeksi hati dan abses, trauma hati, tumor hati

2. Empedu

Kolesistitis (radang kandung empedu) atau infeksi empedu,

cholecystolithiasis (batu empedu), kista kholedochal (kista saluran

empedu), kanker kandung empedu, polip empedu.

3. Saluran empedu

Ikterus (kuning) dan penyempitan saluran empedu, akut infeksi

saluran empedu: kolangitis, batu saluran empedu, tumor saluran

empedu: cholangocarcinoma.

4. Pankreas dan limpa

Kanker pancreas, kista pankreas dan tumor kistik, tumor endokrin

pancreas, pankreatitis kronis/pankreatitis akut, tumor pankreas

endokrin, cedera /trauma pankreas.

5. Saluran cerna atas

Obesitas menurunkan berat badan (bedah bariatrik), kanker

lambung, akhalasia kesulitan menelan, kanker kerongkongan.

6. Kolorektal/usus besar

Ambeien/hemorroid, kanker kolon dan rectum, usus

buntu/appendisitis,

7. Anus

Abces pernianal, fistula ani, fissure anal, polip recti.

8. Hernia

Herniorepair/operasi secara open atau laparoscopi.


c. Kalasifikasi Pemebdahan Digestif

Tindakan Pembedahan berdasarkan urgensinya dibagi menjadi lima

tingkatan, antara lain (Effendy & Hastuti, 2015):

a. Kedaruratan (Emergency)

Pasien membutuhkan tindakan segera, yang memungkinkan mengancam

jiwa. Indikasi pembedahan tanpa yang tidak dapat ditunda, misalnya;

perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih, fraktur tulang tengkorak,

luka tembak atau tusuk, luka bakar yang sangat luas.

b. Urgent

Pasien membutuhkan penanganan segera. Pembedahan dalam kondisi

urgent dapat dilakukan dalam 24-30 jam, misalnya infeksi kandung kemih

akut, batu ginjal atau batu uretra.

c. Diperlukan

Pasien harus menjalani pembedahan Pembedahan yang akan dilakukan

dapat direncanakan dalam waktu beberapa minggu atau bulan, misalnya

pada kasus hyperplasia prostate tanpa adanya obstruksi kandung kemih,

gangguan tiroid, dan katarak.

d. Efektif

Pasien harus dioperasi saat memerlukan tindakan pembedahan. Indikasi

pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu

membahayakan, misalnya perbaikan sesar, hernia sederhana, dan

perbaikan vaginal.

e. Pilihan

Keputusan tentang dilakukannya pembedahan sepenuhnya kepada pasien.


Indikasi pembedahan merupakan pilihan dan keputusan pribadi yang

biasanya kaitannya dengan estetika, misalnya bedah kosmetik.

Menurut faktor resikonya, pembedahan diklasifikasikan menjadi bedah

minor dan bedah mayor, tergantung pada keparahan penyakit, bagian tubuh

yang terkena, tingkat kerumitan pembedahan, dan lamanya waktu

pemulihan (Sjamsuhidajat & de Jong, 2017).

a. Bedah minor

Bedah minor atau operasi kecil merupakan operasi yang paling sering

dilakukan dirawat jalan, dan pasien yang dilakukan tindakan bedah minor

dapat dipulangkan pada hari yang sama

b. Bedah mayor

Bedah mayor atau operasi besar adalah operasi yang penetrates dan

exposes semua rongga badan, termasuk tengkorak, pembedahan tulang,

atau kerusakan signifikan dari anatomis atau fungsi faal. Operasi besar

meliputi pembedahan kepala, leher, dada dan perut. Pemulihan

memerlukan waktu yang cukup lama dan memerlukan perawatan intensif

dalam beberapa hari di rumah sakit. Pembedahan ini memiliki komplikasi

yang lebih tinggi setelah pembedahan. Operasi besar sering melibatkan

salah satu badan utama di perut cavities (laparotomy), di dada

(thoracotomy), atau tengkorak (craniotomy) dan dapat juga pada organ

vital. Operasi yang biasanya dilakukan dengan mengggunakan anestesi

umum di rumah sakit ruang operasi oleh tim dokter. Setidaknya pasien

menjalani perawatan satu malam di rumah sakit setelah operasi. Operasi

besar biasanya membawa beberapa derajat resiko bagi pasien hidup, atau

pasien potensi cacat parah jika terjadi suatu kesalahan dalam operasi.
C. Dukungan Keluarga

a. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dimana terjadi

interaksi antara anak dan orang tuanya. Keluarga berasal dari bahasa

sansekerta kulu dan warga atau kuluwarga yang berarti anggota kelompok

kerabat (Ali, 2010). Menurut Putra (2019) keluarga merupakan sekumpulan

manusia yang memiliki hubungan darah melalui perkawinan ataupun adopsi

yang terdii dari kepala keluarga dan anggota keluarga yang menempati

suatu tempat dalam satu atap dan saling ketergantungan. Hulu dan Pardede

(2016) , dalam penelitiannya mengemukakan bahwa keluarga merupakan

orang yang bersifat mendukung dan selalu siap memberikan pertolongan

dan bantuan pada anggota lainya jika diperlukan.

b. Fungsi Keluarga

Menurut Wirdhana et al (2013), beberapa fungsi keluarga diantaranya

fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta dan kasih sayang,

fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, fungsi

pembinaan lingkungan dan fungsi rekreasi serta fungsi pemberian status.

Semua keluarga harus berusaha menjalankan fungsi-fungsi tersebut,

terutama dalam hal ini tugas orang tua yang merupakan aktor utama dalam

berfungsinya keluarga. Masalah-masalah keluarga timbul ketika salah satu

atau beberapa fungsi tersebut tidak dijalankan. Hal ini pun berkaitan dengan

pengaruh modernisasi dan globalisasi yang terjadi pada masa sekarang.

Menurut Friedman et al., (2010) mengidentifikasi lima fungsi dasar


keluarga, sebagai berikut :

a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif atau fungsi mempertahankan kepribadian, memfasilitasi

stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis

anggota keluarga.

b. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial

Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak

sebagai anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status pada

anggota keluarga.

c. Fungsi Reproduksi

Mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan

untuk keberlangsungan hidup masyarakat.

d. Fungsi Ekonomi

Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.

e. Fungsi Perawatan Kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal,

perawatan kesehatan.

c. Definisi Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan bentuk pemberian dukungan terhadap

anggota keluarga lain yang mengalami permasalahan, yaitu memberikan

dukungan pemeliharaan, emosional untuk mencapai kesejahteraan anggota

keluarga dan memenuhi kebutuhan psikososial (Potter & Perry, 2013).

Penelitian yang dilakukan Ulfa (2017) yang menyimpulkan adanya

dukungan keluarga yang tinggi maka pasien akan merasa lebih tenang dan
nyaman dalam menjalani pengobatan. Menurut prnrlitian yang dilakukan

oleh Prasetyo (2021), semakin tinggi dukungan keluarga yang diberikan

kepada pasien, maka tingkat kecemasan akan semakin berkurang.

d. Bentuk Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga banyak bentuk nya, menurut Kaakinen et al (2015)

dukungan keluarga dapat berupa dukungan pengharapan yaitu dukungan

yang bersifat nyata dimana bentuk dari dukungan ini adalah sebuah

dukungan positif yang membuat pasien dapat mencurahkan perasaanya

terhadap keadaanna dan senantiasa memberi semangat kepada pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi (2020) menemukan bahwa

pemberian dukungan keluarga dalam bentuk dukungan pengharapan,

dukungan nyata, dukungan informasi dan dukungan emosional berpengaruh

terhadap tingkat kecemasan pasien yang semakin menurun.

