Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kolon (termasuk rectum) merupakan tempat keganasan tersering dari
saluran cerna. Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar
dibandingkan kanker rectal. Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari
semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria maupun
wanita (Cancer Facts and Figures, 1991). Ini adalah penyakit budaya barat.
Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di
negara ini setiap tahunnya.
Insidensnya meningkat sesuai dengan usia, kebanyakan pada pasien
yang berusia lebih dari 55 tahun. Kanker ini jarang ditemukan di bawah usia
40 tahun, kecuali pada orang dengan riwayat kolitis ulseratif atau poliposis
familial. Kedua kelamin terserang sama seringnya, walaupun kanker kolon
lebih sering pada wanita, sedangkan lesi pada rektum lebih sering pada pria.
Distribusi tempat kanker pada bagian – bagian kolon adalah sebagai berikut
Asendens : 25%
Transversa : 10%
Desendens : 15%
Sigmoid : 20 %
Rectum : 30 %
Namun pada tahun – tahun terakhir, diketemukan adanya pergeseran
mencolok pada distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal
telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens
meningkat. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira – kira
setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar
tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan
segera. Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40 – 50 %,
terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase.
Kebanyakan orang asimptomatis dalam jangka waktu yang lama dan mencari
bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan
defekasi atau perdarahan rectal. Pada makalah ini penulis akan membahas
mengenai asuhan keperawatan klien dengan colorectal cancer.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi colorectal cancer.
2. Mengetahui dan memahami etiologi colorectal cancer.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi colorectal cancer.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada
klien dengan colorectal cancer.
5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan colorectal
cancer.
6. Mengetahui dan memahami komplikasi dari colorectal cancer.
7. Mengetahui dan memahami pencegahan dari colorectal cancer.
8. Mengetahui dan memahami prognosis dari colorectal cancer.
9. Mengetahui dan memahami klasifikasi dari colorectal cancer.
10. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan colorectal
cancer.
Definisi Colorectal Cancer
Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang bersifat ganas. Bisa mengenai organ
apa saja di tubuh manusia. Bila menyerang di kolon, maka disebut kanker kolon, bila
mengenai di rektum, maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun
rektum maka disebut kanker kolorektal (Aru, 2006). Kanker kolon sebagaimana sifat
kanker lainnya, memiliki sifat dapat tumbuh dengan relatif cepat, dapat menyusup
atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya serta merusaknya, dapat menyebar
jauh melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke organ yang jauh dari
tempat asalnya tumbuh, seperti ke lever, paru-paru, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik ( Burkitt, 1971 ).
Kanker colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau
jaringan rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian besar
kanker colorectal adalah adenocarcinoma (kanker yang dimulai di sel-sel yang
membuat serta melepaskan lendir dan cairan lainnya).

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai
berikut (FKUI, 2001 : 209) :
A : kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis.
B1 : kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa.
B2 : kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria.
C1 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak satu
sampai empat buah.
C2 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5 buah.
D : kanker telah mengadakan metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang
luas & tidak dapat dioperasi lagi.
Klasifikasi kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = tumor,
N = kelenjar getah bening regional, M = jarak metastese).
T = Tumor primer
TO = Tidak ada tumor
TI = Invasi hingga mukosa atau sub mukosa
T2 = Invasi ke dinding otot
T3 = Tumor menembus dinding otot
N = Kelenjar limfa
N0 = tidak ada metastase
N1 = Metastasis ke kelenjar regional unilateral
N2 = Metastasis ke kelenjar regional bilateral
N3 = Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
M = Metastasis jauh
MO = Tidak ada metastasis jauh
MI = Ada metastasis jauh
Kanker usus besar di klasifikasikan menjadi 3 kelompok
1. Tipe menonjol
Semua tumor yang massa utamanya menonjol ke dalam lumen usus termasuk tipe
ini. Tumor tampak nodular, polipoid, seperti kembang kola tai fungoid. Massa tumor
besar, permukaan mudah mengalami perdarahan, infeksi, dan nekrosis. Umumnya
terjadi di belahan kanan kolon. Sifat invasi rendah, prognosis agak baik.
2. Tipe ulseratif
Setiap tumor dengan permukaan memiliki tukak jelas yang agak dalam
(kedalamannya biasanya mencapai atau melebihi tunika muskularis) termasuk tipe
ini.tipe ulseratif paling sering di jumpai, menempati lebih dari separuh kanker besar.
Karakteristiknya adalah pada massa terdapat tukak yang agak dalam, bentuk luar
mirip kawah gunung berapi, tepinya menonjol dank eras, dasarnya tidak rata,
nekrosis, derajad keganasan tinggi, metastasis limfogen lebih awal.

