Anda di halaman 1dari 44

SASARAN BELAJAR

LO 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI PANKREAS


1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis anatomi pankreas
1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopis anatomi pankreas

LO 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI DAN BIOKIMIA INSULIN


2.1 Memahami dan Menjelaskan Struktur Insulin
2.2 Memahami dan Menjelaskan Sintesis Insulin
2.3 Memahami dan Menjelaskan Sekresi Insulin
2.4 Memahami dan Menjelaskan Regulasi Insulin

LO 3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DIABETES MELITUS


3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Diabetes Melitus
3.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Diabetes Melitus
3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Diabetes Melitus
3.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Diabetes Melitus
3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Diabetes Melitus
3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Diabetes Melitus
3.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Diabetes Melitus
3.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Diabetes Melitus
3.10 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Diabetes Melitus
3.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Diabetes Melitus

LO 4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN RETINOPATI DIABETIK

LO 5. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN CARA MENGHITUNG KEBUTUHAN


KALORI PADA PASIEN DIABETES MELITUS

LO 6. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MAKANAN HALAL DAN BAIK MENURUT


AGAMA ISLAM

1
LO 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI PANKREAS
1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis anatomi pancreas

Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri
atas. Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang ± 25 cm, dan
berat 120 g. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di
belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi
dalam caput, collum, corpus, cauda.
Pancreas dapat dibagi dalam:
 Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagiancekung duodenum.
Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san venamesenterica superior serta
dinamakan Processus Uncinatus.
 Collum Pancreatis, merupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput
dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak didepan pangkal vena portae hepatis dan
tempat dipercabangkannya arteriamesenterica superior dari aorta.
 Corpus Pancreatis, berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
 Cauda Pancreatis, berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis danmengadakan
hubungan dengan hilum lienale.
Ductus Pancreaticus
Ductus Pancreaticus Mayor (WIRSUNGI)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang
pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar
pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor
Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus
choledochus.
Ductus Pancreaticus Minor (SANTORINI)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke
duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.
Hubungan
Ke anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum,
bursa omentalis, dan gaster.
Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis,
vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra,
glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.
Vaskularisasi
Arteriae
a. pancreaticoduodenalis superior (cabang a. gastroduodenalis )
a. pancreaticoduodenalis inferior (cabang a. mesenterica cranialis)
a. pancreatica magna, a.pancretica caudalis dan inferior (cabang a. lienalis)
Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.

Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya
mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci dan mesenterica superiores.
Persyarafan
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).

LO 1.2. Anatomi mikroskopik pancreas

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan
sekret yang mengandung enzim-enzim yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat.
Bagian endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan
glukagon yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Ada 2 bagian :
Bagian exokrinMerupakan kel acinosa complex Didalam lumen kadang-kadang terdapat sel
gepeng (sel centroacinar)

Bagian endokrin
• Disusun oleh sel-sel khusus yang berkelompok dalam suatu daerah tertentu yang kaya
pembuluh darah disebut pulau-pulau Langerhans
3
• Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat
• Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra
• Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel α, β, δ dan c/PP.

Sel α
• 20% populasi sel
• Mensekresi glukagon
• Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer

Sel β
• 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
• Mensekresi insulin
• Granula lebih kecil (200 μm)

Sel δ
• Sel paling besar, 5% dari populasi
• Granula mirip sel α, tapi kurang padat
• Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan hormon
pulau Langerhans yang lain (parakrin)

Sel C/sel PP
• Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama dengan
sel β, dengan sedikit atau tanpa granula.
• Mensekresi polipeptida pankreas

LO 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI DAN BIOKIMIA INSULIN


2.1 Memahami dan Menjelaskan Struktur Insulin

Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai A dan rantai B. Rantai A
terdiri dari 21 asam amino, rantai B terdiri dari 30 asam amino. Kedua rantai trsebut
dihubungkan oleh jembatan disulfida, yaitu pada A7 dengan B7 dan pada A20 dengan B19.
Ada pula jembatan disulfida intra rantai pada rantai A yaitu pada A6 dan A11. Posisi ketiga
jembatan tersebut selalu tetap. Kadang terjadi substitusi asam amino terutama pada rantai A
posisi 8, 9, 10 namun tidak mempengaruhi bioaktivitas rangkaian tesebut.

2.2 Memahami dan Menjelaskan Sintesis Insulin


ribosom Translasi preprohormo praprohormo
(melekat ke RNA insulin n insulin n insulin
RE) terpecah di
RE

insulin membentuk Sebagian PRO


tebungkus insulin dan terbelah (di INSULIN
dalam fragmen Apparatus
granula peptida Golgi)
sekretorik
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum
endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga
terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam
sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan
peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran
sel.

2.3 Memahami dan Menjelaskan Sekresi Insulin

5
Sel-sel beta pancreas mempunyai sejumlah besar pengangkut glukosa (GLUT-2) yang
memungkinkan terjadinya ambilan glukosa dengan kecepatan yang sebanding dengan nilai
kisaran fisiologis konsentrasi glukosa dalam darah. Begitu berada di dalam sel, glukosa akan
terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Langkah ini menjadi penentu
kecepatan metabolisme glukosa di sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk
mendeteksi glukosa dna menyesuaikan jumlah insulin yang disekresikan dengan kadar glukosa
darah. Glukosa-6fosfatase selanjutnya dioksidasi untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP)
yang menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel.
Penutupan kanal kalium akan mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan
membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang sensitive terhadap perubahan voltase
membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium yang merangsang
penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke dalam
cairan ekstrasel melalui eksositosis

Sekresi insulin diatur tidak hanya oleh konsentrasi glukossa darah, tapi oleh asam
amino dan factor-faktor lain.

Terjadi penutupan maka pengeluaran ion K ke luar sel menjadi terhambat dan
menyebabkan depolarisasi membran sel (karena perubahan muatan yang disebabkan
oleh jumlah ion yang keluar masuk sel melewati membran sel) yang diikuti oleh pembukaan
Cachannel. Pembukaan Ca channel menyebabkan ion Ca masuk ke dalam sel dan meningkatkan
kadar ion Ca dalam sel. Kadar ion Ca dalam sel yang tinggi (dengan mekanisme yang
masih belum diketahui) merupakan suasana yang diperlukan oleh sel beta pankreas
untuk mensekresikan insulin. Insulin kemudian disekresikan ke dalam darah dan melakukan
fungsi fisiologisnya.

Factor-faktor lain yang merangsang sekresi insulin:

• Asam amino: yang berpengaruh kuat adalah arginin dn lisin. Pemberian asam amino
dilakukan sewaktu tidak ada peningkatan kadar glukosa darah, hanya menyebabkan
sekresi insulin sedikit. Akan tetapi, bila pemberian itu dilakukan padasaat trjadi
peningkatan glukosa darah, sekresi insulin yang diinduksi oleh glukosa dapat berlipat
ganda pada saat ada kelebihan asam amino.jadi, asam amino itu sangat memperkuat rangsangan
glukosa terhadap sekresi insulin.
• Hormone gastrointestinal: beberapa yang penting:gastrin,sekretin, kolesistokinin, dan peptide
penghambat asam lambung. Akan meningkatkan sekresi insulin dalam jumlah cukup bnayk.
• Hormone-hormon lain:glucagon, hormone pertumbuhan, kortisol, dan yang lebih lemah
adalah progesterone dan estrogen. Maanfaat efek perangsangan dari hormone-hormon
ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah satu jenis hormone ini dalam
jumlah besar kadang-kadang dapat mengakibatkan pulau langerhans menjadi kelelahan
dan akibatnya timbul diabetes.
• Pada beberapa keadaan, perangsangan saraf parasimpatis atau simpatis terhadap pancreas
juga meningkatkan sekresi insulin.

