A. Anatomi struktur
1. Pendengaran
2. Penglihatan
3. Pengecap
4. Peraba
5. Penciuman
B. Materi pemeriksaaan fisik
a. Pendengaran
Gejala utama penyakit telinga
a. Kehilangan pendengaran
b. Pusing atau sensasi berputar
c. Telinga berdenging atau bunyi mendengung
d. Pengeluaran cairan
e. Nyeri telinga
f. Gatal
Alat-alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan system pendengaran :
a. Otoskop
b. Spekulum
c. Lampu senter kecil
d. Garputala 512 Hz
e. Iluminator nasal yang dilekatkan pada otoskop
f. Spekulum hidung
g. Telinga
Mulai dengan periksa telinga yang tidak mempunyai keluhan. Pemeriksaan telinga
mencakup :
a. Pemeriksaan luar
1. Inspeksi struktur telinga luar :
a. Pinna : ukuran, posisi, bentuk, ditengah, sesuai besarnya wajah dan kepala
b. Lesung kecil depan tragus : sisa arkus brakialis pertama
c. Telinga luar : deformitas, nodul, peradangan, lesi
d. Tofi : endapan kristal asam urat gout, nodul keras di heliks atau antiheliks
e. Pengeluaran sekret putih kadang berkaitan dengan tofi
f. Telinga kembang kol : pinna yang berlekuk sebagai akibat trauma yang berulang-ulang
2. Inspeksi pengeluaran cairan, catat warna, konsistensi, dan kejernihan.
a. Inspeksi Kanalis Eksternus
Dengan hati-hati, masukkan spekulum dan periksalah kanalis eksternus
Perhatikan kemerahan, bengkak, nyeri tekan peradangan
Bebas dari benda asing, skuama, sekret
Jika ada benda asing, perhatikan kanalis telinga sisi yang lain.
Serumen harus dibiarkan begitu saja, kecuali mengganggu visualisasi kanalis
membran timpani
Dilakukan oleh pemeriksa berpengalaman trauma/abrasi, perhatikan sumber sekret
b. Inspeksi Membran Timpani
Membran timpani : selaput utuh, translusen, abu-abu seperti mutiara pada akhir
kanal
Tangkai malleus terlihat di dekat bagian tengah membran timpani
Dari ujung bawah tangkai tersebut, nampak kerucut segitiga terang yang
dipantulkan dari pars tensa
Disebut refleks cahaya yang menuju ke anteroinferior
Uraikan warna, keutuhan, transparansi, posisi, bagian2 penting membran timpani
Sakit : pudar, merah, kuning, kongesti, bercak-bercak putih, menonjol, retraksi,
perforasi
Pada pemeriksaan telinga kiri, otoskop dipegang dengan tangan kiri dan meluruskan
kanalis dengan tangan kanan.
4. Ketajaman pendengaran
a. Tutup satu kanalis eksternus dengan menekan tragus
b. Berbisik ke telinga lainnya
c. Sembunyikan mulut : menghindari pembacaan gerak bibir oleh pasien
d. Bisikkan kata seperti “park”, “dark”, “day dream” pada telinga yang tidak ditutup dan
apakah pasien dapat mendengarnya.
e. Diulang pada telinga yang lain
f. Menanyakan pasien apakah dapat mendengar jam berdetik di dekat telinga.
g. Uji garputala lebih tepat dan seharusnya dilakukan tanpa memperhatikan hasil tes
berbisik
h. Garputala yang baik digunakan 512 Hz
i. Dipegang tangkainya, ujungnya dipukulkan dengan cepat pada telapak tangan
j. Ada 2 uji : Uji Rinne dan Uji Weber
Uji Rinne
a. Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang
b. Pemeriksa memukulkan garputala 512 Hz pada telapak tangannya dan meletakkan
tangkainya pada ujung mastoid
c. Pasien ditanya apakah ia mendengar bunyinya dan diminta untuk memberitahukan kapan ia
tidak mendengarnya lagi
d. Kalau pasien sudah tidak mendengarnya, gigi garputala yang sedang bergetar diletakkan di
depan meatus auditorius eksternus telinga yang sama, dan pasien ditanya apakah ia masih
mendengarnya.
e. Normal : Hantaran udara lebih baik dari hantaran tulang.
f. Pasien akan dapat mendengar garputala pada meatus auditorius eksternus setelah tidak dapat
mendengarnya lagi pada ujung mastoid positif.
Uji Weber
a. Membandingkan hantaran tulang pada kedua telinga
b. Berdirilah di depan pasien dan letakkan garputala 512 Hz yang sedang bergetar dengan kuat
di bagian tengah dahi pasien
c. Mintalah pasien untuk menunjukkan apakah ia mendengar atau merasa bunyi pada telinga
kanan, kiri, atau tengah dahinya.
d. Mendengar bunyi, merasakan getaran pada bagian tengah adalah respons normal
e. Jika bunyi tersebut tidak terdengar di bagian tengah, dikatakan lateralisasi dan ada gangguan
pendengaran.
f. Lateralisasi ke arah telinga yang sakit pada tuli konduktif
g. Lateralisasi pada telinga yang sehat pada tuli sensorineural
c. Teknik Pemeriksaan
1. Memegang otoskop dengan tangan kanan
2. Kanalnya diluruskan oleh tangan kiri pemeriksa yang menarik daun telinga ke atas, luar, dan
belakang.
