Sasbel sk1 Blok Endokrin
Sasbel sk1 Blok Endokrin
1
LO 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI PANKREAS
1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis anatomi pancreas
Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri
atas. Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang ± 25 cm, dan
berat 120 g. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di
belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi
dalam caput, collum, corpus, cauda.
Pancreas dapat dibagi dalam:
Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagiancekung duodenum.
Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san venamesenterica superior serta
dinamakan Processus Uncinatus.
Collum Pancreatis, merupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput
dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak didepan pangkal vena portae hepatis dan
tempat dipercabangkannya arteriamesenterica superior dari aorta.
Corpus Pancreatis, berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
Cauda Pancreatis, berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis danmengadakan
hubungan dengan hilum lienale.
Ductus Pancreaticus
Ductus Pancreaticus Mayor (WIRSUNGI)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang
pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar
pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor
Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus
choledochus.
Ductus Pancreaticus Minor (SANTORINI)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke
duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.
Hubungan
Ke anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum,
bursa omentalis, dan gaster.
Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis,
vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra,
glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.
Vaskularisasi
Arteriae
a. pancreaticoduodenalis superior (cabang a. gastroduodenalis )
a. pancreaticoduodenalis inferior (cabang a. mesenterica cranialis)
a. pancreatica magna, a.pancretica caudalis dan inferior (cabang a. lienalis)
Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.
Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya
mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci dan mesenterica superiores.
Persyarafan
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan
sekret yang mengandung enzim-enzim yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat.
Bagian endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan
glukagon yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Ada 2 bagian :
Bagian exokrinMerupakan kel acinosa complex Didalam lumen kadang-kadang terdapat sel
gepeng (sel centroacinar)
Bagian endokrin
• Disusun oleh sel-sel khusus yang berkelompok dalam suatu daerah tertentu yang kaya
pembuluh darah disebut pulau-pulau Langerhans
3
• Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat
• Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra
• Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel α, β, δ dan c/PP.
Sel α
• 20% populasi sel
• Mensekresi glukagon
• Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer
Sel β
• 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
• Mensekresi insulin
• Granula lebih kecil (200 μm)
Sel δ
• Sel paling besar, 5% dari populasi
• Granula mirip sel α, tapi kurang padat
• Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan hormon
pulau Langerhans yang lain (parakrin)
Sel C/sel PP
• Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama dengan
sel β, dengan sedikit atau tanpa granula.
• Mensekresi polipeptida pankreas
Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai A dan rantai B. Rantai A
terdiri dari 21 asam amino, rantai B terdiri dari 30 asam amino. Kedua rantai trsebut
dihubungkan oleh jembatan disulfida, yaitu pada A7 dengan B7 dan pada A20 dengan B19.
Ada pula jembatan disulfida intra rantai pada rantai A yaitu pada A6 dan A11. Posisi ketiga
jembatan tersebut selalu tetap. Kadang terjadi substitusi asam amino terutama pada rantai A
posisi 8, 9, 10 namun tidak mempengaruhi bioaktivitas rangkaian tesebut.
5
Sel-sel beta pancreas mempunyai sejumlah besar pengangkut glukosa (GLUT-2) yang
memungkinkan terjadinya ambilan glukosa dengan kecepatan yang sebanding dengan nilai
kisaran fisiologis konsentrasi glukosa dalam darah. Begitu berada di dalam sel, glukosa akan
terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Langkah ini menjadi penentu
kecepatan metabolisme glukosa di sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk
mendeteksi glukosa dna menyesuaikan jumlah insulin yang disekresikan dengan kadar glukosa
darah. Glukosa-6fosfatase selanjutnya dioksidasi untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP)
yang menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel.
Penutupan kanal kalium akan mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan
membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang sensitive terhadap perubahan voltase
membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium yang merangsang
penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke dalam
cairan ekstrasel melalui eksositosis
Sekresi insulin diatur tidak hanya oleh konsentrasi glukossa darah, tapi oleh asam
amino dan factor-faktor lain.
