Anda di halaman 1dari 11

PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS WILAYAH

DESA KAUMAN KECAMATAN KARANGREJO


PROPINSI JAWA TIMUR
Oleh :

Bilal Ma’ruf(1), Sumaryo(1), Gondang Riyadi(1), Kelmindo Andwidono Wibowo(2)


(1)
Dosen Jurusan Teknik Geodesi FT UGM
(2)
Alumni Jurusan Teknik Geodesi FT UGM
Email : bilalmaruf@yahoo.com

ABSTRAK

Menurut Permendagri Nomor 27 Tahun 2006, desa didefinisikan sebagai kesatuan


masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah. Batas-batas wilayah ini bagi desa
mempunyai peran penting sebagai batas wilayah yurisdiksi pemisah wilayah penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan suatu desa. Oleh karena itu, kegiatan penetapan
dan penegasan batas desa perlu dilakukan untuk memberikan kepastian hukum terhadap batas-
batas desa. Desa Kauman, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Propinsi Jawa Timur
merupakan desa yang mempunyai permasalahan perbatasan yang menarik untuk ditetapkan dan
ditegaskan batas-batas wilayahnya dengan segera. Hal ini dikarenakan Desa Kauman terdiri dari
dua wilayah yang terpisah, satu wilayah di bagian sebelah barat (Kauman Barat) dan lainnya
berada di sebelah timur (Kauman Timur). Selain itu, segmen-segmen batas yang memisahkan
Desa Kauman dengan desa tetangga cukup kompleks.
Secara garis besar penetapan dan penegasan batas Desa Kauman dilakukan melalui
tahap, yaitu penetapan batas desa dan penegasan batas desa. Penetapan batas desa dilakukan
melalui serangkaian tahapan penelitian dokumen batas, penentuan peta dasar, dan delineasi
garis batas secara kartometrik di atas peta dasar. Penegasan batas desa dilakukan melalui
tahapan penentuan dokumen penetapan batas, pelacakan garis batas, pemasangan pilar batas,
pengukuran batas dan pilar batas, penentuan koordinat titik-titik batas dan pilar batas serta
pembuatan peta batas wilayah desa. Mengingat segmen-segmen batas Desa Kauman cukup
kompleks sehingga tidak memungkinkan dilakukan secara kartometrik, maka segmen-segmen
batas harus didelineasi langsung di lapangan dengan menggunakan teknologi GPS. Selain untuk
penentuan segmen-segmen batas, pemanfaatan teknologi GPS juga digunakan untuk
pengukuran dan penentuan posisi pilar-pilar batas. Adapun metode pengukuran dilakukan
secara radial yang diikatkan terhadap titik TDT No : 12.20.027 Orde 3 BPN.
Pekerjaan penetapan dan penegasan batas Desa Kauman, Kecamatan Karangrejo,
Kabupaten Magetan, Propinsi Jawa Timur telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) No. 27 Tahun 2006. Hal ini ditunjukkan
dengan tingkat ketelitian koordinat pilar-pilar batas berkisar antara 7,4 mm – 0,8 mm, dan
ketelitian planimetris garis batas wilayah desa sebesar 0,06 mm jika diukur di atas peta skala 1 :
5000.

