Anda di halaman 1dari 17

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

Menurut Gunarsa (2008), kecemasan merupakan kekhawatiran dan rasa

takut yang muncul dengan sabab yang tidak jelas dan memiliki kekuatan yang

besar salam mempengaruhi tingkah laku yang normal maupun tingkah laku yang

menyimpang. Kecemasan juga dapat muncul dari luar maupun dalam diri

seseorang, yang pada umumnya muncul ancaman yang terlihat samar-samar.

Chaplin (2002) mengemukakan bahwa kecemasan ialah campuran perasaan yang

berisikan kekuatan dan keprihatinan tentang masa-masa yang akan dayang tanpa

alasan yang khusus mengenai ketakutan yang muncul tersebut.

Menurut Freud (dalam Alwisol, 2009), kecemasan merupakan manisfestasi

dari fungsi ego dalam memperingatkan seorang individu akan kemungkinan

datangnya suatu ancaman maupun bahaya sehingga secara alami individu dapat

menyiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Priest (1987) mengemukakan bahwa

kecemasan merupakan suatu perasaan yang dialami ketika seorang individu

memikirkan tentang sesuatu yang tidak menyenangkan akan datang. Kecemasan

digambarkan sebagai campuran dari ketakutan yang tidak menentu, kebingungan,

tekanan dan ketidakpastian. Priest juga menambahkan bahwa kecemasan adalah


12

keadaan dimana dialami oleh seorang individu dari waktu ke waktu sebagai respon

dari ancaman yang akan datang.

Menurut Atkinson (2002), kecemasan merupakan suatu perasaan yang

tidak menyenangkan dan diikuti dengan istilah “kekhawatiran”, “keprihatinan”,

dan “rasa takut” yang dapat dialami dalam tingkat yang berbeda-beda. Blackburn

dan Davidson (1994) mennjelaskan bahwa kecemasan merupakan gejala perasaan

yang tidak menyenangkan pada fisik ataupun psikologis seorang individu dan

muncul sebagai respon terhadap adanya perasaan takut yang subjektif, kabur dan

tidak jelas yang mempengaruhi perubahan dan perasaan suasana hati, pikiran,

motivasi dan gejala biologis.

Menurut Hawari (2011), kecemasan kecemasan yang berlebihan dapat

mebuat seorang individu merasakan perasaan yang tidak nyaman dan ketakutan

akan sesuatu yang belum datang atau terjadi, lalu perasaan-perasaan tersebut

umumnya dapat menimbulkan gejala-gejala fisiologis seperti gemetar,

berkeringat, detak jantung meningkat dan gejala-gejala psikologis seperti panik,

tegang, bingung dan tak dapat berkonsentrasi. Sedangkan menurut Kaplan,

Benjamin dan Grebb (2010), kecemasan merupakan respon terhadap berbagai

situasi yang mengancam dan merupakan hal normal yang muncul ketika

menemukan perubahan, perkembangan, pengalaman baru serta muncul ketika

menentukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan yang normal juga dapat

menguntungkan untung merespon situasi tertentu yang mengancam.


13

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan

merupakan perasaan tidak nyaman, takut, khawatir pada suatu hal yang belum

terjadi dan muncul dengan alasan yang tidak jelas.

2. Aspek-aspek Kecemasan

Greenberger dan Padesky (2004) menjabarkan kecemasan menjadi 4

aspek, yaitu :

a. Reaksi Fisik

Reaksi fisik merupakan reaksi yang terjadi ketika seorang individu

mengalami kecemasan, reaksi tersebut meliputi telapak tangan yang

berkeringat, otot yang tegang, jantung berdebar-debar atau berdegup kencang,

pipi memerah, pusing kepala dan sesak bernafas. Durasi reaksi fisik tersebut

bergantung pada lama tidaknya situasi yagn dihadapinya.

b. Pemikiran

Individu yang mengalami kecemasan biasanya memikirkan bahaya

secara berlebihan, menganggap dirinya tidak mampu mengatasi masalah,

tidak mengindahkan bantuan yang ada dan khawatir serta berpikir tentang hal

yang buruk. Seseorang yang mengalami kecemasan memiliki pemikiran-

pemikiran yang negatif tentang mampu atau tidaknya individu tersebut dalam

menghadapi sesuatu. Pemikiran tersebut dapat berupa perasaan tidak mampu,

merasa tidak emiliki keahlian, tidak siap dan sebagainya.