Terjadi penutupan maka pengeluaran ion K ke luar sel menjadi terhambat dan
menyebabkan depolarisasi membran sel (karena perubahan muatan yang disebabkan
oleh jumlah ion yang keluar masuk sel melewati membran sel) yang diikuti oleh pembukaan
Cachannel. Pembukaan Ca channel menyebabkan ion Ca masuk ke dalam sel dan meningkatkan
kadar ion Ca dalam sel. Kadar ion Ca dalam sel yang tinggi (dengan mekanisme yang
masih belum diketahui) merupakan suasana yang diperlukan oleh sel beta pankreas
untuk mensekresikan insulin. Insulin kemudian disekresikan ke dalam darah dan melakukan
fungsi fisiologisnya.
• Asam amino: yang berpengaruh kuat adalah arginin dn lisin. Pemberian asam amino
dilakukan sewaktu tidak ada peningkatan kadar glukosa darah, hanya menyebabkan
sekresi insulin sedikit. Akan tetapi, bila pemberian itu dilakukan padasaat trjadi
peningkatan glukosa darah, sekresi insulin yang diinduksi oleh glukosa dapat berlipat
ganda pada saat ada kelebihan asam amino.jadi, asam amino itu sangat memperkuat rangsangan
glukosa terhadap sekresi insulin.
• Hormone gastrointestinal: beberapa yang penting:gastrin,sekretin, kolesistokinin, dan peptide
penghambat asam lambung. Akan meningkatkan sekresi insulin dalam jumlah cukup bnayk.
• Hormone-hormon lain:glucagon, hormone pertumbuhan, kortisol, dan yang lebih lemah
adalah progesterone dan estrogen. Maanfaat efek perangsangan dari hormone-hormon
ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah satu jenis hormone ini dalam
jumlah besar kadang-kadang dapat mengakibatkan pulau langerhans menjadi kelelahan
dan akibatnya timbul diabetes.
• Pada beberapa keadaan, perangsangan saraf parasimpatis atau simpatis terhadap pancreas
juga meningkatkan sekresi insulin.
Peran insulin (dan hormone lain) dalam “pengalihan” antara metbolisme KH dan lemak. Salah
satu peran fungsional yang paling penting dari insulin adalah untuk mengatur kedua jenis (KH
dan lemak) mana yang akan dipergunaakan oleh sel-sel sbg sumber energynya dari waktu ke
waktu.
Empat macam hormone yang punya peran dalam mekanisme pengalihan ini:
1. Hormone pertumbuhan, yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis anterior
2. Hormone kortisol, yang dikeluarkan oleh korteks adrenal
3. Hormone epinefrin, yang dikeluarkan oleh medulla adrenal
4. Hormone glucagon, yang dikeluarkan oleh sel-sel alfa pulau langerhans
dalam pancreas.
H. Pertumbuhan dan kortisol merupakan respon terhadap timbulnya keadaan
hipoglikemia, dan kedua hormone ini menghambat pemakaian glukosa dalam sel, sambil
meningkatkan pemakaian lemak. Akan tetapi, efek kedua hormone ini sangat lambat dan
biaasanya membutuhkan waktu berjam-jam untuk mencapai kadar maksimum.
H. epinefrin secara khusus berguna untuk meningkatkan konsentrasi glukosa dalam plasma
sewaktu stress yakni bila system saraf simpatis dirangsang.
7
Insulin memilik 4 efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan menigkatkan
penyimpanan karbohidrat :
Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel. Beberapa jaringan yang tidak
bergantung pada insulin untuk meyerap glukosa yaitu otak,otot yang aktif dan hati
Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik di otot maupun
dihati
Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan
menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan
menurunkan penguraian glukosa dalam hati
Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis,
perubahan asam amino menjadi glukosa di hati.
Insulin menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan meningkatkan penyerapan glukosa
dari darah untuk digunakan dan disimpan oleh sel. secara simultan menghambat mekanisme
yang digunakan oleh hati untuk mengeluarkan glukosa baru dalam darah. Insulin adalah
satu satunya hormon yang menurunkan kadar glukosa darah.
Proses pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi darah :
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan
sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut.
Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi
9
proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme
kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan
dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada
mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4
inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya
mengalami metabolism. Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain
diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin
yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh
terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya
diabetes tipe 2.
a. Sintesis insulin
Insulin merupakan hormone yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh
beta kelenjar pancreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintetis kemudian diekskresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan
regulasi glukosa darah.
Insulin disintesis sebagai suatu preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan
merupakan prototype untuk peptide yang diproses dari molekul prekusor yang lebih besar.
