Anda di halaman 1dari 13

Pemeriksaan Fisik Penginderaan

A.      Anatomi struktur
1.    Pendengaran

2.    Penglihatan
3.    Pengecap
4.    Peraba 

5.    Penciuman
B.       Materi pemeriksaaan fisik
a.    Pendengaran
Gejala utama penyakit telinga
a.    Kehilangan pendengaran
b.    Pusing atau sensasi berputar
c.    Telinga berdenging atau bunyi mendengung
d.   Pengeluaran cairan
e.    Nyeri telinga
f.     Gatal
Alat-alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan system pendengaran :
a.    Otoskop
b.    Spekulum
c.    Lampu senter kecil
d.   Garputala 512 Hz
e.    Iluminator nasal yang dilekatkan pada otoskop
f.     Spekulum hidung
g.    Telinga

Mulai dengan periksa telinga yang tidak mempunyai keluhan.  Pemeriksaan telinga
mencakup :
a.    Pemeriksaan luar
1.         Inspeksi struktur telinga luar :
a.    Pinna : ukuran, posisi, bentuk, ditengah, sesuai besarnya wajah dan kepala
b.   Lesung kecil depan tragus : sisa arkus brakialis pertama
c.    Telinga luar : deformitas, nodul, peradangan, lesi
d.   Tofi : endapan kristal asam urat  gout, nodul keras di heliks atau antiheliks
e.    Pengeluaran sekret putih kadang berkaitan dengan tofi
f.    Telinga kembang kol : pinna yang berlekuk sebagai akibat trauma yang berulang-ulang
2.         Inspeksi pengeluaran cairan, catat warna, konsistensi, dan kejernihan.
a.    Inspeksi Kanalis Eksternus
      Dengan hati-hati, masukkan spekulum dan periksalah kanalis eksternus
      Perhatikan kemerahan, bengkak, nyeri tekan  peradangan
      Bebas dari benda asing, skuama, sekret
      Jika ada benda asing, perhatikan kanalis telinga sisi yang lain.
      Serumen harus dibiarkan begitu saja, kecuali mengganggu visualisasi kanalis
membran timpani
      Dilakukan oleh pemeriksa berpengalaman  trauma/abrasi, perhatikan sumber sekret
b.   Inspeksi Membran Timpani
      Membran timpani : selaput utuh, translusen, abu-abu seperti mutiara pada akhir
kanal
      Tangkai malleus terlihat di dekat bagian tengah membran timpani
      Dari ujung bawah tangkai tersebut, nampak kerucut segitiga terang yang
dipantulkan dari pars tensa
      Disebut refleks cahaya yang menuju ke anteroinferior
      Uraikan warna, keutuhan, transparansi, posisi, bagian2 penting membran timpani
      Sakit : pudar, merah, kuning, kongesti, bercak-bercak putih, menonjol, retraksi,
perforasi
      Pada pemeriksaan telinga kiri, otoskop dipegang dengan tangan kiri dan meluruskan
kanalis dengan tangan kanan.

3.         Palpasi Struktur Telinga Luar


a.    Pinna : nyeri tekan, pembengkakan, nodulus
b.   Tarik pinna ke atas dan ke bawah, atau tekan pada tragus : nyeri  infeksi telinga luar
c.    Telinga posterior : jaringan parut, pembengkakan
d.   Tekan ujung mastoid  tidak nyeri (normal)
e.    Nyeri  proses supuratif os mastoid

4.         Ketajaman pendengaran
a.    Tutup satu kanalis eksternus dengan menekan tragus
b.   Berbisik ke telinga lainnya
c.    Sembunyikan mulut : menghindari pembacaan gerak bibir oleh pasien
d.   Bisikkan kata seperti “park”, “dark”, “day dream” pada telinga yang tidak ditutup dan
apakah pasien dapat mendengarnya.
e.    Diulang pada telinga yang lain
f.    Menanyakan pasien apakah dapat mendengar jam berdetik di dekat telinga.
g.   Uji garputala lebih tepat dan seharusnya dilakukan tanpa memperhatikan hasil tes
berbisik
h.   Garputala yang baik digunakan 512 Hz
i.     Dipegang tangkainya, ujungnya dipukulkan dengan cepat pada telapak tangan
j.     Ada 2 uji : Uji Rinne dan Uji Weber

