Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting. Khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba antara lain antibakteri/antibiotik, antijamur, antivirus, antiprotozoal. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan beberapa akibat yaitu terjadinya resistensi kuman atau bakteri (Dewi, 2018). Kesalahpahaman masyarakat dalam penggunaan antibiotik berpotensi dapat menyebabkan pengobatan menjadi tidak tepat, dimana orang – orang percaya antibiotik sebagai “obat yang luar biasa” atau “obat kuat” yang mampu mencegah dan menyembuhkan setiap gejala maupun penyakit. Pengetahuan dan keyakinan merupakan faktor yang berhubungan dapat mempengaruhi perilaku penggunaan antibiotik tiap individu (Syahputra, 2018). Contoh penggunaan antibiotik yang tidak tepat adalah saat antibiotik memang diperlukan, tetapi dipakai secara tidak tepat. Misalnya, kita menghentikan pemakaian antibiotik saat merasa penyakit sudah membaik tanpa menghabiskannya sesuai anjuran dokter. Bisa juga kita membeli antibiotik sendiri tanpa resep dokter (over the counter/otc), meminum antibiotik dengan dosis yang tidak tepat, menyimpan antibiotik untuk persediaan bila sakit, atau memakai resep orang lain untuk membeli antibiotik tanpa konsultasi dengan dokter (Meilani et al.,2019). World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 menyampaikan berdasarkan survet global mengenai resisten antimikroba menunjukkan bahwa resisten tidak lagi menjadi prediksi untuk masa depan namun itu terjadi sekarang. WHO menyampaikan kini dunia sedang menuju Era-Pasca-Antibiotik, resisten antibiotik dapat menyebabkan biaya kesehatan lebih tinggi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik dinyatakan bahwa intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resisten bakteri terhadap antibiotik. Selain memberi dampak terhadap mortalitas dan mobilitas, juga memberikan dampak negatif terhadap ekonomi social yang sangat tinggi. Fenomena yang terjadi dimasyarakat saat ini menjadi sorotan hangat mengenai antibiotik. Namun, pada kenyataannya antibiotik seringkali digunakan tanpa resep dokter. Banyak dampak dan efek yang diberikan jika menggunakan antibiotik secara bebas atau tanpa melalui resep dokter, salah satunya adalah terjadi resisten terhadap antibiotik. Suatu kemampuan bakteri dalam menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotik disebut dengan resisten. Pada awalnya kejadian resisten terjadi di tingkat rumah sakit, lambat laun juga di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcus pneumonia (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik adalah tingkat pengetahuan individu itu sendiri mengenai antibiotik. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.08 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resisten Antimikroba di Rumah Sakit menyebutkan Resisten antimikroba adalah kemampuan mikroba untuk bertahan hidup terhadap efek antimikroba sehingga tidak efektif dalam penggunaannya. Berdasarkan RISKESDAS pada tahun 2013 oleh badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan persentase sebesar 86,1% rumah tangga yang menyimpan antibiotik tanpa resep dokter. Dimana rumah tangga yang mendapatkan antibiotik sumber utamanya adalah dari apotek dan toko obat atau warung dengan persentase 27,2%. Berdasarkan tempat tinggal, persentase rumah tangga yang memperoleh obat di apotek lebih tinggi diperkotaan, akan tetapi sebaliknya persentase rumah tangga yang memperoleh obat di toko obat atau warung lebih tinggi dipedesaan. Masyarakat dapat dengan mudah memperoleh antibiotik tanpa harus dengan resep dokter, dengan membeli ditoko obat atau warung. Antibiotik juga sering digunakan sebagai obat untuk mengobati sakit yang seharusnya tidak memerlukan antibiotik. Dari latar belakang diatas maka dalam upaya peningkatan taraf kesehatan masyarakat peneliti bekeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan Masyarakat Kelurahan Kereng Bangkirai Terhadap Penggunaan Antibiotik”.