Angkaian pemandu yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul
tersebut ke dalam sisterna reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini
menghasilkan proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang
diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang sempurna. Penyusunan proinsulin,
yang dimulai dari bagian terminal amino, adalah rantai B – peptide C penghubung rantai A.
molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide tapak- spesifik sehingga
terbentuk insulin yang matur dan peptide C dalam jumlah yang seimbang dan disekresikan
dari granul sekretorik pada sel beta pancreas.
Glucose Ca2+
K+ channel Channel Insulin
GLUT-2 shut
Release
Opens
Glucose K+
↑↑
Glucose-6-phosphate Insulin + C peptide
Depolarization Cleavage
of membrane enzymes
ATP Proinsulin
Glucose signaling
preproinsulin
Preproinsulin
B. cell Insulin Synthesis
c. Aksi insulin
Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh
terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi
glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis
reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan
antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses
regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja
yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam
meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada
mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah
yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami
metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain
diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang
berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap
insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme
glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai
kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan
hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa
darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal
dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini
berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala
jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap
mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin
tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.
11
1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa
meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6.
kembali kesuasana semula.
Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah kedalam otot dan
jaringan lain, efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan
menghasilkan bahan pembangun untuk sistesis protein didalam sel
Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino kedalam protein
dengan merangsang perangkat pembuat protein didalam sel
Insulin menghambat penguraian protein
Akibat kolektif efek ini adalah efek anabolik protein . karena itu, insulin esensial bagi
pertumbuhan normal
Biokimia insulin
Insulin adalah hormone yang disekresi oleh sel-sel beta pancreas dan merupakan polipeptida
yang terdiri atas dua rantai, yaitu rantai A dan B., yang saling dihubungkan oleh dua jembatan
disulfide antar-rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19. Jembatan disulfide intra-
rantai yang ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 pada rantai A. Lokasi ketiga jembatan
disulfide ini selalu tetap dan rantai A serta B masinbg-masing mempunyai 21 dan 30 asam amino
pada sebagian besar spesies.
Insulin disintesis sebagai preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan
prototype untuk peptide yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar. Rangkaian pre-
yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna
reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin
dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan
jembatan disulfide yang sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide
yang tapak-spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dengan jumlah
ekuimolar.
4. Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada waktu
kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya
toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga.
3. 4. Etiologi
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
LO 3.5. Patofisiologi
Diabetes tipe 2
Anamnesis
Gejala yang timbul
Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan hasil
pemeriksaan khusus yang terkait DM
Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis
dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta
kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan
program latihan jasmani
Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hyperosmolar hiperglikemia, dan
hipoglikemia)
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran
pencernaan, dll.)
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat
penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk
mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI),untuk
mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi
Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung
Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipelain
Pemeriksaan Penunjang
Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
HbA1C
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
Foto sinar-X dada
19
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif
dan spesiik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam
praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Kadar HBA1c 6,5% atau lebih tinggi ; pemerisaan harus dilakukan pada lab dengan sertifikat
National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP) dan distandarisasi atau disetujui
oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) reference assay
DIAGNOSIS BANDING
A. Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadi sebagai reaksi
non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehingga terjadi peningkatan glukosa
darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa
sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai
peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini
adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan
biokimiawi multiple yang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).
B. Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah
satu dari tersebut dibawah ini :
Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya
disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada
pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199
mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat Diabetes
Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula darah setelah
makan tidak normal, atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.
Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut GPT
jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau berkisar
100-125 mg/dL.
C. Pancreatitis
LO 3.8 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Non-Farmakoterapi
A. Edukasi
DM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Timkes
mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan
glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan
kepada pasien.
C. Latihan jasmani
Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan
atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.
Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu
dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90
menit/minggu dengan latihan aerobic berat (mencapai denyutjantung>70% maksimal). Latihan
jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.
Farmakoterapi
Obat hipoglikemik oral (OHO)
21
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
Penghambat glukoneogenesis (metformin)
Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
DPP-IV inhibitor
23
Glikazida Mempunyai efek hipoglikemik
Contoh Sediaan: sedangsehingga tidak begitu sering
Diamicron (Darya Varia) menyebabkanefek hipoglikemik.