3. Makin lurus kanalnya, makin mudah visualisasi dan pemeriksaan akan dirasakan makin
nyaman oleh pasien
4. Anak : kanal harus diluruskan dengan menarik daun telinga ke bawah dan belakang.
5. Pasien diminta memutar sedikit kepala ke samping pemeriksa lebih nyaman
a. Cara I : memegang seperti sebuah pensil, aspek ulnar tangan bersandar pada sisi wajah
pasien, menghindari gerakan tiba-tiba, aman untuk anak
b. Cara II : memegang ke arah atas, lebih nyaman, gerakan pasien tiba dapat menyebabkan
nyeri dan cedera pada pasien.
c. Penglihatan
1. Gejala utama penyakit mata :
a. Hilangnya penglihatan
b. Nyeri mata
c. Diplopia (penglihatan ganda)
d. Mata berair atau kering
e. Mengeluarkan sekret
f. Mata merah
4. Pemeriksaan oftalmoskopi
5. Tajam Penglihatan
a. Diungkapkan dalam rasio 20/20
b. Angka pertama : jarak baca pasien terhadap peraga
c. Angka kedua : jarak terbacanya peraga oleh mata normal
d. Istilah OD berarti mata kanan
e. OS mata kiri
f. OU berarti kedua mata
g. Memakai Kartu Snellen Standar :
Pasien harus berdiri sejauh 6 meter dari kartu
Jika memakai kacamata, biarkan dipakai terus selama pemeriksaan
Pasien diminta untuk menutup satu matanya dengan telapak tangan dan membaca baris
terkecil yang mungkin
Jika yang dapat ia baca ialah baris 6/60 maka visus mata itu ialah 6/60
Berarti bahwa pada jarak 6 meter pasien dapat mebaca apa yang dapat dibaca orang normal
pada jarak 60 m
Jika pasien pada jarak 6 meter tidak dapat membaca baris 6/60, maka ia didekatkan pada
kartu sampai baris itu terbaca
Jika pasien baru dapat membaca pada jarak 1 m, maka tajam penglihatan pasien ialah 1/60.
h. Menilai Pasien dengan Penglihatan Buruk
Diuji dengan kemampuan membaca jari tangan
Menunjukkan jari di depan mata pasien, mata sebelah ditutup
Pasien ditanyakan jumlah jari yang terlihat
Jika pasien tetap belum dapat melihat, maka penting untuk dinilai apakah memang masih ada
persepsi terhadap cahaya
Hal ini dilakukan dengan menutup satu mata dan menyoroti mata sebelah
Pemeriksa menanyakan apakah pasien dapat melihat lampu yang nyala atau dimatikan
NLP (no light perception) adalah istilah yang dipakai bila seorang tidak dapat menangkap
cahaya.
r. Pemeriksaan Konjungtiva
Radang, pigmentasi, nodi, pembengkakan, perdarahan
Konjungtiva tarsal dapat dilihat dengan membalikkan kelopak mata
Tahan sejumlah bulu mata dari kelopak atas, tangkai aplikator ditekan pada tepian atas
lempeng tarsal
Normal : merah muda, sedikit pembuluh darah
s. Inspeksi Sklera
Nodul, hiperemia, perubahan warna
Normal : putih, kulit gelap agak seperti lumpur
t. Inspeksi Kornea
Jernih, tanpa kekeruhan / kabut
Cincin keputih-putihan pada perimeter kornea disebut arkus senilis
Usia diatas 40 tahun, fenomena penuaan normal, dibawah 40 tahun mungkin
hiperkolesterolemia
Cincin kuning kehijauan abnormal dekat limbus, kebanyakan ditemukan di superior dan
inferior adalah cincin Kayser-Fleischer
Spesifik dari Wilson disease (degenerasi hepatolentikular akibat kelainan yang diturunkan
dari metabolisme tembaga)
Cincin Kayser-Fleischer disebabkan penimbunan tembaga pada kornea.
u. Inspeksi Pupil
Ukuran sama, bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi
Anisokoria : tidak sama kiri dan kanan penyakit neurologik
Pembesaran pupil (midriasis) obat-obatan simpatomimetik, glaukoma, obat tetes dilatasi
Kontriksi pupil (miosis) obat parasimpato-mimetik, peradangan iris, terapi obat glukoma
Pupil miotonik Adie : dilatasi pupil 3-6 mm yang sedikit berkontraksi terhadap cahaya dan
akomodasi
Pupil Argyll Robertson : pupil yang mengecil 1-2 mm, bereaksi terhadap akomodasi, tidak
bereaksi terhadap cahaya neurosifilis
Sindrom Horner : paralisis simpatik dari mata yang disebabkan oleh pemutusan pada rantai
simpatik servikal.