I. PENGANTAR
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Permendagri No.27/2006 : Pasal 1,
ayat 3). Berdasarkan pengertian ini, desa terdiri dari tiga unsur, yaitu (1) penduduk atau
kesatuan masyarakat yang mempunyai kewajiban dan hak di dalam hukum, (2) wilayah
desa yang ditandai dengan batas-batas yang memisahkan secara administratif dengan
wilayah lain dan (3) pemerintahan desa yang berfungsi untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat. Wilayah merupakan unsur yang sangat penting bagi
desa, oleh karena itu batas-batas wilayahnya harus jelas dan tegas. Ketidakjelasan dan
ketidaktegasan batas sering menimbulkan konflik karena tidak ada kepastian hukum
akan batas-batas desa.
Batas desa merupakan batas wilayah yurisdiksi pemisah wilayah
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan suatu desa dengan
desa lain (Permendagri No. 27/2006 : Pasal 1, ayat 9). Untuk memberikan kepastian
hukum yang bersifat tegas terhadap batas-batas desa diperlukan penetapan dan
penegasan batas desa (Permendagri No.27/2006 : Pasal 2). Agar penetapan dan
penegasan batas desa dapat berjalan tertib, terkoordinasi dan benar maka dalam
pelaksanaannya harus mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun
2006.
Desa Kauman yang terletak di Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan,
Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu desa yang memerlukan penetapan dan
penegasan batas desa secepatnya. Hal ini dikarenakan wilayah desa ini terdiri atas dua
wilayah yang berjauhan dan saling terpisah. Disamping itu segmen-segmen batas yang
memisahkan desa ini dengan desa-desa tetangga cukup kompleks. Kekompleksan ini
misalnya ada segmen batas yang berada di sepanjang as jalan, tepat di pinggir jalan, dan
ada segmen batas yang terletak di sepertiga dari lebar jalan, dan lain sebagainya yang
secara spasial didak memungkinkan diselesaikan hanya dengan proses kartometrik di
atas peta dasar yang disepakati. Berdasarkan permasalahan-permasalahan ini dan untuk
menghindari konflik maka diperlukan penetapan dan penegasan batas Desa Kauman ini
secepatnya.

II. TUJUAN
Maksud penelitian ini adalah untuk menetapkan dan penegaskan batas Desa
Kauman, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan Propinsi Jawa Timur. Adapun
tujuan penelitian ini adalah tersedianya data koordinat titik-titik pilar batas Desa
Kauman dalam datum DGN’95 dan tersedianya peta batas wilayah Desa Kauman yang
disepakati oleh desa-desa yang berbatasan.

III. TINJAUAN PUSTAKA


Batas desa adalah batas pemisah wilayah antar desa yang saling bersebelahan.
Batas pemisah tersebut dapat berupa batas alam maupun batas buatan manusia. Unsur-
unsur alam yang sering digunakan sebagai batas pemisah wilayah desa antara lain
sungai, watershed, danau; sedangkan unsur-unsur buatan manusia antara lain pilar batas,
jalan, rel kereta api, saluran irigasi (Permendagri No.27/2006 : Pasal 1). Batas wilayah
desa didefinisikan sebagai batas wilayah yurisdiksi pemisah wilayah penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan suatu desa dengan desa lain
(Permendagri No.27/2006 : Pasal 1). Tujuan dilakukannya penetapan dan penegasan
batas wilayah desa adalah untuk memberikan kepastian hukum terhadap batas desa di
wilayah darat No.27/2006 : Pasal 2).
Pelaksanaan penetapan dan penegasan batas wilayah desa harus mengacu pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 tentang Penetapan dan
Penegasan Batas Desa. Penetapan batas desa diwujudkan melalui tahapan penelitian
dokumen, penentuan peta dasar, dan deliniasi garis batas secara kartometrik di atas peta
dasar yang disepakati. Adapun penegasan batas desa diwujudkan melalui tahapan
penentuan dokumen penetapan batas, pelacakan garis batas, pemasangan pilar batas,
pengukuran dan penentuan posisi pilar batas, serta pembuatan peta batas wilayah.
Tahapan penetapan dan penegasan batas desa dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
geodesi.
Menurut Permendagri No.27/2006, proses penetapan ini terdiri atas tiga tahapan
kegiatan, yakni penelitaian dokumen batas, penentuan peta dasar dan pembuatan peta
desa secara kartometrik. Dokumen-dokumen batas tersebut antara lain :
1. Perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya, baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis tentang pembentukan batas desa yang bersangkutan.
2. Peta administrasi desa yang telah ada,
3. Peta desa yang sudah ada,
4. Peta lainnya, seperti: peta rupabumi, peta topografi, peta pajak bumi dan
bangunan, peta pendaftaran tanah, peta laut dan citra satelit,
5. Data lainnya dan dokumen sejarah.
Peta-peta yang dapat digunakan sebagai peta dasar peta dasar menggambarkan batas
desa secara kartometrik, yaitu peta rupabumi, peta topografi, peta pajak bumi dan
bangunan, peta pendaftaran tanah, peta laut maupun citra satelit. Selanjutnya pembuatan
peta penetapan batas desa secara kartrometrik dibuat dengan spesifikasi sebagai
berikut :
Tabel 1. Spesifikasi teknis pemetaan wilayah desa.
No. Jenis Persyaratan
1. Datum Horisontal DGN 95
2. Elipsoid Referensi WGS 1984
3. Skala Peta 1:1.000 – 1: 10.000
4. Sistem Proyeksi Peta Transverse Mercator (TM)
5. Sistem Grid Universal Transverse Mercator (UTM) dengan grid
geografis dan metrik
Penegasan batas wilayah desa dilakukan dengan menggunakan dasar unsur
unsur alam dan buatan manusia. Jika dasar hukum untuk penegasan batas desa belum
ada atau belum jelas, maka dapat diterapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Penggunaan batas alam seperti sungai, watershed, dan danau,
2. Penggunaan batas buatan manusia seperti jalan, jalan kereta api, saluran irigasi,
pilar batas ataupun koordinat-koordinat batas.
Penggunaan sungai dan danau sebagai batas desa juga harus jelas apakah pinggir
sungai, tengah sungai atau thalweg, demikian juga penggunaan jalan dan saluran irigasi
apakah dipinggir atau tengah.