3. Tipe infiltrative
Tumor menginfiltrasi tiap lapisan dinding usus secara difus, sehingga dinding usus
setempat menebal, tapi tampak dari luar seringkali tidak jelas terdapat tukak atau
tonjolan. Tumor seringkali mengenai sekeliling saliran usus, disertai hyperplasia
abnormal jaringan ikat, lingkaran usus jelas menyusut, membentuk konstriksi anular,
dipermukaan serosa setempat sering tampak cincin konstriksi akibat traksi jaringan
ikat. Oleh karena itu mudah terjadi ileus, timbul diare dan obstipasi silih berganti.
Tipe ini sering ditemukan pada kolon sigmoid dan bagian atas rectum, derajad
keganasan tinggi, metastasis lebih awal.

2.4 Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor
resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah :
1. Riwayat kanker pribadi, orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal
dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita
dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara
mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.
2. Riwayat kanker colorectal pada keluarga, jika mempunyai riwayat kanker
colorectal pada keluarga, maka kemungkinan akan terkena penyakit ini lebih
besar, khususnya jika mempunyai saudara yang terkena kanker pada usia
muda.
3. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
4. Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran,
buah-buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein
hewani.
Faktor predisposisi yang penting adalah faktor gaya hidup, orang yang merokok,
atau menjalani pola makan yang tinggi lemak seperti lemak jenuh dan asam lemak
omega-6 (asam linol) dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko
yang lebih besar terkena kanker colorectal. Adanya hubungan dengan kebiasaan
makan, karena kanker kolorektal (seperti juga divertikulosis) adalah sekitar 10 kali
lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih banyak
makanan yang mengandung karbohidrat refined dan rendah serat kasar, dibandingkan
penduduk primitive (Afrika) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt (1971)
mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidarat refined mengakibatkan
perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam – garam empedu atau
hasil pemecahan protein & lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat
karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi
karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, massa transisi
feses meningkat, akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa
usus bertambah lama.

Etiologi lain :
1. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan
ototoksin serta gelombang elektromagnetik.
2. Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu, daging
sapi dan kambing serta tranfusi darah.
3. Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah alkohol menjadi
asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
4. Obesitas.
5. Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai administrasi,
atau pengemudi kendaraan umum
6. Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada dinding
dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke
atas. Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip
(adenoma) dapat menjadi kanker.
7. Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang
menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau
penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.
8. Usia di atas 50, kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia manusia yang
semakin tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini
didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen
usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses,
konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan
rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
1. Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung tetap tersamar
hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen
usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan
darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes
sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mucus jarang terlihat, karena tercampur
dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi
jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada
abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
2. Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi
sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering
terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan
obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah
segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik.
Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe
atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid,
nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul
sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul
pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi
dan diare bergantian, serta feses berdarah (Gale, 2000).

Manifestasi klinis kanker kolon secara umum, adalah sebagai berikut :


1. Lelah, sesak napas waktu bekerja, dan kepala terasa pening.
2. Pendarahan pada rektum, rasa kenyang bersifat sementara, atau kram lambung
serta adanya tekanan pada rektum.
3. Adanya darah dalam tinja, seperti terjadi pada penderita pendarahan lambung,
polip usus, atau wasir.
4. Pucat, sakit pada umumnya, malnutrisi, lemah, kurus, terjadi cairan di dalam
rongga perut, pembesaran hati, serta pelebaran saluran limpa.
Tabel Perbedaan manifestasi klinis dari kolon kanan dan kolon kiri
Kolon kanan Kolon kiri
Pasokan darah: a. mesenterika superior, Pasokan darah: a. mesenterika inferior, v.
v. mesenterika superior. mesenterika inferior
Balikan vena: vena portaàhati kanan Balikan vena: v. lienalisàvena portaàhati kiri
Besar Kecil
Cair seperti bubur Berbentuk kering, padat
Terutama absorbsi air, elektrolit Storasi feses, defekasi
Umumnya berbentuk benjolan, sering Umumnya tipe infiltrative, mudah ileus
ulserasi luas, berdarah, infeksi
Massa abdominal, sistemik, perut Ileus, hematokezia, iritasi usus
kembung, nyeri samar dan gejala tak
khas