           Uji Rinne
a.    Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang
b.    Pemeriksa memukulkan garputala 512 Hz pada telapak tangannya dan meletakkan
tangkainya pada ujung mastoid
c.    Pasien ditanya apakah ia mendengar bunyinya dan diminta untuk memberitahukan kapan ia
tidak mendengarnya lagi
d.   Kalau pasien sudah tidak mendengarnya, gigi garputala yang sedang bergetar diletakkan di
depan meatus auditorius eksternus telinga yang sama, dan pasien ditanya apakah ia masih
mendengarnya.
e.    Normal : Hantaran udara lebih baik dari hantaran tulang.
f.     Pasien akan dapat mendengar garputala pada meatus auditorius eksternus setelah tidak dapat
mendengarnya lagi pada ujung mastoid  positif.
           Uji Weber
a.    Membandingkan hantaran tulang pada kedua telinga
b.    Berdirilah di depan pasien dan letakkan garputala 512 Hz yang sedang bergetar dengan kuat
di bagian tengah dahi pasien
c.    Mintalah pasien untuk menunjukkan apakah ia mendengar atau merasa bunyi pada telinga
kanan, kiri, atau tengah dahinya.
d.   Mendengar bunyi, merasakan getaran pada bagian tengah adalah respons normal
e.    Jika bunyi tersebut tidak terdengar di bagian tengah, dikatakan lateralisasi dan ada gangguan
pendengaran.
f.     Lateralisasi ke arah telinga yang sakit pada tuli konduktif
g.    Lateralisasi pada telinga yang sehat pada tuli sensorineural

b.    Pemeriksaan otoskopik dengan memakai otoskop


1.    Visualisasi struktur telinga dengan baik tidak menuntut didorongnya otoskop ke dalam kanal
2.    Bersikap lemah lembut
3.    Pilih ukuran speculum yang tepat
4.    Cukup kecil untuk menghindari timbulnya rasa tidak enap pada diri pasien
5.    Cukup besar untuk memberikan arus cahaya yang memadai.

c.    Teknik Pemeriksaan
1.    Memegang otoskop dengan tangan kanan
2.    Kanalnya diluruskan oleh tangan kiri pemeriksa yang menarik daun telinga ke atas, luar, dan
belakang.
3.    Makin lurus kanalnya, makin mudah visualisasi dan pemeriksaan akan dirasakan makin
nyaman oleh pasien
4.    Anak : kanal harus diluruskan dengan menarik daun telinga ke bawah dan belakang.
5.    Pasien diminta memutar sedikit kepala ke samping  pemeriksa lebih nyaman
a.    Cara I : memegang seperti sebuah pensil, aspek ulnar tangan bersandar pada sisi wajah
pasien, menghindari gerakan tiba-tiba, aman untuk anak
b.    Cara II : memegang ke arah atas, lebih nyaman, gerakan pasien tiba dapat menyebabkan
nyeri dan cedera pada pasien.

c.    Penglihatan
1.    Gejala utama penyakit mata :
a.    Hilangnya penglihatan
b.    Nyeri mata
c.    Diplopia (penglihatan ganda)
d.   Mata berair atau kering
e.    Mengeluarkan sekret
f.     Mata merah

2.    Alat-alat Pemeriksaan Mata


a.Oftalmoskop
b.    Senter saku
c.    Kartu ketajaman visual saku
d.   Kertu berukuran 3 – 5
3.    Pemeriksaan Fisik Mata meliputi :
a.    Tajam Penglihatan
b.    Lapangan pandangan
c.    Gerakan mata
d.   Struktur mata interna dan eksterna