14

c. Perilaku

Individu yang mengalami kecemasan akan berperilaku menghindari

situasi saat kecemasan tersebut terjadi. Individu menghindari situasi atau hal

yang membuatnya cemas dan situasi yang membuatnya terganggu serta

merasa tidak nyaman

d. Suasana Hati

Individu yang mengalami kecemasan memiliki suasana hati yang

gugup, jengkel dan panik. Kecemasan juga dapat langsung merubah suasana

hati seorang individu ketika menemukan hal-hal yang dapat membuat individu

tersebut merasa cemas.

Aspek-aspek kecemasan juga dijabarkan lebih lengkap oleh Blackburn dan

Davidson (1994). Aspek-aspek tersebut meliputi :

a. Aspek Suasana Hati

Suasana hati seorang individu yang mengalami kecemasan menjadi

sangat tegang dan mudah marah.

b. Aspek Pikiran

Kecemasan mengganggu pikiran seorang individu menjadi sulit untuk

berkonsentrasi, khawatir, pikiran yang kosong, membesar-besarkan ancaman,

menganggap dirinya sangat sensitif dan merasa tidak berdaya.


15

c. Aspek Motivasi

Seorang individu yang mengalami kecemasan cenderung ingin

melarikan diri, menghindari situasi dan ketergantungan yang tinggi.

d. Aspek Perilaku

Seorang individu yang mengalami kecemasan berperilaku gugup,

gelisah dan kewaspadaan yang berlebihan.

e. Aspek Biologis

Aspek ini berupa peningkatan gerakan otomatis seperti berkeringat,

gemetar, pusing, berdebar-debar, mual dan mulut kering.

Berdasar beberapa penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa

aspek-aspek kecemasan yang digunakan pada penelitian ini adalah aspek-

aspek kecemasan yang dijabarkan oleh Blackburn dan Davidson yang

meliputi aspek suasana hati, aspek pikiran, aspek, motivasi, aspek perilaku,

dan aspek biologis.

3. Jenis-jenis Kecemasan

Sigmund Freud (dalam Alwisol, 2009) menjabarkan 3 jenis kecemasan,

yaitu :

a. Kecemasan Realistik (realistic anxiety)


16

Kecemasan realistik merupakan perasaan takut pada bahaya yang

nyata dan keberadaannya ada di dunia luar. Kecemasan realistik menjadi

pemicu munculnya kecemasan neurotik dan kecemasan moral.

b. Kecemasan Neurotik (neurotic anxiety)

Kecemasan neurotik adalah khayalan yang membuat individu

ketakutan terhadap hukuman atau konsekuensi yang diterima dari orang

tua atau figur penguasa lain. Ketakutan akan muncul meskipun orang tua

belum mengetahui pelanggaran yang dilakukannya dan meskipun orang tua

belum tentu akan memberikan hukuman ketika sudah mengetahui

kesalahan individu tersebut. Kecemasan neurotik terbentuk ketika individu

pernah melakukan kesalahan dan mendapat hukuman (realistis), lalu

kecemasan itu muncul ketika individu melakukan kesalahan yang sama.

c. Kecemasan Moral (moral anxiety)

Kecemasan moral muncul ketika individu melanggar nilai moral

orang tua. Sepintas, kecemasan moral dan kecemasan neurotik terlihat

sama. Namun yang membedakan adalah adanya peran ego, super ego dan

id. Dalam kecemasan moral, super ego mempengaruhi individu untuk tetap

berfikir rasional, sedangkan individu yang mengalami kecemasan neurotik

dalam keadan distres yang terkadang panik sehingga mereka tidak dapat

berfikir jelas. Lalu id membuat penderita kecemasan neurotik menjadi sulit

untuk membedakan khayalan dan realita.