2.6 Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan
epitel usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup
serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker
dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling
sering ke hati ).
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas
atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh
sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi,
seringkali pada stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga
tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi
menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar (Davey, 2006 :
335).
Kanker usus besar awalnya berasal dari polip jinak. Polip dapat berupa massa
polipoid, besar, tumbuh dengan cepat, ganas dan menyusup serta merusak jaringan
normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Lesi anular lebih sering terjadi
pada bagian rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering terjadi
pada sekum dan kolon ascenden. Secara histologist 95% kanker kolon dan rektum
adalah adenokarsinoma(tumor ganas yang tumbuh di jaringan epitel usus) yang dapat
menyekresi mucus yang jumlah yang berbeda-beda. Sel kanker dapat terlepas dari
tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati).
Kanker kolon dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam
kandung kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke
system portal.
4. Penyebaran secara transperitoneal
5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain. Pertumbuhan
kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus
dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi
kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase
pada jaringan lain (Gale, 2000 : 177).
Stadium pada Colorectal Cancer
1. 1. Stadium Klinis
Tabel : stadium pada karsinoma kolon yang ditemukan dengan
system TMN (Tambayong, 2000 : 143).
TIS Carcinoma in situ
T1 Belum mengenai otot dinding, polipoid/papiler
T2 Sudah mengenai otot dinding
T3 Semua lapis dinding terkena, penyebaran ke sekitar
T4 Sama dengan T3 dengan fistula
N Limfonodus terkena
M Ada metastasis

1. 2. Stadium Kanker Kolon


1. Stadium A: kedalaman invasi kanker belum menembus tunika
muskularis, tak ada metastasis kelenjar limfe.
2. Stadium B: kanker sudah menembus tunika muskularis dalam, dapat
menginvasi tunika serosa, di luar serosa atau jaringan perirektal, tapi
tak ada metastasis kelenjar limfe.
3. Stadium C: kanker disertai metastasis ke kelenjar limfe. Menurut
lokasi kelenjar limfe yang terkena di bagi menjadi stadium C1 dan C2.
C1; kanker disertai metastasis kelenjar limfe samping usus dan
mesenterium, C2; kanker di sertai metastasis kelenjar limfe di pangkal
arteri mesenterium.
4. Stadium D: kanker disertai metastasis organ jauh, atau karena infiltrasi
luas local atau metastasis luas kelenjar limfe sehingga paska reseksi
tak mungkin kuratif atau nonresektabel.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus
dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker
dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.
Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat
reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun
kolonoskopi. Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini dianjurkan segera
dilakukan bagi mereka yang sudah mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan kolonoskopi
relatif aman, tidak berbahaya, namun pemeriksaan ini tidak menyenangkan.
Kolonoskopi dilakukan untuk menemukan kanker kolorektal sekaligus mendapatkan
jaringan untuk diperiksa di laboratorium patologi. Pada pemeriksaan ini diperlukan
alat endoskopi fiberoptik yang digunakan untuk pemeriksaan kolonoskopi. Alat
tersebut dapat melihat sepanjang usus besar, memotretnya, sekaligus biopsi tumor
bila ditemukan. Dengan kolonoskopi dapat dilihat kelainan berdasarkan gambaran
makroskopik. Bila tidak ada penonjolan atau ulkus, pengamatan kolonoskopi
ditujukan pada kelainan warna, bentuk permukaan, dan gambaran pembuluh
darahnya.
2. Radiologis
Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto
kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis
kanker ke paru.
3. Ultrasonografi (USG).
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk
melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.
4. Histopatologi.
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma
kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.
1. Laboratorium Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien
mengalami perdarahan (FKUI, 2001 : 210). Selain itu, pemeriksaan darah
samar (occult blood) secara berkala, untuk menentukan apakah terdapat darah
pada tinja atau tidak.
2. Pemeriksaan colok dubur, oleh dokter bila seseorang mencapai usia 50 tahun.
Pemeriksaan tersebut sekaligus untuk mengetahui adanya kelainan pada
prostat.
3. Barium Enema
d.
Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan ke usus besar
melalui dubur dan siluet (bayangan)-nya dipotret dengan alat rontgen. Pada
pemeriksaan ini hanya dapat dilihat bahwa ada kelainan, mungkin tumor, dan bila ada
perlu diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan ini juga dapat
mendeteksi kanker dan polip yang besarnya melebihi satu sentimeter. Kelemahannya,
pada pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan biopsi.

