Sejarah Manusia Purba
Sejarah Manusia Purba
Sebelum kita beranjak pada asal-usul manusia purba, hendaknya kita mengetahui apa itu
manusia purba? Manusia purba adalah manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah).
Banyak bukti-bukti otentik yang menguatkan keberadaan manusia purba khususnya Indonesia,
mulai dari fosil, ukiran, alat-alat rumah tangga, dan sebagainya. Telah banyak kita lihat para
peneliti yang berhasil menemukan fosil-fosil manusia purba di dataran Indonesia terutama di
pulau Jawa.
Organisme seperti manusia, hewan, dan tumbuhan yang telah lama mati kemudian tertimbun
tanah dan menjadi batu disebut sebagai fosil. Sedangkan kebudayaan ataupun alat-alat
pendukung kehidupan masa lampau yang terbuat dari barang sederhana seperti tulang, kulit,
batu, gigi disebut sebagai artefak.
Artikel terkait:
1. Dilluvium Bawah
Lapisan ini merupakan lapisan tertua, terdapat 3 jenis fosil manusia purba di dalamnya, yaitu:
Meganthropus Palaeojavanicus, adalah fosil tertua atau banyak yang menyebutnya sebagai
manusia purba pertama, fosil ini ditemukan di daerah Sangiran.
Pithecanthropus Dubius, adalah fosil yang belum jelas apakah fosil manusia atau kera, oleh
sebab itu fosil ini diberi nama Pithecanthropus Dubius yang berarti manusia kera yang
meragukan. Fosil ini didapati di daerah Sangiran juga.
Pithecanthropus Robustus atau Plthecanthropus Mojokertensis adalah fosil yang juga di temukan
di daerah Sangiran. Seorang sarjana Weidenreich memberi nama fosil tersebut Pithecanthropus
Robustus, sedangkan seorang penemu bernama Von Koenigswald menamai fosil tersebut
Plthecanthropus Mojokertensis sebab ia mengatakan bahwa ia pertama kali menemukan fosil
tersebut di dataran Mojokerto.
2. Dilluvium Tengah
Dr. Eugene Dubois merupakan tokoh yang menemukan fosil jenis ini, ia mengatakan bahwa
pada masa ini manusia purba telah mampu berdiri dengan tegak, oleh karena itu ia menamainya
Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera yang berjalan dengan tegak.
3. Dilluvium Atas
Di lapisan ini ditemukan fosil manusia purba termuda yang ditemukan di Ngandong, kemudian
diberi nama Homo Soloensis. Sedangkan fosil manusia purba yang ditemukan di Wajak
(Tulungagung) dalam jenis yang sama diberi nama Homo Wajakensis.
Artikel terkait:
Kebudayaan daerah Pacitan, peralatan hasil kebudayaan Pacitan tergolong sangat sederhana,
bahan yang digunakan pun hanya batu dengan pembuatan yang sederhana seperti kapak
genggam.
Kebudayaan Ngandong, di Ngandong ternyata telah melakukan sedikit perkembangan dengan
tidak hanya menggunakan kapak genggam dari batu, namun juga mulai menggunakan tulang.
Penggunaan tulang berfungsi untuk penusuk dan pengorek tanah untuk mengambil ubi dan
keladi. Homo Soloensis dan Homo Wajakensis diperkiran sebagai pemilik kebudayaan ini pada
masa Dilluvium Atas.
Pola Hidup Manusia Purba Indonesia
Pola hidup manusia purba dapat kita ketahui dengan menilai peralatan yang digunakan pada
masa itu. Berdasarkan penelitian atas fosil-fosil tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.
Manusia purba belum mengenal yang namanya bercocok tanam atau dunia agraris. Mereka
memperoleh makanan langsung dari alam, baik dengan jalan berburu, mengambil buah-buahan
yang ada, dan sebagainya.
Manusia purba masih tinggal secara nomaden atau tinggal dengan berpindah-pindah baik secara
berkelompok ataupun sendiri-sendiri.
Masa Homo Sapiens
Homo sapiens berarti manusia yang cerdik. Jenis ini termasuk pada masa alluvium atau yang
disebut Holden. Homo sapiens telah ada sejak ± 20 ribu tahun yang lalu, homo sapiens diduga
sebagai nenek moyang manusia yang sekarang ini. Berbeda dengan manusia purba, ternyata
homo sapiens di Indonesia lebih maju dari mereka dari sisi kebudayaan. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan cara tinggal mereka yang mulai menetap serta mulai bercocok tanam. Masa
ini disebut dengan masa mesolothicum atau masa batu tengah (mesos= tengah, lithos= batu)
Manusia homo sapiens yang tinggal di daerah pantai mendiami rumah panggung dan mereka
umumnya sangat suka makan keran.. Sedangkan yang tinggal di daerah pedalaman hidup di
dalam gua. Hal itu dapat kita ketahui dari adanya kyokkenmoddinger yang ada di Sumatera
Timur serta beberapa lukisan dan ukiran yang ada dalam gua-gua daerah Sulawesi Selatan.
Kyokkenmoddinger adalah tumpukan atau gunungan kulit kerang. Tampaknya orang-orang yang
tinggal di rumah panggung sangat menyukai kerang, setelah memakan isinya, mereka membuang
kulitnya ke bawah rumah mereka hingga menjadi seperti gunungan kulit kerang. Manusia purba
dan Homo sapiens memiliki beberapa perbedaan, berikut perbedaannya.
1. Volume ruang otak manusia purba lebih kecil dibanding homo sapiens, sehingga dapat
disimpulkan bahwa otak mereka lebih kecil.
2. Manusia purba memiliki tulang rahang bawah yang lurus ke belakang atau dapat dikatakan
mereka tidak berdagu.
3. Manusia purba memiliki tulang kering yang lebih menonjol ke depan.
4. Manusia purba memiliki tulang rahang yang besar dan lebih kuat serta gigi-gigi mereka yang
kuat.
Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Kem dan Heine Geldem merupakan sejarawan yang berpendapat bahwasanya nenek moyang
Indonesia berasal dari dataran Asia. Pada awalnya nenek moyang kita berada di daerah Yunan,
China Selatan. Kemudian berpindah lagi ke daerah selatan (daerah Vietnam). Proses perpindahan
tersebut diduga terjadi pada tahun 1500 SM sampai dengan 500 SM, perpindahan tersebut terus
menuju pada pulau-pulau daratan Asia bagian selatan. Mereka yang mendiami Asia bagian
selatan umumnya disebut Austronesia (Austro= selatan, nesos= pulau). Bangsa Austronesia yang
mendiami Indonesia disebut bangsa Melayu, mereka dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Manusia purba Indonesia sudah melakukan teknik pembuatan barang pecah belah yang terbuat
dari logam dan besi.
2. Mereka telah mengenal teknik penenunan kain, hal itu dapat dilihat dari banyaknya barang pecah
belah yang dilapisi kain.
3. Mereka yang hidup di daerah pesisir telah bisa membuat perahu dalam membantu kegiatan
sehari-hari.
4. Mereka sudah mampu membuat peralatan kesenian seperti hiasan yang terbuat dari batu,
perunggu, ataupun manik-manik. Nekara yang mereka buat pun terdapat ukiran serta lukisan
gajah, perahu, merak, dan sebagainya.
Pola Kepercayaan
Agama atau kepercayaan yang dianut oleh nenek moyang kita terbagi pada dua jenis, yakni
Dinamisme dan Animisme.
Dinamisme merupakan kepercayaan yang menganggap bahwasanya setiap makhluk hidup dan
benda mati memiliki kekuatan gaib.
Animisme merupakan kepercayaan yang menganggap bahwasanya setiap makhluk hidup dan
benda mati adalah dewa atau tuhan.