Lalu Spielberger (1972) membagi kecemasan menjadi 2 jenis, yaitu:


17

a. State Anxiety (Kecemasan Sesaat)

Kecemasan yang bersifat fluktuatif, dapat berubah dari waktu ke waktu

lain yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi yang sedang terjadi pada

individu. Yang artinya, kadar kecemasan akan meningkat pada keadaan

yang dianggap mengancam dan akan menurun pada keadaan yang tidak

menekan atau dianggap tidak membahayakan. Persepsi tentang

membahayakan atau tidaknya suatu keadaan dipengaruhi oleh

kecenderungan kepribadian seseorang dan pengalaman yang dimiliki atau

dipelajari pada waktu yang lalu.

b. Trait Anxiety (Kecemasan Bawaan)

Kecemasan bawaan merupakan kecemasan yang sifatnya relatif

menetap dan penghayatan kecemasannya cenderung sebagai sifat dari

kepribadian. Kecemasan bawaan mengacu pada perbedaan kestabilan

individu dan bagaimana individu menampilkan respon terhadap situasi

yang menyebabkan kecemasan. Walaupun sedang dalam kondisi yang

rawan terhadap kecemasan, individu dapat merespon situasi yang

menimbulkan kecemasan sebagai ciri dari kepribadiannya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Bandura (dalam Safira & Saputra, 2009), ada dua faktor yang

dapat mempengaruhi kecemasan, yaitu :


18

a. Efikasi Diri

Efikasi diri adalah keyakinan seorang individu terhadap kemampuannya

sendiri dalam mengatasi situasi.

b. Outcome Expectancy

Outcome expectancy adalah keyakinan individu terhadap kemungkinan

terjadinya akibat-akibat tertentu yang meungkin mempengaruhi individu

daam menekan kecemasan.

Sedangkan Nevid, et al (2005) mengemukakan ada beberapa faktor

yang dalam mempengaruhi kecemasan, yaitu:

a. Faktor Sosial Lingkungan

Faktor ini meliputi peristiwa yang mengancam atau traumatis,

mengamati respon takut pada orang lain dan kurangnya dukungan sosial.

b. Faktor Biologis

Faktor ini meliputi iregularitas dalam fungsi neurotransmitter dan

abnormalnya jalur otak dalam memberi sinyal bahaya atau yang

menghambat tingkah laku repetitif.

c. Faktor Behavioral

Faktor ini meliputi fungsi stimuli aversif dan stimuli yang sebelumnya

netral, kelegaan dari kecemasan karena melakukan ritual kompulsif atau

menghindari stimuli fobik dan kurangnya kesempatan untuk pemunahan

karena penghindaran terhadap objek atau situasi yang ditakuti.


19

d. Faktor Kognitif dan Emosional

Faktor ini meliputi permasalahan psikologis yang tidak terselesaikan,

faktor-faktor kognitif seperti perasaan berlebih akan ketakutan,

kepercayaan yang bersifat self-defeating dan irasional pada diri individu itu

sendiri, terlalu sensitif terhadap ancaman dan kecemasan, kesalahan

atribusi sinyal-sinyal tubuh dan efikasi diri yang rendah.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas tentang faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kecemasan, dapat disimpulkan bahwa adanya keterkaitan

faktor biologis dan psikologis dalam mempengaruhi kecemasan seorang

individu.

