Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN NEUROLOGI 1 Agustus 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TROMBOSIS SINUS CAVERNOSUS

Disusun Oleh:
Nurbaitil Atiq / 111 2017 2042

Pembimbing:
Dr. dr. Hj. Nadra Maricar, Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. TS
No Rekam Medik : 251385
Tanggal lahir/ Umur : 12 April 1957/ 61 thn
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : jln. Andi Tonro IV
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 13/07/2018

II. ANAMNESIS
Pasien masuk Rumah Sakit Haji dengan keluhan pusing dan penglihatan berputar
yang di alami sejak dua hari SMRS dan memberat akhir-akhir ini, keluhan
dirasakan terutama jika pasien dalam posisi tidur ke bangun dan berdiri,
berkurang dengan berbaring lurus, ada mual dan muntah satu kali. Pasien juga
mengeluh nyeri kepala yang dirasakan diseluruh bagian kepala terutama kepala
bagian depan sekitar mata sebelah kiri, nyeri dirasakan berdenyut, memberat
ketika beraktivitas dan berkurang dengan istirahat namun kadang dapat
berlangsung sepanjang hari. Ada bengkak pada kelopak mata sehingga sulit
membuka mata, muncul dua hari setelah rasa pusing. Demam tidak ada, tetapi
ada riwayat pernah demam beberapa hari sebelum muncul keluhan pusing,
riwayat sering bersin-bersin ada. Riwayat trauma tidak ada, riwayat hipertensi
tidak ada, riwayat diabetes disangkal, riwayat kolesterol tinggi tidak ada. Buang
air besar dan buang air kecil normal.
III.HASIL PEMERIKSAAN FISIS
1. Status Praesens
 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Gizi : Baik
 Tanda Vital
- Tekanan Darah : 130/90 mmHg

- Nadi : 80x/menit

- Pernafasan : 22 x/menit

- Suhu :37 °C

 Kepala
- Bentuk :Normocephal

- Konjungtiva :Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Lagophtalmus : (-/-)

- Ptosis : (-/+)

- Proptosis : (-/+)

- Exophtalmus : (-/-)

- Pupil : isokor, Ɵ 2,5 mm / 2,5 mm, refleks cahaya


langsung (+/+) lambat, reflex Cahaya tak langsung (+/+)
- Bibir sianosis : (-)

 Leher
- Pembesaran KGB: (-)

 Thoraks
- Paru
 Inspeksi: Bentuk normochest, pergerakan simetris, retraksi otot
dinding dada (-).
 Palpasi : Simetris antara kiri dan kanan
 Perkusi: Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi: Bunyi pernapasan vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
- Jantung
 Inspeksi: Tidak tampak Ictus Cordis
 Palpasi : Tidak teraba Ictus Cordis
 Perkusi: Batas jantung – paru dalam batas
normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni
reguler., Murmur (-), Gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Datar, Massa (-), Ascites (-)
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrium
(-), Hepar dan Lien tidak teraba, Massa(-) Jejas/Bekas Trauma (-)
 Perkusi : Tympani
 Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Ekstremitas
- Atas :Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-),
sianosis(-/-)
- Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-),
sianosis(-/-)
2. Status Neurologis
 Kesadaran : Compos Mentis
 GCS : E4M6V5
 Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal
- Kaku Kuduk (-)

- Brudzinsky I Sign (-/-)

- Brudzinsky II Sign (-/-)

- Lasseque Sign (-/-)

- Kernig Sign (-/-)