4.    Pemeriksaan oftalmoskopi
5.    Tajam Penglihatan
a.    Diungkapkan dalam rasio 20/20
b.    Angka pertama : jarak baca pasien terhadap peraga
c.    Angka kedua : jarak terbacanya peraga oleh mata normal
d.   Istilah OD berarti mata kanan
e.    OS mata kiri
f.     OU berarti kedua mata
g.    Memakai Kartu Snellen Standar :
      Pasien harus berdiri sejauh 6 meter dari kartu
      Jika memakai kacamata, biarkan dipakai terus selama pemeriksaan
      Pasien diminta untuk menutup satu matanya dengan telapak tangan dan membaca baris
terkecil yang mungkin
      Jika yang dapat ia baca ialah baris 6/60 maka visus mata itu ialah 6/60
      Berarti bahwa pada jarak 6 meter pasien dapat mebaca apa yang dapat dibaca orang normal
pada jarak 60 m
      Jika pasien pada jarak 6 meter tidak dapat membaca baris 6/60, maka ia didekatkan pada
kartu sampai baris itu terbaca
      Jika pasien baru dapat membaca pada jarak 1 m, maka tajam penglihatan pasien ialah 1/60.
h.    Menilai Pasien dengan Penglihatan Buruk
      Diuji dengan kemampuan membaca jari tangan
      Menunjukkan jari di depan mata pasien, mata sebelah ditutup
      Pasien ditanyakan jumlah jari yang terlihat
      Jika pasien tetap belum dapat melihat, maka penting untuk dinilai apakah memang masih ada
persepsi terhadap cahaya
      Hal ini dilakukan dengan menutup satu mata dan menyoroti mata sebelah
      Pemeriksa menanyakan apakah pasien dapat melihat lampu yang nyala atau dimatikan
      NLP (no light perception) adalah istilah yang dipakai bila seorang tidak dapat menangkap
cahaya.

