Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM September 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFARAT

TB PARU

OLEH :

Fifi Alfiah

111 2017 2127

Pembimbing :

dr. Hj. Ratih Deviyanti

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2018
BAB1
PENDAHULUAN

Penyakit TB merupakan penyakit menular dan kronis (menahun) yang telah

lama dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti. Penyakit TB disebabkan oleh

karena infeksi mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari

keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan

tuberkulosis ekstrapulmonar. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah

terinfeksi kuman M.tuberculosis.(1)

Menurut laporan WHO pada tahun 2016, 10,4 juta orang jatuh sakit dengan

TB, dan 1,7 juta meninggal karena penyakit ini (termasuk 0,4 juta di antara orang

dengan HIV). Lebih dari 95% kematian akibat TB terjadi di negara berpenghasilan

rendah dan menengah. Tujuh negara menyumbang 64% dari total, dengan India

memimpin penghitungan, diikuti oleh Indonesia, China, Filipina, Pakistan, Nigeria,

dan Afrika Selatan. (3)

Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta

kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan. Dengan 1,5

juta kematian karena TB dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dari kasus TB

tersebut ditemukan 1,1 juta (12%) HIV positif dengan kematian 320.000 orang

(140.000 orang adalah perempuan) dan 480.000 TB Resistan Obat (TB-RO) dengan

kematian 190.000 orang. Dari 9,6 juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta kasus TB

Anak (di bawah usia 15 tahun) dan 140.000 kematian/tahun. Jumlah kasus TB di

Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015, diperkirakan ada 1 juta kasus TB

baru pertahun (399 per 100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun (41

2
per 100.000 penduduk). Diperkirakan 63.000 kasus TB dengan HIV positif (25 per

100.000 penduduk). Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/CNR) dari

semua kasus, dilaporkan sebanyak 129 per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh

kasus 324.539 kasus, diantaranya 314.965 adalah kasus baru. Secara nasional

perkiraan prevalensi HIV diantara pasien TB diperkirakan sebesar 6,2%. (3)

3
BAB II

LAPORAN KASUS

1. DATA PASIEN

DATA PASIEN

Nama : Tn.S

Usia : 56 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. BTN Minasaupa

Nama PKM : Puskesmas Minasaupa

No. RM : 30-73-09

Tgl. MPKM : 09 oktober 2018

2. ANAMNESIS

A. Keluhan utama : Batuk darah

B. Anamnesis terpimpin :

Pasien MPKM dengan keluhan batuk bercampur darah segar sejak pagi

sebelum ke Puskesmas. Darah yang keluar sekitar ± setengah gelas. Pasien

sudah menengeluhkan batuk yang dirasakan sejak 3 minggu terakhir. Sesak

(-), mual (-), muntah (-), demam tidak, riwayat demam ada sejak 1 minggu

yang lalu, keringat malam hari (+), pasien juga mengeluhkan penurunan

berat badan 5 kg dalam 1 bulan terakhir. BAB konsistensi sedang berwarna

cokelat, frekuensi 1 kali sehari, tidak ada BAB darah atau BAB bercampur

4
lendir. BAK frekuensi 2 kali sejak semalam, tidak bercampur darah atau

tidak ada nyeri berkemih.

C. Riwayat penyakit terdahulu

 Riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak ada

 Riwayat diopname di PKM Minasaupa dengan keluhan demam dan

batuk berlendir

 Riwayat penyakit DM dan HT tidak ada

D. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit yang sama (TB) ada kakak satu tahun yang lalu

E. Riwayat Pengobatan:

Riwayat pengobatan tidak ada

F. Riwayat pribadi:

 Riwayat merokok (+) sejak umur 17 tahun dan berhenti sejak 1 tahun

yang lalu

 Riwayat minum alkohol (-)

G. Riwayat penyakit terdahulu

 Riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak ada

3. PEMERIKSAAN FISIS

Status Generalis:

Sakit Sedang/Gizi kurang/Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5)