Glibet (Dankos) Mempunyai efek antiagregasi trombosit
Glicab (Tempo Scan Pacific) yang lebih poten. Dapatdiberikan pada
Glidabet (Kalbe Farma) penderita gangguan fungsihati dan ginjal
Glikatab (Rocella Lab) yang ringan
Glucodex (Dexa Medica)
Glumeco (Mecosin)
Gored (Bernofarm)
Linodiab (Pyridam)
Nufamicron (Nufarindo)
Pedab (Otto)
Tiaglip (Tunggal IA)
Xepabet (Metiska Farma)
Zibet (Meprofarm)
Zumadiac (Prima Hexal)
25
Pioglitazone Mempunyai efek menurunkan resistensi
Contoh Sediaan: insulin dengan meningkatkan jumlah
Actos (Takeda Chemicals Industries Ltd) protein transporter glukosa, sehingga
meningkatkan uptake glukosa di sel-sel
jaringan perifer. Obat ini dimetabolisme di
hepar. Obat ini tidak boleh diberikan pada
pasien gagal jantung karena dapat
memperberat edema dan juga pada
gangguan fungsi hati. Saat ini tidak
digunakan sebagai obat tunggal.
Terapi Insulin
1.Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang
Tidak terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
3.Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini
mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40
27
Kerja sedang
NPH Fosfat 1-2 6-12 18-24 Regular
(isophan) Asetat 1-2 6-12 18-24 Senilente
Lente
Kerja
panjang Fosfat 4-6 14-20 24-36 Regular
Protamin asetat 4-6 16-18 20-36
zinc - 2-5 5-24 18-24
Ultralente
Glargin
1. Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan, mudah pecah dan sering
menjadi kurang akurat.Siring yang terbaik adalah siring yang terbuat dari plastik sekali pakai.
Walaupun banyak pasien diabetes yang menggunakan lebih dari sekali pakai, sangat disarankan
hanya dipakai sekali saja setelah itu dibuang.
2. Pena insulin (Insulin Pen)Siring biasanya tertalu merepotkan dan kebanyakan pasien diabetes
lebih suka menggunakan pena insulin. Alat ini praktis, mudah dan menyenangkan karena nyaris
tidak menimbulkan nyeri. Alat ini menggabungkan semua fungsi didalam satu alat tunggal.
3. Pompa insulin (Insulin Pump)Pompa insulin (insulin pump) diciptakan untuk mneyediakan
insulin secara berkesinambungan. Pompa harus disambungkan kepada pasien diabetes (melalui
suatu tabung dan jarum). Gula (Glucose) darah terkontrol dengan sangat baik dan sesuai dengan
kebutuhan.
Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan gelap.
Hipoglikemia
Lipoatrofi
Lipohipertrofi
Alergi sistemik atau lokal
Resistensi insulin
Edema insulin
Sepsis
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila
terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien
yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit
tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan
lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak
begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan
akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni.
Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.
Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan
sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat suntikan yang
terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung.
Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan
insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik,
penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi
ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem,
gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan
shock yang diakhiri kematian.
Interaksi
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun
suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan pada
puncak kerjanya, misalnya:
•Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
•Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
•P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan
akibat insulin sangat menonjol.
B. KOMPLIKASI MIKROVASKULAR
Retinopati, catarak → penurunan penglihatan
Nefropati → gagal ginjal
Neuropati perifer → hilang rasa, malas bergerak
Neuropati autonomik → hipertensi, gastroparesis
Kelainan pada kaki → ulserasi, atropati
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi retinopati
diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam
retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular
dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.1
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1 Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,
. mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2 Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi
. vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau IRMA.
3 Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
. mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada
1 kuadran.
4 Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati non
. proliferative berat.
33
3. Epidemiologi
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa
jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9
juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The DiabCare
Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder
di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan
6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.
4. Etiologi
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnyaterjadi
insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding
haemorhagic dengan udem perikapiler
Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan
retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa
karena vitreus mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina
yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes
5. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa
hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi
hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat
kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri.Terdapat
4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan
timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi
karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina,
lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan
suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan
tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol
yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake
mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi
enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf.Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat
menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase(sorbinil) yang bekerja
menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya
retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari
progresifisitas retinopati.