IV. DASAR TEORI


IV. 1. Prinsip-prinsip Penentuan Batas Unsur Alam
Pada unsur sungai, penentuan batas dapat dilakukan pada pinggir sungai, tengah
sungai ataupun thalweg. Gambar 1 menunjukkan prinsip penentuan batas dengan
prinsip membagi 2 sama besar lebar sungai. Garis batas pada sungai adalah garis
imajiner (garis putus-putus).

Desa A


P P1
sungai garis batas
□ (PKB)
Pilar Kontrol Batas

Desa B ■P2
Gambar 1. Penentuan batas pada sungai dengan prinsip bagi 2 sama besar lebar
Batas yang berpotongan dengan sungai seperti pada Gambar 1, yaitu P1 dan P2
dipasang pilar untuk mengetahui awal/akhir perpotongan garis batas dengan sungai
tersebut. Pemasangan pilar harus pada lokasi yang stabil. Pilar batas tidak dapat
dipasang tepat di perpotongan garis tengah sungai dengan pinggir sungai karena
umumnya kondisi tanahnya labil. Jarak dari pilar P1 diukur ke tepi sungai terdekat dan
ke tepi sungai terjauh, serta arahnya juga diukur. Demikian pula untuk pilar P2.
Pada watershed, ketentuan-ketentuan penentuan batas adalah
1. Garis batas tidak boleh memotong sungai.
2. Jika terdapat lebih dari satu garis pemisah air maka garis batasnya adalah garis
pemisah air yang terpendek.

Gambar 2. Prinsip penentuan batas pada watershed

IV. 2. Prinsip-prinsip Penentuan Batas Unsur Buatan Manusia


Untuk batas jalan, jalan kereta api, saluran irigasi, dan kanal, dapat digunakan as
atau tepinya sebagai tanda batas wilayah antara dua desa yang berbatasan sesuai
kesepakatan dua desa yang berbatasan. Penentuan batas yang didasarkan pada as jalan
dapat dijelaskan pada Gambar 3.
Desa B
garis batas

PKB

Desa C
Desa A
garis perpotongan batas tiga desa

Gambar 3. Garis batas pada as jalan.


Untuk jalan yang digunakan sebagai batas seperti pada Gambar 3, maka garis batasnya
adalah pada perpotongan as/sumbu jalan tersebut. Untuk mengetahui as jalan maka
perlu dipasang Pilar Kontrol Batas (PKB) terutama pada belokan jalan, atau pada
perpotongan jalan untuk menentukan posisi garis batas (as jalan) tersebut, kemudian
diukur ke kedua tepi jalan untuk mengetahui lebar jalan.
Penentuan batas yang didasarkan pinggir jalan dijelaskan pada Gambar 4.