Status Gizi:

BB = 43 kg; TB = 1,58 cm; IMT = 17,22 kg/m2 (Underweight)

Status Vitalis:

5
TD = 120/80 mmHg; N = 82 x/i; P = 20 x/i; S = 36,6 oC (axilla)

Kepala :

Normocephal, rambut hitam sukar dicabut, konjugtiva anemis(-/-), sklera

icterus(-/-), edema palpebral (-/-), pupil bulat isokor (2,5mm/2.5mm), hidung

sekret (-/-), darah (-/-), deviasi septum (-), telinga normotia, sekret (-/-), darah

(-/-), bibir tidak sianosis, stomatitis (-)

Leher :

Faring tidak hiperemis, tonsil (T1/T1), tidak ada massa tumor, tidak ada

pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada deviasi trakea, tidak ada

pembesaran tiroid.

Thoraks :

Inspeksi : Normochest, pengembangan dada simetris kiri dan kanan, tidak

tampak retraksi dada, tidak tampak penggunaan otot bantu

pernafasan.

Palpasi : Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus simetris

kiri dan kanan.

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru, batas paru-hepar ICS VI, batas paru

belakang ICS IX posterior dextra

Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler,

Bunyi pernafasan tambahan : Wheezing Ronkhi

- - + +

- - - -

- - - -

6
Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill (-)

Perkusi : Batas atas jantung kanan = ICS II linea parasternalis dextra, batas

jantung atas kiri = ICS II linea parasternalis sinistra, batas jantung

bawah kiri = ICS IV linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler ,bising (-)

Abdomen :

Inspeksi: Abdomen datar, ikut gerak nafas.

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : Massa tumor (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Perkusi : Tymphani, ascites (-)

Ekstremitas:

Akral hangat, edema tidak ada, deformitas tidak ada, fraktur tidak ada,

4. RESUME

Pasien MPKM dengan keluhan batuk bercampur darah segar sejak pagi

sebelum ke Puskesmas. Darah yang keluar sekitar ± setengah gelas. Pasien

sudah menengeluhkan batuk yang dirasakan sejak 3 minggu terakhir. Sesak (-

), mual (-), muntah (-), demam tidak, riwayat demam ada sejak 1 minggu yang

lalu, keringat malam hari (+), pasien juga mengeluhkan penurunan berat badan

5 kg dalam 1 bulan terakhir. BAB konsistensi sedang berwarna cokelat,

frekuensi 1 kali sehari, tidak ada BAB darah atau BAB bercampur lendir. BAK

7
frekuensi 2 kali sejak semalam, tidak bercampur darah atau tidak ada nyeri

berkemih.

Status Generalis: Sakit Sedang/Gizi kurang/Compos Mentis, GCS 15

(E4M6V5), BB = 43 kg; TB = 1,58 cm; IMT = 17,22 kg/m2 (Underweight).

Status Vitalis: TD = 120/80 mmHg; N = 82 x/i; P = 20 x/i; S = 36,6 oC (axilla).

Pada hasil pemeriksaan fisik saat di auskultasi didapatkan bunyi tambahan

ronchi di kedua apex paru.

Pada pemeriksaan penunjang XpertMTB detected medium; Rif Resistance

NOT detected.

5. DIAGNOSIS

TB PARU

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Mikrobiologi

 Tes Cepat Molekuler/GeneXpert (tanggal 08 oktober 2018)

MTB detected medium

Rif Resistance not detected

7. PENATALAKSANAAN

 OAT kategori 1

 Phytomenadione 1x1

8. PROGNOSIS

Qua ad vitam : Bonam

Qua ad sanitionam : Bonam

Qua ad Fungtionam : Bonam

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai

organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.

Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membrana selnya

sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan

dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap

ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari.(3)

2.2. Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di

dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah

mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun

2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002,

dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu

orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah

terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara

yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah

pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.Di Afrika hampir 2 kali lebih

besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk .(1)

Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun 2002.

Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang

9
atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti

tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV

yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul. (1)

Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab

kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa

penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001

menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada

golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit

TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443 penderita BTA

positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga

perempat dari kasus TB ini berusia 15 – 49 tahun. Pada tahun 2004 WHO

memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru

menular (BTA positif) pada setiap 100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih
(1)
menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.

2.3. Cara Penularan

Proses terjadinya infeksi oleh M. Tuberculosis biasanya secara inhalasi,

sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering. Penularan

penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei,

khususnya yang didapat yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah

atau berdahak yang mengandung BTA. Lingkungan hidup yang sangat padat dan

10
pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses

penularan dan sangat berperan atas peningkatan jumlah kasus TB.(4)

2.4. Patogenesis

Batuk yang merupakan salah satu gejala tuberkulosis paru, terjadi karena

kelainan patologik pada saluran pernapasan akibat kuman M.tuberculosis. Kuman

tersebut bersifat sangat aerobik, sehingga mudah tumbuh di dalam paru, terlebih di

daerah apeks karena pO2 alveolus paling tinggi. (1)

Kelainan jaringan terjadi sebagai respons tubuh terhadap kuman. Reaksi

jaringan yang karakteristik ialah terbentuknya granuloma, kumpulan padat sel

makrofag. Respons awal pada jaringan yang belum pernah terinfeksi ialah berupa

sebukan sel radang, baik sel leukosit polimorfonukleus (PMN) maupun sel fagosit

mononukleus. Kuman berproliferasi dalam sel, dan akhirnya mematikan sel fagosit.

Sementara itu sel mononukleus bertambah banyak dan membentuk agregat. Kuman

berproliferasi terus, dan sementara makrofag (yang berisi kuman) mati, sel fagosit

mononukleus masuk dalam jaringan dan menelan kuman yang baru terlepas. Jadi

terdapat pertukaran sel fagosit mononukleus yang intensif dan berkesinambungan.

Sel monosit semakin membesar, intinya menjadi eksentrik, sitoplasmanya

bertambah banyak dan tampak pucat, disebut sel epiteloid. Sel-sel tersebut

berkelompok padat mirip sel epitel tanpa jaringan diantaranya, namun tidak ada

ikatan interseluler dan bentuknya pun tidak sama dengan sel epitel.

Sebagian sel epiteloid ini membentuk sel datia berinti banyak, dan sebagian sel

datia ini berbentuk sel datia Langhans (inti terletak melingkar di tepi) dan sebagian

11
berupa sel datia benda asing (inti tersebar dalam sitoplasma). (1)

Lama kelamaan granuloma ini dikelilingi oleh sel limfosit, sel plasma, kapiler

dan fibroblas. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis yang disebut perkijuan, dan

jaringan di sekitarnya menjadi sembab dan jumlah mikroba berkurang. Granuloma

dapat mengalami beberapa perkembangan , bila jumlah mikroba terus berkurang

akan terbentuk simpai jaringan ikat mengelilingi reaksi peradangan. Lama

kelamaan terjadi penimbunan garam kalsium pada bahan perkijuan. Bila garam

kalsium berbentuk konsentrik maka disebut cincin Liesegang . Bila mikroba virulen

atau resistensi jaringan rendah, granuloma membesar sentrifugal, terbentuk pula

granuloma satelit yang dapat berpadu sehingga granuloma membesar. Sel epiteloid

dan makrofag menghasilkan protease dan hidrolase yang dapat mencairkan bahan

kaseosa. Pada saat isi granuloma mencair, kuman tumbuh cepat ekstrasel dan terjadi

perluasan penyakit. (1)

Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara individu yang belum pernah

terinfeksi dan yang sudah pernah terinfeksi. Pada individu yang telah terinfeksi

sebelumnya reaksi jaringan terjadi lebih cepat dan keras dengan disertai nekrosis

jaringan. Akan tetapi pertumbuhan kuman tretahan dan penyebaran infeksi

terhalang. Ini merupakan manifestasi reaksi hipersensitiviti dan sekaligus imuniti.(1)