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat
peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari
glukosa.PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan
komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma,
sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis
growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks
ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding
vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga
lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga
akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 7
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses
tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling
sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis
growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel.
Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE
mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM
dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan
akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada
ekstrasel.
35
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis
sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial
Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit
intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,
terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus
terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi
bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada
retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan.
6. Manifestasi Klinik
7. Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan
stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto funduskopi merupakan gold
standard bagi penyakit ini.Angiografi Fluoresens(FA) digunakan untuk menentukan jika
pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara
intravena dan kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.
8. Diagnosis banding
Gb. OCT pada Mata normal Gb. OCT pada Retinopati diabetic
9. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat
dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati
diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah
diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita
retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan
pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan
retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada pasien
hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya. 9
37
Umur Rekomendasi pemeriksaan Follow up rutin
onset pertama kali minimal
DM/keha
milan
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah Setiap tahun
diagnosis
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau
sesuai kebijakan
dokter mata
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata mungkin
lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih sering karena
antisipasi kebutuhan untuk terapi.9
3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati
diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan
penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute
of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan
sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat
perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik
proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior.
Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran
visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular
dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan
retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah
retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.
2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah
cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering
dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity)
vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi
pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler.
Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan
vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami
perbaikan.1,2,8
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada pasien dengan
dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi
yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun)
dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes
tipe 1 secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga
menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional
pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.
10. Komplikasi
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.Neovaskularisasi
pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah
39
retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan
sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan
akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane
fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS)
sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi
sehingga timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada
penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika
dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar
25-42 % setelah tindakan vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-
23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang
menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain
dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar
mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan
akuos dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.Perdarahan vitreus
terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh
darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah
mengakibatkan perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-
hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle,
posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien biassanya
mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk secara jauh
akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan
vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak.
Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi
Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen
epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-
bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.
11. Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda
retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan
<140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati
diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.
12. Pencegahan
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7 menetapkan beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak
berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata
lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM di- tegakkan.
Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis
mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus
dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan
mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan
dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil
dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan
satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM
meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.
Prognosis Diabetes Mellitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya
buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Mellitus tri II (Diabetes Mellitus III) yang terawatt
baik prognosisnya baik. Pada pasien Diabetes Mellitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan
koma hipog;lemik atau hiperosmolar, prognosisnya kurang baik. Hipoglikemik pada pasien usia
lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen.
Karena hiperosmolar adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka
kematiannya tinggi.
A. Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang
berisiko untuk menjadi DM atau pada populasi umum. Merupakan yang paling sulit karena
sasaran adalah orang yang sehat. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat.
B. Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, dengan tes penyaringan terutama pada populasi
risiko tinggi. Pasien yang sebelumnya belum terdiagnosa akan tersedeksi dan dapat dicegah
komplikasinya. Syarat mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali
mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun, tekanan darah dan kadar lipid juga
harus normal.
C. Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi yang meliputi :
mencegah komplikasi, mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak gagal organ, dan
mencegah kecacatan tubuh.
Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa tubuh (IMT) dan rumus Broca.
Indeks massa tubuh ( IMT ) dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB ( Kg ) / TB ( M2 )
IMT Normal Wanita = 18.5 – 23.5
IMT Normal Pria = 22.5 – 25
41
BB kurang = < 18.5
BB lebih
Dengan resiko = 23.0- 24.9
Obes I = 2.5.0 - 29.9
Obes II = = 30.0
DAFTAR PUSTAKA
43
9. http://mentoringku.wordpress.com/2012/07/15/pola-hidup-sehat-ala-rasulullah/
10. Sherwood. L.2004. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem
11. http://indodiabetes.com/piramida-makanan-diabetes.html
12. PERKENI.2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia.
13. Sudoyo, aru. dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing
14. Gan S, Setiabudi R, Suyatna FD, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi, ed 4, Jakarta. Bagian
farmakologi FK UI.
15. Ganong, W.F.. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed 22. Jakarta : EGC
16. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : EGC
17. Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
18. Sudoyo, Aru W. 2010. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing
19. Price, Sylvia Anderson (2005), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi
6,ab. Huriawati Hartanto, Jakarta, EGC.