Desa B garis batas


PKB ■
Pilar Batas

Desa C

Pilar Batas P1=garis perpotongan batas tiga desa
Desa A

Gambar 4. Garis batas pada pertigaan jalan.


Khusus untuk batas yang terletak di sekitar pertigaan jalan seperti Gambar 4, maka
perlu ditempatkan Pilar Kontrol Batas dan Pilar Batas untuk menentukan posisi batas di
pertigaan jalan tersebut. Penempatan pilar-pilar harus memperhatikan kemungkinan
adanya pelebaran jalan. Selanjutnya, dilakukan pengukuran jarak dan sudut dari ke-3
pilar tersebut ke titik perpotongan garis batas antara desa A, desa B dan Desa C di titik
P1. Dalam contoh seperti Gambar 3 dan Gambar 4 perlu dibuatkan peta situasi dengan
skala peta 1:1.000.

IV.3. Aplikasi teknologi GPS dalam penetapan dan penegasan batas desa
Teknologi GPS dalam proses kegiatan penetapan dan penegasan batas wilayah
desa mempunyai manfaat yang cukup penting, yaitu penentuan posisi pilar-pilar batas
desa, dan penentuan titik-titik batas desa. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penentuan posisi pilar batas dengan metode ini, yaitu :
1. Pengamatan GPS harus menggunakan metode diferensial
2. Minimal menggunakan 2 receiver GPS tipe geodetik
3. Lama pengamatan tergantung pada panjang baseline (lihat Tabel 2)
4. Apabila jarak titik referensi nasional cukup jauh dari lokasi batas, maka titik
referensi tambahan dapat diadakan terlebih dahulu. Kemudian titik-titik batas
dapat diikatkan dari titik referensi yang baru (lihat Gambar 5)
Tabel 2. Spesifikasi lama pengamatan pilar batas dengan teknologi GPS
Panjang Baseline GPS satu frekuensi GPS satu frekuensi
1– 3 km 15 menit 10 menit
3– 5 km 20 menit 15 menit
5 – 10 km 30 menit 20 menit
10 – 20 km 2 jam 1 jam
20 – 100 km 4 jam 2 jam
100 – 200 km 6 jam 3 jam

■ PBU 5
Desa B Titik ikat GPS
nasional

pengikatan secara radial (baseline pendek)
PBU 4
■ dari titik ikat GPS

pengikatan secara radial (baseline panjang)


dari titik ikat nasional
PBU 3
■ ▲
Titik ikat GPS

■ PBU 2

Desa A ■ PBU 1

garis batas desa

Gambar 5. Pembuatan titik referensi baru

V. METODOLOGI PENELITIAN
V.1. Peralatan dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1. Tiga unit receiver GPS tipe geodetik satu frekuensi merk Leica system 300
2. Dua unit receiver GPS tipe geodetik frekuensi tunggal merk Leica SR20
3. Tiga unit receiver GPS tipe navigasi merk Garmin
4. Software GPS : SKI 2.3, LGO dan GeoGenius 2.0
5. Satu unit Laptop merk Compaq Pentium 4, 2 unit PC Komputer Pentium 4
6. Kamera digital 3 unit dan 3 buah baterai 60A/12V
7. Dua buah mobil dan 3 buah sepeda motor
8. Software AutoDesk Map 5, ArcView GIS 3.3 dan satu unit plotter
9. Peta Rupabumi Indonesia skala 1 : 25.000, Lembar No. 1508-144 Wilayah
Maospati terbitan Bakosurtanal tahun 2000,
10. Spesifikasi pembuatan pilar batas desa (tipe D), ketelitian posisi pilar batas desa
dan ketelitian peta batas wilayah desa menurut PERMENDAGRI No.27 Tahun
2006,
V.3. Pelaksanaan
Secara skematis pelaksanaan penelitian ini dijelaskan pada Gambar 6.