Peran insulin (dan hormone lain) dalam “pengalihan” antara metbolisme KH dan lemak. Salah
satu peran fungsional yang paling penting dari insulin adalah untuk mengatur kedua jenis (KH
dan lemak) mana yang akan dipergunaakan oleh sel-sel sbg sumber energynya dari waktu ke
waktu.

Empat macam hormone yang punya peran dalam mekanisme pengalihan ini:
1. Hormone pertumbuhan, yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis anterior
2. Hormone kortisol, yang dikeluarkan oleh korteks adrenal
3. Hormone epinefrin, yang dikeluarkan oleh medulla adrenal
4. Hormone glucagon, yang dikeluarkan oleh sel-sel alfa pulau langerhans
dalam pancreas.
H. Pertumbuhan dan kortisol merupakan respon terhadap timbulnya keadaan
hipoglikemia, dan kedua hormone ini menghambat pemakaian glukosa dalam sel, sambil
meningkatkan pemakaian lemak. Akan tetapi, efek kedua hormone ini sangat lambat dan
biaasanya membutuhkan waktu berjam-jam untuk mencapai kadar maksimum.
H. epinefrin secara khusus berguna untuk meningkatkan konsentrasi glukosa dalam plasma
sewaktu stress yakni bila system saraf simpatis dirangsang.

2.4 Memahami dan Menjelaskan Regulasi Insulin

Efek pada karbohidrat

kurangnya pankreas menghentikan sintesis


glikogen dalam hati
glukosa darah mengurangi dan mencegah ambilan
sekresi insulin glukosa dari darah

glukosa fosfat pemecahan aktifkan enzim


glikogen fosforilase

lepas radikal glukosa bebas


fosfat dar glukosa berdifusi kembali
ke darah

Bagan 1. Proses pelepasan glukosa hati ke sirkulasi darah

7
Insulin memilik 4 efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan menigkatkan
penyimpanan karbohidrat :
 Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel. Beberapa jaringan yang tidak
bergantung pada insulin untuk meyerap glukosa yaitu otak,otot yang aktif dan hati
Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik di otot maupun
dihati
 Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan
menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan
menurunkan penguraian glukosa dalam hati
Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis,
perubahan asam amino menjadi glukosa di hati.
 Insulin menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan meningkatkan penyerapan glukosa
dari darah untuk digunakan dan disimpan oleh sel. secara simultan menghambat mekanisme
yang digunakan oleh hati untuk mengeluarkan glukosa baru dalam darah. Insulin adalah
satu satunya hormon yang menurunkan kadar glukosa darah.
Proses pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi darah :

Efek insulin terhadap lemak


Insulin akan memacu sintesis dan penyimpanan lemak .Peran insulin dalam penyimpanan
lemak di sel-sel adipose :
1. Menghambat kerja lipase peka-hormon.
Hal ini akan menghambat hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak,
sehingga pelepasan AL dari jaringan adipose ke dalam sirkulasi darah akan terhambat.

2. Meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel ke dalam sel-sel lemak.


Glukosa dipakai untuk membentuk α-gliserol fosfat, yang akan menyediakan gliserol yang
akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida (bentuk lemak yang disimpan
dalam sel-sel adipose)

Defisiensi insulin dapat menyebabkan :


1. Terjadi lipolisis simpanan lemak dan pelepasan AL bebas
Terjadi peningkatan aktivitas enzim lipase peka-hormon( di sel lemak) yang menyebabkan
terhidrolisisnya trigliserida, yang akan melepaskan AL dan gliserol ke sirkulasi darah

Gambar 1. Efek pengangkatan pankreas terhadap perkiraan konsentrasi glukosa darah, AL


bebas dalam plasma dan asam asetoasetat. (Guyton and Hall. 11th ed.)
2. Meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma

Efek pada protein


Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein :
 Insulin mendorong transportasi aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan
lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan
pembangun untuk sintesis protein dalam sel.
 Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan
merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.
 Insulin menghambat penguraian protein.

Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin

Peningkatan kadar glukosa darah, seperti setelah penyerapan makanan,secara langsung


merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel beta. Sebaliknya penurunan kadar glukosa
darah di bawah normal, seperti pada puasa, secara langsung menghambat sekrresi insulin.
Selain konsentrasi glukosa plasma, berbagai masukan berikut juga berperan dalam mengatur
sekresi insulin
Peningkatan kadar asam amino plasma,setelah memakan makanan tinggi protein, secara
langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin. Melalui mekanisme umpan
balik negatif, peningkatan insulin tersebut meningkatkan masuknya asam asam amino tersebut ke
dalam sel,sehingga kadar asam amino dalam darah menurun sementara sintesis protein
meningkat.
Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respons
terhadap adanya makanan, terutama gastric inhibitory peptide, merangsang sekresi insulin
pankreas selain memiliki efek regulatorik langsung pada sistem pencernaan. Melalui kontrol ini,
sekresi insulin meningkat secara feedforward atau antisipatorik bahkan sebelum terjadi
penyerapan zat gizi yang meningkatkan kadar glukosa darah dan asam amino dalam darah.
Sistem saraf otonom secara langsung juga mempengaruhi sekresi insulin. Pulau pulau
langerhans dipersyarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis dan simpatis. Peningkatan aktivitas
parasimpatis yang terjadi sebagai respons terhadap makanan dalam saluran pencernaan
merangsang pengerluaran insulin. Sebaliknya, stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran
epinefrin akan menghambat sekresi insulin, penurunan insulin meningkatkan kadar glukosa
darah, suatu respons yang sesuai untuk keadaan keadaan pada saat terjadi aktivitas sistem simpatis
yaitu, stress dan olahraga.

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan
sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut.
Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi
9
proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme
kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan
dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada
mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4
inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya
mengalami metabolism. Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain
diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin
yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh
terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya
diabetes tipe 2.

a. Sintesis insulin
Insulin merupakan hormone yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh
beta kelenjar pancreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintetis kemudian diekskresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan
regulasi glukosa darah.
Insulin disintesis sebagai suatu preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan
merupakan prototype untuk peptide yang diproses dari molekul prekusor yang lebih besar.
Angkaian pemandu yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul
tersebut ke dalam sisterna reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini
menghasilkan proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang
diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang sempurna. Penyusunan proinsulin,
yang dimulai dari bagian terminal amino, adalah rantai B – peptide C penghubung rantai A.
molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide tapak- spesifik sehingga
terbentuk insulin yang matur dan peptide C dalam jumlah yang seimbang dan disekresikan
dari granul sekretorik pada sel beta pancreas.