2.5 Klasifikasi Tuberkolosis:

A.Tuberkulosis Paru

12
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru).(1)

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :

 Tuberkulosis Paru BTA (+)


 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif 

 Tuberkulosis Paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak
respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas 

 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif 

 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa 


2. Berdasarkan Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.


Ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus baru
adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan


dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian) 

b. Kasus kambuh (relaps)
adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. 
Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai

13
lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Infeksi sekunder 

 Infeksi jamur 

 TB paru kambuh 

c. Kasus pindahan (Transfer In)
adalah penderita yang sedang
mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah
berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa
surat rujukan/pindah 

d. Kasus lalai berobat
adalah penderita yang sudah berobat paling kurang
1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali
berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.

e. Kasus Gagal
 Adalah penderita BTA positif yang masih tetap 
positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) 

 Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan
atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan.
f. Kasus kronik
adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik 

g. Kasus bekas TB
 Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,
terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OA T yang adekuat akan lebih
mendukung.
 Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OA T selama 2 bulan ternyata
tidak ada perubahan gambaran radiologik

14
B. Tuberkulosis ekstra paru

Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,


misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis
sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis
kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh
klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu : (1)

1. TB di luar paru ringan
misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, 
tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

2. TB diluar paru berat 
misalnya : meningitis, millier, perikarditis,

peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB

saluran kencing dan alat kelamin. 


15
TB paru BTA+
TB paru

TB TB paru BTA-

TB ekstra paru

Kasus baru

Kasus kambuh
Tipe Penderita
TB Paru
Kasus pindah

Kasus lalai
berobat

Kasus gagal
pengobatan

Kasus kronik

Kasus kronik

2.5. Manifestasi Klinis


Tanda-tanda klinis dari tuberkulosis adalah terdapatnya keluhan-keluhan
berupa:
 Batuk
 Sputum mukoid atau purulen

16
 Nyeri dada
 Hemoptisis
 Dispneu
 Demam dan berkeringat, terutama pada malam hari
 Berat badan berkurang
 Anoreksia
 Malaise
 Ronki basah di apex paru
 Wheezing (mengi) yang terlokalisir

Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya. Pada tipe infeksi

yang primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa gejala

pneumonia, yakni batuk dan panas ringan. Gejala tuberkulosis primer dapat juga

terdapat dalam bentuk pleuritis dengan efusi pleura atau dalam bentuk yang lebih

berat lagi, yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas. Tanpa pengobatan tipe infeksi

primer dapat menyembuh dengan sendirinya, hanya saja tingkat kesembuhannya

berkisar sekitar 50%.(3)

Pada tuberkulosis postprimer terdapat gejala penurunan berat badan, keringat

dingin pada malam hari, temperatur subfebris, batuk berdahak lebih dari dua

minggu, sesak napas, hemoptisis akibat dari terlukanya pembuluh darah di sekitar

bronkus, sehingga menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum, sampai ke

batuk darah yang masif. Tuberkulosis postprimer dapat menyebar ke berbagai organ

sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti meningitis, tuberkulosis miliar,

peritonitis dengan fenomena papan catur, tuberkulosis ginjal, sendi, dan

tuberkulosis pada kelenjar limfe di leher, yakni berupa skrofuloderma.(3)

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan:

17
1. Konjungtiva anemis

2. Demam subfebris

3. Badan kurus

4. Perkusi redup atau hipersonor atau timpani jika terdapat kavitas yang besar

5. Rhonki basah kasar

6. Retraksi Mm. Intercostales.(3)

2.6. Diagnosis

Dalam upaya pengendalian TB secara nasional, maka diagnosis TB Paru pada

orang dewasa harus ditegakkan dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis.

Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis

langsung, biakan dan tes cepat. Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya

negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan

hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto

thoraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang terlatih TB. Pada sarana

terbatas penegakan diagnosis secara klinis dilakukan setelah pemberian terapi

antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) yang tidak memberikan

perbaikan klinis.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya pemeriksaan serologis atau hanya

dengan pemeriksaan uji tuberkulin. Tidak dibernarkan mendiagnosis TB hanya

berdasarkan pemeriksaan foto thoraks saja. Foto thoraks tidak selalu memberikan

gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi

overdiagnosis ataupun underdiagnosis

Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung

18
 Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS

(Sewaktu – Pagi – Sewaktu)

 Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan contoh

uji dahak SPS hasilnya BTA positif(3)

19
Tersangka Penderita TB
(Suspek TB)

Periksa Dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA


+++ +-- ---
++-

Berikan Antibitotik
Periksa Ronsen Dada
Spektrum Luas

Hasil Mendukung Hasil Tidak Tidak Ada


Ada Perbaikan
TB Mendukung TB Perbaikan

Ulangi Periksa Dahak SPS

Penderita TB
BTA (+) Hasil BTA Hasil BTA
+++ ---
++-

Periksa Ronsen Dada

Hasil Mendukung Hasil Ronsen


TB Negatif

TB BTA(-) Bukan TB, penyakit


Ronsen Pos TB

20
Terduga TB

Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien
riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan dengan riwayat kontak erat dengan pasien TB RO,
HIV(-) atau tidak diketahui status HIV nya pasien dengan HIV (+)

Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan bakteriologis dengan mikroskop atau Tes cepat
Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB Memiliki abses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA Pemeriksaan TCM TB

(- -) (+ +)
(+ -) MTB
Sensitive Interminate Resistance
Negatif

Foto Antibiotik
thorax Non OAT Ulangi
Terkontaminasi
pemeriksaan TB RR
Bakteriologis
TCM Foto thorax
(Mengikuti alur
Tidak yang sama
Gambaran
mendukung dengan alur hasi
mendukung Memulai pengobatan TB RO;
TB; pemeriksaan BTA
TB Pengobatan TB Lakukan pemeriksaan biakan
Bukan TB negative)
Lini 1 dan Uji Kepekaan OAT Lini 1
dan Lini 2

TB terkontaminasi
Klinis
Tidak ada
Ada perbaikan TB RR; TB Pre
perbaikan Klinis, TB XDR
Klinis TB MDR XDR
ada fakor resiko TB

Bukan TB
TB terkonfirmasi Lanjutkan Pengobatan TB RO
Klinis pengobatan dengan Panduan Baru
TB RO

Pengobatan TB
lini I
21
2.7. Penatalaksanaan

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia:

1) Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/ 4(HR)

2) Kategori 2: 2(HRZE)S/ HRZE/ 5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S/

(HRZE)/5(HR)E.

3) Kategori anak: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE (S)/ 4-10HR.

4) Panduan obat OAT untuk pasien TB resisten obat: OAT lini ke-2 yaitu;

kanamisin, kapreomisisn, levofloxacin, etionamide, sikloserin,

moksifloksasin, PAS, bedaquin, clofazimin, linezolid, delamanid dan obat

TB baru lainnya serta OAT lini-1 yaitu pirazinamide dan etambutol.(2)

Panduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket obat

kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2

dan 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya disesuaikan dengan BB pasien. Paduan

ini dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien untuk 1 masa pengobatan. (2)

Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari isoniazid (H),

rifampisin (R), pirazinamide (Z), dan etambutol (E) yang dikemas dalam bentuk

blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk pasien yang tidak bisa

menggunakan paduan OAT KDT. (2)

Pengobatan TB dengan paduan OAT lini 1 yang digunakan di Indonesia dapat

diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermitten (diberikan 3 kali/ minggu)

dengan mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan. (2)