2.8 Penatalaksanaan
1. Pembedahan (Operasi)
Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui
lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah
terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah biasanya juga menghilangkan sebagian besar
jaringan sehat yang mengelilingi sekitar kanker. Pembedahan merupakan tindakan
primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat
bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat
dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur
yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa
kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ;
massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi
Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk
mengatasi kanker kolon D. Tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative.
Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka operasi
tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
1. Reseksi segmental dengan anastomosis.
2. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent.
3. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut
dari kolostomi permanen atau ileostomi.
4. Pembedahan Reseksi.
Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan biasanya diambil
sebanyak mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5 cm di sebelah distal dan
proksimal dari tempat kanker. Untuk kanker di sekum dan kolon asendens biasanya
dilakukan hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk
kanker di kolon transversal dan di pleksura lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan
dibuat anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan sigmoid
dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal transversal. Untuk
kanker di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat
anastomosis. Desenden kolorektal. Pada kanker di rektum bawah dilakukan
proktokolektomi dan dibuat anastomosis kolorektal.
1. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari
pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma
ini dapat bersifat sementara atau permanen. Tujuan Pembuatan Kolostomi adalah
untuk tindakan dekompresi usus pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai anus
setelah tindakan operasi yang membuang rektum karena adanya tumor atau penyakit
lain. Untuk membuang isi usus besar sebelum dilakukan tindakan operasi berikutnya
untuk penyambungan kembali usus (sebagai stoma sementara).
2. Penyinaran (Radioterapi)
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi
misalnya sinar X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang
ditumbuhi tumor, merusak genetic sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi
merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat, antara alin sel kanker, sel kulit, sel
dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas,
perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.
3. Kemoterapi
Kemoterapi memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi
darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat chemotherapy
ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari
satu macam obat, karena digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus
(FKUI, 2001 : 211). Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU).
Belakangan ini sering dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan
efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU,
levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan
sebaiknya dilakukan radiasi dan kemoterapi. Radiasi dan kemoterapi dapat diberikan
secara berkesinambunagn dengan memperhatikan derajat kanker. Deteksi kanker
yang dapat dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi disesuaikan dengan klasifikasi
dengan sistem TNM (T = tumor, N = kelenjar getah bening regional, M = jarak
metastese) yaitu :
M0 = Tidak ada metastasis jauh, sebagai pencegahan perluasan metastase.
MI = Ada metastasis jauh, karena tidak mungkin dilakukan operasi sehingga hanya
bisa
dihambat dengan kemoterapi
N1 = Metastasis ke kelenjar regional unilateral
N2 = Metastasis ke kelenjar regional bilateral
N3 = Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
TI = Invasi hingga mukosapat atau sub mukosa, dapat dilakukan
pengangkatan dan
kolaborasi kemoterapi
T2 = Invasi ke dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi kemoterapi
T3 = Tumor menembus dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi
kemoterapi
4. Diet
1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat
dapat melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi
menghilangkan kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran
yang terlalu lama mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel
kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi
terutama yang terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal
tersebut dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
5. Keperawatan
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
4. Mencegah komplikasi.
5. Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan.
6. Pencegahan
Kanker kolon dapat dicegah dengan cara sebagai berikut :
1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan
menurunkan derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan
besi dalam usus besar.
2. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
3. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
4. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus
5. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk
buang air besar.
6. Hidup rileks dan kurangi stress.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung
atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan
mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi. Terapi ajufan standar yang
diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-
FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan
metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.

2.9 Komplikasi
Pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran
langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar
kolon yang menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.

Anda mungkin juga menyukai