B. Efikasi Diri

1. Definisi Efikasi Diri

Bandura (2001) menyatakan bahwa efikasi diri (self efficacy) adalah

keyakinan individu tentang sejauh mana kemampuan dirinya dalam

melaksanakan suatu tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu

hasil tertentu. Bandura juga membagi efikasi diri menjadi 2 yaitu : real self-

efficacy dan perceived self-efficacy. Real self-efficacy merupakan keyakinan

pada diri individu terhadap kemampuan untuk menyelesaikan suatu tugas

tertentu, sedangkan perceived self-efficacy adalah kesan individu pada dirinya

sendiri tentang kemampuannya menyelesaikan tugas tertentu.


20

Dalam dunia pendidikan, efikasi diri sering dikaitkan dengan prestasi akademik

mahasiswa. Menurut Bandura (dalam Sari, 2011), keyakinan seorang siswa

terhadap efikasi dirinya sangat sangat mempengaruhi prestasi akademis siswa.

Sehingga efikasi diri memiliki kontribusi yang signifikan pada prestasi

akademik siswa dan menjadi salah satu prediktor dalam kebehasilan akademik.

Bandura (dalam Sari, 2011) menambahkan bahwa efikasi diri yang tinggi akan

membantu perkembangan tingkat motivasi yang kuat, prestasi akademik, dan

perkembangan minat dalam bidang akademik. Maka dari itu, efikasi diri

dibidang akademik dapat disebut sebagai efikasi diri akademik.

Baron & Byne (2004) juga menegaskan bahwa efikasi diri akademik

merupakan suatu kemampuan untuk melakukan kegiatan perkuliahan,

pengaturan aktifitas belajar untuk memenuhi harapan. Pendapat lain

dikemukakan oleh Whorthon (2009), suatu level dari efikasi diri memiliki

dampak pada tingkat usaha yang dilakukan dalam menghadapi kesulitan, dan

satu keyakinan memang diperlukan dalam melakukan sebuah tindakan untuk

mencapai suatu keberhasilan. Lebih jauh, efikasi diri akademik adalah tingkat

keyakinan yang dimili mahasiswa untuk mecapai keberhasilan melakukan tuga-

tugas akademis tertentu (Lent, Brown & Gore, 1997).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri akademik

merupakan suatu keyakinan pada diri individu untuk melakukan dan

menyelesaikan tugas-tugas akademiknya serta dapat mencapai keberhasilan


21

dari kerja kerasnya. Dengan kata lain, mahasiswa yang memiliki efikasi diri

yang tinggi akan memiliki pikiran yang lebih positif, kerpercayaan yang tinggi

akan suatu tugas, motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan tugas

akademisnya.

2. Aspek-Aspek Efikasi Diri

Menurut Bandura (Handayani & Nurwidwati, 2013), terdapat 3 dimensi

efikasi diri yang dapat digunakan sebagai dasar prediktor terhadap efikasi diri

seorang individu yaitu :

a. Keadaan yang umum (Generality)

Aspek generality menunjukkan apakah individu mampu memiliki efikasi

diri pada banyak situasi atau pada situasi-situasi tertentu. Generality dapat

dinilai dari tingkatan aktivitas yang sama, cara-cara dalam melakukan

sesuatu dimana kemampuan dapat diekspresikan melalui proses kognitif,

afektif dan konatif, jenis situasi yang dihadapi dan karakteristik individu

dalam berperilaku sesuai tujuan.

b. Tingkat Kekuatan (Strenght)

Strength merupakan individu yang memiliki kepercayaan kuat bahwa

mereka akan berhasil walaupun dalam tugas yang berat. Individu dengan

efikasi diri yang rendah akan mudah menyerah apabila mengalami

pengalaman yang tidak menyenangkan, sementara individu yang memiliki


22

keyakinan kuat terhadap kemampuannya akan tekun berusaha menghadapi

kesulitan dan rintangan. Individu yang memiliki keyakinan kuat terhadap

kemampuannya menganggap tugas yang sulit sebagai tantangan yang harus

dihadapi daripada sebagai ancaman atau sesuatu yang harus dihindari.

c. Tingkat Kesulitan (Magnitude)

Level adalah tingkat kesulitan yang diharapkan dapat dicapai oleh individu.