22
Dosis rekomendasi OAT lini-1 untuk dewasa:

Dosis rekomendasi
Harian 3 kali per minggu
Obat
Dosis Maksimum
Maksimum Dosis(mg/kgBB)
(mg/kgBB) (mg)
Izoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid (Z) 25 (20-30) 35 (30-40)
Etambutol (E) 15 (14-20) 30 (25-35)
Streptomisin (S) 15 (12-18) 15 (12-18)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

1. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis

2. Pasien TB paru terdiagnosis klinis

3. Pasien TB ekstra paru

4. Dosis harian 2HRZE/4HR(2)

Dosis panduan OAT KDT Kategori 1 (2HRZE/4HR)


Tahap intensif Setiap hari RHZE Tahap Lanjutan setiap hari RH
Berat Badan (150/75/400/275) (150/75)
Selama 56 hari Selama 16 minggu
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet
>71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet

Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 1

Dosis per hari/kali Jumalh


Tahap Lama Tablet Tablet Tablet Tablet hari/kali
Pengobatan pengobatan Izoniazid Rifampisin Pirazinamid etambutol menelan
300 mgr 450 mgr 500 mgr 250 mgr obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjut 4 bulan 2 1 - - 48

Dosis Panduan OAT KDT Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ SHRE)

Berat Badan Tahap intensif setiap hari Tahap lanjutan 3 kali


RHZE seminggu RH
(150/75/400/275)+S (150/150)+ E (400)
Selama 56 hari Selama 20 minggu

23
30-37 kg 2 tab 4KDT +500 mg 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
Streptomisin inj +2 tab etambutol
38-54 kg 3 tab 4KDT +750 mg 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
Streptomisin inj +3 tab Etambutol
55-70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT
+1000 mg Steptomisin +4 tab etambutol
inj
>71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
+1000 mg (>dosis maksimal) +5 tab etambutol
Streptomisin inj

Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 2 (2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3)

Berat Badan Tahap intensif setiap hari Tahap lanjutan 3 kali


RHZE seminggu RH
(150/75/400/275)+S (150/150)+ E (400)
30-37 kg 2 tab 4KDT +500 mg 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
Streptomisin inj +2 tab etambutol
38-54 kg 3 tab 4KDT +750 mg 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
Streptomisin inj +3 tab Etambutol
55-70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT
+1000 mg Steptomisin +4 tab etambutol
inj
>71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
+1000 mg (>dosis maksimal) +5 tab etambutol
Streptomisin inj

24
Kategori Kasus Panduan Obat yang Dianjurkan Keterangan
-TB paru BTA+, BTA-, lesi luas 2RHZE/4HR atau
I 2RHZE/6 HE atau
-TB diluar paru kasus berat 2RHZE/4R3H3
-Kambuh 3 RHZE/6HR Bila streptomisin
alergi, dapat
diganti kanamisin

II

-Gagal pengobatan 2 RHZES lalu sesuai hasil uji resisten


atau
2RHZES/1RHZE/5R3HE3
-TB paru lalai berobat Sesuai lama pengobatan sebelumnya,
II lama berhenti minum obat dan keadaan
klinik, bakteriologik & radiologic saat ini
-TB paru BTA negative lesi 2 RHZ/4HR atau 6RHE
III minimal
-TB diluar paru kasus ringan 2RHZ/4R3HE
IV -Kronik Sesuai uji resistensi atau H seumur hidup
-MDR TB Sesuai uji resistensi + kuinolon atau H
IV
seumur hidup
Tabel paduan Obat Anti Tuberkulosis

2.8. Komplikasi

Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan

komolikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

 Komplikasi dini: plueritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Pancet’s

arthropathy

 Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas/SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca

Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat (fibrosis paru), kor pulmonale,

amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering

terjadi pada TB milier dan kavitas TB(4)

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Penatalaksanaa TB (Konsensus TB 2016)


2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 67 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Tuberkulosis Kementerian Kesehatan RI 2016

3. Word Health Organization Global Tuberculosis Report 2017.

26

Anda mungkin juga menyukai