i.      Memeriksa pasien yang tidak dapat membaca


      Bagi mereka yang tidak dapat membaca, seperti anak kecil atau yang buta huruf, pemakaian
huruf ‘E’ dalam macam-macam ukuran dan arah akan sangat bermanfaat
      Pemeriksa meminta pasien menunjukkan arah huruf itu: ke atas, ke bawah, ke kanan dan ke
kiri.
j.      Lapangan Pandangan
      Uji lapangan pandangan berguna untuk menetapkan lesi pada jalur penglihatan
      Teknik Uji lapangan pandangan konfrontasi
      Pemeriksa membandingkan penglihatan perifernya dengan penglihatan perifer pasien
k.    Menilai Lapangan Pandangan dengan Uji Konfrontasi
      Pemeriksa berdiri atau duduk 1 m di depan dan setinggi tatap mata pasien
      Pasien diminta menutup mata kanannya sedangkan pemeriksa menutup mata kirinya,
masing-masing melihat hidung yang dihadapinya
      Pemeriksa menjulurkan satu atau dua jari pada masing-masing tangan secara serentak
      Menanyakan pasien berapa jari tangan yang dilihatnya.
      Tangan digerakkan dari kuadran atas ke kuadran bawah dan  dan pemeriksaan diulang
kembali
l.      Pemeriksaan diulangi dengan mata sebelah
      Jari-jari harus terlihat oleh pasien dan pemeriksa secara bersamaan
      Agar lebih menguntungkan si pasien, tangan diangkat sedikit lebih dekat pada si pemeriksa
      Hal ini memberi pasien pandangan yang lebih luas
      Jika pemeriksa dapat melihat jari-jari- itu, maka pasien pasti juga melihatnya, kecuali ada
gangguan penglihatan berupa kurang luasnya lapangan pandangan.
      Daerah tanpa penglihatan disebut skotoma
m.  Gerak Mata
      Pemeriksaan kesesuaian mata
      Melakukan Uji Tutup
      Menilai posisi utama pandangan mata
      Menilai refleks cahaya pupil
      Menilai refleks dekat
n.    Pemeriksaan kesesuaian mata
      Mengawasi lokasi cahaya yang dipantulkan oleh kornea
      Lampu senter diarahkan tepat dari depan pasien
      Jika pasien memandang lurus jauh ke depan, pantulan cahaya akan tampak tepat di pusat
masing-masing kornea
      Jika cahaya jatuh pada pusat satu kornea dan menyimpang dari pusat pada kornea lain, maka
terdapat mata berdeviasi.
      Keadaan mata berdeviasi atau mata juling, disebut strabismus atau tropia
      Strabismus adalah ketidaksesuaian mata sehingga objek yang diamati tidak diproyeksikan
secara bersamaan pada fovea masing-masing mata
      Esotropia : deviasi mata ke arah nasal
      Eksotropia : deviasi mata ke arah temporal
      Heterotropia : deviasi ke atas
      Tropia alternans : mata masing-masing mata berdeviasi.
o.    Uji Tutup
      Menetapkan apakah mata lurus (normal) atau ada mata berdeviasi
      Pasien diminta untuk melihat pada sasaran jauh
      Satu matanya ditutup dengan karton 7,5 x 12,5 cm
      Pemeriksa harus mengamati mata yang tidak ditutupi
      Jika mata yang tidak ditutupi itu bergerak sewaktu berfiksasi pada titik dikejauhan itu, maka
mata itu tidak lurus sebelum mata sebelahnya ditutupi
      Jika mata itu tidak bergerak, maka ia lurus
      Uji ini kemudian dilanjutkan dengan mata di sebelahnya.
p.    Struktur Eksternal dan Internal Mata
      Kelopak mata
      Konjungtiva
      Sklera
      Kornea
      Pupil
      Iris
      Kamera okuli anterior
      Aparatus lakrimal
q.    Pemeriksaan Kelopak Mata
      Kelemahan, infeksi, tumor, kelainan
      Edema, membuka, menutup (lancar, simetris)
      Xantelasma (plak kekuningan  kelainan lipid
      Distribusi bulu mata
      Mata terbuka  kelopak atas menutupi tepian atas iris
      Mata tertutup  kelopak saling merapat
      Fisura palpebra : jarak kelopak atas - bawah

r.     Pemeriksaan Konjungtiva
      Radang, pigmentasi, nodi, pembengkakan, perdarahan
      Konjungtiva tarsal dapat dilihat dengan membalikkan kelopak mata
      Tahan sejumlah bulu mata dari kelopak atas, tangkai aplikator ditekan pada tepian atas
lempeng tarsal
      Normal : merah muda, sedikit pembuluh darah

s.     Inspeksi Sklera
      Nodul, hiperemia, perubahan warna
      Normal : putih, kulit gelap  agak seperti lumpur

t.     Inspeksi Kornea
      Jernih, tanpa kekeruhan / kabut
      Cincin keputih-putihan pada perimeter kornea disebut arkus senilis
      Usia diatas 40 tahun, fenomena penuaan normal, dibawah 40 tahun mungkin
hiperkolesterolemia
      Cincin kuning kehijauan abnormal dekat limbus, kebanyakan ditemukan di superior dan
inferior adalah cincin Kayser-Fleischer
      Spesifik dari Wilson disease (degenerasi hepatolentikular akibat kelainan yang diturunkan
dari metabolisme tembaga)
      Cincin Kayser-Fleischer disebabkan penimbunan tembaga pada kornea.