Glucose Ca2+
K+ channel Channel Insulin
GLUT-2 shut
Release
Opens


Glucose K+ 
↑↑
Glucose-6-phosphate Insulin + C peptide
Depolarization Cleavage
of membrane enzymes
ATP Proinsulin
Glucose signaling
preproinsulin
Preproinsulin
B. cell Insulin Synthesis

Gb.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi


Glukosa ( Kramer,95 )
b. Sekresi insulin
Glukosa merupakan kunci regulator sekresi insulin oleh sel beta pancreas, walaupun
asam amino, keton dan nutrient lainnya juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa >
3,9 mmol/L (70 mg/dl) merangsang sintesis insulin. Glukosa merangsang sekresi insulin
dengan masuk ke dalam sel beta melalui transporter GLUT-2. Selanjutnya dalam sel, glukosa
mengalami proses fosforilasi oleh enzim glukokinase dan glikolisis yang akan membebaskan
molekul ATP.
Molekul ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses
penutupan K channel yang terdapat pada membrane sel. Terhambatnya pengeluaran ion K
dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membrane sel. Terhambatnya pengeluaran ion K
dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membrane sel, yang diikuti kemudian oleh proses
pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga
meningkatkan kadar ion Ca intrasek, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin
melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan. Aktivasi
penutupan K channel terjadi tidak hanya disebabkan oleh ransangan ATP hasil proses
fosforilasi glukosa intrasel, teteapi juga dapat oleh pengaruh beberapa factor lain termasuk
obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut (biasanya tergolong obat diabetes), bekerja
mengaktivasi K channel tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, tapi pada reseptor
tersendiri yang disebut sulphonilurea eceptor (SUR), yang juga terdapat pada membrane sel
beta.

c. Aksi insulin
Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh
terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi
glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis
reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan
antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses
regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja
yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam
meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada
mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah
yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami
metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain
diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang
berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap
insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme
glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai
kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan
hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa
darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal
dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini
berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala
jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap
mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin
tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

11
1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa
meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6.
kembali kesuasana semula.

d. Mekanisme kerja insulin


1. Efek pada karbohidrat
Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
meningkatkan penyimpanan karbohidrat :

 Insulin mempermudah masuknya glukosa kedalam sebagian besar sel. Beberapa


jaringan yang tidak tergantung insulin yaitu otak, otot yang aktif, hati.
 Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di otot
maupun hati
 Insulin menghambat glikogenolisis , penguraian glikogen menjadi glukosa
(glukagon) . dengan menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan
penyimpanan karbohidrat dan menurunkan penguraian glukosa oleh hati
 Insulin menghambat glukoneogenesis untuk menurunkan pengeluaran glukosa oleh
hati.
Dengan dua cara :
 Menurunkan jumlah asam amino didalam darah yang tersedia bagi hati untuk
glukoneogenesis
 Menghambat enzim – enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam amino
menjadi glukosa

2. Efek pada lemak


Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan
mendorong pembentukan trigliserida

 Insulin meningkatkan transportasi glukosa kedalam sel jaringan adiposa. Glukosa


berfungsi sebagai prekusor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol , yaitu
bahan mentah untuk membentuk trigliserida
 Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan asam lemak
dari turunan glukosa
 Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah kedalam sel jaringan
adiposa
 Insulin menghambat lipolisis , sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak
dari jaringan adiposa ke dalam darah
Efek efek itu mendororng pengeluaraan glukosa dan asam lemak dari darah dan
meningkatkan penyimpanan keduanya sebagai trigliserida

3. Efek pada protein


Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai
berikut :

 Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah kedalam otot dan
jaringan lain, efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan
menghasilkan bahan pembangun untuk sistesis protein didalam sel
 Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino kedalam protein
dengan merangsang perangkat pembuat protein didalam sel
 Insulin menghambat penguraian protein
Akibat kolektif efek ini adalah efek anabolik protein . karena itu, insulin esensial bagi
pertumbuhan normal

Biokimia insulin

Insulin adalah hormone yang disekresi oleh sel-sel beta pancreas dan merupakan polipeptida
yang terdiri atas dua rantai, yaitu rantai A dan B., yang saling dihubungkan oleh dua jembatan
disulfide antar-rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19. Jembatan disulfide intra-
rantai yang ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 pada rantai A. Lokasi ketiga jembatan
disulfide ini selalu tetap dan rantai A serta B masinbg-masing mempunyai 21 dan 30 asam amino
pada sebagian besar spesies.
Insulin disintesis sebagai preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan
prototype untuk peptide yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar. Rangkaian pre-
yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna
reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin
dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan
jembatan disulfide yang sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide
yang tapak-spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dengan jumlah
ekuimolar.

LO 3. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Mellitus


13
3.1. Definisi Diabetes Mellitus
Menurut American Diabets Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,atau keduanya.
Diabetes Melitus tipe 2 adalah diabetes yang tidak tergantung insulin, sekresi insulin
mungkin normal atau bahkan meningkat, tetapi sel sasaran insulin kurang peka terhadap
hormone ini dibandingkan dengan sel normal.

3.2 Klasifikasi Diabetes Melitus


Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi
Diabetes Melitus adalah sbb:

1. Diabetes Melitus tipe 1

DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin


dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa
hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM
tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu
dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40. Karakteristik dari DM tipe 1 adalah
insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang
meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya
meningkatkan sekresi insulin.
DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan
histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans.
Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid
decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1
meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis
Hashimoto atau myasthenia
gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3
atau HLA DR4.
Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di
mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang
molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta
dan defisiensi
insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain
virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa
bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang
idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat
idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan
Asia.

2. Diabetes Melitus tipe 2

Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan


aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta
yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak
bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai dari yang predominan
resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot,
lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas.
Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot,
peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis. Defek yang terjadi pada DM tipe
2 disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan,
aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai
BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.

3. Diabetes Melitus tipe lain


 Defek genetik fungsi sel beta
Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan
dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 tahun) atau disebut maturity-
onset diabetes of the young (MODY).
Terjadi gangguan sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan tetap normal. Saat ini telah
diketahui abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah mutasi
kromosom 12, juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu
juga telah diidentifikasi kelaian genetik yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah
proinsulin menjadi insulin.
 Defek genetik kerja insulin
Terdapat mutasi pada reseptor insulin, yang mengakibatkan hiperinsulinemia, hiperglikemia
dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan ini juga dapat mengalami akantosis
nigricans, pada wanita mengalami virilisasi dan pembesaran ovarium.
Penyakit eksokrin pankreas
Meliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi, dan carcinoma pankreas.
 Endokrinopati
Beberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon dan epinefrin bekerja
mengantagonis aktivitas insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti pada sindroma
Cushing, glukagonoma, feokromositoma dapat menyebabkan diabetes. Umumnya terjadi
pada orang yang sebelumnya mengalami defek sekresi insulin, dan hiperglikemia dapat
diperbaiki bila kelebihan hormon- hormon tersebut dikurangi.
 Karena obat/zat kimia
Beberapa obat dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin. Vacor (racun tikus) dan
pentamidin dapat merusak sel beta. Asam nikotinat dan glukokortikoid mengganggu
kerja insulin.
 Infeksi
Virus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel beta, seperti rubella,
coxsackievirus B, CMV, adenovirus, dan mumps.
 Imunologi
Ada dua kelainan imunologi yang diketahui, yaitu sindrom stiffman dan antibodi
antiinsulin reseptor. Pada sindrom stiffman terjadi peninggian kadar autoantibodi GAD di sel
beta pankreas.
 Sindroma genetik lain
Down’s syndrome, Klinefelter syndrome, Turner syndrome, dll.

4. Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada waktu
kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya
toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga.

3.3 Epidemiologi Diabetes Melitus


Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia
menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat
15
dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta
atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering
(terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia
dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan
“Western-style” yang tidak sehat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari
24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar
glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak
1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus
yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita
dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial
rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku
Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu
13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral),
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.

3. 4. Etiologi
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).

Faktor resiko Diabetes Melitus dari emedicine health :


 Usia diatas 45 tahun
Pada orang-orang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan aktivitas
sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensifisitas sel-sel
jaringan menurun sehinga tidak menerima insulin.
 Obesitas atau kegemukan
Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat memicu DM.
selain itu, asam-asam lemak pada obesitas dapat menumpuk abnormal di otot dan
mengganggu kerja insulin di otot, asam lemak berlebih juga dapat memicu apoptosis sel beta
pankreas.
 Pola makan
Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat
perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai kebutuhan tubuh dapat menjadi penyebab DM,
misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim.
 Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga
15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus) atau DM tipe 2
mempunya riwayat keluarga DM, sedangkan IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus) tipe
1 sebanyak 57% keluarga DM.
 Kurang berolahraga atau beraktivitas
Dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga mengakibatkan penumpukan
lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan DM.
 Infeksi
Virus : Rubella, mumps, human coxsackievirus B4. Melalui infeksi sitolitik dalam sel beta
pankreas virus ini menyebabkan kerusakan dan destruksi sel. Dapa tjuga menyarang melalui
reaksi autoimunitas sehingga hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. DM akibat bakteri
masih belum bias di deteksi. (Waspadji, 2002)

LO 3.5. Patofisiologi

Diabetes tipe 2

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :


 Resistensi insulin
 Disfungsi sel β pancreas
Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel β pancreas, amilin dan sebagainya.
Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel
targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin
menyebabkan sel β pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk
mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir
untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM
tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia,
disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Keadaan glukotoksistas
dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan
hiperinsulinemia) mengakibatkan sel β pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan
metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan
akhirnya DM tipe 2.
17
Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel β pancreas yang
menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan
puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang, masih banyak
hal yang belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2 yang
mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam
membuat panduan pengobatan.

LO 3.6. Manifestasi klinis


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini :
 Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya
 Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah :
Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).

 Poliuri (banyak kencing)


Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap
ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan
elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
 Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri,
sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
 Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap
saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
 Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus
merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh
termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan
akan tetap kurus.
 Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.
LO 3.7 DD dan DB Diabetes Mellitus

Anamnesis
 Gejala yang timbul
 Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan hasil
pemeriksaan khusus yang terkait DM
 Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
 Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
 Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis
dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta
kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
 Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan
program latihan jasmani
 Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hyperosmolar hiperglikemia, dan
hipoglikemia)
 Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran
pencernaan, dll.)
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat
penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
 Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
 Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

Pemeriksaan Fisik
 Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk
mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI),untuk
mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi
 Pemeriksaan funduskopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipelain

Pemeriksaan Penunjang
 Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
 HbA1C
 Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
 Kreatinin serum
 Albuminuria
 Keton, sedimen, dan protein dalam urin
 Elektrokardiogram
 Foto sinar-X dada

19
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
 Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
 Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif
dan spesiik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam
praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
 Kadar HBA1c 6,5% atau lebih tinggi ; pemerisaan harus dilakukan pada lab dengan sertifikat
National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP) dan distandarisasi atau disetujui
oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) reference assay

DIAGNOSIS BANDING
A. Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadi sebagai reaksi
non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehingga terjadi peningkatan glukosa
darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa
sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai
peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini
adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan
biokimiawi multiple yang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).

B. Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah
satu dari tersebut dibawah ini :
 Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya
disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada
pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199
mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat Diabetes
Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula darah setelah
makan tidak normal, atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.
 Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut GPT
jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau berkisar
100-125 mg/dL.

C. Pancreatitis
LO 3.8 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Non-Farmakoterapi
A. Edukasi
DM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Timkes
mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan
glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan
kepada pasien.

B. Terapi gizi medis


Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan
melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan
berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah,
Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem
koagulsi darah.
Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:
 Kadar glukosa darah mendekati normal
 Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
 Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
 Kadar A1c <7%.
 Tekanan darah <130/80 mmHg.
 Profil Lipid
 Kolesterol LDL<100 mg/dl
 Kolesterol HDL >40 mg/dl.
 Trigliserida < 150 mg/dl.
 Beran badan senormal mungkin.

C. Latihan jasmani
 Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan
atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.
 Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu
dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90
menit/minggu dengan latihan aerobic berat (mencapai denyutjantung>70% maksimal). Latihan
jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.

 Farmakoterapi
Obat hipoglikemik oral (OHO)

21
 Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
 Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
 Penghambat glukoneogenesis (metformin)
 Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
 DPP-IV inhibitor

1. PENGGOLONGAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL


Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu:
A. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).
B. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi
obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh
untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
C. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-
prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-
Penggolongan obat hipoglikemik oral
Golongan Contoh Senyawa Mekanisme Kerja
Sulfonilurea Gliburida/Glibenklamida Merangsang sekresi insulin
Glipizida dikelenjar pankreas,
Glikazida sehingga hanyaefektif pada
Glimepirida penderita diabetes yangsel-
Glikuidon sel β pankreasnya
masihberfungsi dengan baik
Meglitinida Repaglinide Merangsang sekresi insulin
dikelenjar pankreas
Turunanfenilalanin Nateglinide Meningkatkan kecepatan
sintesisinsulin oleh
pankreas
Biguanida Metformin Bekerja langsung pada hati
(hepar),menurunkan
produksi glukosa hati.Tidak
merangsang sekresi
insulinoleh kelenjar
pankreas
Tiazolidindion Rosiglitazone Meningkatkan kepekaan
Troglitazone tubuh
Pioglitazone terhadap insulin. Berikatan
denganPPARγ (peroxisome
proliferatoractivated
receptor-gamma) di
otot,jaringan lemak, dan
hati untukmenurunkan
resistensi insulin
Inhibitor α-glukosidase Acarbose Menghambat kerja enzim-
Miglitol enzimpencenaan yang
mencerna karbohidrat,
sehingga memperlambat
absorpsi glukosa kedalam
darah

OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL GOLONGAN SULFONILUREA

Obat Hipoglikemik Oral Keterangan


Gliburida Memiliki efek hipoglikemik yang
(Glibenklamida) potensehingga pasien perlu diingatkan
Contoh Sediaan: untukmelakukan jadwal makan yang
􀂃 Glibenclamide (generik) ketat.Gliburida dimetabolisme dalam hati,
􀂃 Abenon (Heroic) hanya25% metabolit diekskresi melalui
􀂃 Clamega (Emba Megafarma) ginjal,sebagian besar diekskresi melalui
􀂃 Condiabet (Armoxindo) empedudan dikeluarkan bersama tinja.
􀂃 Daonil (Aventis) Gliburidaefektif dengan pemberian dosis
􀂃 Diacella (Rocella) tunggal. Bila pemberian dihentikan, obat
􀂃 Euglucon (Boehringer Mannheim, akan bersih keluar dari serum setelah 36
Phapros) jam.Diperkirakan mempunyai efek
􀂃 Fimediab (First Medipharma) terhadapagregasi trombosit. Dalam batas-
􀂃 Glidanil (Mersi) batastertentu masih dapat diberikan
􀂃 Gluconic (Nicholas) padabeberapa pasien dengan kelainan
􀂃 Glimel (Merck) fungsi hati dan ginjal.
􀂃 Hisacha (Yekatria Farma)
􀂃 Latibet (Ifars)
􀂃 Libronil (Hexpharm Jaya)
􀂃 Prodiabet (Bernofarm)
􀂃 Prodiamel (Corsa)
􀂃 Renabetic (Fahrenheit)
􀂃 Semi Euglucon (Phapros, Boeh.
Mannheim)
􀂃 Tiabet (Tunggal IA)
Glipizida Mempunyai masa kerja yang lebih
Contoh Sediaan: lamadibandingkan dengan glibenklamid
􀂃 Aldiab (Merck) tetapilebih pendek dari pada
􀂃 Glucotrol (Pfizer) klorpropamid.Kekuatan hipoglikemiknya
􀂃 Glyzid (Sunthi Sepuri) jauh lebih besardibandingkan dengan
􀂃 Minidiab (Kalbe Farma) tolbutamida.Mempunyai efek menekan
􀂃 Glucotrol produksi glukosahati dan meningkatkan
jumlah reseptorinsulin. Glipizida
diabsorpsi lengkap sesudahpemberian per
oral dan dengan cepatdimetabolisme
dalam hati menjadi metabolityang tidak
aktif. Metabolit dan kira-kira
10%glipizida utuh diekskresikan melalui
ginjal

23
Glikazida Mempunyai efek hipoglikemik
Contoh Sediaan: sedangsehingga tidak begitu sering
􀂃 Diamicron (Darya Varia) menyebabkanefek hipoglikemik.
􀂃 Glibet (Dankos) Mempunyai efek antiagregasi trombosit
􀂃 Glicab (Tempo Scan Pacific) yang lebih poten. Dapatdiberikan pada
􀂃 Glidabet (Kalbe Farma) penderita gangguan fungsihati dan ginjal
􀂃 Glikatab (Rocella Lab) yang ringan
􀂃 Glucodex (Dexa Medica)
􀂃 Glumeco (Mecosin)
􀂃 Gored (Bernofarm)
􀂃 Linodiab (Pyridam)
􀂃 Nufamicron (Nufarindo)
􀂃 Pedab (Otto)
􀂃 Tiaglip (Tunggal IA)
􀂃 Xepabet (Metiska Farma)
􀂃 Zibet (Meprofarm)
􀂃 Zumadiac (Prima Hexal)

Glimepirida Memiliki waktu mula kerja yang pendek


Contoh Sediaan: dan waktu kerja yang lama, sehingga
􀂃 Amaryl umum diberikan dengan cara pemberian
dosis tunggal. Untuk pasien yang berisiko
tinggi, yaitu pasien usia lanjut, pasien
dengan gangguan ginjal atau yang
melakukan aktivitas berat dapat diberikan
obat ini. Dibandingkan dengan
glibenklamid, glimepirid lebih jarang
menimbulkan efek hipoglikemik pada
awal pengobatan
Glikuidon Mempunyai efek hipoglikemik sedang
Contoh Sediaan: danjarang menimbulkan serangan
􀂃 Glurenorm (Boehringer Ingelheim) hipoglikemik. Karena hampir seluruhnya
diekskresi melalui empedu dan usus,
maka dapat diberikan pada pasien dengan
gangguan fungsi hati dan ginjal yang agak
berat

ANTIDIABETIK ORAL GOLONGAN MEGLITINIDADAN TURUNAN


FENILALANIN

Obat Hipoglikemik Oral Keterangan


Repaglinida Merupakan turunan asam benzoat.
Contoh Sediaan: Mempunyai efek hipoglikemik
􀂃 Prandin/NovoNorm/ GlucoNorm ringan sampai sedang. Diabsorpsi
(Novo Nordisk) dengan cepat setelah pemberian per
oral, dan diekskresi secara cepat
melalui ginjal. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah keluhan
saluran cerna
Nateglinida Merupakan turunan fenilalanin, cara
Contoh Sediaan: kerja
􀂃 Starlix (Novartis Pharma AG) mirip dengan repaglinida. Diabsorpsi
cepat
setelah pemberian per oral dan
diekskresi
terutama melalui ginjal. Efek
samping yang
dapat terjadi pada penggunaan obat
ini
adalah keluhan infeksi saluran nafas
atas
(ISPA)

OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL GOLONGAN BIGUANIDA

Obat Hipoglikemik Oral Keterangan


Metformin Satu-satunya golongan biguanida yangmasih
Contoh Sediaan: dipergunakan sebagai obat hipoglikemik oral.
􀂃 Metformin (generic) Bekerja menurunkan kadar glukosa darah
􀂃 Benoformin (Benofarma) dengan memperbaikitransport glukosa ke
􀂃 Bestab (Yekatria) dalam sel-sel otot. Obat ini dapat
􀂃 Diabex (Combiphar) memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar
􀂃 Eraphage (Guardian) 10-40%. Menurunkan produksi glukosa hati
􀂃 Formell (Alpharma) dengan jalan mengurangi glikogenolisis dan
􀂃 Glucotika (Ikapharmindo) glukoneogenesis
􀂃 Glucophage (Merck)
􀂃 Gludepatic (Fahrenheit)
􀂃 Glumin (Dexa Medica)
􀂃 Methpica (Tropica Mas)
􀂃 Neodipar (Aventis)
􀂃 Rodiamet (Rocella)
􀂃 Tudiab (Meprofarm)
􀂃 Zumamet (Prima Hexal)

ANTIDIABETIK ORAL GOLONGAN TIAZOLIDINDION

Obat Hipoglikemik Oral Keterangan


Rosiglitazone Cara kerja hampir sama dengan
Contoh Sediaan: pioglitazon, diekskresi melalui urin dan
􀂃 Avandia (GlaxoSmithKline) feses. Mempunyai efek hipoglikemik yang
cukup baik jika dikombinasikan dengan
metformin. Pada saat ini belum beredar di
Indonesia.

25
Pioglitazone Mempunyai efek menurunkan resistensi
Contoh Sediaan: insulin dengan meningkatkan jumlah
􀂃 Actos (Takeda Chemicals Industries Ltd) protein transporter glukosa, sehingga
meningkatkan uptake glukosa di sel-sel
jaringan perifer. Obat ini dimetabolisme di
hepar. Obat ini tidak boleh diberikan pada
pasien gagal jantung karena dapat
memperberat edema dan juga pada
gangguan fungsi hati. Saat ini tidak
digunakan sebagai obat tunggal.