Mulai

Dokumen atau PENELITIAN


kesepakatan batas DOKUMEN BATAS

PENENTUAN PETA Peta dasar


DASAR

PEMBUATAN PETA
PELACAKAN BATAS

PEMBUATAN &
PEMASANGAN PILAR BATAS

PENGUKURAN DELINEASI GARIS


PILAR BATAS BATAS

PENGOLAHAN PENGOLAHAN
BASELINE BASELINE

Kontrol Kontrol
Tidak kualitas kualitas Tidak

Ya Ya
Koordinat Koordinat
pilar batas titik batas

PEMBUATAN PETA
BATAS DESA

Analisis hasil

Kesimpulan dan Saran

Gambar 6. Diagram alir pelaksanaan penelitian


VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI.1. Pilar-pilar Batas Desa Kauman dan Koordinatnya
Terdapat sejumlah 25 pilar batas desa yang telah diukur dengan GPS di
sepanjang batas Desa Kauman. Keduapuluhlima pilar batas tersebut terdiri dari 9 Pilar
Batas Utama (PBU), dan 16 Pilar Batas Antara (PBA). Peta sebaran pilar-pilar PBU dan
PBA ini dapat dilihat pada Gambar 8. Koordinat dan ketelitian pilar-pilar PBU dan PBA
diperoleh melalui proses perataan baseline. Koordinat acuan yang digunakan dalam
proses pengolahan ini adalah koordinat titik ikat GPS nasional orde 3 (TDT 12.20.027)
BPN yang mengacu pada Datum Geodetik Nasional 1995 (DGN’95). Dengan mengacu
pada titik ikat GPS nasional ini maka seluruh koordinat pilar-pilar batas Desa Kauman
ini sudah mengacu pada datum DGN’95. Koordinat dan ketelitian pilar-pilar batas
dalam sistem koordinat kartesian 3-dimensi yang mengacu pada datum DGN’95
disajikan pada Tabel 3
Tabel 3. Koordinat dan ketelitian pilar batas dalam sistem koordinat kartesian
Jenis No Koordinat Kartesian Ketelitian (mm)
X (m) Y (m) Z (m) σx σy σz
PBA 3520.12023 -2310824.2763 5885814.4930 -833501.6670 1.2 2.8 1.1
PBA 3520.12025 -2310631.1812 5885896.1323 -833473.9530 1.4 2.1 0.9
PBA 3520.12026 -2310396.4223 5886045.6371 -833051.3522 4.6 7.4 2.8
PBA 3520.12027 -2310607.4532 5886017.8341 -832652.7070 1.8 3.1 1.1
PBA 3520.12028 -2310359.6377 5886003.7668 -833478.3421 2.1 4.0 1.5
PBA 3520.12029 -2310468.4066 5885962.7229 -833461.0972 1.8 4.0 1.2
PBA 3520.12030 -2310607.4024 5886013.5149 -832679.6515 2.9 5.5 1.7
PBA 3520.12032 -2308307.5879 5887063.8282 -831688.1316 1.7 3.1 1.0
PBA 3520.12035 -2307977.3179 5887178.1390 -831811.5528 1.7 2.3 0.9
PBA 3520.12037 -2307545.5708 5887277.3768 -832362.7654 1.1 2.1 0.7
PBA 3520.12038 -2307533.8490 5887256.6440 -832436.0520 0.8 3.0 1.1
PBA 3520.12039 -2307632.0740 5887212.2630 -832553.5660 1.6 2.5 1.2
PBA 3520.12040 -2308428.2123 5887011.8755 -831713.9057 1.8 3.6 1.2
PBA 3520.12041 -2307655.3265 5887215.0605 -832475.4480 0.8 2.0 0.8
PBA 3520.12042 -2307515.9901 5887170.7617 -833180.1166 1.7 2.8 1.0
PBA 3520.12043 -2308296.2207 5886898.8015 -832881.1446 1.9 3.4 1.5
PBU 3520.12020 -2311060.8172 5885797.0366 -832946.7054 1.5 3.2 1.1
PBU 3520.12021 -2310698.6830 5885955.4587 -832847.0562 1.9 3.0 2.1
PBU 3520.12022 -2310728.1521 5885967.6384 -832673.7329 1.8 2.4 1.0
PBU 3520.12024 -2310486.1532 5886064.9396 -832665.3265 5.5 6.5 2.8
PBU 3520.12031 -2310967.0713 5885758.9326 -833495.3970 1.3 3.2 1.1
PBU 3520.12033 -2307692.6600 5887230.4626 -832263.5188 0.8 2.1 0.7
PBU 3520.12034 -2308481.6294 5886973.3631 -831817.6382 2.2 4.2 1.5
PBU 3520.12036 -2307753.8961 5887223.4069 -832138.1873 1.0 2.3 0.9
PBU 3520.12044 -2308417.2084 5886842.7347 -832926.7440 1.3 2.6 0.9