u.    Inspeksi Pupil
      Ukuran sama, bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi
      Anisokoria : tidak sama kiri dan kanan  penyakit neurologik
      Pembesaran pupil (midriasis)  obat-obatan simpatomimetik, glaukoma, obat tetes dilatasi
      Kontriksi pupil (miosis)  obat parasimpato-mimetik, peradangan iris, terapi obat glukoma
      Pupil miotonik Adie : dilatasi pupil 3-6 mm yang sedikit berkontraksi terhadap cahaya dan
akomodasi
      Pupil Argyll Robertson : pupil yang mengecil 1-2 mm, bereaksi terhadap akomodasi, tidak
bereaksi terhadap cahaya  neurosifilis
      Sindrom Horner : paralisis simpatik dari mata yang disebabkan oleh pemutusan pada rantai
simpatik servikal.

v.    Inspeksi Iris
      Iris diperiksa untuk warnanya, apakah ada nodul, dan vaskularitas
      Normalnya, pembuluh darah iris tidak dapat terlihat dengan mata telanjang

w.  Tekanan intra okuler


      Tekanan intra okuler meningkat pada glukoma
      TIO diukur dengan tonometer Schiotz
      Palpasi bola mata untuk mengetahui tekanan intraokuler merupakan teknik yang sensitivitas
sangat rendah.
      Jika palpasi salah dapat menyebabkan kerusakan seperti ablasi retina, oleh karena itu palpasi
mata tidak boleh dilakukan.

d. Pengecap
Tes: dengan membuat larutan (gula, asam cuka,dsb.) kemudian diteteskan ke lidah.
e.    Peraba
1.    Pemeriksaan fisik
a.    Terdiri dari inspeksi dan palpasi
b.    Alat : lampu senter kecil
c.    Apakah pasien sakit ringan atau berat?
d.   Apakah pasien tampak pucat, syok, berpigmen, atau demam? (Kondisi kulit serius yang
mengenai daerah yang luas pada kulit bisa menyebabkan kehilangan cairan yang
membahayakan jiwa dan infeksi sekunder)
e.    Apakah kelainan kulit yang ditemukan? Ruam, ulkus, benjolan, diskolorasi, dan sebagainya
f.     Kondisi umum pemeriksaan
      Pasien, pemeriksa nyaman
      Pencahayaan optimal, cahaya alami
      Pengamatan cermat – meski tanpa keluhan
      Terpisah, atau bersama-sama diperiksa bila bagian lain tubuh sedang dinilai
      Indikasi menular – sarung tangan
a.    Waspada terhadap setiap lesi : membesar, berubah warna
b.   Perhatikan warna, kelembaban, turgor, tekstur kulit
c.    Perhatikan perubahan warna; sianosis, ikterus, kelainan pigmentasi
d.   Lesi vaskular merah ; petekia, purpura, angioma (memucat bila ditekankan kaca obyek)
e.    Kelembaban : berlebihan pada demam, emosi, neoplasma, hipertiroidisme. Kering pada
menua, miksedema, nefritis, akibat obat tertentu, cari ekskoriasi  pruritus
f.    Palpasi : Nilai turgor dan tekstur
g.   Turgor : menafsir keadaan hidrasi umum pasien, hidrasi menurun  respons lambat
h.   Tekstur : lembut pada hipotiroidisme sekunder, keras pada skleroderma, miksedema, beludru
erat dengan sindrom Ehlers-Danlos.

2.    Pemeriksaan fisik Rambut


a.    Rambut dan kulit kepala : lesi, alopesia /hirsutisme
b.    Pola penyebaran dan tekstur rambut seluruh tubuh
c.    Hipotiroidisme  rambut jarang dan kasar
d.   Hipertiroidisme  halus
e.    Rontok : anemia, keracunan logam berat, hipopituitarisme, gangguan gizi
f.     Rambut banyak pada :Cushing, sindrom Stein-Leventhal, neoplasma seperti tumor adrenal,
gonad.