v. Inspeksi Iris
Iris diperiksa untuk warnanya, apakah ada nodul, dan vaskularitas
Normalnya, pembuluh darah iris tidak dapat terlihat dengan mata telanjang
d. Pengecap
Tes: dengan membuat larutan (gula, asam cuka,dsb.) kemudian diteteskan ke lidah.
e. Peraba
1. Pemeriksaan fisik
a. Terdiri dari inspeksi dan palpasi
b. Alat : lampu senter kecil
c. Apakah pasien sakit ringan atau berat?
d. Apakah pasien tampak pucat, syok, berpigmen, atau demam? (Kondisi kulit serius yang
mengenai daerah yang luas pada kulit bisa menyebabkan kehilangan cairan yang
membahayakan jiwa dan infeksi sekunder)
e. Apakah kelainan kulit yang ditemukan? Ruam, ulkus, benjolan, diskolorasi, dan sebagainya
f. Kondisi umum pemeriksaan
Pasien, pemeriksa nyaman
Pencahayaan optimal, cahaya alami
Pengamatan cermat – meski tanpa keluhan
Terpisah, atau bersama-sama diperiksa bila bagian lain tubuh sedang dinilai
Indikasi menular – sarung tangan
a. Waspada terhadap setiap lesi : membesar, berubah warna
b. Perhatikan warna, kelembaban, turgor, tekstur kulit
c. Perhatikan perubahan warna; sianosis, ikterus, kelainan pigmentasi
d. Lesi vaskular merah ; petekia, purpura, angioma (memucat bila ditekankan kaca obyek)
e. Kelembaban : berlebihan pada demam, emosi, neoplasma, hipertiroidisme. Kering pada
menua, miksedema, nefritis, akibat obat tertentu, cari ekskoriasi pruritus
f. Palpasi : Nilai turgor dan tekstur
g. Turgor : menafsir keadaan hidrasi umum pasien, hidrasi menurun respons lambat
h. Tekstur : lembut pada hipotiroidisme sekunder, keras pada skleroderma, miksedema, beludru
erat dengan sindrom Ehlers-Danlos.
e. Penciuman
Pemeriksaan sensorik fungsi penciuman dibutuhkan untuk (1) memastikan keluhan pasien,
(2) mengevaluasi kemanjuran terapi, dan (3) menentukan derajat gangguan permanen.
1. Langkah pertama menentukan sensasi kualitatif
Langkah pertama dalam pemeriksaan sensorik adalah menentukan derajat sejauh mana
keberadaan sensasi kualitatif. Beberapa metode sudah tersedia untuk pemeriksaan
penciuman.
a. Tes Odor stix – Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidol yang
menghasilkan bau-bauan. Pena ini dipegang dalam jarak sekitar 3-6 inci dari hidung pasien
untuk memeriksa persepsi bau oleh pasien secara kasar.
b. Tes alkohol 12 inci – Satu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar terhadap bau, tes alkohol
12 inci, menggunakan paket alkohol isopropil yang baru saja dibuka dan dipegang pada jarak
sekitar 12 inci dari hidung pasien.
c. Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium) – Tersedia scratch and sniff card yang
mengandung 3 bau untuk menguji penciuman secara kasar.
d. The University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT) – Tes yang jauh lebih baik
dibanding yang lain adalah UPSIT; ia sangat dianjurkan untuk pemeriksaan pasien dengan
gangguan penciuman. Tes ini menggunakan 40 item pilihan-ganda yang berisi bau-bauan
scratch and sniff berkapsul mikro. Sebagai contoh, salah satu itemnya berbunyi “Bau ini
paling mirip seperti bau (a) coklat, (b) pisang, (c) bawang putih, atau (d) jus buah,” dan
pasien diharuskan menjawab salah satu dari pilihan jawaban yang ada. Tes ini sangat reliabel
(reliabilitas tes-retes jangka pendek r = 0,95) dan sensitif terhadap perbedaan usia dan jenis
kelamin. Tes ini merupakan penentuan kuantitatif yang akurat untuk derajat relatif defisit
penciuman. Orang-orang yang kehilangan seluruh fungsi penciumannya akan mencapai skor
pada kisaran 7-19 dari maksimal 40. Skor rata-rata untuk pasien-pasien anosmia total sedikit
lebih tinggi dibanding yang diperkirakan menurut peluang saja karena dimasukannya
sejumlah bau-bauan yang beraksi melalui rangsangan trigeminal.
2. Langkah ke-dua menentukan ambang deteksi Setelah dokter menentukan derajat sejauh mana
keberadaan sensasi kualitatif, langkah kedua pada pemeriksaan sensorik adalah menetapkan
ambang deteksi untuk bau alkohol feniletil. Ambang ini ditetapkan menggunakan rangsangan
bertingkat. Sensitivitas untuk masing-masing lubang hidung ditentukan dengan ambang
deteksi untuk fenil-teil metil etil karbinol. Tahanan hidung juga dapat diukur dengan
rinomanometri anterior untuk masing-masing sisi hidung.