Pada Tabel 3 terlihat bahwa semua koordinat pilar yang dihasilkan mempunyai
ketelitian yang memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu kurang dari 5 cm. Ketelitian
yang dihasilkan berkisar antara 7,4 mm - 0,8 mm. Kisaran ketelitian ini jauh lebih
tinggi/baik dibandingkan dengan spesifikasi ketelitian yang disyaratkan. Gambar 7
merupakan lokasi pilar batas PBU 3520.12020 dan PBA 3520.12027.
PBA 3520.12027 PBU 3520.12020
ARAH PANDANG KE BARAT ARAH PANDANG KE SELATAN

Gambar 7. Foto lokasi pilar batas

VI.2. Peta Batas Wilayah Desa Kauman


Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) No. 27 Tahun
2006, pembuatan peta batas wilayah desa dapat dilakukan secara kartometrik dengan
menggunakan peta dasar yang disepakati. Pada pekerjaan ini peta dasar yang disepakati
untuk pelacakan batas adalah peta Rupabumi Digital Indonesia skala 1: 25.000, Lembar
1508-144 Edisi : I-2000, Wilayah Maospati. Namun karena keterbatasan skala peta
dasar yang digunakan, maka informasi-informasi yang tersaji di peta dasar (terutama
garis batas desa) sering tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Ketidaksesuaian
informasi batas desa yang ada di peta dan di lapangan ini jelas akan menyulitkan atau
bahkan tidak mungkin dalam penarikan batas secara kartometrik. Adanya kenyataan
semacam ini maka pembuatan peta batas wilayah Desa Kauman tidak sepenuhnya
dilakukan secara kartometrik. Unsur-unsur garis batas desa diukur secara langung di
lapangan, sedangkan unsur-unsur lainnya menggunakan peta dasar yang disepakati.
Garis batas Desa Kauman dengan desa yang berbatasan diukur secara langsung di
lapangan dengan menggunakan GPS secara relatif (metode radial), yaitu dengan cara
mendelineasi pada titik-titik batas. Berdasarkan titik-titik batas yang sudah diperoleh
maka ditariklah garis-garis batas desanya.
Hasil pengolahan menunjukkan bahwa ketelitian titik-titik batas delineasi yang
diperoleh lebih baik dari 0,3 m. Ketelitian titik-titik batas sebesar 0,3 m, jika disajikan
dalam peta skala 1 : 5000 akan akan menghasilkan peta dengan ketelitian planimetris
sebesar 0,06 mm diukur di atas peta. Dengan kata lain, ketelitian planimetris untuk
unsur garis batas pada peta batas wilayah Desa Kauman jika disajikan dalam skala 1 :
5000 adalah sebesar 0,06 mm diukur di atas peta.
Adapun spesifikasi peta batas wilayah Desa Kauman yang dihasilkan adalah
sebagai berikut :
1. Datum Horisontal : DGN 95
2. Elipsoid referensi : WGS 1984
3. Sistem proyeksi peta : Transverse Mercator (TM)
4. Sistem grid : Universal Transverse Mercator (UTM)
Peta batas wilayah desa ini menyajikan semua unsur batas dan unsur topografi
lainnya seperti pilar batas, garis batas, toponimi dan transportasi. Peta ini dibuat sesuai
dengan aspek kartografis dan aspek geometris yang mengacu pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri (PERMENDAGRI) No. 27 Tahun 2006. Peta batas wilayah Desa
Kauman disajikan dalam 2 peta, yaitu Peta batas wilayah Desa Kauman Barat yang
berbatasan dengan Desa : Patihan, Baluk, Gebyok, Sobontoro, Sumursongo dan Desa
Keras Kulon Kabupaten Ngawi; dan peta desa batas wilayah Desa Kauman Timur
berbatasan dengan desa : Patihan, Grabahan, Purwodadi dan Kelurahan Mangge. Peta
Batas Wilayah Desa Kauman Barat disajikan pada Gambar 8, Peta Batas Wilayah Desa
Kauman Timur disajikan pada Gambar 9.