3.    Pemeriksaan Dasar Kuku


a.    Perubahan dasar kuku tidak patognomonik bagi penyakit khusus
b.    Gangguan ginjal, hematopoetik, hepar dapat tampak di kuku
c.    Teliti kuku terhadap warna, kerapuhan, perdarahan di bawah kuku, garis-garis atau alur-alur
melintang pada kuku atau dasar kuku, dan daerah putih pada dasar kuku yang meluas.
d.   Garis Beau : alur melintang sejajar dengan lunula, sering menyertai suatu infeksi, penyakit
ginjal, hati
e.    Pita mee : garis melintang gurat putih akibat keracunan arsen, penyakit sistemik akut
f.     Kuku Lindsay : kuku setengah-setengah (proksimal putih, distal merah atau merah muda)
penyakit ginjal menahun dan azotemia.
g.    Kuku Terry : Dasar kuku putih sampai 1 – 2 mm batas distal kuku  sirosis,
hipoalbuminemia.
h.    Koilonikia : kuku sendok, distrofi dengan lempeng kuku tipis dan timbul depresi mirip
mangkuk  anemia defisiensi besi
i.      Clubbing (pembesaran ujung distal jari) , manifestasi awal ialah melunaknya jaringan di atas
lipat kuku proksimal : penyakit jantung sianotik bawaan, fibrosis kistik, patologi paru

4.    Kulit wajah dan leher


1.    Kelopak mata, dahi, telinga, hidung, dan bibir diteliti dengan seksama
2.    Selaput lendir mulut dan hidung diteliti terhadap adanya ulkus, perdarahan, telangiektasia.
3.    Apakah kulit pada lipat nasolabial dan mulut normal?

5.    Pemeriksaan kulit punggung


a.    Amati kulit punggung pasien, adalah lesi?
b.    Kulit dada, perut, ekstremitas bawah
      Periksa kulit dada dan perut
      Beri perhatian khusus pada kulit daerah lipat paha dan genital
      Periksa rambut pubis
      Angkat skrotum, periksa daerah perineum
      Daerah pretibial diteliti adanya ulkus
      Kaki dan telapak kaki diamati dengan cermat adanya perubahan kulit
      Jari direntangkan untuk menilai jaringan antar jari
      Amati punggung, bokong, daerah perianal.
      Makula – daerah perubahan warna kulit yang berbatas jelas dengan kulit normal tanpa
tonjolan atau lekukan kulit di sekitarnya
      Papula – lesi menonjol padat diameter < 0,5 cm
      Plak – penonjolan diatas permukaan kulit yang mengenai area permukaan yang relatif besar
dibandingkan dengan tingginya
      Indurasi – papula atau plak berbentuk lingkaran atau memiliki puncak yang datar, berwarna
merah pucat yang menghilang dalam beberapa jam.
      Pustula – penonjolan kulit berbatas tegas yang berisi eksudat purulen
      Vesikula/bulla – lesi menonjol berbatas tegas yang berisi cairan. Vesikula memiliki diameter
< 0,5 cm, sedangkan bulla memiliki diameter > 0,5 cm
      Ulkus – lesi yang menunjukkan kerusakan dermis dan epidermis
      Kista – rongga tertutup yang berisi cairan atau bahan semi padat
      Adakah memar atau petekie? Jika ya, dimana letaknya?
      Periksa kulit, kuku, dan rambut seteliti mungkin, selain itu, periksa rongga mulut dan mata.
Bagian kulit mana yang terkena?
      Adakah perubahan kulit sekunder yang memperberat atau merupakan akibat dari proses
primer? Misalnya :
a.    Skuama – lapisan deskuamasi stratum korneum
b.   Krusta – serum, darah,  atau eksudat purulen yang mengering
c.    Erosi – daerah lekukan berbatas tegas akibat hilangnya epidermis
d.   Likenifikasi – penebalan kulit akibat sering digosok atau digaruk yang menyebabkan semakin
jelasnya garis-garis kulit normal
e.    Atrofi – atrofi epidermal akibat berkurangnya lapisan sel-sel epidermal. Atrofi dermal terjadi
akibat berkurangnya jaringan ikat dermal
f.    Parut – lesi yang terbentuk akibat kerusakan dermal
g.   Ekskoriasi – ekskavasi superfisial epidermis akibat garukan
h.   Fisura – celah kulit berupa garis yang terasa nyeri.
           Tentukan perluasan (soliter, lokal, regional, generalisata, atau universal) dan pola distribusi
(simetris atau asimetris), daerah pajanan, tempat tekanan, lipatan kulit, atau folikular)?
           Apakah lokasi berhubungan dengan pakaian, pajanan sinar matahari, atau perhiasan?
           Bagaimana warna dan bentuk lesi (misalnya bulat, lonjong, poligonal, anular, serpiginosa,
bertangkai)?
           Lakukan palpasi untuk mengetahui suhu, mobilitas, nyeri tekan, dan kedalaman
           Periksa adanya pembesaran kelenjar getah bening yang drainase
           Lakukan pemeriksaan fisik lengkap untuk menganalisis adanya penyakit sistemik.
           Mungkinkah kelainan ini merupakan manifestasi dari kondisi sistemik serius (keganasan
atau SLE)