ANTIDIABETIK ORAL GOLONGAN INHIBITORα-GLUKOSIDASE

Obat Hipoglikemik Oral Keterangan


Acarbose Acarbose dapat diberikan dalam
Contoh Sediaan: terapikombinasi dengan sulfonilurea,
􀂃 Glucobay (Bayer) metformin,atau insulin.
􀂃 Precose
Miglitol Miglitol biasanya diberikan dalam
Contoh Sediaan: terapikombinasi dengan obat-obat
􀂃 Glycet antidiabetik oral golongan sulfonilurea

Terapi Insulin

1.Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang
 Tidak terkendali dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Jenis dan lama kerja insulin

Tipe - Jenis Insulin

Insulin dapat dibedakan atas dasar:


1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak disuntikan.
2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin.
3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai hilangnya efek
insulin.
Terdapat 4 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan puncak dan
jangka waktu efeknya. Berikut keterangan jenis insulin eksogen :

1. Insulin Eksogen kerja cepat.


Bentuknya berupa larutan jernih, mempunyai onset cepat dan durasi pendek.
Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2
macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain :
Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai
puncak setelah 1– 3 macam dan efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.

2. Insulin Eksogen kerja sedang.


Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan menambahkan
bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara memperlambat penyerapan insulin
kedalam darah.
Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn ( NPH ),MonotardÒ, InsulatardÒ.
Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya
dapat bertahan sampai dengan 24 jam

3.Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini
mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40

4.Insulin Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam).


Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat
penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 – 36 jam. Preparat:
Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard

Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :


Gula darah
< 60 mg % = 0 unit
< 200 mg % = 5 – 8 unit
200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
300 – 350 mg% = 20 unit
> 350 mg% = 20 – 24 unit
Jenis sediaan Bufer Mula Puncak Masa Kombina
kerja (jam) kerja si dengan
(jam) (jam)
Kerja cepat
Regular - 0,1-0,7 1,5-4 5-8 Semua
solube Fosfat 0,25 0,5-1,5 2-5 jenis
(kristal)
Lispro lente

27
Kerja sedang
NPH Fosfat 1-2 6-12 18-24 Regular
(isophan) Asetat 1-2 6-12 18-24 Senilente
Lente
Kerja
panjang Fosfat 4-6 14-20 24-36 Regular
Protamin asetat 4-6 16-18 20-36
zinc - 2-5 5-24 18-24
Ultralente
Glargin

Tabel 6. Jenis kerja insulin

Jenis alat suntik (syringe) insulin

1. Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan, mudah pecah dan sering
menjadi kurang akurat.Siring yang terbaik adalah siring yang terbuat dari plastik sekali pakai.
Walaupun banyak pasien diabetes yang menggunakan lebih dari sekali pakai, sangat disarankan
hanya dipakai sekali saja setelah itu dibuang.

2. Pena insulin (Insulin Pen)Siring biasanya tertalu merepotkan dan kebanyakan pasien diabetes
lebih suka menggunakan pena insulin. Alat ini praktis, mudah dan menyenangkan karena nyaris
tidak menimbulkan nyeri. Alat ini menggabungkan semua fungsi didalam satu alat tunggal.

3. Pompa insulin (Insulin Pump)Pompa insulin (insulin pump) diciptakan untuk mneyediakan
insulin secara berkesinambungan. Pompa harus disambungkan kepada pasien diabetes (melalui
suatu tabung dan jarum). Gula (Glucose) darah terkontrol dengan sangat baik dan sesuai dengan
kebutuhan.

Penyimpanan Insulin Eksogen

Bila belum dipakai :


Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti di lemari
pendingin, namun hindari freezer.
Bila sedang dipakai :
Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu, tetapi
janganlah terkena sinar matahari.
Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik
sampai 100 kai dari biasanya.
Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di lemari
pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan.

Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan gelap.

Efek samping penggunaan insulin

 Hipoglikemia
 Lipoatrofi
 Lipohipertrofi
 Alergi sistemik atau lokal
 Resistensi insulin
 Edema insulin
 Sepsis

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila
terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien
yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit
tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan
lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak
begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan
akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni.
Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.
Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan
sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat suntikan yang
terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung.

Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan
insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik,
penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi
ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem,
gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan
shock yang diakhiri kematian.

Interaksi

Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan,


kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin
menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini
perlu diperhitungkan dalam pengobatan insulin.
Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini
ditambahkan / dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol,
tetrasiklin), salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin
memperlihatkan efek hipoglikemik.
Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor ß,
obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin
terjadi dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin.

Suntik Agonis GLP-1/incretin mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan
DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang tidak
menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada
pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan
berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasanglukagon yang
diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti
memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini
antara lain rasa sebah dan muntah. (Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011)

3.9 Komplikasi Diabetes Mellitus

KOMPLIKASI METABOLIK AKUT


Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:
29
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga
terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan
mengalami hal berikut:
• Hiperglikemia
• Hiperketonemia
• Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan lipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ke¬tosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma
dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun
tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat
dilakukan sedini mungkin.
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)

B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)


Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba. Keadaan
ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu.
Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue),
dan pandangan kabur. Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak
menjadi parah. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti
gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung
lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis
diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat fatal dan
membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes
tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia
muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:
•Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
•Dehidrasi berat
•Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani.
Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah
pada HHNK tidak terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK :
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting
adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis
insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)


Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang.
Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea,
khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk,
memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita
lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia
sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering
timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa
perubahan pada tubuhnya.
Penyebab Hipoglikemia :
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan
2. Berat badan turun
3. Sesudah olah raga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi
hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari
hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.
Tanda-tanda Hipoglikemia
 Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
 Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug
sederhana.
 Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan,
berdebar-debar.
 Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.

Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun
suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan pada
puncak kerjanya, misalnya:
•Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
•Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
•P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan
akibat insulin sangat menonjol.

D. Komplikasi pada kulit penderita diabetes


1) Acanthosis Nigricans
Kondisi dimana area berwarna coklat terlihat pada axila, leher, selangkangan, terkadang juga
ditemukan di tangan, siku, dan lutut.Biasanya pada pasien yang obese.
2) Diabetic Dermopathy
Bentuknya seperti bintik- bintik yang terkadang di ragukan sebagai age spots.bintik – bintik
ini tidak terasa sakit, gatal atau pun terbuka
3) Reaksi Alegi
Dikarenaka respon dari obat, seperti insulin dan pil diabetes
4) Bullosis Diabeticorum ( Diabetic Blister)
Dapat terjadi di punggung jari, tangan, kaki. Sering dikaitkan dengan diabetic neuropathy.
Dapat hilang sendiri
5) Eruptive Xanthomatosis
31
KOMPLIKASI KRONIK JANGKA PANJANG
A. KOMPLIKASI MAKROVASKULAR
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah
penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan
penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi
makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan
komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi,
dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi
makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic
Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome.
Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka
pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk
pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya
selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus
dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan
gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain
sebagainya.