Gambar 8. Peta Batas Wilayah Desa Kauman Barat

Gambar 9. Peta Batas Wilayah Desa Kauman Timur


VII. KESIMPULAN DAN SARAN
VII.1. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Pilar-pilar batas Desa Kauman dan koordinatnya telah memenuhi spesifikasi
Permendagri Nomor 27 Tahun 2006. Hal ini didasarkan pada ketelitian koordinat
pilar batas yang dihasilkan berkisar antara 7,4 mm - 0,8 mm. Kisaran ketelitian ini
jauh lebih tinggi atau baik dibandingkan dengan standar ketelitian pilar batas yang
disyaratkan.
2. Peta Batas Wilayah Desa Kauman yang dihasilkan sudah sesuai dengan spesifikasi
Permendagri Nomor 27 Tahun 2006. Hal ini didasarkan pada ketelitian planimetris
garis batas wilayah desa sebesar 0,06 mm jika diukur di atas peta skala 1 : 5000.
3. Penarikan garis batas Desa Kauman tidak semua dapat dilakukan secara
kartometrik, tetapi sebagian harus dilakukan pengukuran delineasi batas di
lapangan dengan menggunakan GPS. Hal ini disebabkan karena skala peta dasar
yang terlalu kecil sehingga tingkat kedetilan informasi yang ada di peta dasar
tidak dapat digunakan sebagai panduan penarikan garis batas. Disamping itu
delineasi garis batas harus diukur langsung di lapangan mengingat beberapa
segemen batas bukan unsur alamiah ataupun buatan manusia melainkan batas-
batas bidang tanah yang tidak memungkan kan diidentifikasi dan ditarik melalui
peta dasar.

VII.2. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah perlu ada
pengkritisan Permendagri Nomor 27 Tahun 2006 tentang penetapan dan penegasan
Batas Desa terutama terkait dengan delineasi garis batas desa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa delineasi garis batas Desa Kauman tidak semuanya dapat
dilakukan secara kartometrik, melainkan harus pengukuran langsung di lapangan. Hal
ini berarti bahwa delineasi secara kartometrik untuk penetapan dan penegasan batas
perlu dikritisi atau dikaji ulang.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 1999, GeoGenius User’s Manual, Spectra Precision Terrasat, Germany.
Anonim, 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 tentang
Pedoman Penegasan Batas Daerah, Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia, Jakarta
Anonim, 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 tentang
Penetapan dan Penegasan Batas Desa, Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia, Jakarta
F.G.C.C., 1988, Geometric geodetic accuracy standards and specifications for using
GPS relative positioning techniques (version 5). Pub. of the U.S. Federal Geodetic
Control Committee, 50pp
Prihandito, A., 1998, Proyeksi Peta, Kanisius, Yogyakarta.
Rizos, C., 1994, Principle and Practice of GPS Surveying, SURV. 5221 Lecture Notes,
School of Surveying University of New South Wales, Sidney.
Wellenhoft, B.H.., Lichtenegger, Collins, J., 1992, GPS : Theory and Practice,
Springer-Verlag Wien, Austria

Anda mungkin juga menyukai