e.    Penciuman
Pemeriksaan sensorik fungsi penciuman dibutuhkan untuk (1) memastikan keluhan pasien,
(2) mengevaluasi kemanjuran terapi, dan (3) menentukan derajat gangguan permanen.
1.    Langkah pertama menentukan sensasi kualitatif
Langkah pertama dalam pemeriksaan sensorik adalah menentukan derajat sejauh mana
keberadaan sensasi kualitatif. Beberapa metode sudah tersedia untuk pemeriksaan
penciuman.
a.    Tes Odor stix – Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidol yang
menghasilkan bau-bauan. Pena ini dipegang dalam jarak sekitar 3-6 inci dari hidung pasien
untuk memeriksa persepsi bau oleh pasien secara kasar.
b.    Tes alkohol 12 inci – Satu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar terhadap bau, tes alkohol
12 inci, menggunakan paket alkohol isopropil yang baru saja dibuka dan dipegang pada jarak
sekitar 12 inci dari hidung pasien.
c.    Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium) – Tersedia scratch and sniff card yang
mengandung 3 bau untuk menguji penciuman secara kasar.
d.   The University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT) – Tes yang jauh lebih baik
dibanding yang lain adalah UPSIT; ia sangat dianjurkan untuk pemeriksaan pasien dengan
gangguan penciuman. Tes ini menggunakan 40 item pilihan-ganda yang berisi bau-bauan
scratch and sniff berkapsul mikro. Sebagai contoh, salah satu itemnya berbunyi “Bau ini
paling mirip seperti bau (a) coklat, (b) pisang, (c) bawang putih, atau (d) jus buah,” dan
pasien diharuskan menjawab salah satu dari pilihan jawaban yang ada. Tes ini sangat reliabel
(reliabilitas tes-retes jangka pendek r = 0,95) dan sensitif terhadap perbedaan usia dan jenis
kelamin. Tes ini merupakan penentuan kuantitatif yang akurat untuk derajat relatif defisit
penciuman. Orang-orang yang kehilangan seluruh fungsi penciumannya akan mencapai skor
pada kisaran 7-19 dari maksimal 40. Skor rata-rata untuk pasien-pasien anosmia total sedikit
lebih tinggi dibanding yang diperkirakan menurut peluang saja karena dimasukannya
sejumlah bau-bauan yang beraksi melalui rangsangan trigeminal.
2.    Langkah ke-dua menentukan ambang deteksi Setelah dokter menentukan derajat sejauh mana
keberadaan sensasi kualitatif, langkah kedua pada pemeriksaan sensorik adalah menetapkan
ambang deteksi untuk bau alkohol feniletil. Ambang ini ditetapkan menggunakan rangsangan
bertingkat. Sensitivitas untuk masing-masing lubang hidung ditentukan dengan ambang
deteksi untuk fenil-teil metil etil karbinol. Tahanan hidung juga dapat diukur dengan
rinomanometri anterior untuk masing-masing sisi hidung.

Anda mungkin juga menyukai