Konsep ini berkaitan dengan pencapaian tujuan, beberapa individu berpikir

bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas yang sulit. Tingkat dari suatu

tugas dapat dinilai dari tingkat kecerdikan, adanya usaha, ketelitian,

produktivitas, cara menghadapi ancaman dan pengaturan diri yang

dikehendaki. Pengaturan diri tidak hanya dilihat dari apakah seseorang

dapat melakukan suatu pekerjaan pada saat tertentu namun apakah

seseorang dapat memiliki efikasi diri pada setiap saat untuk menghadapi

situasi bahkan ketika individu diharapkan untuk pasif.

Sedangkan menurut Baron & Byrne (2004), terdapat 3 aspek efikasi diri

yang dapat digunakan menjadi dasar pengukuran efikasi diri seorang

individu, yaitu : efikasi diri akademis, efikasi diri sosial, dan self-

regulatory.
23

a. Efikasi Diri Akademis

Efikasi diri yagn berhubungan dengan keyekinan siswa akan

kemampuannya dalam melakukan dan menyelesaikan tugas-tugas,

mengatur waktu dan kegiatan belajar mereka sendiri dan hidup dengan

harapan akademis mereka sendiri.

b. Efikasi diri Sosial

Efikasi diri yang berhubungan dengan keyakinan mereka akan

kemampuannya dalam membentuk dan mempertahankan hubungan asertif,

dan melakukan kegiatan diwaktu sengggang.

c. Self-regulatory

Berhubungan dengan kemampuan menolah tekanan teman sebaya

dan mencegah kegiatan berisiko tinggi.

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, peneliti memilih aspek

efikasi diri yang dikemukakan oleh Bandura (Handayani & Nurwidwati, 2013)

untuk digunakan sebagai dasar pengukuran efikasi diri yang meliputi

generality, strenght, dan magnitude.


24

C. Hubungan Antara Efikasi Diri dan Kecemasan

Skripsi merupakan sebuah penelitian ilmiah yang menjadi salah satu

syarat yang harus kerjakan dan diselesaikan oleh mahasiswa tingkat akhir untuk

lulus dan mendapatkan gelar sarjana. Kesulitan dalam proses menyusun skripsi

dapat membuat mahasiswa mengalami kecemasan. Ada beberapa contoh hal

yang dapat menyebabkan mahasiswa yang sedang dalam proses menyusun

skripsi mengalami kecemasan, contohnya kesulitan dalam mencari judul,

kesulitan dalam mencari referensi teori, ketidakcocokan mahasiswa dengan

dosen pembimbing, kesulitan dalam mencari subjek penelitian, dan banyak

lagi. Mahasiswa yang mengalami kecemasan dalam menyusun skripsi dapat

terjadi karena kurangnya keyakinan diri mahasiswa tersebut untuk mampu

menyelesaikan skripsinya. Setiap mahasiswa mempunyai tingkat keyakinan

diri atau efikasi diri yang berbeda-beda sehingga tingkat kecemasan mahasiswa

dalam menyusun skripsi pun berbeda-beda.

Efikasi diri yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa dapat

mempengaruhi kecemasan saat menyusun skripsi. Manifestasi dari efikasi diri

yang tinggi dapat berupa keyakinan mahasiswa pada kemampuannya

menyelesaikan skripsi, merasa tertantang untuk menyelesaikan skripsi dengan

baik, dan tidak mudah menyerah maupun putus asa ketika menemukan

kesulitan dalam mengerjakan skripsi tersebut.


