Anda di halaman 1dari 3

Kisah Dewi Nagagini – Inspirasi

Ular Nagini Di Novel Harry Potter


By
 Storyteller

Baru-baru ini JK Rowling penulis novel Harry Potter, mengunggah status di


Twitter nya yang cukup menghebohkan, Ia menanggapi cuitan fans nya
tentang pemilihan artis korea yang memerankan tokoh Nagini dalam
film Fantastic Beast 2.

“Naga merupakan makhluk mistik mirip


ular dari mitologi Indonesia, oleh karena itu namanya Nagini. Mereka
digambarkan sebagai makhluk bersayap setengah manusia, setengah ular,”
Tulis JK Rowling.

Lalu dari mitos apakah Nagini diambil? Salah satu yang terdekat adalah
kisah Dewi Nagagini dalam cerita perwayangan jawa.   Nagagini
adalah puteri Sang Hyang Antaboga, seorang Dewa ular, yang bertahta di
Saptapratala atau bumi lapis yang ke tujuh.

Dewi Nagagini berparas cantik jelita, namun karena keturunan Dewa Ular,
pada saat-saat tertentu, terutama ketika dipenuhi amarah, Ia berubah
menjadi sosok ular yang sangat menyeramkan.

Pada suatu waktu di Sapatapratala atau bumi lapis yang ketujuh Hyang
Antaboga sedang duduk dihadap Dewi Nagagini.

Dewi Nagagini melapor kepada ayahandanya bahwa tadi malam ia bermimpi


bertemu dengan satria besar tinggi berwajah tampan dan berkulit kuning
bernama Raden Bratasena. Ia minta dicarikan satria tersebut sampai dapat.
Hyang antaboga menyanggupi dan Iapun segera berangkat.

Baca Juga:
 Legenda Manusia Harimau Dari Cindaku hingga Prabu Siliwangi
 Legenda Asal Mula Batu Raden
 4 Contoh Cerita Rakyat Dari Jawa Barat
 Legenda Asal Usul Kawah Sikidang Dieng
Pada waktu itu Pandawa masih mengikuti binatang garangan putih yang
menjadi penunjuk jalan Pandawa. Akan tetapi Binatang garangan itu berlari
kencang dan tiba-tiba hilang.
Pandawa kebingungan dan berhenti berjalan untuk sementara sambil
memikirkan jalan keluar.
Tiba-tiba tampak didepan mereka Dewa Hyang Antaboga.

Setelah mereka berkenalan mereka dipersilahkan turun ke Saptapratala.

Pandawa dijamu oleh Hyang Antaboga dan diperkenalkan kepada putri


Hyang Antaboga yaitu Dewi Nagagini.

Mata Nagagini berbinar-binar melihat Bima. Pemuda di hadapannya yang


pernah melintas di dalam mimpi tersebut benar-benar istimewa.

Di dalam darahnya telah mengalir Tirta Rasakundha, sebuah daya kekuatan


yang hanya dimiliki oleh bangsa Naga.

Tirta Rasakundha ibarat benang merah yang menghubungkan naluri mereka,


maka pantas saja ada getaran khusus di antara kedua hati yang saling
menyenangkan, membahagiakan dan menentramkan.

Nagagini semakin percaya bahwasannya pertemuan ini telah diatur oleh


Sang Hyang Widiwasa. Betapa indahnya hari itu. Saat mereka untuk
pertamakali saling bertemu, saling mengenal dan terutama saling berbagi
cinta, cinta antara pria dan wanita yang baru pertama kali ini bersemi,
bahkan bersemi dengan cepat.
Hyang Antaboga berterus terang ingin menjodohkan anaknya Dewi Nagagini
dengan Bima. Raden Bratasena/Bima menyatakan bersedia, maka
dinikahkanlah Bratasena dengan Dewi Nagagini.

Kedua Pengantin ini hidup rukun. Kelak mereka akan dianugerahi seorang
putera bernama Raden Antareja.

Pada saat Malam pengantin, pada saat Raden Bratasena dan Dewi Nagagini
berada di kamar pengantin yang disebut “Pasamiran” cara Bratasena
merayu istrinya lain daripada yang lain. Istrinya yang bertubuh kecil sangat
cantik itu diontang-antingkan seperti barang akan dilempar.
Inang pengasuh Dewi Nagagini yang melihat kejadian ini segera melapor
kepada Hyang Antaboga.

Hyang Antaboga terkejut, tidak mengira kalau Raden Bratasena berperangai


kasar kepada istrinya dan segera merubah dirinya menjadi ular naga dan
memasuki kamar “Pasamiran”, Namun disana dia mendapatkan anaknya
Dewi Nagagini sedang dipangku dengan mesranya oleh Suaminya.

Dewi Nagagini yang tahu bahwa ular naga itu adalah ayahnya bertanya
mengapa ayahnya memasuki pasamiran. Ular naga itu menjelaskan tentang
laporan yang diterimanya dari inang pengasuh Dewi Nagagini.

Dewi Nagagini dengan tersipu-sipu menjelaskan bahwa ia merasa nikmat


sekali diayun-ayun oleh suaminya dengan cara diontang-antingkan itu.

Dewa Hyang Antaboga yang sangat menyayangi anaknya itupun akhirnya


mundur dan merubah rupa kembali menjadi manusia. Ia mengelus dada dan
tersenyum memikirkan ulah anak-anak muda jaman sekarang.

Setelah beberapa waktu tinggal di Saptapratala, Dewi Kunti dan putra-


putranya meminta diri. Hyang Antaboga mengijinkan.

Rombongan Pandawa dan Punakawan Semar Gareng Petruk dan Bagong itu
segera kembali ke permukaan bumi melalui sumur Jalatunda.

Anda mungkin juga menyukai