Menurut Friedman et al., (2010), keluarga memiliki beberapa bentuk

dukungan yaitu :

1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional merupakan suatu fungsi efektif yang diberikan

untuk seluruh anggota keluarga. Pada dukungan emosional ini

keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.

2. Dukungan Instrumental

Keluarga berfungsi sebagai bantuan praktis dan konkrit. Dukungan

yang diberikan dapat berupa dukungan instumental selama

perawatan atau pengobatan seperti biaya pengobatan,tenaga dan

sarana.
3. Dukungan Informasional

Keluarga dalam konteks dukungan informasional bertindak sebagai

pencari dan penyebar informasi. Bentuknya berupa pemberian saran,

informasi, nasehat dan pendapat. Dukungan ini dapat membantu

seseorang yang sedang sakit untuk mengambil keputusan terkait

manajemen penyakitnya.

4. Dukungan Penilaian

Keluarga berfungsi sebagai pembimbing umpan balik, perantara

pemecahan masalah dan validator dalam keluarga, yang mampu

membantu pasien dalam memberikan kenyamanan fisik dan

psikologis yang berkaitan dengan membangun harga diri dan

kompetensi pasien bedah. Bentuknya berupa penghargaan yang

positif, pemberian semangat dan persetujuan terhadap pendapat.

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Friedman et al (2010), dukungan keluarga dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu kelas ekonomi dan pendidikan. Pada faktor kelas

ekonomi, tingkat ekonomi menengah ke atas bisanya akan lebih demokratis

dibandingkan kelas ekonomi bawah yang cenderung lebih otoriter.

Sedangkan pada faktor tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat

pendidikan maka semakin tinggi pula dukungan yang diberikan oleh

keluarga.

Pada penelitian yang dilakukan Lestari (2020), diketahui faktor yang

dapat mempengaruhi dukungan keluarga adalah faktor pendidikan dan


pekerjaan. Menurut penelitian ini, keluarga dengan latar belakang

pendidikan dan pekerjaan yang lebih tinggi terlihat memberikan dukungan

lebih banyak daripada keluarga dari keluarga yang memiliki latar belakang

pendidikan dan pekerjaan yang lebih rendah.

D. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan

Kecemasan pasien dalam menghadapi post operasi dapat dipengaruhi

beberapa faktor, yaitu takut nyeri setelah pembedahan, perubahan fisik,

keganasan, komplikasi atau cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang

lain yang mempunyai penyakit yang sama. Kecemasan dapat ditunjukan seperti

mengatakan tidak bisa tidur, takut, nyeri, dan khawatir jika operasi mengalami

kendala (Ekawati, 2016). Kecemasan yang tidak diatasi bisa menimbulkan

disharmoni dalam tubuh. kegagalan mengatasi kecemasan yang konstruktif

adalah penyebab utama terjadinya perilaku patologis seperti kecemasan

berlebihan, hingga syok. Meskipun kecemasan merupakan gejala yang umum

tetapi non spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi, kecemasan perlu

segera di atasi. Kecemasan berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak

berdaya (Annisa & Ifdil, 2016).

Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat membantu

pasien dalam mengatasi kecemasannya. Dukungan keluarga memberikan efek

penyangga dengan menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan, efek

dukungan keluarga dapat langsung mempengaruhi peningkatan kesehatan.

Dukungan orang tua serta keluarga lainnya yang tinggi juga akan meningkatkan

harga diri. Jenis dukungan yang dapat diberikan kepada keluarga seperti

dukungan psikososial. Keluarga perlu mendapatkan pemahaman yang baik dan


benar tentang cara memberikan dukungan sosial, psikologi, dan materi kepada

penderita agar cepat sembuh. Dengan kata lain pasien perlu mendapatkan

dukungan emosional dari keluarga untuk sembuh (Mulyadi et al., 2020).

Anda mungkin juga menyukai