25

Menurut Nevid, et al (2005), salah satu faktor yang mempengaruhi

kecemasan adalah faktor kognitif dan emosional. Yaitu faktor-faktor yang

mempengaruhi psikologis seperti ketakutan yang berlebih, perasaan yang

irasional pada diri individu dan termasuk efikasi diri yang rendah. Pernyataan

diatas juga didukung oleh Bandura (dalam Safira & Saputra, 2009) yang

menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan efikasi

diri. Lebih lanjut, Bandura (1997) mengemukakan bahwa dalam bentuk

perilaku, keyakinan dan persepsi terhadap kemampuan yang dimiliki oleh

individu tersebut sangat mempengaruhi besarnya usaha yang dilakukan dan

lamanya individu tersebut dalam bertahan menghadapi kesulitan. Dengan kata

lain, semakin tinggi tingkat efikasi diri seorang individu, maka akan semakin

giat dan besar pula usaha yang dilakukan untuk menghadapi suatu tugas.

Sebaliknya, individu dengan tingkat efikasi diri yang rendah dapat dengan

mudah menyerah dan berputus asa ketika dihadapkan dengan suatu tugas.

Efikasi diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah efikasi diri

dibidang akademik dan mengacu pada seberapa besar keyakinan seorang

mahasiswa terhadap kemampuannya dalam melakukan proses penyusunan

skripsi. mahasiswa yang memiliki tingkat efikasi diri yang tinggi akan

melakukan usaha yang lebih besar dalam proses penyusunan skripsi, memiliki

rencana dan target yang harus dicapai, memiliki jiwa yang tekun dan tidak

mudah putus asa, dan memiliki persepsi yang positif pada meskipun berada
26

pada situasi yang sulit dalam proses penyusunan skripsi. Sebaliknya,

mahasiswa yang memiliki efikasi diri yang rendah cenderung tidak memiliki

semangat yang besar, mudah menyerah, dan mudah mengalami kecemasan

dalam proses penyusunan skripsi.

Bandura (1997) mengemukakan bahwa terdapat 3 aspek efikasi diri,

yaitu: magnitude, generality dan strength. Pada aspek magnitude, kaitannya

dengan penyusunan skripsi ialah keyakinan individu untuk mengerjakan skripsi

berdasarkan tingkat kesulitannya. Mahasiswa dengan efikasi diri yang tinggi

akan merasa lebih tertantang untuk mengerjakan skripsi yang sulit, sehingga

dapat mencegah mahasiswa tersebut untuk mengalami kecemasan karena

ketakutan terhadap skripsi yang dihadapi.

Aspek selanjutnya yaitu generality, yaitu keyakinan mahasiswa

terhadap kemampuannya menyusun skripsi karena mahasiswa tersebut

memiliki kemampuan dalam beberapa bidang. Kemampuannya dalam

menguasai beberapa bidang membuat mahasiswa tersebut yakin dengan

kemampuannya untuk menyelesaikan skripsi. Aspek lainnya adalah strength,

yaitu seberapa kuat dorongan dan keyakinan mahasiswa dalam menyusun

skripsi. Semakin tinggi efikasi diri mahasiswa, maka semakin tinggi dorongan

untuk menyusun dan menyelesaikan skripsinya. Sebaliknya, mahasiswa dengan

dorongan atau kekuatan yang rendah terhadap keyakinannya akan memberi


27

pengaruh buruk terhadap proses penyusunan skripsi, lalu mengakibatkan

mahasiswa tersebut mengalami kecemasan.

D. Hipotesis Penelitian

Ada korelasi negatif antara efikasi diri dan kecemasan pada mahasiswa

yang sedang menyusn skripsi. Semakin tinggi tingkat efikasi diri mahasiswa

maka semakin rendah tingkat kecemasan yang mahasiswa tersebut miliki.

Begitu pula sebaliknya, bila tingkat efikasi diri mahasiswa rendah maka

semakin tinggi kecemasan mahasiswa yang sedang menyusun skripsi.

Anda mungkin juga menyukai