 Pemeriksaan Saraf Kranialis


Pemeriksaan Saraf Kranialis Kanan Kiri
Olfaktorius (I)
 Subjektif + +
Optikus (II)
 Tajam penglihatan (Subjektif) + +
 Lapangan pandang (Subjektif) + +
 Melihat warna + +
Okulomotorius (III)
 Pergerakan mata kearah medial, + +
inferior, torsi inferior + +
 Pergerakan mata ke superior + +
 Strabismus - +
 Nystagmus - -
 Refleks pupil terhadap sinar + +
 Diplopia - -
 Diameter Pupil 2,5 mm 2,5 mm
 Midriasis - -
 Ptosis - +
Troklearis (IV)
 Pergerakan mata (Superior Oblique) + +
Trigeminus (V)
 Membuka mulut + +
 Mengunyah + +
 Menggigit + +
 Palpasi Otot Masseter + +
 Sensibilitas muka + +
(Taktil, Nyeri)
Abdusens (VI)
 Pergerakan mata ke lateral + -
Fasialis (VII)
 Mengerutkan dahi + +
 Lagophtalmus - +
 Memperlihatkan gigi + +
 Sudut bibir + +
 Pengecapan (2/3) Anterior Tdk dilakukan Tdk dilakukan
Vestibulokoklearis (VIII)
 Fungsi pendengaran (Subjektif) + +
 TesScwabach Tdk dilakukan Tdk dilakukan
 Tes Rinne Tdk dilakukan Tdk dilakukan
 Tes Weber Tdk dilakukan Tdk dilakukan
 Kepala berputar (Vertigo) - -
Glossofaringeus (IX)
 Perasaan lidah (bagian belakang) Tdk dilakukan Tdk dilakukan
 Refleks muntah Tdk dilakukan Tdk dilakukan
Vagus (X)
 Bicara +
 Menelan +
 Arcus Pharynx +
 Uvula +
Assesorius (XI)
 Mengangkat bahu + +
 Memalingkan kepala + +
Hipoglossus (XII)
 Pergerakan lidah +
 Deviasi -
 Atrofi -
 Fasculitis -

 Pemeriksaan Motorik, Sensorik dan Refleks


- Anggota Gerak Atas
Pemeriksaan Kanan Kiri
Motorik
- Bentuk/Massa Otot Normal Normal
Normal Normal
- Pergerakan
5 5
- Kekuatan
Normal Normal
- Tonus
Sensibilitas
 Taktil + +
 Nyeri + +
Refleks fisiologis
 Biseps Normal Normal
 Triceps Normal Normal
Refleks patologis
 Tromner - -
 Hoffman - -

- Anggota Gerak Bawah


Pemeriksaan Kanan Kiri
Motorik
- Bentuk/Massa Otot Normal Normal
Normal Normal
- Pergerakan
5 5
- Kekuatan
Normal Normal
- Tonus
Sensibilitas
 Taktil + +
 Nyeri + +
Refleks fisiologis
 Patella Normal Normal
 Achilles Normal Normal
Refleks patologis
 Babinski - -
 Chaddock - -
 Schaefer - -
 Oppenheim - -
 Gordon - -
 Gonda - -
Pemeriksaan tambahan
 Tes Patrick - -
 Tes kontra Patrick - -

 Sistem Koordinasi
Romberg test : Tidak dilakukan
Heel to toe Walking : Tidak dilakukan
Finger to nose test : Normal
Telunjuk ke telunjuk : Normal
 Fungsi Kortikal : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Susunan Saraf Otonom
BAB : Normal
BAK : Normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- CT SCAN
Hasil CT-Scan:
- Tampak lesi hipodens kecil pada basal ganglia dextra
- Perselubungan pada sinus ethmoidalis bilateral, sinus frontalis
sinistra
- Midline tidak shift
- Sistem ventrikel kesan normal
- Sulei dan gyrei dalam batas normal
- Sinus paranasalis lainnya dan air cell mastoid dalam batas normal
- Kedua orbita dan ruang retroorbital dalam batas normal
- Septum nasi deviasi ke kanan
- Tulang-tulang intak

- LABORATORIUM
Hematologi Hasil Unit Nilai rujukan
Lengkap
WBC 9,62 103/ul 4.0-10.0
Neutrofil 80,8 % 50,0-70,0
Hemoglobin 15,5 g/dl 13,0-17,0
Hematokrit 43,1 % 40,1-51,0
MCV 79,8 fL 79,0-92,2
MCH 28,7 pg 25,6-32,2
MCHC 36,0 g/L 32,2-36,5
Monosit 7,8 % 2,0-11,0
Neutrofil 80,8 % 50-70
Limfosit 10,2 % 20-40
PLT 133 103/ul 150-450

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai rujukan


Lain
Kolesterol 267 mg/dl -200
Kreatinin 0,85 mg/dl 0,60-1,20
GDP 290 mg/dl < 126
Trigliserida 140 mg/dl -150
Urea 28 mg/dl 17-43

V. RESUME
Pasien masuk Rumah Sakit Haji dengan keluhan pusing dan penglihatan berputar
yang dialami sejak dua hari SMRS dan memberat akhir-akhir ini, keluhan
dirasakan terutama jika pasien dalam posisi tidur ke bangun dan berdiri,
berkurang dengan berbaring lurus, mual (+) dan muntah (+) satu kali. Pasien juga
mengeluh nyeri kepala (+) yang dirasakan diseluruh bagian kepala terutama
kepala bagian depan sekitar mata sebelah kiri, nyeri dirasakan berdenyut,
memberat ketika beraktivitas dan berkurang dengan istirahat namun kadang dapat
berlangsung sepanjang hari. Bengkak pada kelopak mata (+) sehingga sulit
membuka mata, muncul dua hari setelah rasa pusing. Riwayat pernah demam (+)
beberapa hari sebelum muncul keluhan pusing, riwayat sering bersin-bersin (+).
Buang air besar dan buang air kecil normal.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital TD 130/90 mmHg, Nadi
80x/menit, Pernapasan 22x/menit, Suhu 37°C, kesadaran Compos Mentis
(E4M6V5). Dari hasil pemeriksaan nervus cranialis didapatkan parese pada N. III
dan N. VI sinistra. Pemeriksaan motorik anggota gerak atas dan bawah
didapatkan adanya kekuatan otot dan tonus otot yang normal.

VI. DIAGNOSA
- Diagnosa klinis : Parese nervus okulomotorius dan abdusen

- Diagnosa topis : Sinus Cavernosus

- Diagnosa etiologik : Trombosis Sinus Cavernosus

VII. DIAGNOSA BANDING


- Selulitis orbita
VIII. PENATALAKSANAAN
- O2 3-4 lpm
- Head Up 300
- IVFD RL 20 tpm
- Dexamethasone 1gr/12j/iv
- Piracetam 12gr/24jam/iv
- Mecobalamin 1 amp/ 24jam/im
- Ranitidin 50mg/12j/iv
- Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
- Pulvis nyeri kepala 2x1
- Betahistin 6mg 2x1
- Ondansentron 1 amp/ iv (extra)

IX. PROGNOSIS
Vitam : Dubia ad bonam
Fungsionam : Dubia ad bonam
Sanationam : Dubia ad bonam

DISKUSI

Pada pasien ditemukan gambaran yang mendukung kearah diagnosis


Trombosis sinus cavernosus (TSC) yang merupakan pembentukan bekuan darah
didalam sinus cavernosus dalam rongga didasar otak yang mengalirkan darah dari
beberapa area diwajah kembali ke jantung.
Secara anatomi, sinus cavernosus merupakan salah satu sistem vena dural yang
berbentuk retikular dan tidak berkatup, dimana alirannya berdasarkan dari tekanan
yang ada yang mendorong alirannya untuk bermuara kedalam vena jugularis interna
dan kemudian dibawa ke jantung. Sinus cavernosus menerima darah dari vena
oftalmika superior et inferior melalui fisura orbita superior, beberapa pembuluh darah
otak dan juga sinus sphenoparietal kecil. Sinus ini memiliki lokasi yang strategis
dimana terdapat struktur-struktir penting yang berjalan disekitarnya. Didinding
medial dari sinus ini terdapat arteri karotis interna dan nervus abdusen (nervus
cranialis VI), didinding lateral berjalan nervus cranialis lainnya yaitu nervus
trochlearis (nervus cranialis IV) , nervus okulomotorius (nervus cranialis III) serta
nervus trigeminus divisi nervus oftalmika (nervus cranialis V1) dan nervus maxilaris
(nervus cranialis V2).
Trombosis sinus cavernosus adalah terbentuknya bekuan darah didalam sinus
cavernosus dimana paling sering disebabkan oleh karena adanya inflamasi yang
memicu pembentukan thrombus yang akhirnya menyebabkan obstruksi sinus dan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis akibat penekanan pada struktur
disekitarnya. TSC merupakan kasus yang jarang ditemukan sehingga sering terjadi
miss diagnose pada pasien. TSC berdasarkan penyebabnya dapat diklasifikasikan atas
dua jenis yaitu septik dan aseptik. TSC aseptik dapat terjadi sama halnya seperti
trombosis yang biasa terjadi di daerah lain ditubuh seperti di tungkai, panggul atau
bagian tubuh lain. Sedangkan bentuk septik, merupakan yang paling banyak
didapatkan baik karena infeksi primer didalam sinus cavernosus sendiri maupun
akibat komplikasi misalnya dari selulitis orbita.
Penyebab TSC yang paling sering adalah akibat infeksi kuman Staphylococcus
aureus yaitu pada sekitar 70% kasus. Karena struktur vaskularnya yang menerima
darah dari bagian wajah, maka sumber kuman biasanya berasal dari daerah pada
wajah yang dikenal sebagai segitiga berbahaya pada wajah yaitu pada area bagian
sinonasal, midface, atau orbita, bibir atas atau bawah hidung. Daerah ini disebut
daerah berbahaya karena furunkel, infeksi hidung, sinusitis dan trauma sekitar hidung
yang terinfeksi dapat menyebar ke sinus cavernosus dan menyebabkan TSC. Infeksi
telinga atau gigi bagian atas yang berhubungan dengan sinus maksilaris juga
merupakan faktor risiko. Sumber infeksi yang paling sering menyebabkan TSC
adalah sinusitis sphenoidal dan ethmoidal karena berkaitan dengan lokasi
anatomisnya. TSC merupakan kasus yang umumnya fulminan dengan risiko tinggi
akan morbiditas dan mortalitas, namun kini insidensnya mulai berkurang karena era
antibiotik. Imunosupresi seperti diabetes yang tidak terkontrol, penggunaan steroid,
keganasan atau kemoterpai dapat menjadi faktor risiko TSC dan menimbulkan
komplikasi.
Patomekanisme terjadinya TSC berkaitan dengan bakteri atau organisme lain
yang memicu pembentukan trombus yang kemudian terperangkap didalam sinus
cavernosus. Terbentuknya trombus tersebut menyebabkan terjadinya pengurangan
drainase dari vena-vena wajah dan vena superior et inferior oftalmika sehingga
menyebabkan edama pada wajah terutama periorbital, ptosis, proptosis, nyeri pada
mata. Karena struktur anatomi dari kedua sinus cavernosus terhubung melaui sinus
intercavernosus, maka trombus dapat menyebar ke sinus cavernosus di sebelahnya
sehingga dapat terjadi manifestasi pada kedua sisi wajah atau kedua bola mata.
Kompresi lokal akibat peningkatan tekanan intrasinus cavernosus terhadap struktur
disekitarnya seperti nervus abdusen, nervus trochlearis dan okulomotorius
menyebabkan oftalmoplegia. Paresa nervus abdusen merupakan manifestasi yang
paling sering didapatkan.
Septik TSC dapat mengenai sistem saraf pusat atau komplikasi pada paru-paru.
Karena sistem vena dural tidak memiliki katup, darah pada vena ini dapat mengalir ke
sinus dural dan serebral yang kemudian dapat menyebabkan meningitis, dural
empiema atau abses otak. Infeksi juga dapat menyebar melalui vena jugular ke
pembuluh darah paru sehingga dapat menyebabkan sepsis emboli atau abses,
pneumonia atau empyema paru.
Pasien dengan TSC paling sering mengeluhkan demam, sakit kepala (50-90%
kasus), nyeri dan edema periorbital, fotofobia, atau diplopia. Keluhan yang tidak
terlalu sering didapat seperti kaku pada leher, kesemutan pada area wajah, kejang,
gejala strok ataupun koma.
Pada pemeriksaan fisik, tanda vital yang mengalami kelainan adalah suhu yang
merupakan karakteristik dari proses septik, dapat juga ditemukan takikardi atau
hipotensi. Kelainan neurologi seperti gangguan kesadaran, letargi jarang didapatkan.
Manifestasi okular merupakan tanda yang paling umum didapatkan yaitu sekitar 90%
dari kasus TSC. Periorbital edema (biasanya unilateral namun dapat juga bilateral),
eritema pada kelopak mata, kemosis, ptosis, proptosis (akibat kegagalan drainase
vena pada mata), gangguan pergerakan bola mata, fotofobia, gangguan reflex pupil.
Kebutaan ditemukan pada 8-15% kasus.
Paresa nervus abdusen merupakan neuropati yang paling umum didapatkan yang
menyebabkan oftalmoplegia parsial dengan terbatasnya pergerakan bola mata.
Kebanyakan kasus bersifat progresif kearah oftalmoplegia eksternal yang komplit
mengenai nervus okulomotorius, trochlearis dan abdusen. Ophtalmoplegia interna
didapatkan pupil yang tidak bereaksi. Pemeriksaan sensoris bisa didapatkan
penurunan sensasi pada area wajah yang disebabkan oleh karena kompresi pada
nervus trigeminus divisi oftalmika dan maksilaris.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah antara lain neuroimaging
seperti kontras CT-Scan atau MRI. Kontras CT-Scan sangat sensitif dibandingkan
dengan tanpa kontras karena dapat mendeteksi dilatasi sinus cavernosus,
memperlihatkan filling defects akibat thrombosis, namun pada kasus-kasus yang baru
dapat tidak ditemukan kelainan pada hasil CT-Scan. Dibandingkan CT-Scan, MRI
lebih dapat memvisualisasikan TSC dengan baik.
Pemeriksaan darah rutin dapat diindikasikan untuk melihat peningkatan sel darah
putih dan peningkatan C-reactive protein (CRP) yang merupakan penanda terjadinya
infeksi. Lumbal punksi juga penting dilakukan untuk menyingkirkan meningitis.
Pemberian antimikroba dan antibiotik adalah penanganan primer yang harus
diberikan. Antibiotik empiris harus mencakup gram positif, gram negatif, dan bakteri
anaerob. Pengobatan dapat dipersempit disesuaikan dengan hasil kultur dan
sensitivitas, yang biasa digunakan adalah antibiotik spektrum luas seperti
cephalosporin generasi ketiga dan metronidazol. Antibiotik diberikan untuk mecegah
berlangsungnya infeksi sehinga dapat mencegah terbentuknya kembali trombus.
Penggunaan antikoagulan pada pasien TSC masih kontroversi, masih sangat
sedikit penelitian dan konsensus yang mendukung karena langkanya penyakit ini,
namun kebanyakan pakar merekomendasikan untuk tetap menggunakan antikoagulan
dalam penanganan kasus ini. Pemberian Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
beberapa minggu atau bulan dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid juga sering
diberikan karena dapat menekan proses inflamasi yang terjadi sehingga dapat
menurunkan edema pada wajah dan periorbital.
Sekitar 50% pasien dapat memiliki sekuele terutama paresa pada nervus
okulomotorius dan abdusen. Komplikasi lain yang dapat timbul anatara lain
meningitis, empyema subdural, abses otak, kebutaan, hipertensi intracranial.
Mortalitas terjadi pada 80% kasus sebelum era antibiotik, namun sekarang telah
menurun menjadi sekitar 8-13%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sharma, Rahul. 2018. Cavernosus Sinus Thrombosis. New York: New York
University School of Medicine. http://emedicine.medscape.com. Diakses pada
tanggal 23 Juli 2018
2. Paulsen, F., Waschke, J. 2014. Sobotta Atlas Anatomy Manusia. Jilid III. Jakarta:
EGC. Hal 221-224
3. Michael C Plewa., Scott C Dulebohn. 2017. Cavernosus Sinus Thrombosis.
StatPearls Publishing LLC
4. Cannon, ML., et all. 2004. Cavernosus sinus thrombosis complicating sinusitis.
Departemen of Anesthesiology, Wake Forest University School of Medicine and
Brenner Children’s Hospital USA
5. Ebright, John R., et all. 2001. Septic Thrombosis of the Cavernosus Sinuses.
American Medical Association
6. Tsai Pai Tai., Chen, Yuan Wu. 2016. Septic Cavernosus Sinus Thrombosis and
Blindness Following Odontogenic Infection.
7. Gan, Lin., et all. 2014. Restorative Effect and Mechanism of Mecobalamin on
Sciatic Nerve Crush Injury in Mice. China
8. Winblad, B. 2005. Piracetam: A Review of Pharmacological Properties and
Clinical Uses. Sweden: Karolinska Institutet, Neurotec, Huddinge University
Hospital
9. Tarigan, Pangarapen. 2014. Tukak Gaster didalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi VI. Hal 1791
10. Budiman, B Jaka., dkk. 2017. Trombosis Sinus Kavernosus Akibat Komplikasi
Furunkulosis Hidung. Jurnal Kesehatan Andalas. Padang: Fakultas Kedokteran
Unand.

Anda mungkin juga menyukai