B. KOMPLIKASI MIKROVASKULAR
 Retinopati, catarak → penurunan penglihatan
 Nefropati → gagal ginjal
 Neuropati perifer → hilang rasa, malas bergerak
 Neuropati autonomik → hipertensi, gastroparesis
 Kelainan pada kaki → ulserasi, atropati

Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1. Hiperglikemia


yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan
dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada
pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi
mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi
hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat
terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko komplikasi
mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk perkembangan komplikasi
mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan diabetes. Satu-satunya cara yang
signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular
adalah dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan
menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan
monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi
mikrovaskular sampai 60%.

Memahami dan menjelaskan Retinopati


1. Definisi
Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati
progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan
atau perubahan penglihatan secara perlahan.
2. Klasifikasi

Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik1,8,9


Tahap Deskripsi
Tidak ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina. Penglihatan
retinopati normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema retina,
dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin berkurang;
mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan mungkin
terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi vasoproliferatif dari
retina yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru di lempeng
optik (NVD) atau di tempat lain pada retina (NVE). Penglihatan normal,
mengancam penglihatan.
Tahap Deskripsi
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam vitreus
atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel
pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan dengan
pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan berkurang, sering akut
dengan perdarahan vitreus; mengancam penglihatan.

Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi retinopati
diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam
retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular
dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.1
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1 Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,
. mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2 Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi
. vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau IRMA.
3 Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
. mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada
1 kuadran.
4 Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati non
. proliferative berat.

Retinopati Diabetik Proliferatif


1 Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal adanya
. neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah diskus tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular dimana saja di retina (NVE) tanpa
disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2 Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko
. sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina, b) ditemukan
pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah baru yang
tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼ daerah diskus, d) perdarahan vitreus.
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap adanya
pembuluh darah baru yang disertai perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling
sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

33
3. Epidemiologi
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa
jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9
juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The DiabCare
Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder
di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan
6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.
4. Etiologi
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
 Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
 Adanya komposisi darah abnormal
 Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin
 Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnyaterjadi
insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding
haemorhagic dengan udem perikapiler
 Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan
retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa
karena vitreus mengalami retraksi
 Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina
yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
 Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
 Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

5. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa
hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi
hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat
kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri.Terdapat
4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan
timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi
karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina,
lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan
suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan
tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol
yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake
mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi
enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf.Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat
menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase(sorbinil) yang bekerja
menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya
retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari
progresifisitas retinopati.
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat
peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari
glukosa.PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan
komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma,
sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis
growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks
ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding
vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga
lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga
akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 7
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses
tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling
sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis
growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel.
Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE
mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM
dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan
akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada
ekstrasel.

4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)


ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan
hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui
autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan
menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel. 3, 8
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi
pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf
di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang
cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan
penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan
kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina,
yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 2-4

35
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis
sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial
Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit
intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,
terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus
terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi
bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada
retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan.
6. Manifestasi Klinik

Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa:


• Kesulitan membaca
• Penglihatan kaburr
• Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
• Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
• Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:
• Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk
bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.
• Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
• Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya irreguler dan berkelok-kelok
• Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu irreguler,
kekuning-kunigan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini
dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
• Soft exudate yang sering dsebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna
putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
• Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan.
Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan irreguler. Mula-
mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal ke badan kaca.
Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina,
prdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
• Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga
sangat mengganggu tajam penglihatan.

Perbedaan antara NPDR dan PDR1,5,7,10


NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan Perdarahan intraretina (+)
intraretina (+)
Hard eksudat Hard eksudat (+)
(+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous Perdarahan Vitreous (+)
(-)
Pelepasan retina Pelepasan retina secara traksi (+)
secara traksi (-)

7. Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan
stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto funduskopi merupakan gold
standard bagi penyakit ini.Angiografi Fluoresens(FA) digunakan untuk menentukan jika
pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara
intravena dan kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.

8. Diagnosis banding

Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah


hipertensive retinopathy. Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik
perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.
Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan vaskuler retina
dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya dalam bentuk bercak dan titik
serta edema sirsinata, adanya edema retina dan gangguan fungsi makula serta vaskularisasi
retina dan badan kaca. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium lengkap, funduskopi dan
Angiografi fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati diabetik yang berbeda
dengan retinopati hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada
mikroaneurisma.Kelainan makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped,
sedangkan pada retinopati diabetik mengalami edema.Kapiler pada retinopati hipertensif
menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).

Gb. OCT pada Mata normal Gb. OCT pada Retinopati diabetic
9. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat
dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati
diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah
diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita
retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan
pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan
retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada pasien
hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya. 9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan

37
Umur Rekomendasi pemeriksaan Follow up rutin
onset pertama kali minimal
DM/keha
milan
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah Setiap tahun
diagnosis
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau
sesuai kebijakan
dokter mata

Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata mungkin
lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih sering karena
antisipasi kebutuhan untuk terapi.9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina


Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang Setiap tahun
sedikit
Retinopati Diabetik non Setiap 9 bulan
proliferatif ringan
Retinopati Diabetik non Setiap 6 bulan
proliferatif
Retinopati Diabetik non Setiap 4 bulan
proliferatif
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik Control
and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I
yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien
yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan
resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko
perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom
Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif
menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan
resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut
memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah
terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya
retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik, kontrol
glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan
menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control
hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan
penglihatan.

3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati
diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan
penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute
of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan
sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat
perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik
proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior.
Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran
visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular
dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan
retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah
retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.
2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah
cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering
dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

4. Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi baru-baru
ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi makula terkait usia.
Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari
neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan
bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi
patologis.Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah
pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh
karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra
vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan
versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra
vitreal dengan dosis 0,05 Ml.

5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity)
vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi
pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler.
Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan
vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami
perbaikan.1,2,8
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada pasien dengan
dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi
yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun)
dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes
tipe 1 secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga
menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional
pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.

10. Komplikasi
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.Neovaskularisasi
pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah
39
retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan
sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan
akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane
fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS)
sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi
sehingga timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada
penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika
dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar
25-42 % setelah tindakan vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-
23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang
menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain
dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar
mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan
akuos dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.Perdarahan vitreus
terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh
darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah
mengakibatkan perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-
hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle,
posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien biassanya
mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk secara jauh
akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan
vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak.
Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi
Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen
epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-
bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.

11. Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda
retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan
<140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati
diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.
12. Pencegahan
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7 menetapkan beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak
berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata
lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM di- tegakkan.
Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis
mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus
dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan
mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan
dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil
dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan
satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM
meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.

3.10 Prognosis Diabetes Melitus

Prognosis Diabetes Mellitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya
buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Mellitus tri II (Diabetes Mellitus III) yang terawatt
baik prognosisnya baik. Pada pasien Diabetes Mellitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan
koma hipog;lemik atau hiperosmolar, prognosisnya kurang baik. Hipoglikemik pada pasien usia
lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen.
Karena hiperosmolar adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka
kematiannya tinggi.

3.11 Pencegahan Diabetes Mellitus

A. Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang
berisiko untuk menjadi DM atau pada populasi umum. Merupakan yang paling sulit karena
sasaran adalah orang yang sehat. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat.

B. Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, dengan tes penyaringan terutama pada populasi
risiko tinggi. Pasien yang sebelumnya belum terdiagnosa akan tersedeksi dan dapat dicegah
komplikasinya. Syarat mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali
mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun, tekanan darah dan kadar lipid juga
harus normal.

C. Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi yang meliputi :
mencegah komplikasi, mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak gagal organ, dan
mencegah kecacatan tubuh.

LO 4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN CARA MENGHITUNG KEBUTUHAN


KALORI PADA PASIEN DIABETES MELITUS

Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa tubuh (IMT) dan rumus Broca.
Indeks massa tubuh ( IMT ) dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB ( Kg ) / TB ( M2 )
IMT Normal Wanita = 18.5 – 23.5
IMT Normal Pria = 22.5 – 25
41
BB kurang = < 18.5
BB lebih
Dengan resiko = 23.0- 24.9
Obes I = 2.5.0 - 29.9
Obes II = = 30.0

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI


Kalori Basal :
Laki-Laki : BB idaman ( kg ) X 30 kalori / kg = …………Kalori
Wanita : BB idaman ( kg ) X 25 kalori / kg = …………Kalori
Koreksi / Penyesuaian :
Umur > 40 tahun :-5% X Kalori basal = …………Kalori
Aktivitas Ringan : + 10 % X Kalori basal = ……………Kalori
Sedang : + 20 %
Berat : +30 %
BB Gemuk : - 20 % X Kalori basal = - / +…………Kalori
Lebih : -10 %
Kurang : 20 %
Stress metabolik :10 – 30 % X Kalori basal = + ……… Kalori
Hamil trimester I& II = + 300 Kalori
Hamiltrimester III / laktasi = + 500 Kalori
Total Kebutuhan = ……… Kalori

STANDAR DIET DIABETES MELITUS 1900 KAL


Protein- 64 gram Lemak- 51 gram Karbohidrat- 295,5 gram

Total kebutuhan bahan makanan sehari


Nasi 5 ½ penukar karbohidrat
Ayam tanpa kulit/ ikan 2 penukar hewani “”
Telur 1 penukar hewani *
Kacang tolo/ tempe/ tahu 3 penukar nabati
Sayuran A Sekehendak
Sayuran B 2 penukar sayuran
Buah 4 penukar buah
Minyak 6 penukar minyak

Bahan Berat URT Penukar (p) Contoh Menu


PAGI
Nasi 150 g 1 gls 1 ½ Nasi
Karbohidrat
Telur Ayam 55 g 1 butir 1 hewani * Telur dadar
Kacang tolo 20 g 2 sdm 1 nabati Tumis kacang
tolo
Sayuran A Sekehendak
Minyak 10 g 2 sdt 2 minyak Sup labu
kuning
SNACK PAGI
Buah 70 g 1 ptg sdg 1 buah Jus blewah
SIANG
Nasi 200 g 1 ½ gls 2 karbohidrat Nasi
Ayam tanpa 40 g 1 ptg sdg 1 hewani “” Ayam goreng
kulit
Tahu 110 g 1 bj besar 1 nabati Tahu masak
jamur
Sayuran B 100 g 1 gls 1 sayuran Tumis
kembang
Buah 110 g 1 ptg bsr 1 buah Kol
Minyak 10 g 2 sdt 2 minyak Pepaya
Keterangan:
“” Protein rendah lemak (2 g) *Protein lemak sedang (5 g) # Protein tinggi lemak (13 g)

LO 5. MAKANAN HALAL DAN BAIK MENURUT AGAMA ISLAM

‫ض فِي ِم َّما كلوا النَّاس أَيُّ َها يَا‬


ِ ‫طيِِّبًا َح ََل ًل أاْل َ أر‬
َ ‫ت تَت َّ ِبعوا َو َل‬
ِ ‫ان خط َوا‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش أي‬
َّ ‫مبِين َعدو لَك أم إِنَّه ال‬
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.(QS. 2:168)

‫ت‬ ‫ير َولَحأ م َوالدَّم أال َم أيت َة َعلَيأكم ح ِ ِّر َم أ‬


ِ ‫َللاِ ِلغَي ِأر أ ِه َّل َو َما أال ِخ أن ِز‬
َّ ‫َما ِإ َّل السَّبع أ َ َك َل َو َما َوالنَّ ِطي َحة َو أالمت ََر ِدِّيَة َو أال َم أوقوذَة َو أالم أن َخنِقَة ِب ِه‬
َّ َ
‫ب َعلى ذبِ َح َو َما ذكيأت أم‬ َ ُّ ‫أ‬ َ ‫أ‬ َ ‫أ‬ َ ‫أ‬
ِ ‫فِسأق ذ ِلك أم بِاْلزل ِم ت َ أستَقسِموا َوأن النص‬ َ
Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih,
yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang sempat kamu
sembelih dan (diharamkan juga bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah; itu adalah suatu kefasikan. (Q.S Al Ma'idah: 3)
Karena itu selain dari yang tersebut dalam ayat ini boleh dimakan, sedangkan bahirah dan
wasilah itu tidak tersebut di dalam ayat itu. Memang ada beberapa ulama berpendapat bahwa di
samping yang tersebut dalam ayat itu, adalagi yang diharamkan memakannya berdasarkan hadis
Rasulullah saw. seperti memakan binatang yang bertaring tajam atau bercakar kuat, tetapi
sebagian ulama berpendapat bahwa memakan binatang-binatang tersebut hanya makruh saja
hukumnya.
Allah menyuruh manusia memakan yang baik sedang makanan yang diharamkan oleh beberapa
kabilah yang ditetapkan menurut kemauan dan peraturan yang mereka buat sendiri halal
dimakan, karena Allah tidak mengharamkan makanan itu. Allah hanya mengharamkan
beberapa macam makanan tertentu sebagaimana tersebut dalam ayat 3 surat Al-Maidah dan
dalam ayat 173 surat kedua ini

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood. L.2004. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem


2. Murray, Robert K.,dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.
3. Guyton dan Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta: EGC.
4. PERKENI.2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia.
5. Sudoyo, aru. dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing
6. Gan S, Setiabudi R, Suyatna FD, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi, ed 4, Jakarta. Bagian
farmakologi FK UI.
7. http://indodiabetes.com/piramida-makanan-diabetes.html
8. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/2075036-diet-tepat-bagi-penderita-
diabetes/#ixzz27Kvc4pO3

43
9. http://mentoringku.wordpress.com/2012/07/15/pola-hidup-sehat-ala-rasulullah/
10. Sherwood. L.2004. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem
11. http://indodiabetes.com/piramida-makanan-diabetes.html
12. PERKENI.2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia.
13. Sudoyo, aru. dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing
14. Gan S, Setiabudi R, Suyatna FD, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi, ed 4, Jakarta. Bagian
farmakologi FK UI.
15. Ganong, W.F.. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed 22. Jakarta : EGC
16. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : EGC
17. Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
18. Sudoyo, Aru W. 2010. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing
19. Price, Sylvia Anderson (2005), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi
6,ab. Huriawati Hartanto, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai