lier ISSN 0125 - 9016 indonesia dan minangkabau pawai puisi nobel
1 W 1 5 4 9 1 1
Ik,leftfgart 1 /I
No. 5 / 1983
DAFTAR ISI
219
CATATAN KEBUDAYAAN
Sutardji
221
INDONESIA DAN MINANGKABAU
Mursal Esten
227
KIMONO BIRU BUAT ISTRI
Sutadi Wiryatmaja
233
MEMBACA "STASIUN" PUTU WIJAYA
Ahmad Fahrawi
242
PAWAI PUISI NOBEL
251
JEMBATAN BARU
Agnes Yani Sardjono
255
PULANG
Korrie Layun Ram pan
257
BERBURU DI BELANTARA JAKARTA
Harris Effendi Mahar
260
NAMA
Prapta Dh.
262
"APA"
Putu Wzjaya
264
KRONIK KEBUDAYAAN
Hardi
265
Pohon Prem
Sapardi Djoko Damono
Ponyeaton/Penasehat : Pangrelale
Idochtar Lulds Arab Satlawan
(Penangpunglawab/Ketua Umuml
(Penanggunglawab
Jakob Goiania (Bandahara) Harlan) H.S. Jawln
All Audah Penerbit voyoson Indoneslo Sapardi Djoko Demon°
Asia Budbnan Sutardll Mauna=
Surat Izin Terbit No 0401 SK DPHM SIT 1966. 28 Juni 1966 Dicetak oleh .
Aristides Saloppo Baehr) Twang Ismail
Goonavnui Mohamed PT TEMPRINT Hainsad Rangkud
Soflan Allajahbana Hardl D. Hamm°
Alamal Redaksi JI Gerela Tberesia 47 Tel 335605, Jakarta Pusal
Uwar Hayam Sklar') Hardyono
Tata Usaha JI Gcuah Mada 104. P 0 Box 615 DAK. Jakarta Kota. (ArtlstIld
Vignet: Sudary ono; 220 — Atawa lid 83; 228; 229; 232 — Zaenal Mahmud 234; 236; 238; 240; 241
Hargo Eceran : Rp. 600.- Hafid Alibassrah 246 — Sunarto Mohardad 249 — Lugiyono 232 Ilustrosi : Sumartono Sw. 261;
252; 253 — Ahmad Maeih 268 — Moh. Taufik 263; 263 — Hardyono 219 — Media Modo 266; 267
MENGENANG
CHAIRIL
Dalam menyair Chairil Anwar selalu sungguh-sungguh.
Dia penyair serius. Cerita bagaimana Chairil sampai
berminggu-minggu mencari satu kata yang tepat untuk satu
baris sajaknya, mendedahkan betapa kualitas Chairil.
Menulis sajak cara Chairil, merencanakan dan memi-
kirkan kata-kata tepat untuk sajak, dalam proses pencipta-
an masa kini mungkin tidak terlalu menarik perhatian atau-
pun tidak lagi begitu penting. Improvisasi kini menjadi uta-
ma. Namun, bagaimanapun, keseriusan Chairil itulah bagi
saya sangat menarik. Apalagi mingingat penyair masa kini,
gara-gara salah kaprah dengan spontanitas, improvisasi
serta penulisan "automatic" sering terperosok pada kerja
gampang-gampangan. Bagi mereka ini, menulis sajak jadinya
bagai orang memasang undian, semangat nasib-nasiban
dengan landasan "siapa tahu orang bilang nanti, barisbaris
yang saya bikin ini sajak". Seleksi kualitatif dari diri sang
penyair sendiri kurang dilakukan. Pokoknya buat sebanyak-
banyaknya baris siapa tahu nanti ada yang bilang beberapa
diantaranya diakui sebagai puisi.
HORISON/XVIII/219
-
misinVekt iya
Chairil ini dengan sikap sekalangan penyair kita yang
mengeluarkan dalih cantik: -Saya penyair. namun saya juga
seorang suami, ayah, wartawan, seorang dan lain-ain..........
Ya, at random-lah! Terang, semangat semacam itu, tak saya kan manusia total-. Dengan kilah semacam ini seakan-
memungkinkan kita menuntut keyakinan puitika dari sang akan mereka, dalam kerepotan mengurus hal-hal lain itu,
penyairnya. minta dimaklum kenapa cuma bisa bikin sajak yang
kualitasnya kelas empat.
Chairil mati muda. Namun kita tak perlu bersedih.
Dipandang secara Chairil menggantung-
Yang menyedihkan saya. banyak penyair yang lebih tua usia
kan kepenyairannya hanya pada sajak-sajaknya saja. Ini ju-
dari Chairil, bertahun-tahun tetap tak beranjak dalarn status
ga tak aneh, kareha memang demikianlah seharusnya pe-
keremajaan karya.
nyair. Namun coba bandingkan dengan sekelompok penyair
Sekali berarti sudah itu mati. -Motto- Chairil ini masih dewasa ini yang menggantungkan kepenyairannya pada
bisa dijadikan teladan dalam suasana perpuisian kita kini. sesuatu di luar kualitas sajaknya, pada pembacaansajak,
Beratus-ratus bahkan beribu-ribu sajak ditulis oleh masing- misalnya.
masing penyair. Namun sedikit sekali yang bernilai. yang
Hanya kualitas puisi yang menentukan bobot kepe-
berarti. Semangat at random-. coba-coba ljangan disamakan
nyairan. Bukan pembacaan sajaknya. Bukan rebana. bukan
dengan semangat bereksperimenl dan kurangnya rasa
bir, bukan gamelan.
tanggungjawab puitika. inilah yang menvebabkan terlalu
Disamping mencoba menopang eksistenspcepenyairan
banyak sajak tak bernilai muncul dalarn perpuisian kita.
lewat pembacaan sajak, akhir-akhir ini ada pula upaya
Tentu saja ada lagi penyebab lain: bakat yang kurang.
menopangnya dengan kasak kusuk dalih -teori-
berupa saling mengingatkan rasa perkawanan antara
Kepenvairan bagi Chairil adalah suatu yang utama dan
sesama penyair yang ditolak (karena mutu sajak tak mema-
segala-gala iya. Sebenarnya sikap kepenyairan Chairil ini ti-
Jai), dan I.semudian meneriakkan kilah dan dalih-dalih yang
dak luar biasa, karena sudah sewajarnya demikian seorang
tak waras. "Saya merasa dijajah Bahasa Indonesia!-, demi-
penyair kalau memang penyair. Tapi bandingkanlah sikap
kian kilah salah seorang diantara mereka. Darmanto Yt. sa Indonesia yang miskin, tapi bakat si penulis sajak
Menulis puisi berarti mengekpresikan diri secara bebas itulah yang miskin!
dalam bahasa tertentu. Saya sarankan, kalau belum bisa Upaya mendapatkan pengakuan sebagai penyair ada-
bebas atau masih merasa terjajah oleh Bahasa Indonesia, lah wajar sejauh itu dilandaskan pada kualitas sajak itu
janganlah menulis puisi dalam bahasa Indonesia. Tulislah sendiri. Namun akhir-akhir ini, seperti sebagian telah saya
dalam bahasa yang anda bebas dan fasih mengekpresikan tunjukkan di atas, tanpa berdasarkan dan kesadaran akan
diri anda. Karena memang demikianlah hakekat kepenyair- kualitas sajak, upaya itu ingin dicapai lewat suatu "jalan
an itu: kebebasan mengucapkan diri dalam bahasa terten- pintas" yang menimbulkan rasa keprihatinan bagi
tu. Jadi tulislah sajak dalam bahasa yang anda merasa be- pengamat serius perpuisian kita.
bas dan fasih mengucapkan diri anda. bahasa Inggeris, Pe- Tak cukup dengan datih dan kilah tadi, bahkan ada
rancis, jerman, Slav, Hokkian, Mandarin, Belanda Dayak, pula yang kumpul-kumpul bikin semacam pertemuan
Sepanyol, Keling, Urdu, Portugis, Jawa. Hottentot, dan ba- penyair antar negara, seolah-olah dengan pertemuan itu
hasa-bahasa yang bisa dituliskan lainnya. nilai puisi mereka bisa dikatrol masuk dalam bobot
Sajak yang baik bisa saja diciptakan dalam bahasa internasional. Agar diingat saja, Amir Hamzah atau Chairil
apapun. Jadi jangan memaksakan diri menulis sajak dalam Anwar tak pernah ikut pertemuan-pertemuan puisi • antar
bahasa Indonesia kalau memang belum mampu bebas negara Asia Tenggara atau antar negara lain-lainnya.
mengucapkan diri dalam bahasa itu. Absurd dan tak waras Demikian pula Shakespeare, Francois Villon, setahu saya
rasanya, mereka yang belum mampu bebas dalam bahasa tak pernah hadir dalam pertemuan Masyarakat Puisi Eropa,
Indonesia masih memaksakan diri menulis sajak dalam namun sajak-sajak mereka hebat!
bahasa Indonesia. Ronggowarsito menulis dalam bahasa
Dalam keprihatinan melihat ulah-ulah semacam itu,
Jawa, toh kebesarannya diakui. Apalagi konon ada
saya pun jadi ingat pada Chairil, yang meletakkan keper-
pendapat, kebudayaan nasional adalah puncak-puncak dari
cayaan kepenyairannya cukup pada kualitas sajak-
kebudayaan daerah. Makanya bikin saja sajak-sajak
sajaknya saja. Jelas, antara saya dan Chairil, dalam
puncak dari bahasa daerah masing-masing, lantas kan
wawasan estetika kami berbeda pandangan. Namun
kalau berhasil, bisa diakui penyair nasional juga.
keseriusannya dalam penyair, melandaskan kepenyairan
pada kadar sajak itu sendiri, serta mau berkeringat dalam
Ada pula penulis sajak yang berdalih bahasa Indonesia
menyair, adalah sikapnya yang sangat mengesankan dan
itu miskin, maka dia menulis puisi dengan tempelan sege-
menyebabkan saya selalu ingin mengenangnya. Apalagi
robak kata-ata bahasa daerah atatikata asing lainnya!Untuk
dalam situasi perpuisian kita masa kini, dimana banyak
orang semacam ini, baiklah saya arnbilkan contoh penyair
penyair leha-leha, malas, tak mau berkeringat, manja
Perancis Jacques Prevert. Dengan kata-kata Perancis yang
(spoiled), namun gusar ingin cepat dapat tempat, sikap
elementer, sederhana dan tak pelik, Prevert berhasil men-
Chairil itu perlu disadarkan pada mereka.
ciptakan sajak-sajak bagus. Jadi persoalannya bukan baha
Sutardji Calzoum bachri
April 1983
HORISON/XVIII/220
Mursal Esten
yang jelas.
Inilah salah satu arus
perkembangan sistim dan konsep
kebudayaan dalam pembentukan dan
pembinaan kebudayaan nasional, tapi
kelihatan seolah-olah satu-satunya
gerakan. Arus perkembangan ini lebih
ditandai adanya konflik-konflik
budaya. Terutama konflik-konflik
antara nilai-nilai baru yang berasal
dari kebudayaan Barat dengan nilai-
nilai kebudayaan tradisional, nilai-nilai
dari kebudayaan sub kultur (daerah).
Padahal perkembangan yang lain juga
menunjukkan, selain "budaya konflik"
ada "budaya konsensus". Baik antara
nilai-nilai baru dengan nilainilai dari
sub kultur (daerah tertentu), maupun
antara nilai-nilai sub kultur (daerah)
yang satu dengan sub kultur yang lain
di Nusantara ini. Pertemuan-per
temuan nilai itu memang menjadi tidak
terelakkan, baik oleh kemajuan
teknologi komunikasi masaa, ma upun
oleh tingkat mobilitas kehidupan
masyarakat. Namun pertemuan-
dak satu pun di antara sistem-sistem J (Jawa) dan pola M (Minangkabau).
kebudayaan ter rebut yang dianut Dan pola dan sistem yang menurut-
secara utuh. Di antara sistem-sistem nya berbeda. Namun katanya pula
budaya tersebut telah terjadi kekuatan justru ada -bilamana kedua
beberapa pertemuan, baik melalui pola ini bisa mencapai konsensus,
konflik-konflik maupun melalui tidak meniadakan yang lain.
konsensus-konsensus, sehingga (Mochtar Naim: 1981). Mochtar Naim
beberapa nilai mulai ditinggalkan dan mengidentifikasikan ciri-ciri pola
beberapa nilai baru mulai "masuk". kebudayaan Jawa (J) sebagai bersifat
Sistem kebudayaan Indonesia feodalistis, paternalists, dan hirarkis,
adalah suatu sistem yang sedang sedang pola budaya Mi nangkabau
berproses. Satu arus yang (M) sebagai bersuku-suku,
berkembang (seperti yang telah demokratis, dan horizontal.
dikemukakan) adalah arus per- Penamaan Jawa dan Minangkabau
kembangan yang berorientasi kepada adalah untuk mengelompokkan sifat-
nilai-nilai baru yang berasal dari sifat dan ciriciri dari dua pola budaya
kebudayaan Barat. Arus lain (dan ini dari berbagai sub kultur (daerah) di
berlangsung lebih past meskipun Nusantara kits ini.
diam-diam) adalah suatu Beberapa sistem yang modern
perkembangan di mana dalam kehidupan masyarakat jugs
dari sistem-sistem budaya dari mulai dikenal (yang sebelumnya tidak
berbagai sub kultur (daerah) yang ada dalam sistem budaya berbagai
berbeda diterima sesudah melalui se- sub kultur). Misalnya sistem
leksi. Beberapa nilai dari sub kultur admisntrasi negara, sistem pertaha-
yang berbeda bertemu dan nan dan keamanan (ABRI), sistem
kemudian jadi satu kekuatan (nilai) perguruan tinggi, dan beberapa sistem
barn. lainnya. Sistem-sisttm tersebut
Amat menarik pandangan Dr. merupakan produk dari satu
Mochtar Naim (meskipun terlalu masyarakat yang barn. Akan tetapi di
ditarik dalam dua kutub yang ber dalam tindakan dan pendekatan-pen
tentangan), bahwa pada hakekatnya dekatan yang digunakan di dalam
perkembangan bangsa Indonesia sistem tersebut masih dirasakan (dan
ditentukan oleh dua pola atau sistem malah punya kecenderungan cukup
budaya yang berasal dari dua sub kuat) watak dari nilai-nilai yang
kultur (daerah) di Nusantara ini, pola berasal dari sub kultur.
HORISON/XVI11/223
Pertama, proses pembaratan
( masuknya nilai-nilai kebudayaan
Barat) dalam perkembangan sistem
budaya Indonesia, memang adalah
suatu altematif, tapi bukan satu-
satunya. Ia lebih bergema di dalam
pikiran-pikiran.
Kedua, proses perkembangan
yang lain adalah terjadinya
pertemuan antara nilai-nilai sub
kultur yang satu dengan nilai sub
kultur yang lain. Proses ini ber-
langsung secara tidak terelakkan
tanpa didahului konsepsi-konsepsi.
Temyata nilai-nilai sub kultur ter
rebut adalah sesuatu yang masih
hidup dan berkembang di dalam
masyarakat, meskipun mereka
berada dalam suatu sistem yang lain.
Ketiga, dalam pertemuan-
pertemuan nilai-nilai dan proses
pembentukan kebudayaan Indonesia
tidak selalu melalui proses konflik-
konflik akan tetapi lebih banyak
melalui konsensus-konsensus.
Kemampuan untuk menemukan
konsensus-konsensus akan
mempercepat proses pencarian nilai-
nilai kebudayaan dari suatu
masyarakat yang baru : Indonesia.
Dan nilai dari dua sub kultur dapat
merupakan satu gabungan kekuatan
Dalam sistem administrasi masih nilai untuk suatu masyarakat yang
dirasakan suatu pendekatan yang baru.
patemalistis atau patrimonial. Da- Keempat, perubahan nilai belum
lam ABRI dirasakan keinginan yang tentu menyangkut perubahan
cukup kuat untuk "menunggal struktur dan sebaliknya prerubahan
dengan rakyat", dengan menghor- struktur atau sistem belum tentu
mati dan mempertimbangkan nilai- menyangkut perubahan nilai secara
nilai budaya sub kultur masyarakat otomatis. Terlihat meskipun struk
di mana dia manunggal. Di Univer tur atau sistem modem tapi
sites dsn kalangan Perguruan Tinggi pendekatan yang digunakan tetap
di samping adanya proses tradisional.
pengembangan ilmu juga
berkembang semacam sentimen III. Minangkabau dan Peran
almamater (sesuatu yang juga agak- Lembaga-Lembaga Adat dan
nya merupakan bentuk baru dari Kebudayaan di Sumatra Barat.
nilai sub kultur ter tentu) dalam
pengabdian ilmu tersebut. Dalam proses perubahan nilai dan
Dan penggambaran secara selintas struktur masyarakat, ke arah
dan umum dari sistem dan konsep terbentuknya suatu masyarakat dan
budaya Nusantara (terutama sistem to to-nilai yang baru, masyarakat dan
dan konsep budaya Indonesia) nilai-nilai sub kultur Minangkabau
teriihat gambaran umum : jelas pada satu pihak bisa merupakan
subyek dari perubahan-perubahan
itu, tapi pada pihak lain tidak
HORISON/XVI11/224
terelakkan jugs akan (dan telah) mengucilkan diri. Nilai tidak selalu
menjadi obyek perubahan- terletak pada struktur dan sistem,
perubahan. akan tetapi juga dalam semangat
Dalam menempati posisi sebagai dan pendekatan-pendekatan.
obyek perubahan perubahan, Dengan demiki an dalam
masyarakat Minangkabau hams mempertahankan nilai-nilai yang
mampu mempertahankan nilai-nilai essensial itu, selain pada struktur
budayanya yang essensial tanpa dan sistem jugs masih bisa
pada semangat dan pendekatan- Minangkabau telah membuktikan
pendekatan. Perubahan sistem bisa elcsistensi Minangkabau sebagai
terjadi tapi jangan perubahan itu me wilayah budaya yang penting di
mupus nilai-nilai yang essensial. Nusantara ini. Kekayaan kesenian
Sebaliknya, dalam menempati (dan sastra) itu hanya akan menjadi
posisi sebagai subyek perubahan- lebih penting bilamana nilai budaya
perubahan, masyarakat Minangka- itu, baik dalam struktur maupun
bau harus mampu menempatkan dan dalam jiwa dan isinya, bisa dikaitkan
memberi makna secara lebih luas dan dan menjawab tantangan-tantangan
langgeng nilai-nilai budayanya, dan persoalan-persoalan hari ini dan
sehingga akhirnya nilai-nilai tersebut masa depan.
juga akan dirasakan sebagai relevan Berbagai bentuk kesenian
dalam menghadapi tantang an Minangkau, seperti ran dai, indang,
masyarakat budayanya sendiri dan selawat dulang (talam), kesenian
masyarakat bu days lainnya. Nilai- "bakaba", berbagai bentuk tarian
nilai tersebut tidak secara otomatis tradisional, berbagai ben tuk sastra,
muncul dan dapat "disumbangkan" dan berbagai bentuk kesenian lainnya
hanya melalui petatah-petitih yang ber angsur-angsur mulai kehilangan
verbalis, akan tetapi adalah melalui publik Jumlah penonton dari sebuah
pendeskripsian dan anal istis yang Festival Randai di Taman Buda
mendalam melalui kaitan kajian
kemasyarakatan. Nilai-nilai tersebut
bisa didapatkan di dalam khasanah
budaya Minangkabau, seperti: adat-
istiadat (yang memuat mencakup
beragam nilai budaya), berbagai
bentuk sastra, sejarah dan tambo,
serta berbagai khasanah budaya
Minangkabau lainnya.
Dengan demikian nilai-nilai budaya
Minangkabau tidak serta-merta bisa
dikatakan tinggi nilainya oleh satu
atau dua ungkapan (yang bahkan
telah menjadi klise, bukan klassik),
tapi juga tidak dengan mudah bisa
dikategorikan secara sederhana
(misalnya dengan mengatakan sifat
orang Minangkabau sebagai licik)
oleh penemuan-penemuan insidental
dan temporal. Bagaimana orang bisa
mengatakan sifat orang
Minangkabau sebagai licik padahal
talc seorang pun tokoh protagonis
yang menjadi "ideal-types" di dalam
Sastra Minangkabau yang bersifat
demikian, misalnya.
Kekayaan kesenian (dan sastra)
Minangkabau sebagai pengungkapan
nilai budaya dan ekspresi masyarakat
ya Padang, misalnya, jauh lebih kecil pada publik. Kenyataan tersebut
dibandingkan pengunjung Festival memperlihatkan betapa musykilnya
Lawak di tempat yang sama. masalah pembinaan dan pengem-
Demikian juga halnya dengan bangan kesenian tradisional
perbandingan publik sebuah Pekan (termasuk kesenian Minangkabau).
Bakaba dengan Festival Penyanyi Pop Pada satu pihak kita ingin bentuk ke-
yang juga per/18h diselenggarakan di senian itu bisa hidup dan
Taman Budaya Padang. berkembang di tengah masyarakat,
Perbandingan yang demikian tidak tapi pada filiak yang lain masyarakat
hanya ditemukan di lingkungan diharapkan sebagai pendukung
budaya-kota (budaya-urban), tapi bentuk tersebut mulai berpaling.
juga di pedesaan. Tentu adalah omong-kosong upaya
Tentulah dengan mengemukakan melestarikan suatu bentuk kesenian
perbandingan itu, tidak tapi membiarkannya tersisih da i
dimaksudkan agar dalam masyarakat pendukungnya.
pengembangan bentuk-bentuk sos\\\' ' \ \\V \\VAVV\v\vA
kesenian kita harus "menyerah" ke-
• :1•.••••••••••;••••-•:•••:•;it''..‘y•
1
iNigg:422 MAMMiat=6232022
_______— 3r2-6 =-2:TISS193124M"3031222200212g--1_-- —
-
MEM 17
0 tN,‘
kk .
,)- k _NIkt•<,--'.,.-.
mzezzazezzazzaween= _—______
HORISON/XVI11/225
Dalam hal ini lembaga-lembaga adat dan masyarakat kita.. Di sinilah pentingnya kehadiran
kebudayaan harus berperan. Yakni dalam lembaga-lembaga adat dan kebudayaan, seperti
menjaga eksistensi nilai di dalam perubahan- Fakultas Sastra, LKAAM (Lemba
perubahan. Pada satu fihak agar ia tidak
tenggelam sebagai obyek perubahan-perubahan,
tapi pada fihak yang lain ia juga main pu
menempati posisi sebagai subyek dalam perubah-
an-perubahan. Lembaga-lembaga adat dan
kebudaya an bisa terjebak di dalam posisi
"mengurung diri", sehingga akan merugikan
perkembangan nilai dan perkembangan
masyarakatnya sendiri. Namun ia juga tidak
dapat hanya berperan sebagai polisi lalulintas,
yang hanya mengatur berdasarkan giliran,
membiarkan semua kendaraan liwat tanpa
memperhitungkan jenis kendaraan dan kondisi
jalan yang akan diliwati. Lembaga-lembaga adat
dan kebudaya an harus mampu menggali dan
menemukan
yang esensial untuk kemudian mengaitkan
dan "menawarkan"nya kepada masyarakat yang
sedang berubah. Lembaga-lembaga adat dan
kebudayaan harus mampu "memperpendek"
masa situasi transisional yang "merundung"
ga Kerapatan Adat Alam Minangkabau), , Tradisi
Taman Budaya (yang berfungsi laboratoris), Sub Kultur, Penerbit Angkasa, Bandung
BKKNI (Badan Koordinasi Kesenian Nasional Junus, Umar. 1981. Mitos dan Komunikasi,
Indonesia), dan lembaga-lembaga yang lain. Penerbit
Lembaga-lembaga tersebut hams mampu Sinar Harapan, Jakarta
melihat Minangkabau dalam konteks Kayam, Umar. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat,
perubahan-perubahan, dalam konteks Indonesia. Penerbit Sinar Harapan, Jakarta
Perubahan-perubahan sendiri juga dilihat Mihardja, Achdiat K. 1977. Polemik Kebudaj,aan.
sebagai eksistensi. Pustaka Jaya, Jakarta
Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni
Referensi Pertunjukan. Penerbit Sinar Harapan,
Bachtiar, Harsya W. 1978. Sistem-Sistern Budaya Jakarta
di Indonesia, Harian Kompas, Jakarta.
Esten, Mursal 1982. Sastra Indonesia dan ***
HORISON/XVIII/226
Sutadi Wiryatmaja
KIMONO BIRU BUAT ISTRI,
KARYA UMAR KAYAM
HORISON/XV111/227
yang dianyam secara rapi-jali, cerpen ini telah me- sins dalam perbandingan dengan ulah perawan. Mu-
nampilkan din dengan kaya, nyaman, lancar, pas tan sim semi dalam pertaliannya dengan alam, cuaca,
pa kesan berlebihan. Konvensional sWalah sebetulnya tumbuhan, binatang, dan manusianya. Musim semi
runtun peristiwa (alur) pokoknya: progresif seperti secara itu tampil dengan utuh, lengkap pula dengan
yang telah tersebut di atas. Selingan regresi me- persepsi emosional dan intelektualnya.
nyangkut masa lalu kedua tokoh dilakukan sepotong Perbandingan dan analisis dipakai pula dalam pe-
sepotong sebagai kaleidoskop. Sewaktu bergerilya nampilan mengenai Ginza. Perbandingan dengan Pa-
sebagai tentara pelajar di daerah Godean Yogya, ber- sar Baru menampilkan perbedaan dan
kuliah di Jakarta, mulai bekerja sebagai dosen (Mus) persamaannya beds dalam luas dan seluk-beluknya
dan di kantor bisnis Wandi. Regresi ini membulatkan dan sama pada rasa-hadir yang asing di depan
citra tokoh-tokoh dengan masa lalunya. Linear - se- deretan etalasenya. Analisa menghadirkan perincian
bagai garis dan memang tak bisa lain; sebab memang keluasan dan seluk beluk itu. Dan tercipta kesan
demikianlah tabiat bahasa sebagai medium. Terikat penampilan itu pula: utuh, lengkap, rasa, pikir.
pada kode prorairetik, yang mesti menampil kan Bahasa cakapan yang dinukil sebagaimana adanya
peristiwa demi peristiwa; sebuah keniscayaan. Dan juga menghasilkan tenaga citrawi yang kuat dan jelas
tak mungkinlah penampilan peristiwa sebagai Makian sebagai salam dan panggilan sebagai penam-
keserempakan. pil persahabatan yang akrab.(h.43)
Akan tetapi dalam kenyataannya belum begitu "Diancuk! Disapa kok nggak noleh-noleh."
jelas atau kiranya justru karena pendayagunaannya-- (Wandi)
cerpen ini amat memikat untuk dibaca. Dengan sedi- "Astaga, kok di sini kowe nDi! Sontoloyo, se-
kit mengulang-baca, tersembul beberapa 'rahasia' da- tan!" (Mus)
ya pikat itu pada : eufoni, tenaga citrawi, pancang- Trasferensi yang medok sebagai penampil pemakai
pancang tanda tanya serta isyarat, dan lc( cendekiaan bahasa lapis masyarakat tertentu. (h.44)
Seperti setiap cerkan lain yang bagus, ternyata "Thane dan nyonyae sudah nar bopen .sejak si-
walaupuii cerpen ini prosa memberi pula kelezatan ang tadi. Aturannya tadi 'kan bisa tidur siang
pada pendengaran pembacanya. Terkutip kalimat a- sini juga."
khir alinea awal cerpen : "Ah, mbel. Padunya jual mahal. Tak cubit enak
Tapi sekarang musim semi, seperti setiap kunjung nanti."
annya ke luar negeri, adalah musim untuk lewat (Babu dari Jawa Tengah di Jakarta)
saja. (h, 41)
Kekayaan It!, Is/, /k/, /nasal/ yang lengkap, membuat
kalimat prosa ini sedap dan lancar pula untuk dibaca;
membuatnya pula 'puitis'. Contoh sifat demiki an
dapat ditemukan pada seluruh cerpen. Tentunya
'rima' demikian bukanlah hasil buat-buatan cerpenis.
Spontan saja tentunya; akan tetapi spontanitas penu
lis yang telah akrab bergaul dan dalam bergumul de-
ngan bahasa medium karyanya.
Dalam transaksi imaji dan penulis kepada pembaca
penulis menoperkan kepada pembaca dalam jelmaan
untaian citra, yang dalam wujud konkretnya berupa
bahasa tulis. Dengan itulah setiap citra komponen
imajinasi mesti tampil bertenaga; dengan kata lain
tenaga citrawinya mesti kuat dan jelas. Misal bagi hal
ini dapat terlihat pada alinea pertama, dalam perian
mengenai citra tentang musim semi. Ini ditempuh de
ngan menggunakan: perbandingan dan analisis. Mu-
HORISON/XVI11/228
Ucapan bahasa Inggris yang telor pada orang Jepang. (h. Jawab bagi hal itu nyaris tersingkap ketika Mus
47) bertemu dengan sahabat akrabnya : Suwandi. Saha-
"Excerrent, excerrent, Wandi - san." (Saito) "But bat ini tampil dalam gaya seorang manajer, dengan
Mus-san arso dance beautifurry," (Helen) Selain itu, selera penampilan yang tinggi dan mutakhir. Dan se-
sifat linear pada medium bahasa justru gera terpancang pula teka-teki, masa lalu bersama
didayagunakan untuk memancing hasrat ingin tahu yang bagaimana telah mengasuhnya sehingga tim -
pembaca, dengan memancangkan tanda tanya atau bul persahabatan sedemikian karib. Ini dijawab de -
isyarat. Dengan demikian terpaculah hasrat ingin ta - ngan regresi berujud kenangan sebagai kepingan
hu pembaca, setiap kali minat dibuat meningkat. kaleidoskop pada Mus: masa bergerilya, masa
Tanda tanya itu misalnya dipancang pada akhir aline berkuliah. Disusul dengan acara bisnis Wandi, dan
a keempat di kalimat yang berbunyi : terutama pembaca diayun dengan pemerian dan
Ke Ginza beli kimono ! (h. 42) pengisahan tentang acara hiburan bagi keduanya.
Tanda tanya ini dijawab dengan alinea-alinea 5, 6 Acara hiburan ini diseling dengan kenangan pada
yang panjang, 7, dan 8 dengan kemacetan karena masa lalu Mustari yang dipecat dan jabatan dosen
kondisi keuangan; namun masih tetap dengan tekad dan ditampung oleh Wandi di kantor bisnisnya. Acara
tak kunjung pandam. hiburan yang meng ayun pembaca ini pun ditingkah
Sementara itu telah dipancang isyarat pada alinea 6, dengan pertengkaran yang cukup meruncing antara
tentang peluang bagaimana kimono itu bisa dibo- keduanya. Berpang kal dari selisih paham tentang
yongnya. pengurusan 'nasi-bung kus' bangsa; tapi tidak sempat
Kecuali bila dia tidak usah mengeluarkan uang- menerbitkan perkeiahian dan merusakkan persahabatan
makan untuk dua hari yang akan datang, atau mereka. Hal ini mencakup bagian cerpen yang cukup
bertemu kenalan lagi yang begitu saja memberinya luas; yaitu bagi an II dan III. Bagian-bagian yang
25.000 yen. (h.42) merupakan inti cerpen.
Terpancang teka-teki tentang peluang mana yang ba- Bagian selebihnya (IV), berisi pemerian Mus yang
kal berlaku, sebagai jalan terlaksananya perasaan is - tertinggal seorang diri, bangun kesiangan di suite Wandi
tri seta. —yang telah pergi meneruskan urusan bisnis-
ke Seoul-- dan mendapati pinggiran saja, menilik
surat uang yang dapat waktu pengisahannya
digu nakan untuk yang singkat: bagian I (2
memenuhi halaman, yaitu h. 41 dan
kebutuhannya. h. 42), dan bagian IV ( 1/2
Dalam pembacaan ha laman pada h. 52).
lebih cermat terhadap Secara subtansial bagian
cerpen I berupa tekad
i pemenuhan permintaan,
ni temyata pula bahwa
daya pikatnya tersembul sedangkan bagian IV
pula dari kecendekian
yang mengalasi berbagai berupa peluang
pemerian dan
pengisahannya. Seperti: terpenuhinya
restoran dengan ma-
sakannya, mode dengan permintaan itu, sebagai
tatawarnanya, konsep pe-
nyejahteraan bangsa, pribadi.
tataruang, ulah seksual,
dan yang tak kurang Lapis inti terbungkus
pentingnya ketahanan
terhadap serbuan pola oleh lapis luar, dan
konsumsi dunia.
Kecendekian demikian memiliki waktu
pengisahan yang panjang:
9 halaman. Di dalamnya
tampil masalah-masalah
dalam skala besar: soal
nasional, dan juga
hubungannya dengan
dunia Intemasional. Seni
sendiri - secara promosi abad modem
subtansial mempakan yang diserbukan, sehingga
daya pikat ke arah berpengaruh sebagai pola
ekstensifikasi dan konsumsi dunia. Dalam
intensifikasi diri; sesuatu skala kecil Yati kepengin
yang terpacu oleh hasrat kimono, dan dalam
kreatif pada setiap penampilan sebagai
pembaCa.
manajer Wandi
Amat penting dalam
busananya sama sekali
memahami cerpen ini
tercakup dalam konsumsi
ialah menyatupadukan
dunia. Dan dalam skala
citraan yang terderet
nasional hal itu semakin
secara linear oleh tabiat
besar saja.
bahasa, sehingga tampil
kepada kite secara "Dan bungkusan itu
konfiguratif sebagai kelihatannya makin
sebuah tanda. Kiranya besar saja, nDi?"
dalam hal ini cerpen "Presis, Mus,
dapat dilihat sebagai presis ! Makin
sebuah kesatuan yang besar. Dan ini ber-
terdiri atas lapis luar laku di mana-mana.
(bagian I dan IV), dan Di mana-mana. Di
lapis dalam (bagian II Ameri-
dan III) atau lapis inti. ka, Rusia, Cina,
Lapis luar ini berupa Jepang, di mana-mana."
(h.49) Soal nasional itu rupakan proyeksi besar
juga ditampilkan dalam dari sifat manusia kreatif,
perang geril ya elastis dan ekspansif.
mempertahankan Untuk kesekian kali Kau
kemerdekaan, soal buktikan bahwa cipta-
mengurus na si bungkus anMu bernama manusia
(dengan tahu terus isi nasi adalah ciptaanMu yang
bungkus). Pada pokoknya paling kreatif, elastis,
persoalan skala nasional dan ekspansif." (h. 41)
itu kiranya me Masih dalam lapis inti,
lantas bagaimana
dengan soal ulah seksual
yang nampak cukup
dominan hadir di sana ?
Ada yang berpendapat
bahwa hal itu meru-
pakan unsur daya tarik.
Boleh jadi benar
demikian. Akan tetapi
kiranya bermanfaat pula
pendapat Roland
Barthes yang
menyatakan,
"Bukankah pada
bagian badan yang
paling erotik busana
justru
menghadirkan
celah-celah gelap?"
(J. Culler, 1977:
255)
Secara simbolis dapat
diartikan bahwa hal-hal
budayawi itu sering
kedap pandang. tak
tertembus oleh
penalaran. Penampilan
ulah seksual merupakan
jalan untuk lebih dalam
merasuki hal-hal
budayawi. Dengan
demikian proyeksi nasi
bungkus individual ke-
pada nasi bungkus
nasional itu, tidak urung
bersangkut-paut dengan
soal-soal budayawi dalam
pertaliannya dengan
budaya asing.
HORISON/XVI11/230
· Demikianlah watak dan latarnya,
sebuah membangun keberadaan
pendekatan tokoh, atau statis tokoh.
formal untuk me Statis tokoh ini berlibat
mandang cerpen atau terlibat dalam
'Kimoni Biru runtunan peristiwa pada
Buat Isteri" keempat bagian cerpen.
secara Mustari memang hadir
konfiguratif pada keempat bagian
sebagai sebuah cerpen, sedangkan
tanda. Untuk Suwandi praktis hanya
menurunkan hadir pada bagian II dan
tafsiran dari III. Mustari hadir pada
tanda tersebut lapis luar dan lapis inti,
akan dilakukan sedangkan Suwandi
dalam bagian hanya hadir pada lapis
berilcut. inti saja.
Pada lapis luar dapat
III diturunkan tafsir bahwa
Mus taxi setia dan ikhlas
Dari analisa aspek mengemban permintaan
formal terhadap cerpen yang berubah dan
"Kimono Biru Buat meningkat (bagianl). Dan
Istriku" menjadi jelas pada bagian IV berkat
bahwa tokoh uta manya dukungan Suwandi
ialah Mustari dan (orang bisnis dan poli-
Suwandi; dengan jatidiri tikus), permintaan istri
masing-masing seperti itu oleh Mustari
sudah disebutkan (cendekiawan dan
sebelumnya. Jatidiri budayawan) dapat
tokoh bersama dengan diadakan.
niscaya merupakan
konsekuensi dalam
interaksi dengan pola
konsumsi dunia. Namun
dalam hal kebudayaan
insya Allah dan
hendaklah kita tetap
menampilkan watak.
— Bersama
Satoko dan Yukiko
sang tokoh tetap
berkonsentrasi
pada Yem dan Nah.
(h. 51)
— Bukan
berperan dalam
kabuki melainkan
dalam wayang
wong. (h. 52)
— Bukan
mendengar Iron
Butterfly melainkan
mendengar
Monggang yang
alon dan Agung. (h.
52).
— Melihat pencakar
langit yang garang
ciptaan Ku rokawa
Akan tetapi lapis luar kita tak
itu sebenamya hanyalah membayangkan
bungkus tipis yang senang tinggal dan
mengantar pada lapis hidup di dalanuiya.
inti. Dalam lapis inti (h. 52)
berperan bersama Dalam gerak kemajuan
Mustari dan Suwandi, to- itu, tidak semua bidang
koh-tokoh teranugerahi yang mesti mengalami
tetap bertahan (survive) kemajuan itu dapat
dalam surut dan merupakan bidang
pasangnya republik. produktif secara material.
Dalam lapis inti Demi kemaju
terproyeksi secara
nasional tuntutan
individual be-Berta aspek
peningkatan dan
perubahannya.
Peningkatan dalam
mutu dan jumlah, dan
perubahan sebab ada
hal-hal yang secara
an di segala bidang, perlu karena tersembunyi dalam
adanya solidaritas kesenasi tumpukan. 'Kimono Biru
ban. Buat Isteriku" sampai
— "kita kinipun kiranya masih
punya peran sendiri- tetap bermakna berbicara
sendiri. Tapi kita ada kepada kita.
lah bagian dari Alangkah lebih
lelakon yang sedapnya kalau bisa tampil
sama ..." (Wandi dalam mutu terbitan yang
mestilah mendukung ditingkatkan, tanpa lagi
Mus). (h. 52) salah cetak di dalamnya.
— "Inilah
kemewahan seorang Sala, Oktober 1982
pengamat yang teli ti
tetapi melarat.
Semua merk hafal. DAFTAR BACAAN
Tapi ya itu
saja. ...., " (ujar Chatman, Seymour, Story
Mus). (h. 45) and Discourse, Cornell U-
— "Selain 1980
kayu, aku dengar
kau ikut macam- niver
ma- sity
cam satu lagi, nDi. Pres
Salah
franchise mi.airline,
, s,
numan botol,
Ithac
kemudian aku
dengan juga persia a
pan assembling and
mobil Jepang?" (h. Lon-
49) don.
Secara singkat kiranya
dapat dinyatakan, bahwa Culler, Jonathan,
oleh karena setia ikhlas Structuralist Poetics,
menyambut meningkat Routledge &
dan berubahnya 1977
permintaan, kota mesti
selalu aktif terbuka Berta Kega
berwatak dan berperan. n
Sehingga segala sesuatu Paul,
yang kita perbuat akan Lond
memantapkan kebe- on
radaan kita. Menggumuli and
apa mengukuhkan Hen-
jatidirinya. ley.
I
V van Peursen, C. A.
Strategi Kebudayaan, Pen.
Demik anlah sebuah
Kani
ajakan. Menengok kembali
1976 sius
su atu karya, yang
Yogy
barangkali telah terlupa
HORISON/XVIII/231
akart ta.
a, &
BPK Umar Kayam, 'Kimono
Gu- Biru Buat Isteri' dalam
nung sas-
Mulia Feb. 1974tra Horison, No. 2
Jakar Tahun ke IX.
" .1 II I I I uni 1 II
P
4 !
0 .*
4tit
le INMa
-11110-2-__0110-4.0wKiiiivtiarcim
-li Irma
II
1...,.-... 11
-4
J
:-.- --- : =It
7 ,,,,._7_, in _=L- -4._ ,4 4 .i II -a-- vF"IF-- 4.$7
1 r__ :,.__ _zir=_EL-..:..a..,-...E•FARE-.•alut..-
N W
+4 --.• 7 ...............11 ____—••_---
...--..7= .....ZZI...., 4.1 .. ...4141
---.
47.24,7,1 rupwrim....12. m.—:7,..,_____-----7.,,,,
,,
„;,,..„,,„,.....„....riairiiu.,,„,..... rimrilisi.....1,1..
1 :4
·4i'„Zpleff.110,129,r2Tz..,-.....ccamatimnmartmeilm
5
0 7 4 mi ar.
iliummoakimisio.m! a
vim ‘IPIrli1)1...._431111-oriiii
_ipshummuat•Lartgouli
Affri1110111111tailkNVIIIMII
1311111114IP31411M111;i1111111111111!
1111611111111114111•TRIUMEtlaiigi
11
'*--t-44T1 • . . . - 44447MN IIIIII1 #.4-
67- ' -_-_, -.= --,-.. =- 1r -4pi--. -4,•70t• 7..--- ---`
,.=- — -.F. 7-.-- 77.- -- - ,4 -. ± ... - ' ' = - , — - , 4 1
-
: 1 I
A 0 7 AA
F4A'410-7=C:.;:lk.146.4:4elt..-=ie_IV-401-4*APW-7.741-W.W-47.*:.-±;.#•-74*: **-1. V
16,,,- --
,,,, ,p 2.:-.A.,-**_
_._._
c_wi,.4.L.A,_•_*i:_..,..-* ;_ws.
- -
7*.;.4-..a. _4._-
,_. -,-,:_-- ---
4,-7.-A
n*:.----..----.6.-7-4-.-4e..7.-7-4.7..T.0.7-.T..------..-74.=----4.-
77:0.----.-.-:-.---....-..-F.A.T.z.bi._•,-1-w..-eiwwfo-
A=.4,..A.1%.
Ahmad Fahrawi
Isinya :
"Pemahkah kau merasa sunyi, ya,
sunyi seperti yang kau rasakan,
padahal kamu mempunyai anak
anak, suami, pekerjaan, penghasilan,
rumah, keluarga, teman-teman,
rencana dan kedudukan terhormat.
Sunyi semacam itu, yang kukira
dimiliki oleh siapa saja, datang
padaku sepuluh tahun yang terakhir
ini. Tatkala aim berbaring dalam
kamar sendiri, dalam terang lampu
yang samar, dingin ka sur dan masa
depan yang seram. Sunyi ini, ingin
kubagikan pada saat ini, tapi kau
entah di mana ?" (hal. 76 - 77).
Pengembaraan pikiran-pikiran
bawah sadarnya yang mempertajam
rasa tersisih dan rasa kesunyiannya itu,
membuat bagian-bagian masa lalunya
hadir di hadapannya. Obsesi
mengambang di permukaan. Pertemuan
dengan seorang pemuda dalam berbagai
kesempatan - pertemuan dengan bagian-
bagian masa lalunya. Bahwa pemuda itu
pernah menjadi penjahat, bahwa
pemuda itu senang melakukan onani
dan hubungan homoseks, adalah masa
lalunya.
" Orang tua itu mencoba mengingat-
ingat di mana ia telah menjalin
persahabat dengannya. Ia hampir
tak bisa menerima, wajah orang itu
sama dengan yang memperkosanya
di atas kereta. Hidungnya mirip
dengan yang melakukan onani di
kamar pe turasan -- di atas kereta.
Mulutnya mengingatkan ia pada
saudagar babi yang terkenal karena
HORISON/XV111/238
mempunyai masa lalu yang sangat tak
menyenangkan, yang membuat ia
merasa diburuburu perasaan bersalah
sepanjang hidupnya, yang membuat ia
merasa tak diterima oleh masyarakatnya
dan dihantui kesunyian.
Rasa tersisih dan rasa kesunyian yang
talc menemukan jalan keluar itu, lazim
saja membuat orang to a itu merasa
ingin bunuh diri. Orang tua itu mentole-
rir perbuatan bunuh diri itu sebagai
perbuatan yang bisa dimengerti dengan
menokohkan dalam pikirannya seorang
suami yang bunuh diri hanya karena di-
buru-buru perasaan bersalah
disebabkan telah memukul istrinya (hal.
45-57). Keirlginannya untuk bunuh diri
lik cars berpakaian. itu semakin kuat setelah
Tiba-tiba ia terkejut, mungkin juga pengkonfrontasian rasa tersisih dan rasa
anak itu bagian dari masa mudanya. " kesunyiannya itu dengan suasana sebuah
(hal. 85). stasiun dan perjalanan dalam kereta api
Keinginan untuk melupakan masa malah mempertajam rasa tersisth dan
lalunya itu digambarkan dengan rasa kesunyian nya itu. Ketika ia sudah
tindakannya menimpakan tong sampah berpikir-pikir untuk melaku kan
kepada pemuda itu, dan kemudian tindakan bunuh diri, sebuah kesadaran
meneriakkan coaling. Tapi nyatanya lain tim bul, bahwa bagaimanapuri
masa lalu itu merupakan kenyataan hidup ini adalah kenyataan, dan sebuah
yang talc bisa clihindarinya, dan kenyataan masih layak untuk dijalani.
memukul di rinya sendiri. Seorang gelandangan yang terpaksa
memakan lcu-
.Sebagai pembaca kits cuma mampu
menduga-duga, orang tua itu
cing untuk mempertahankan hidupnya, adalah kehidupan yang basurd, mengapa
toh masih mau hidup. Dengan kesadaran kita tidak bunuh diri ? "
itulah, is memperteguh hati untuk Ya, mengapa orang tua itu tidak
menghadapi hidup dan kenyataan. bunuh diri saja ? Mengapa gelandangan
Ini sebuah puisi, pikir orang tua itu di yang memakan }cueing itu tidak bunuh
awal novel. din saja ? Itulah hidup yang tak terpa-
"Ini sebuah puisi," kata orang tua itu hamkan.
menjelang akhir novel. Sebuah puisi Ending novel ini merupakan simbolik
sering merupakan sesuatu yang tak yang sangat bagus :
terpahamkan. Dan begitulah hidup, "Ia mengangkat kopor dan berjalan
hidup sering merupakan sesuatu yang tanpa kata-kata lagi. Kereta yang
tak terpahamkan. Ge landangan dengan terlambat telah datang. Sebuah nomor
penderitaannya yang paling puncak, toh di tangannya, untuk salah satu tempat
masih mau hidup. Dan orang tua itu, de- duduk di salah sebuah gerbong. Ia
ngan rasa tersisih dan rasa kesunyiannya masih bersabar beberapa lama karena
yang selalu menghantuinya, toh masih kereta yang lain masuk. Sementara
ingin melanjutkan hidup. Hidup, ya corong terus menerus menyebutkan
hidup merupakan sesuatu yang tak stasiun-stasiun yang akan dilintasi,
terpahamkan. sebelum sampai pada tujuan."
Ini, yang tampaknya merupakan Perjalanan hidup adalah seperti
moral novel ini, mau tak mau perjalanan dengan kereta api. Peran kita
mengingatkan kita kepada pemikiran- di dalamnya adalah seperti nomor kursi
pemikiran kaum eksistensialis. yang diberikan kepada kita. Stasiun
Kata Albert Camus, demi stasiun yang dilewati adalah
" kalau kehidupan yang kita hidupi peristiwa-peristiwa yang berlalu dalam
hidup kita. Demikianlah perjalanan hi- dari unsur se tting/latar atau landas
dup sebelum kits akhimya sampai pada tumpunya.
tujuan. Maut. Sungguh suatu simbolik Setting atau latar Stasiun adalah
yang bagus. kebalauan sebuah stasiun dan
perjalanan dengan kereta api, persoalan-
4 persoalan yang meliputi kehidupan
sebuah stasiun dan kereta api, dan
Dan beberapa unsur yang kemungkinan-kemungkinan yang bisa
membangun sebuah novel seperti tema, terjadi di sana.
tokoh/perwatakan, plot/slur, setting dan Memasuki kehidupan yang mewarnai
gaya, novel Stasiun sangat menarik sebuah stasiun dan kereta api berarti
ditinjau memasuki bagian yang pa ling inti dari
denyut kehidupan masyarakat. Keba-
lauan sebuah stasiun dengan beragam-
ragam manusia yang membawa
persoalan-persoalan dan tujuannya
sendiri-sendiri, antrian panjang di depan
loket, para gelandangan yang
memanfaatkan gerbong-gerbong kosong
sebagai permukiman, kejahatan dan
kesemena-menaan yang bisa saja terjadi
di depan mata kita, kecenderungan
masyarakat untuk main hakim sen-
penumpang-penumpang kereta api
yang berjejal jejal dengan tempat duduk
yang kurang, penjual-pen jual makanan
dan minuman yang berlompatan ke
dalam kereta ketika kereta berhenti di
sebuah stasi-- un, kesuli tan untuk berak
atau kencing dalam kereta yang sedang
berjalan, dan sebagainya dan sebagainya
adalah bagian dari realitas sosial yang
mewarnai kehidupan masyarakat kita.
Menyelami hakekat dari realitas yang
terpampang di depan mata itu, barang-
kali akan membuat kita melihat sisi lain
dari pembangunan yang sedang
berjalan, atau membawa kesadaran,
betapa kemiskinan dan keterbelakangan
masih merupakan kenyataan sosial, dan
betapa masih banyaknya yang mesti kita
benahi.
HORISON/XVIII/239
Adalah benar apabila menurut ke atas atap kereta dengan ugal-
banyak pengamat, Putu Wijaya ugalan. Para petugas ribut semprat-
mempunyai pengamatan dan kepekaan semprit, dengan bantuan lampu
sosial yang sangat tajam dalam novel- sentemya mengusir dan mem
novel atau cerpen-cerpennya. Setting peringatkan. Tapi pare penumpang
Stasiun membuktikan hal itu Juga boleh terus juga menyerang kereta.
jadi benar anggapan Jakob Sumardjo, Kendaraan yang seperti tak sadar-
bahwa Stasiun berbicara tentang sadar digerayangi itu kelihatan makin
ketidak-pastian hidup di Indonesia, lamban " (hal. 35).
dalam simbolisme, Dan tokoh utama (si
orang tua) boleh jadi cuma berperan Atau yang ini :
untuk mengantar kita kepada gambaran " Wama jingga dinding kereta
tentang ketidakpastian itu. Boleh jadi. menyala diterpa oleh lampu-lampu
Setting yang sangat menarik berpadu stasiun. Beberapa perempuan yang
dengan gaya bahasa yang padat dan memakai gincu tebal bertebaran
intens, membuat novel Stasiun terasa sepanjang rel. Sejumlah pramuka
sangat hidup dan memikat. Cobalah kita dengan seragam coklat dan kacu
baca kutipan ini : merah putih mengelompok dengan
"Liburan sekolah. Akhir semester rapi. Lima atau sepuluh militer
Perguruan Ting gi. Hari Raya. dengan seragam hijau dan jaket
Keperluan mendesak. Urusan-urusan loreng, dengan baret merah, hijau,
dines. Perkara-perkara penting dan hitam, ungu atau warna lain kelihatan
sepele. Semuanya menggerakkan duduk di sana-sini. Tas-tas yang
orang untuk membanjiri stasiun dan coklat, merah dan kuning bergeletak
menangkap apa saja yang menjalar di an menumpuk di samping kaki pare
atas rel. Mereka merayap masuk penumpang
dengan barangbarang mereka yang
akhirnya menyumbat loronglorong
dalam gerbong. Tidak ada yang
mengatur. Mereka memasukkan
dirinya ke dalam kereta sebagaimana
mereka memaksa sejumlah barang
yang terlalu banyak masuk ke dalam
kopor kecil. Mereka tak malu dan tak
segan untuk menggeser orang lain,
mencari tempat yang lebih baik, seti-
dak-tidaknya ikut serta ketimbang
menunggu kereta yang lain keesokan
harinya. Ada juga yang mencoba naik
yang memakai sepatu putih, hitam, mengge rayangi hidungnya. Ia
coklat atau be lang. Tiga buah balon menadahkan mukanya menghirup
berwarna dengan ikatan benang bau itu sambil memejamkan mata.
putih dipegang oleh seorang anak di Api seperti mau menjilat-jilat
pintu masuk. Botol-botol di restoran rambutnya yang kusut. Ia berpaling,
dengan berbagai macam warna dan membiarkan lama-lama punggungnya
majalah-majalah yang bertumpuk di terbias panas. Lalu is memperhatikan
kios dan yang dilambai-lambaikan anak kucing yang sedang bermain
oleh anak-anak penjualnya semarak asyik dengan kaki tuannya. Bangkit
dan kaya. Seorang pekerja dengan lagi laparnya. Ia mulai gelisah, coba-
pakaian kuning keluar dari kamar coba menghibur diri dengan menarik
kecil membawa pipa plastik hijau perhatian binatang itu.
yang diu lurkan ke ujung stasiun
untuk suatu keperluan. Dua orang
anak-anak memakai pakaian yang
sama warnanya menerobos orang
banyak ke arah yang lain " (hal. 94).
Tampaklah suasana sebuah stasiun dan
perjalanan ke reta api seakan-akan
tampil di hadapan kita secara riil.
Dan bacalah yang ini :
"Tak jauh dari sana, ada gelandangan
yang sedang membakar sampah
untuk menghangatkan tubuhnya yang
separuh telanjang. Bau masakan yang
di goreng, melompat dari
perkampungan di seberang stasiun,
menyelusup di sela-sela pagan lalu
HORISON/XVIII/240
WM:MAC.C.X<CMINCSAMNMUNVAM,..(4144463SSSIKU(NINMSNSSAAOILCSAINK40.
is
BACAAN MENARIK
UNTUK REMAJA
Tidak digubris. meronta-ronta dan
Bau masakan di mencakar-kacar
udara semakin lemah. Ia tak
menusuk. sempat mengeong
Mulut sebelum mati.
gelandangan itu Gelandangan
komat-kamit. itu membawanya
Ia melempar- ke dekat api.
lempar kucing itu Begitu saja
dengan kerikil. bangkai itu
Binatang itu dilemparkannya
terheran-heran, ke api. Se bentar
tapi kemudian de- kemudian bau
ngan gembira masakan dan
melompat-lompat seberang sana
mengejar. Gelan- kalah oleh bulu
dangan itu kucing terbakar
menggoyang- yang sengit. Ge-
goyangkan secabik landangan itu
sampah untuk mencari semacam
menarik tongkat kecil, to
perhatian. Kucing tapi tak berhasil.
itu tidak Terpaksa dengan
menggubrisnya. tangannya is
Lalu gelandangan membolak-balik,
itu berjingkat- sementara
jingkat mendekat. hidungnya
Ia membujuk- kembangkempis
bujuk dengan menghirup bau
menggerak- daging terbakar "
gerakkan sebatang (hal. 102 -- 103).
ranting kering,
Kutipan yang
berisi secuil kertas
terakhir ini
di depannya. Ini
menggambarkan
lebih menarik. Ku
sebuah moment yang
cing itu
tragik dan kehidupan
memperhatikan
seorang gelandangan.
dengan seksama.
Riilkah ini atau
Ia melengkungkan
tidal( ?
punggungnya
Berlebihankah ini
dengan lucu,
atau tidak ?
melompat di
Barangkali, ya,
tempat, lalu
barangkali tidak, ka-
menyergap kertas
rena kemiskinan dan
itu. Gelandangan
kehidupan yang
itu cepat
dijenuhi oleh
menangkap
penderitaan
langsung mencekik
membuat seseorang
lehernya keras-
bisa tak waras atau
keras. Kucing itu
mampu melakukan
perbuatan apa saja.
SERI RUMAH KECIL
Tentang
gelandangan, Seri buku ini telah
111 6141.4:144:4•14:WNCILOWAIMP
LOULatcaWAMXMOLISLCSAV0KMINICKICIWAIli
HORISON/XVI11/241
PAWAI PUISI ft
NOBEL
diterjemahkan oleh
Sapardi Djoko Damono
Pengantar
Bulan Mei 1983, Dewan Keseni-
an Jakarta menyelenggarakan
pembacaan puisi para pemen.ang
hadiah Nobel selama dua malam
berturut-turut. Dalam acara terse-
but ditampilkan karya-karya se-
bagian besar penyair yang pernah
memenangkan Hadiah Nobel.
Hadiah kesusastraan tersebut tentu
bisa mengangkat pemenangnya ke
tarsi internasional, meskipun
kadang-kadang bukan me rup akan
j aminan bahwa pemenangnya juga
tokoh yang paling menonjol di
negerinya sendiri. Beberapa di
antaranya bahkan tidak tercantum
dalam berbagai bunga rampai puisi
negerinya
Namun kenyataan itu tidak
perlu mengecilkan peran hadian
tersebut, setidaknya sebagai
salah satu kriteria untuk memilih
penyair-penyair dunia yang
pantas diperkenalkan kepada
kita. Kali ini Horison memuat
terjemahan beberapa sajak karya
Aleixandre (Spanyol), Eliot
(Inggris), dan Yeats (Irlandia).
Mereka itu adalah sebagian dari
penyair-penyair yang sajak-
sajaknya dibaca antara lain oleh
Taufiq Ismail, Sutardji Calzoum
Bachri, Ikranegara, Chairul
Usman, dan Putu Wijaya. Bunga
rampai puisi pemegang Hadiah
Nobel yang memuat sajak-sajak
tersebut disunting dan sebagian
besar diterjemahkan oleh Sapardi
Djoko Damono. Sajak-sajak Eliot
dan Yeats langsung dari bahasa
aslinya, Inggris, sedangkan yang
lain lewat berbagai versi Inggris.
Redaksi
Vicente Aleixandre :
HORISON/XVIII/242_
BERNYANYILAH, BURUNG
T.S. Eliot :
ORANG—ORANG KOSONG
Mistah
Kurts is
I
Kami
orang-
orang
kosong
Kami
orang-
orang
sumpalan
Bersanda
r bersama
Kepala penult
sumpalan
jerami.,Ab!
Kalau kami
berbisik bersatna
Suara kami yang
kering
Sepi dan tanpa makna
Bagaikan angin
di rumput kering
Atau kaki tikus
lewat pecaban
kaca Di gudang
kami yang kering
Jangan aku
lebib dekat
lagi
Di kerajaan
mimpi maut
menjumpai Biarlah aku
nya di mengenakan
Perlengkapc
m k
penyamaran a
Mantel n
tikus, kulit
gagak, p
tumpukan e
papan r
di ladang t
b e
e m
r u
p a
e n
r
i a
l k
a h
k i
u r
s i
e t
p u
e
r D
t i
i
k
a e
n r
g a
i j
n a
a
T n
i
d s
a e
k n
j
l a
e k
b a
i l
b a
d III
e lni tanab
k mati
a Ini tanab
t cactus
Di sini
B patung-
u patung batu
Ditegakkan,
di sini IV
mereka Mata tidak
menerima ada di sini
Permohona Tidak ada
n tangan si mata di sini
mati Di lembab
Di bawab bin tang
kerdip bin sekarat ini
tang yang Ll lembab
redup pampa ini
Rabang
Seperti ini patah dari
Di kerajaan kerajaan-
maut yang kerajaan
lain kami yang
Terjaga bilang
sendiri
Pada jama Di
ketika kami temp
Gemetar at
dengan perte
kelembutan mua
Kati n
Bibir-bibir yang
yang ingin
mencium palin
Membentuk g
doa menjadi akhir
batu pecab. ini
Kami
mera
ba-
raba
bers
ama
Dan
mengbindari
bicara
Berkumpul
di tepi
sungai yang
pasang ini
Buta,
Kalau mata
muncul
kembali
B
a
g
a
i
HORISON/XVI11/243
b a
i n
n
O
t r
a c
n m
g g
o
a r
b a
a n
d g
i
k
M o
a s
w o
a n
r g
.
r
i V
m Di sini
b kami
u meng
n eliling
i
d pohon
a per
u berdu
n ri
Dari Pohon
kerajaan per
senjakala berdu
maut ri
S pohon
a per
t berdu
u ri Di
- sini
s kami
a meng
t eliling
u i
n pohon
y per
a berdu
ri
h Pada
a pukul
r lima
a pagi
p hari.
Antara itu
gagasan An tara
Dan rancangan
kenyataan Dan ciptaan
Antara Antara
gerak perasaan
Dan Dan tanggap
tindakan an
Jatublab Jatublab
bayangan Bayang-
Sebab bayang
milikMul Hidup
ah sangat
Kerajaan panjang
Eugenio Mon
tale: DORA
MARKUS
I
Kita berdiri di sini: dermaga-dermaga kayu
di Porto Corsini menjorok ke lout,
dan beberapa nelayan, bampir tanpa gerak,
menebarkan dan menarik jala. Kuangkat tanganmu
menunjuk ke pantai seberang sana
yang tak tampak, tanab airmu sejati.
Kemudian kita menyusur sungai ke tanab datar:
di sini dermaga-dermaga kota
tampak hitam berkilat, dan musim semi
yang lembam terbenam tanpa kenangan.
Kegelisabanmu mengingatkanku
pada butung-burung migrasi yang membenturkan
diri
ke menara api pada malam-malam badai:
kelembutanmu pun semacam topan,
tak tampak, terselubung angin ribut,
dalam saat-saat tenangnya yang Iangka.
Aku tak tabu bagaimana kau, yang penat,
bertaban
W.B. Yeats: hidup di danau ketakacuban itu
yakni hatimu: mungkin
AEDH MENGHARAP KAIN DART SORGA yang menyelamatkanmu adalah azimat yang
kausimpan
campur adult dengan listrik,
sapuk bedak, dan kikir kuku dalam tasmu: tikus
putih
terukir dalam gading: demikianlab kau ada!
HORISON/XVIII/244
Ma'am yang mengdir keluar
melintasi tanab datar yang lembab, hanya
membawa debar mobil dan
bunyi angsa, dan sebuah kamar
berkilau oleb keramik putib-sdju yang berkisab
kepada cermin penub noda -- yang malab
menatapmu -- suatu cerita ten tang kekeliruan
yang tak dapat digugat, dan menatabnya di sana
bingga tak ada yang bisa mengbapusnya.
Dongengmu, Dora!
Namun is telah tersurat dalam tatapan-tatapan sesaat
Para lelaki yang kumis garangnya merunduk
dalam potret-potret besar mereka yang berbingkai emas, refrennya
berulang setiap kali musik dimainkan
dari piano tanpa nada pada scat
yang mengelam dan senantiasa semakin kasip.
KENANGAN
HOR ISON/XVIII/247
Ceslaw
Milosz :
NASIHAT
Dala a
m b
kega a
iban
mala
b
m
a
d
g
o
a
a
i
k
u
s
i
m
b
e
u
m
t
a
a
n
j
l
a
e
t
b
b i
b
a
g
a
a
w
i
n
s
l
i
d
a
a
n
r
a
i
,
b
m
u
e
r
r
u
a
n
b
g
a
-
b
r
a n
n i
t ,
u
. m
e
Pada r
bata a
ng m
mala b
m a
y t
a
n d
g o
a
d k
u u
l
u y
a
k n
a g
u
c c
i a
n b
t i
a k
, -
c
y a
a b
n i
g k
,
k
u k
c o
i y
n a
t k
a
i d
a
k n
i
d e
i m
t a
a t
m a
b b
a k
l a
, n
n
b y
i a
m ,
b
a d
n i
g
s
d i
a n
n i
y a
a n
k g
i o
n r
. a
D s
i e
m
s i
i l
n i
i r
r m
a e
m n
b g
a a
t n
a g
n k
a
m t
n u
y a
a t
, u
a y
n a
g n
i g
n
t
r a
i k
b
u k
t u
k
m e
e n
l d
e
m m
p e
a n
r c
- a
l m
e p
m a
p k
a k
r a
k n
a n
n y
n a
y
a k
, e
m
d b
a a
n l
i
s
e k
s e
kumi
b liki
u nafas
m ku
i sesak
. ,
akalk
Kini u dan
ia gilak
mera u.
mbat Kupe
baga gang
i erat-
kini erat
pana ramb
s atan
mem doak
anca u.
r ke Kura
atas, wat
pada ia di
setia akar
p batan
deny g
ut mala
diteri m.
ma
dan Sena
dike ntias
mbal a
ikan. kejay
aan
Doa bidup
ku yang
ada, itu
aku juga,
tiada ajal
. yang
Ia itu
tumb juga,
ub, kau
dan yang
aku mend
leny enga
ap. rku
Han dan
ya aku
yang m
meli a
batm b
u.
Pobo k
n a
ramb l
at itu a
men u
egan
g, d
putu o
s, a
berk k
erut, u
men
goya m
k e
dagi n
ngku c
. a
p
R a
a i
b m
a u
l s
a e
h b
i
u n
j g
u g
n a
g
n k
y u
a t
a
y b
a u
n
g k
a
m u
e
l t
e e
l m
a meng
b eras,
k
m e
e r
n a
e s
r
i b
m a
a g
n a
y i
a
, b
a
m g
e a
n i
a
e
h
u
a
c
n
a
n l
y y
a p
t
d u
i s
:
m
d m
a e
m n
j
p e
a l
n m
j a
a
n j
g a
. l
u
Sesa r
at
j
mela a
l
a
n
y
a
n d
g a
n
b
i s
t u
a
n
m
y
i
s
u
n
g
a
i
y
a
n
g
b
e
k
u
.
L
i
a
n
a
k
u
m
e
m
a
n
j
a m
t u
.
d
a W
n a
k
m t
e u
m
a b
n a
j t
a a
t n
g
h n
i y
n a
g
g p
a a
t
s a
u h
l ,
u
r k
n a
y u
a
m
m e
e n
n g
y a
e n
n g
k
t a
u t
b n
y
s a
i ,
s
i d
HORISON/XVIII/249
a a
n s
k
k u
a
r m
e e
n n
a d
e
s r
e u
n ,
t hasra
-
tku
u meny
h ala,
m pesa
u nku
berko
a bar
k seru.
u
Aku
m jadi
e heni
n ng.
g Kus
e ebut
n nam
d amu
m .
u Satu
. demi
sate
K kuse
e butk
m an
u sem
d ua
i nam
a amu
n .
Lian
n a
a mern
f delai
bata kutab
ng u:
leher batan
mu, g
men hita
gikat m
mu, dara
melil hku
itmu, telah
dan berla
akhi buh,
rnya gelen
tena dong
ngsa patah
bdu. tubu
hku
Nafa terur
sku ai
mala dala
ng m
teren doa;
gah dan
kata- kuta
kata hu:
menj jerit
elma tawa
air kal,
bah. mem
Doa anjat
ku, lagi
suda ke
h atas
terta dan
mbat dala
, m
akhi mem
rnya anjat
tena sema
ng, kin
dan sengs
akhi ara,
rnya sema
diam kin
. tingg
Kem i
udia banja
n tnya.
Pun d
gut- a
kum n
pulk
an k
doak a
u l
mala a
m ini u
Raib
dan k
pega i
ngla t
h ia. a
Tidu
r, d
saya u
ngku l
, u
biark
an d
tidur i
ku
d b
a u
t m
a i
n ,
g
k
p i
a n
d i
a
k k
u i
t
d a
a
l p
a u
m n
d t
o e
a t
, a
p
a
d
d a
i l
a
s h
i n
n a
i m
. a
-
n
Catat a
an m
Liana a
adeda
h nam
p
a
o
sejeni
s t
potion i
mera o
m bat; n
i
p y
e a
c n
a g
c
b
d a
a t
n a
n
e g
u n
c y
a a
p
y k
l e
t r
u a
s s
.
Sambun
gan dart
de
hal. 241 ngan
itu imbal
bersed an
ia uang
menye denga
rahka n
n jumla
mayat h
suami terten
nya tu.
asal Terjad
i n juga
tawar merup
mena akan
war. gamb
Oleh aran
proses sebu-
yang ah
berlik realita
u, s
wanit sosial
a itu yang
pada bisa
alchi saja
mya terjad
bersed i di
ia depan
menye mata
rahka kita.
n
mayat 5
itu
tanpa Nov
imbal el
an Stasiu
apa- n
apa. adala
Sisi h
pan sebua
ini h
bukan novel
saja non-
memp konve
ersala sional.
hkan Memb
harga aca
diri, novel
maut, semac
ekses am ini
pende tampa
ritaan knya
, bukan
penga saja
ruh mesti
uang, berbe
kemu kal
nafik cita
an rasa
manus sastra
ia, yang
namu balk,
namu novel
n juga Iwan
layak Simat
nya upang
memp ,
unyai Kafka
seked ,
ar Camu
penget s,
ahuan Sartre
ten- ,
tang Allain
novel- Robbe
novel -
non- Grillet
konve yang
nsiona pelopo
l yang r
lahir nouve
sebe- au
lumny roman
a di
gagas Peran
an cis
pencip atau
tanya James
dan Joyce
bangu yang
nan pelopo
novel r the
itu stream
sendir of
i. Kita consci
layak ousne
nya, ss
sebelu novel,
mnya novel
memb arus
aca, a- kesad
tau aran.
setida Tan
k- pa
tidakn demik
ya ian,
menge novel
rti Stasiu
dam n ini
menge akan
tahui kuran
novel- g_
.berbi sering
cara tidal
atau logis
hanya dan
akan absur
melah d,
irkan ketida
semac k-
am menge
keti- rtian
dakm terhad
engert ap
ian. aman
Ketid at
ak- atau
menge pesan
rtian apa
terhad yang
ap ingin
ting- disam
kah paika
laku n pe-
dan ngara
sikap ng; ya,
tokoh- ketida
tokoh k-
nya, menge
ketida rtian
k- terhad
menge ap
r tian keselu
terhad ruh an
ap novel
alur itu.
dan Kal
jalan aupun
cerita novel
nya, ini
ketida bisa
k-me- melah
_ irkan
ngerti semac
an am
terhad keti-
ap dakm
peristi engert
wa- ian,
peristi saya
wa taklah
yang sepan
danga aliena
n si,
denga ketera
n Talc sing-
dir, an,
bahwa kesun
denga yian,
n namu
novel n
Stasiu setting
n ini yang
Putu digun
Wijay akan
a ter- Putu
kanda Wijay
s pada a
jalan memb
buntu uktika
seni n
dan keterli
sastra batan
moder nya
n. Dan terhad
memv ap
onnis ma-
Putu salah-
Wijay masal
a ah
sebag masya
ai rakat
senim nya,
an sekali
yang gus
meluk memb
iskan ukti-
aliena kan
si, ketaja
keput man
usasaa penga
n, matan
kebun nya.
tuan Moral
jalan. novel
Stas ini
iun sen-
mema diri,
ng bahwa
berte bagai
maka naana
n pun
hidup
ini
adala keput
h usasaa
suatu n dan
yang kebun
layak tuan
dijala jalan,
ni, malah
tidakl sepert
ah i me
memb nyirat
awa kan
harap
kita
an-
kepad harap
a an.
Dan
kalau
novel
ini
terpen
cil
dari
masya
rakat
pem
baca
kita,
yang
layak
dipers
alahk
an
bukan
lah
peng
a-
rangn
ya,
tapi
masya
rakat
kita
sendir
i yang
belum
de-
wasa
cita
rasan
ya.
Novel sama
ini sekali
sendir dalam
i bahas
sesung a, da-
guhny lam
a me pengu
namb ngkap
ah an,
kaya dalam
dan mende
berag kati
amny hidup
a dan
perbe per-
ndaha masal
raan ahan,
sastra yang
kita. merup
Kome akan
ntar halam
H.B. an
Jassin baru
untuk dalam
Ziara ke-
h-nya susast
I-wan raan
Simat Indon
upang esia."
rasan Dan
ya tiba
releva lah
n pula say
kalau a
kita pad
ambil a
untuk kesi
novel mp
ini, ula
tentu n
dalam pali
konte ng
ks akh
yang ir.
berbe- "
da. Ini
" sebua
Cerita h
yang puisi,
barn " kata
orang berba
tua gai
(prota penafs
gonis) iran.
itu Kita
menje boleh
lang saja
akhir memb
novel. erikan
Ini penafs
sebua iran-
h penafs
puisi, iran
itulah sendiri
juga ,
kata kesim
saya pulan-
tentan kesim
g pulan
novel sendir
ini. i, tapi
'Novel bel1u
ini m
mema tentu
ng seben
namp arnya
aknya kita
novel cukup
puisi, menge
novel rti.
yang
berma
kna
kono- Marta
tatif, pura,
yang 29
terbu Septe
ka mber
terhad 1982.
ap
H
O
R
I
S
O
N
/
X
V
I
1
1
/
2
5
0
________________________
JEMBATAN BARU
Oleh : Agnes Yani menyegarkan.
Sardjono
Untuk orang yang
terbiasa hidup di
lingkungan yang
sumpek, keadaan
itu ma-
cam impian yang
terwujud.
"Lalu
"Jembatan itu tunggu apa lagi ?
sudah sangat Kasihan
mengkhawatirkan.
Lihatlah, dua ti ang
penyangganya
sudah rapuh.
Tembok sebelah
timur itu, retak dan
keropos di
bawahnya. Juga pa
pan-papan itu,
hmmm, lapuk dan
sebagian malah ada
yang dicuri. Lalu
apa yang terjadi
jika musim hujan
sebentar lagi tiba ?
Pasti roboh.
Roboh ! Tak ada
kekuatan yang
menopangnya.
Hahhh ...," teman
saya mengangguk-
angguk sambil
memandang
jembatan yang
melintas di atas kali
kecil yang me
misahkan dua desa.
Sebagai kepala desa
yang bare saja
dilantik bupati,
ingin rasanya dia
segera berbakti
untuk warganya.
Langkah pertama,
memperbaiki
jembatan itu.
"Uang
sebenarnya sudah
ada," lanjut teman
saya lirih. Kam!
berdua duduk di
atas tanggul tak
jauh dari tanah
persawahan. Angin
sore semilir.
Menyegarkan. Ya,
sangat
kan warga desa kenangan pada sa-
sebelah timur kali. ya. Dua puluh tahun
Mereka
menggunakan yang lalu, di sekitar
jembatan jembatan itulah
i kami bermain-main.
tu sebagai jalan Ada kalanya kami
satu-satunya yang turun ke kali
dekat untuk menuju mencari ikan
kota. Kalau musim mujair.
kemarau seperti ini, "Sebenarnya
bisa saja mereka kami bisa memba-
melompati batu- ngun segera."
batu kali yang "Ya. Lakukan
besar. Tapi kalau itu. Tunjukkan
hujan sudah turun pada warga desa,
berhari-hari, kali ini kau sebagai pim-
pasti deras arusnya. pinan mereka
Kasihan anakanak sangat memperhati-
yang sekolah kalau kan apa yang
sampai jembatan itu mereka butuhkan.
benar-benar Itulah bakti. Dan
ambruk" kata saya. bakti terwujud ka
Bagaimanapun lau kau sudah
juga, saya hares ikut bertindak. Bertin-
memikirkan daklah. Bangunlah
keadaan jembatan
segera jembatan
itu. Jembatan itu
itu. Dengan begini,
banyak memberi
kepercaya-
HORISON/xVI11/264
PULANG
Kesenyapan gemeretak di bawah te- Oleh : Korrie Layun Rampan "Menakjubkan. Kau berani berkor-
rik matahari. Akar-akar rimba melayah ban. Kau tidak kesepian?"
mencengkam bumi. Di kejauhan terde- "Aku senang dengan murid-murid-
ngar gemeretuk suara-suara pohon diro ku yang lucu-lucu. Tetapi yang agak me
bohkan. Di arah lain ada siul burung dan risaukan, kebanyakan anak-anak itu le-
suara teriakan kera. Selebihnya hanya wat usia duduk di kelas satu. Namun
sepi yang meriung dan suara angin me- apa boleh buat. Aku bukan tipe orang
nerpa keluasan rim ba saya.
Ke arah dalam menjalur jalan menu Cerpen : Korrie Layun Rampan
suk hutan. Di kid kanan jalan bertumpu
kan batang-batang pohon yang diroboh- "Kak You," kata yang lebih depan.
"Mari ke lou."
kan. Beberapa bagian terdapat bencah-
bencah yang membasah, di arah lain "Aku hendak ke huma pak Janta. Ini
tanah-tanah mengering dengan warna Bu Guru...."
tern baga. "Ingin mencari sayur. Di huma ba-
Pada jalur jalan terlihat bekas ban nyak kerwila, timun dan semangka." ka-
traktor membenam di tanah. Gurat- ta guru muda itu.
guratnya menegas di bagian-bagian Lelaki muda itu seperti melihat ma-
bencah yang membasah. Ke arah dalam sa kecil yang lasak dahulu. Berlari-lari di
jaIan itu bercabang, masing-masing rimba-rimba dan hutan-hutan muda
menusuk jauh ke dalam rimba. yang tertinggalkan. Pergi ke hutan-
Lelaki muda itu melangkah terte- hutan jauh. Tetapi kini ia merasa asing.
gun-tegun. Ia yakin bahwa jalan itu Semua nya serba lain.
akan lebih bercabang lagi kian dalam me "Aku sama sekali tak percaya kau
masuki hutan itu. Pastilah tumpukan ge- bisa ada di sini," kata lelaki muda itu.
londong kruing, meranti dan kamper "Sama sekali tak masuk akal...."
yang terdapat mengitari barak-barak pe- "Kan sudah kukatakan. Aku ingin
kerja adalah hasil tebangan dari hutan mengabdi. Aku ingin menjadi guru di de
itu. Truk-truk raksasa mengangkut ge- sa."
londong-gelondong itu dari hutan-hutan "Tetapi tak kukira kau ada di sini"
dalam dan menjatuhkannya di tepi su- "Aku mendaftar ketika ada pengu-
ngai. muman. Aku disuruh memilih. Aku
Lelaki itu merasa asing dan ingat nama kampungmu. Aku memilih
terpen cil. Dahulu ia karib dengan di sini."
hutan itu. Ia senang berburu dan "Kau benar-benar men9iksa did!"
bermain-main di huma-huma tinggal. "Justru aku merasa bahagia. Ibu
Tetapi kini, di saat ini, hutan ini telah bapak di Yogya juga mencegahku pergi.
berubah wajah. Pohon-pohon raksasa Tetapi aku nekad saja. Bahkan kau tak
tak terlihat lagi, batang-batang yang kubilang."
kecilpun banyak terobohkan, terlindas "Dua belas tahun aku tak pernah
rebahan tebangan. menjengkuk kampung halaman. Tidak
"Untuk apa kemari 7" terdengar su kusangka kau di sini. Dulu belum ada
ara dari sisi. sekolah. Aku hares jalan kaki ke keca-
Lelaki muda itu menoleh. Dad arah matan. Empat jam. Bayangkan, empat
jalan setapak terlihat beberapa gadis jam jalan kaki, selama enam tahunl"
dengan beban di punggung. "Memang sekolahnya baru dibuka.
"Jalan-jalan," katanya. "Ingin me- Kebetulan aku sendiri yang mendaftar
lihat-lihat. Rindu bekas kaki dulu...." ke sini. Aku guru pertama dan satu-satu
nya hingga kini."
yang suka melamun. Karena itu aku per- kin akan ketabahanku. Aku ingin men- ngit 7"
nah merasa kesepian." coba dulu. Tetapi dari hari ke sehari, "Kau sudah tahu narnanya? Pencip-
"Aku yakin kau pasti mengalami ba aku rasanya betah. Kuusahakan ta jagad ini, kan 7"
nyak mengalami kesulitan." memberi pengertian tentang hidup "Aku juga diceritakan mengapa pen
"Aku senang memecahkan masalah. yang lebih Iayak. Tentang arti duduk di sini memakai bulu burung eng
Justru di situlah seni hidup ini." kebersihan, perbaikan gizi, pengobatan gang dalam ritual dan tari-tarian. Burung
"Kau memang keras kepala." dan kegunaan pendidikan. Kau tahu, enggang punya hubungan dengan rnitos
"Itu tabiat yang tak bisa diubah. aku suka antropologi." suku..."
Kau sudah tahu sejak dahulu. Siapa yang Angin mendesaukan daun-daun po- "Ya, ya. Kau tentu pemah dicerita
hon hutan. Keduanya hampir memasuki kan tentang Menyamei Limut oaring Ba
berani terang-terangan menentang
batas huma baru. Di jauhan masih lua Unggom Tingang. Pemudan yang
dosen killer kita di Yogya ?"
terdengar robohan pohon-pohon berasal dari lumut putih burung enggang
"Aku tahu itu. Aku tahu cita-cita-
betina."
mu. Kekerasan hatimu. Tetapi yang berdegaran menggetarkan bumi.
"Dulu kau sendiri pernah cerita
mengherankan aku, kau sampai betah "Tentu engkau sudah mendengar
ten tang mitos itu. Tentang asal usul
di sini I" mitos nenek moyang di sini ?"
pohon hayat. Ingat kan, di Yogya?"
"Mula-mula aku memang tidak ya- "Tentang Ranying Mahatala La-
"Yang kau maksud tentang burung revolusi. Aku tahu, mereka di sini di sini ?"
enggang jantan-betina yang berkelahi memerlukan contoh. Kan kau bisa "Katamu. kau tak kesepian.
dan menemui ajal. Tulang-tulang memberi teladan Bukankah kau pergi tak
mereka yang mengalir di Sungai itu?" memberitahukan aku? Kau tentu
Tambarirang, menjelma menjadi hayat "Aku tak mungkin tinggal di sini. sudah menyiapkan dirimu. Kau berani
kampung baka -- yang menjamin Kau tahu aku di sini hanya sebentar. berjuang sendiri."
kehidupan abadi bagi jiwa-jiwa orang Besok aku akan kernbali lagi ke "Bukan karena aku kesepian. Tetapi
mati. Ya, kan?" Jakarta. Aku...." kau lebih tahu dari aku. Kau pernah
"Memang begitu. Dan dari semua "Jadi kau tak mau menemani aku cerita tentang belian. Mereka di sini te-
itu lahirlah tiga anak lelaki yang tap belian, sebab tak ada dokter atau
kemudi an mendiami tiga tingkat perawat. Satu-satunya usaha
dunia. Dunia atas, dunia tengah dan pengobatan tradisional, adalah belian
dunia bawah. Aku asyik sekali kalau itu. Aku prihatin sendiri belum bisa
sedang diceritakan Pak Petinggi." berbuat banyak. Aku hanya punya satu
"Ity yang membuat kau betah di badan."
sini?"
Lelaki muda itu menatap tepat di
"Banyak hal. Yang utama aku sela-
mata gadis muda itu. Baru kemudian
lu inginkan kemajuan dalam kesederha-
terdengar suaranya. "Selama tiga hari
naan. Kita harus mulai dari alam, bela-
aku di sini, aku kagum dengan kau. Kau
jar dari alam, dan menaklukkan alam;
dilontar ke sebuah dunia yang asing,
mengelolanya untuk keserasian
tetapi kau bisa menerimanya dengan
lingkung an hidup ini."
tulus dan keterbukaan. Aku merasa
"Tetapi kau tak terbiasa dengan
aneh, bahwa kau bisa berintegrasi."
al am yang sesungguhnya?"'
"Nyatanya aku bisa hidup di sini" "Kau seperti tak pemah sekolah sa
ja. Kau tahu bahwa aku bekerja
Tak terasa keduanya telah tiba di
dengan keyakinan bahwa aku
huma. Lelaki muda itu terpana meman-
membangun aku. Aku bekerja di sini,
dang huma-huma bekas, tunggul-
demi bangsaku sendiri. Demi
tunggul yang hangus terbakar dan
kemajuan kita bersama. Ini terasanya
batang-batang pohon yang tersisa.
idealistis dan muluk. Tetapi ini
Bagian hum a-huma lama, hutannya
rusak dan menjadi muda. Bagian huma tekadku. Kita harus memulai dari ke-
baru, terlihat pohon-po hon singkong, yakinan."
pohon pisang dan sayurmayu r "Ya. Ya, karena itu pula aku kemba li
menghijau. ke Jakarta. Kau berjuang di sini, aku
"Kau tak terbiasa dengan cara pela- berjuang di sana. Sama saja, kan?"
dangan semacam ini, kan? Bebanmu "Tidak sama. Di Jakarta hutan ma-
terlalu berat. Kau harus memberi nusia. Di sini hutan alami. Di Jakarta
pengertian agar orang kampung tidak orang menggusur orang, di sini orang
berladang berpindah-pindah." menggusur hutan. Kau lihat hutan-
"Sudah kumulai. Kita tidak mung- hutan muda perlu direboisasi. Hutan
kin mengubah sesuatu secara bekas tebangan HPH perlu di-
HORISON/XVI11/265
replanting. Para pe ladang perlu diberi kota metropolitan itu, lelaki muda itu dirinya, dalam batinnya. Sesuatu yang
pengertian. Para pemegang HPH perlu menemukan tempatnya berpijak. Dan menyentak dari bawah sadamya.
disadarkan!" baru sekaranglah ia berkesempatan Ketika guru muda itu mengantar-
Memang selama tiga hari ini kedua- balik ke kampung halamannya, setelah kannya esok harinya untuk kembali ke
nya selalu terlibat dialog yang tak henti. dua be las tahun ditinggalkannya. Jakarta, lelaki muda itu masih merasa
Lelaki muda dan wanita muda itu me- Ketika keduanya hampir tiba di /ou ada sesuatu yang tidak beres.
mang sangat akrab selama mereka terdengarlah irama musik belian Batinnya berperang dengan hebat.
kuliah di Yogya. Tetapi yang wanita sedang ditabuh. Lelaki muda itu Dengan ragu ia menjabat tangan
segera menghilang setelah lulus, yang menapak jalan kecil itu dengan gadis itu dan mengucapkan selamat
lelaki sia-sia mencarinya. la lari ke tertegun-tegun. la membayangkan tinggal
Jakarta. Di masa kecilnya dahulu, menapaki jalan "Menangkan cita-citamu," katanya.
itu juga. Masih I Oil itu juga, masih Gadis itu memandangnya dengan
keterbelakangan itu juga. Walau ada berbinar. "Tetapi kau kembali lagi,
barak-barak pengusaha HPH, traktor kan ?"
dan truk-truk serta peralatan elektronik Lelaki itu seperti tersentak. la
dan jalan-jalan di hutan raya, tetapi se- memandang wajah g‘adis itu seperti
mua itu terpisah dari keadaan kehidup- menanamkan keyakinan.
an orang desanya. Mereka tetap hidup "Aku akan kern bal i I" terdengar
seperti dulu-dulu: mengayuh jakung di suaranya bersemangat sambil
sungai-sungai, menebang pohon de- menggenggam tangan gadis itu seperti
ngan beliung, menyugi, merokok daun tak mau melepas kannya.
enau. Lelaki muda itu seperti tersadar Di timur matahari memancar de-
dari kebodohannya. la merasa betapa ngan hangat.
bodoh dirinya.
Ada yang berperang dalam Jakarta, 17 Juli 1982.
HORISON/XVIII/256
BERBURU DI BELANTARA JAKARTA
Oleh : Harris Effendi Thahar
Setelah lebih seminggu "Sudah lama aku ingin ketemu jalan di bawah bayang-bayang
latihan berebut naik bis kota, kau di Jakarta ini, Wan." pepohonan. "Iwan Lee.
aku belum menemukan siapa- "Aku geli melihatmu kebi- Redaktur gosip, majalah
siapa. Tak seorang pun yang ngungan di atas bis kota." mingguan Gombal. Kantor :
kukenal di antara mereka yang "Aku baru sepuluh hari di Jalan Cacing Gelang 26, Jakarta
setiap pagi samasama berebut sini." Pusat." Dan sebuah bis kota
dan saling himpit dan dempet "Pantas kau begitu hati-hati berhenti di halte (kami telah
pada rute yang sama. Tak saling dengan kantongmu. Penataran?" mengarungi jalan sepanjang satu
menyapa. Tak saling ingin kenal "Begitulah kalau pegawai ne- halte). Tanpa mengajak ia
karena tak ada waktu untuk gri. Disuruh penataran, harus per- meloncat ke atas bis itu sambil
berbasa-basi. Hanya oleh kontak g i.19 meninggalkan teriakan :
fisik dan sentuhan yang sengaja "Beruntung kau berkenalan "Cafi aku ke kantor ya . . . ?"
atau tidak komunikasi bisu itu dengan Jakarta secara dekat."
terjadi. Bahwa kita semua "Entahlah. Jakarta
senasib. Dikejar waktu. Diburu membuatku was-was."
harap. Dihimpit beban ke- "Lama-lama kau akan Sewaktu masih di kota P, di
hidupan. Bis kotalah yang meng- terbiasa dan akrab. Karena daerah kami, ia bernama Ridwan
antar ke tujuan. Dan halte ke Jakarta memberi setiap orang Ilyas. Seorang wartawan daerah
halte. Dipungutnya dari halte beribu kemungkinan." yang lebih senang disebut penyair.
dan dimuntahkannya di halte Dan sangat senang dipanggil
yang lain. Kita pun terlempar di "Termasuk kemungkinan ga-
gap,' aktor, karena ia suka main
bawah matahari Jakarta. "Ya, untuk orang-orang dungu drama. Ambisinya yang besar
Aku serasa berada di tengah semacam kau." membuatnya berpindah dari satu
belantara manusia. Yakni hutan "Kencing kau." koran ke koran lain. Tiga bush
Jakarta, sebuah kebun yang luas "Kau harus berontak dan tak- perusahaan koran di daerah kami
di mana manusia berkembang lukkan kedunguanmu." pemah memakainya sebagai war-
biak dengan suburnya. "Kau masih seperti dulu." tawan kebudayaan. Dan karena ia
Barangkali juga karena bibitnya "Tidak. Sama sekali aku punya kesenangan macam-ma-
diramu dari seluruh pelosok telah lain. Di sini Jakarta. Dulu cam, ia terkenal sehingga baginya
kepulauan Nusantara, dibawa aku bersamamu di daerah kota. P terlalu sempit untuk ber-
burung-burung dan angin menjadi orang-orang yang mau kembang. Itu pernah disebutnya
bahkan anus laut yang senantiasa dimakan. Di sini aku berburu padaku lima tahun yang lalu.
bergelora. Tibatiba aku merogoh untuk makan. Makan dalam "Coba kau pikir, istriku hanya
kantong celanaku karena artian konsumsi lahir batin." pandai beranak. Sedildt pun
dikejutkan oleh sebuah tepukan "Kau menemukannya?" buku-bukuku tidak disentuhnya.
di pundakku. Dari tadi lelaki "Aku berburu. Dan aku hidup Di rumah aku mau buat apa. Mau
berkacamata hitam itu dengan berburu." omong filsafat dengan siapa? De-
menatapku bagai hendak mela- Kami melintasi sekelompok ngan kucing? Istriku hanya tahu
hap. Masih cemas, walau uang di jembel yang sedang bernyanyi memasak dan mencuci pakaian-
kantong masih terasa utuh ketika dengan iringan instrumen apa ku. Bosan nggak tu. Lalu di kota
lelaki berkacamata hitam itu saja yang mereka dapat, ini? Siapa yang mau memamah
menampakkan sebaris giginya di termasuk batu. ide-ideku? Kau lihat berapa
balik kumis yang tidak terpeliha- "Apo kegiatanmu sebenarnya orang yang hadir menoiitun dra-
ra. sekarang, Wan?" ma kontemporerku? Padahal Idta
"Ridwan," aku hampir menje- Ridwan merogoh kantong be- punya fakultas sastra di sini
rit merasa terbebas dari cemas. lakangnya dan mengeluarkan se- Pendek kata kota ini semakin
"Yuk, turun di halte berikut." helai kartu nama dari lipatan sempit. Aku mau ke Jakarta
Tanpa bicara aku telah mengi- dompet kulit. Kubaca sambil ber bung." Ucapnya suatu hari.
kutinya meloncat di halte beri- Diam-diam aku telah kehi-
kutnya.
HORISON/XVIII/257
langan dia sejak itu. Kawanku mengajarku untuk rnenghargai
yang punya pikiran jernih dan waktu yang mahal di Jakarta. tangga karir seperti sekarang. Se-
pandai bicara sudah berangkat Sesampai di rumah kos, aku bulan yang lalu selama seminggu
ke Jakarta. Teman-teman yang masih berpikir tentang dirinya. ia bersedia menemaniku menulis
pernah bertemu dia, hampir se- Berkali-kali kubaca kartu nama- novel di Puncak. Wuah, aku se-
mua memuji keberhasilannya. nya dan kuperlihatkan pada te- perti anak raja dibikinnya. Meng-
Ia berkembang di Jakarta ken- man sesama kosku. asyikkan. Tidur, makan, bere-.
datipun ia telah mengorbankan "Kawanku ini telah hebat se- nang. Bila ia tertidur, aku menulis
keluarganya. Seorang istri setia karang," kataku dengan bangga.
dan tiga orang anak yang masih "Majalah Gombal memang
kecil-kecil. Ia tega laris karena gosipnya," ia
mengirimkan surat cerai buat membenarkan.
istrinya demi cita-citanya yang Lalu keinginanku untuk ber-
tidak sepenuhnya dimengerti temu dengan Iwan semakin ber-
istrinya itu. Untunglah tambah saja. Setelah dua kali
keluarga istrinya masih berganti bis kota dan sekali naik
tergolong berada dan masih pu- bajaj, akhirnya kutemui jalan
nya sebidang kebun cengkeh Cacing Gelang di bilangan
yang terletak di lereng sebuah Jakarta Kota. Sebuah bangunan
bukit di dekat pantai. Dulu ke- bertingkat tiga dengan tangga
bun ini amat dibanggakan Iwan ben lorong seperti gang yang
yang dulu bernama Ridwan itu sempit dan kotor oleh kertas-
padaku. kertas yang berserakan. Aku
"Angin laut dan gubuk di ke- sampai ke kamar kerjanya di
bun ini akan melahirkan sejumlah lantai dua. Kudapati Iwan sedang
sajak-sajakku yang terbaik. Kau mengetik dan beberapa orang
mesti iri padaku." yang berada di ruangan itu juga
"Kau beruntung." sedang mengetik. Mereka seperti
"Ya. Aku mau berhenti dari berpacu menyelesaikan ketikan
perusahaan surat kabar masingmasing.
brengsek itu. Lebih baik aku "Aku telah menduga kau akan
menulis novel sambil bertani di datang.Sori ya, kemaren aku ter-
sini," ujarnya suatu hari. buru-buru karena harus op tijd
Banyak teman-teman yang mengunjungi seorang artis muda
menyayangkan kepergiannya. yang akan kuwawancarai. Bagai-
Banyak pula yang menaruh ka-
mana kalau kutraktir kau makan
gum karena keberaniannya.
• siang di bawah? Biar santai ya?"
Ia membenahi kertas-kertas
dan mengajakku ke sebuah wa-
rung nasi Padang di seberang ja-
"Begitukah cara orang di Ja- lan. Dan ia tak henti-hentinya
karta?" Pikirku setelah ditinggal bicara kendatipun mulutnya pe-
Iwan di halte bis kota. Ah, ba- nuh dengan nasi. Aku merasa
rangkali ia sibuk atau punya pe- nyaman mendengar saja sambil
kerjaan yang tidak dapat ditun- menikmati makan siang bersama
da. Atau barangkali aku terlalu teman lama.
perasa dengan cara-cara yang "Artis itu, akulah yang meng- sampai ia menggangguku lagi.
tidak pernah kualami di kotaku orbitkannya hingga sampai ke Bung bisa menunjukkan di mana
yang ramah. Mungkin juga Iwan aku bisa berbuat begitu di kota
kita? Tidak ada kan?"
Aku hanya menggeleng. seperti itu? Kau percaya dengan tahun samen Leven denganku."
"Novelku hanya untuk majalah omonganku itu tadi apa tidak?" Ia menatapku seperti menguji
Gombal, kalau tidak mana ada "Aku percaya kalau kau yang apakah aku betul-betul percaya
novelis yang mampu melariskan bicara." dan kagum dengan
majalah itu. Lalu cewek itu "Bagus. Dan sebulan sebelum omongannya. Untuk itu aku
sekaligus kuorbitkan. Wartawan itu, aku baru saja memutuskan bertanya sekedar memperlancar
daerah mana yang bisa menda- hubunganku dengan seorang ce- obrolan.
patkan hasil berlipat ganda wek bule yang sudah hampir se- "Cewek mana dia?"
HORISON/XVI11/258
"Perancis, bung." Ia menge- ke kamar mandi untuk pipis dan "Yang benar. Sebagai putra
luarkan sebuah foto dari dalam gosok gigi. daerah kau hares sumbangkan
dompetnya yang tebal. Seorang "Kau melamunkan keluarga- juga pikiranmu untuk daerah.
perempuan berpakaian bikini di mu?" Ia menyentakkan. Nanti kuusahakan meyakinkan
kolam renang tertawa menan- Aku tersenyum kecut karena Ketua Pusat Kesenian kita di P."
tang. "Dia sedang ngambek de- kepergok. Aku meyakinkannya.
ngan suaminya, seorang dosen "Jadi pegawai negri. Ya, pa- Kami berpisah setelah mengha-
matematik di Paris. Lalu dia me- ling-paling kau pensiun setaraf biskan secangkir kopi selesailah
langlang buana keliling dunia. dengan camat. Lalu kau merasa makan siang.
Sampai di Jakarta ketemu aku. tua dan tak berguna. Aneh, kok
Kutembak. Ia tewas di bawah se- kau betah hidup sebagai pegawai
langkangku." negri jaman ini?"
Kami tertawa kegelian karena "Nasib." Dengan beberapa orang
merasa lucu dengan istilah yang "Nasib? Nasib tidak semata su- pengurus Pusat Kesenian kota
diucapkannya. Kemudian aku ratan. Kau tidakkan pernah men- kami, aku menunggu kedatangan
melihat diriku sendiri kaku ber- jadi bintang di lapangan karena Iwan Lee di pelabuhan udara.
hadapan dengan Iwan. Aku pasti kau tidak mengejar bola. Di Ja- Aku berhasil menghimpun
tidak punya cerita yang bakal karta semua orang mengejar bola sejumlah besar audience untuk
menarik untuk didengarnya. Ba- walau untuk sekali tendang, tapi mendengarkan ceramah sastra
rangkali karena aku sedang me- di lapangan. Dan kusarankan kau kontemporer Iwan. Dan ia
mikirkan kedua anakku yang kini cobalah menikmati malam-tr a- semakin merasa lega setelah
kutinggalkan di kota P. Kuba- lam Jakarta supaya sedikit lebih koran-koran daerah melansir
yangkan mereka menangis setiap segar. Kau berapa lama penatar- beritanya. Fakultas Sastra
bangun tidur karena tidak ada an di Jakarta ini?" Universitas Pagaruyung mengun-
ayah yang akan mengantarnya "Duo bulan." dangnya jugs untuk berceramah.
"Kau akan kesepian. Terpencil Lalu di Fakultas Sastra dan Bu-
di hutan yang penuh binatang daya Universitas Anu, lalu pabrik
buas. Sebaiknya kau lempar lem- semen, lalu raker camat-camat ju-
bingmu ke sasaran buruan." ga meminta Iwan untuk memba-
"Di rumah kos aku cukup me- cakan puisi-puisi terbarunya. Be-
rasa betah bersama teman-teman lum lagi persatuan guru-guru Ba-
sekosku." hasa. Pendek kata kedatangan
Iwan ke kota kami atas prakarsa-
"Omong kosong. 0, ya. Esok ku ini betul-betul dimanfaatkan
kau tidak menemui aku di Jakar- oleh masyarakat pencinta sastra
ta ini. Aku mau ke kota M mem- dan budaya.
beri ceramah sastra di sebuah Setelah tidak ada lagi orang
yang mengundangnya memberi
Universitas." ceramah, ia pun kembali ke
"Kalau kau pulang ke P, tentu ru-
kau mau memberi ceramah di Pu- mah janda dan anak-anaknya. Ia
sat Kesenian?" Aku memancing. rujuk kembali. Suatu pagi hari
"Aku takkan pulang kalau ti- Minggu aku mengunjunginya di
dak diundang. Sekarang aku su- kebun cengkeh istrinyey-ang kini
dah mahal. Kupikir kau dapat sudah pada mati diserang hama.
meyakinkan Ketua Pusat Keseni- "Aku ingin jadi petani kem-
an untuk mengundang aku. Ti- bali. Kali ini untuk anak-anak-
dak banyak, tiket pulang pergi ku." Dan cangkul itu
saja cukup." diayunkannya hingga
menghunjam ke tanah. ***
HORISON/XV111/259
NAMA
Dia duduk menerawang ke atas dan Oleh : J. Prapta Dh Kemudian kakek masuk ke ruangan
tersenyum. Dia bakal melaksanakan ren dalam dengan tersenyum-senyum. Di da-
caria yang menurut dia sendiri lucu. Ke- lam sana dia merenung, menyusun renca
mudian beranjak dari duduknya, berdiri na selanjutnya untuk usahanya yang satu
pel an-pelan melangkah kakinya. Mulai itu. Si anak terbingung agak lama. Lalu
berjalan. Dia masih tersenyum-senyum anak itu dengan sangat hati-hati dan
menii ki rkan rencananya. takut mulai menggunakan cat dan. meng
Nah, tiba-tiba ada gagasan muncul
untuk menemani seorang anak. Sia pa Sementara anak duduk sambil me-
saja tak pandang•bulu, asal dia seorang ngagumi lukisan-lukisan dan hasil karya
anak. Untuk kemudian langkahnya tidak lain di sekitar, orang tua itu masuk ke
tanpa tujuan: menemui seorang anak. itu ruangan dalam. Kemudian orang tua
dia, seorang anak berjalan me nuju yang masih kekar itu keluar lagi dengan
kepadanya. membawa kain kanvas serta beberapa
"Hei gus, siapa namamu ?" cat berwarna beserta kwasnya. Kemudi-
Anak itu tiada menjawab. Hanya an ia mengeluarkan beberapa lembar
tersenyum. uang lima ratusan.
"Si apa kamu ?" "Nah, kamu mau ini ?"
Malahan si anak mengikik sambil Si anak diam saja, menatap orang
menggigit ketiga jari kirinya dan Iari kecil, tua dengan penuh pertanyaan.
agak menghindar dari orang tua yang be "Boleh kamu memiliki uang ini.
rjenggot rriemutih dan bercambang itu Nah, simpanlah dulu di dalam sakumu!"
Meskipun dia sudah tahu siapa orang tua Anak tambah bingung ketika kakek
itu dan apa pekerjaanya, namun ia se itu memasukkan uang itu ke dalam saku
nang mengganggu dan bergurau dengan- celananya. Belum pernah ia miliki uang
nya. sebanyak itu. Lalu kakek dengan senyum
"He heee hik hi hiiikk ... Mau lebar menepuk-nepuk bahu si anak.
apa kek ?" Tetapi dengan demikian, kini anak itu
"Mau rnenanyakan namamu. Siapa merasa kaku dan merasa di batasi ruang
kamu he ?" geraknya. Tidak bisa lagi memper-
"Namaku ? Namaku Bodong!" Kini mainkan Pak Tua itu. •
kakek itu ganti terkekeh-kekeh "Gus, sekarang aku minta tolong.
rnendengar nama itu. Lucu. Gambarkan pada kain ini awan-awan
"Kek, minta uangnya." seperti yang biasa kamu lihat."
Kakek itu terkekeh-kekeh lagi. Gambarkan? ltulah pertanyaan
"Engkau mau uang ? Mari ikut aku, yang timbul di benak si anak. Bukankah
asalah mau..." dia sendiri seorang pelukis besar dan ter
"Ah, nggak mau! Jangan-jangan ka- nama? Mengapa menyuruh anak kecil
mu suru aku telanjang lalu kau gambar yang tak tahu-menahu untuk menggam
anuku." barkannya? Anak itu lama terdiam
Kakek itu terpingkal-pingkal lagi sambil menggigit jarinya.
sambil menepuk-nepuk bahu anak itu. "Saya tidak bisa kek."
"Tidak, marl ikut aku!" Kakek terkekeh-kekeh.
Segera kakek berjalan menuju ru- "Tidak apa-apa gus, sebisamu
mahnya. Anak kecil mengikutinya agak saja. Jangan takut. Ayolah, coba nak.
jauh di belakang. Engkau akan kujadikan pelukis seperti
Sampai di rumah. aku. Bila engkau sekiranya malu, akan
"Mari nak, masuk! Duduklah!" kutinggalkan tempat ini dan kau bisa
sesukamu menggambar. Okey? Baik."
oleskan kwasnya pada kain kanvas de- "Cakar ayam ?" si bocah. Tersadar dari lamunan. si anak
ngan maksud menggambar "Ya, cakar ayam seperti yang per- kecil kernbali ke kanvas meneruskan ke-
sebagaimana yang diminta oleh kakek. nah diajarkan di sekolahan." Kakek me- wajibannya. Dia terpaksa berusaha meng
Setengah jam kemudian, anak kecil noleh ke wajah anak. Terjadi pandangan gambar sebuah cakar ayam.
itu berteriak memanggil-manggil kakek: yang kontras. Yang satu pandangan me- Setengah jam kemudian, orang
"Kooeek Suudaaah Tidak bisa..." mimpin dan yang lain pandangan berta- tua itu datang lagi. "Nah, bagaimana
Kakek datang berlari-lari dengan se- nya-tanya. Dipegangnya bahu si anak itu gus ?" "Tidak bisa,kek."
nyum pengharapan, sedang anak itu digoyang-goyangkanya dan diciumnya "Ha ha haaa aa... Bagus, bagus. Su-
meringis kemalu-maluan. Melihat dengan penuh kegembiraan. "Nah, sela- dah, sudah. Sudah cukup gus." Sambil
hasilnya, kakek itu mengangguk- mat bekerja!" mengangguk-angguk dielusnya kepala
angguk sambil ke dua tangannya Kakek masuk lagi ke dalam diikuti anak kecil itu, sedangkan anak itu tak
memegang lengan si anak "Bagus, oleh pandangan anak kecil itu. Di luar habis-habisnya bertanya dalam hati:
bagus! Nah, sekarang di bagian ini, di ranting-ranting dan dahan-dahan "Nah, gus sekarang sudah
bawahnya, gambarkan sebuah cakar mengangguk-angguk digerakkan angin. selesai. Mau pulang atau mau
ayam. Sini di bagian bawah awan- Di dalam lukisan-lukisan yang berben- melihat-lihat di si ni dulu? Terserah. 0
awan." ya, ini ada kern-bang gula sedikit,
tuk topeng-topeng terasa menertawakan ambillah! Atau mau minum ?"
akhir ini menjadi buah renungannya. Te- ran biasanya selalu terjual tiga buah dari
"Tidak kek, saga mau pulang saja. tapi baru akan terlaksana nanti. sembilan puluh lukisannya. Sedangkan di
Sudah ya kek." Akhimya tiba juga masa yang is antara yang terjual itu, justru terdapat
"Mau pulang? 0 ya, terima-kasih, tunggu: pameran tunggalnya berlang- lukisan anak kecil itu.
terima-kasih. Besok main ke sini lagi ya, sung. Kali ini karya-karyanya yang terju al "Ini sungguh lukisan yang paling
gus.II
tak sebanyak biasanya. Sungguh suatu
modern, berseni sangat tinggi yang per-
wama yang menyolok dalam lukisan se-
Si anak terns lari meninggalkan nah kujumpai. Inilah versi baru yang me
jarah hidupnya. Barangkali peristiwa ini
Sanggar Karya. Orang tua terduduk ter rupakan perkembangan yang pesat dari
tidak terlupakan. Bukan hanya karena kali
kekeh-.kekeh sendirian dengan bebasnya. karya-karya Bung Arifin. Suatu warna
ini karya-karyanya yang pada pame
Terkeh dan terkekeh-kekeh lagi. Diam- yang baru!" Demikian komentar seorang
bilnya kwas kecil dan dioleskannya sebuah pejabat tinggi, penggemar koleksi
tanda tangan pada bagian bawah kanan lukisan dari pelukis-pelukis temama
lukisan itu. Belum lama juga dia telah yang telah mempunyai otoritas besar.
membubuhkan tanda tangannya untuk "Ah, tak terkatakan nilainya. Hanya bi sa
sajak-sajak seorang penyair yang hanya dirasakan, dinikmati dan direnungkan
dengan diam," kata temannya.
Kemudian dibayar lukisan itu dengan
uang setengah juta. Maka tak habis-
habisnya pelukis itu tersenyum, ter
I 1.
"•
.41 .s.€0'4.
tawa sendirian dan terkekeh-kekeh me-
nertawakan kelucuan dunia. Ha ha ha a
aaa ... ha ha haa aaa Aku menangl Ia
terlonjak-lonjak kegirangan dengan
tangan kanan diacungkan dan tangan kiri
memagang uang. Dia sangat senang dan
bangga dengan kemenangannya
karena belum punya nama, sajaksajaknya mengelabui dunia. Kemudian bergegas
yang sebetulnya sudah matang itu selalu pulang dengan membawa kebanggaan
ditolak oleh majalah-majalah dan koran- dan perenungan. Dia lalu ingat ketika
koran di kotanya. Setelah penyair itu teman penyairnya iseng menulis sajak
menggunakan nama pelukis tua secara ngawur di majalah terkenal.
Beberapa tanggapan ten.ingkap
Acai "Ah, sajak ini sangat berboboL
' ••••• Kaya dengan simbol-simbol filosofis."
f 4 7 :IA
e.;
yang kebetulan juga penyair terkenal itu
sajak-sajaknya mulai bermunculan di ma
jalah-majalah. Lucu. Sungguh permainan
yang lucu. Kini dia benar-benar mau
membuktikan thesisnya yang pada akhir
HORISON/XVIII/260
"Apa al asanmu menilai demiki- "Ha ha haa aaa ..." Seorang kritikus ternama tinggal me
an ?" Ada pula yang memuji sajak itu hanya lemparkan penilaiannya dan akan dipa kai
"Karena aku tidak mengerti isinya. karena banyak terdapat banyak kata-kata sebagai patokan.
Aku tidak mampu menangkap artinya." asing dan kuno yang sok klasik. "Nama! Nama! Nama! Sekali lagi
"Hanya karena tidak mengerti ar- Seorang kritikus terkenal menangga pi Nama!" Secara tidak sadar kata-kata itu
tinya itukah engkau menganggap secara posotif karena dia kenal baik mencuat dengan keras dari mulutnya.
sajak itu sangat berbobot ?" dengan penyairnya. Baru kemudian dia menyadari telah ber-
"Ya, kuanggap sajak itu terlalu ting gi Terhadap tangapan-tanggapan itu si teriak-teriak dengan menggebu-gebu.
buatku, sehingga..." penyair sendiri hanya tertawa lebar. Terhenyak dari lamunannya Oeh suara
nya sendiri.
"Tetapi mungkin juga memang sa- Orang-orang yang sudah punya nama
"Ah, akan terciptakah orang-orang besar
jak itu tidak mempunyai makna apa- di kalangan publik tinggal memasang
karena nama, koneksi, dan bukan karena
apa Sajak yang sok. Sok berlagak sajak. namanya di setiap karyanya, demikian dia
memulai renungannya. Apa pun karyanya prestasi di dunia ini?" Ia berdiri dan berjalan
Hasil ulah dari seniman yang sok nyeni?
selanjutnya akan mendapatkan tempat. ke rumah sambil membawa
Namanya saja sudah menjamin semua-
Seorang penyair tinggal memun tahkan kekhawatiran akan masa depan dunia-
nya."
kata - kata aneh dan tak dimenger ti. nya.
APA
"Apa sebenarnya yang hendak dirinya sendiri. "Untuk apa
kau pertahankan?" tanya Samijo semua waha-usaha kita ini?"
pada dirinya sendiri. Ia tertegun Samijo menarik nafas panjang,
tak bisa menjawab. Langkahnya z1.111 membelok ke tukang waning Oleh : Putu Wijaya
yang tadi ringan jadi seret dan
kemudian berhenti. Ia seakanakan
ban.' terbangun dari mabok
panjang. Matanya bundar seakan-
akan tak mennhki kesalahau.
Seolah-olah nasiblah yang terlalu
kurangajar memburunya terus,
jadi bukan karena ia malas, teledor
atau bikin banyak dosa.
"Aku ingin membuktikan Tegal. Ia melahap nasi setengah
bahwa aku mampu menghadapi ini dengan dua potong tempe dan
semua", jawab Samijo kemudian. tahu goreng. Kecap dan cabe
Tapi ia sendiri hijau ditelannya banyak-banyak.
merasa jawaban itu tidak bagus. Sementara itu ia teringat pada
C pat-cepat ditambahinya. "Aku anak dan istrinya. Kedua mereka
mgin mengalahkan semua ini. itu kini sedang menunggu di
Biar saja segalanya rumah. Uang yang baru saja
mempermainkan diriku, aku diterimanya dari penjualan emas
akan meladeninya dengan sabar perhiasan tadi di Pasar Senen,
dan tenang. Toh pada suatu saat mereka butuhkan untuk mudik ke
nanti segalanya akan punya Yogya. Menjenguk eyang yang
akhir. Kalau toh tidak, menurut suratnya sudah kangen
barangkali memang bagianku sekali pada cucunya.
sudah ditakdirkan begini Samijo ingat lagi, bukan sekali
sebegini". ini saja ia berbuat baik untuk
Untuk sementara ia puas. anaknya, istrinya dan keluarga
Lalu mulai melangkah lagi. Kini istrinya. Hampir sepanjang tahun,
ia mencoba mengingat siapa sepanjang umur perkawinan
sebenarnya yang telah mereka. Ia merasa selalu
mengeluarkan pertanyaan itu berkorban. Selalu berusaha untuk
untuk pertamakalinya alu is menyenangkan hati mereka. Ia
ingat seorang wanita, temannya bahkan tidak banyak punya waktu
ngobrol ketika menunggu bus di untuk mengurus pekerjaannya
jalan Setiabudi. Entail kenapa sendiri. Apalagi mengurus
keduanya sama-sama keluarganya sendiri.
menceritakan penderitaan yang Sering waktu sendiri Samijo
mereka alami. Wanita itu dibuntuti oleh bayang-bayang muka
mengakhiri pertemuan itu ibunya, adik-adiknya serta
dengan pertanyaan yang bapaknya yang sudah lumpuh.
sebenarnya ditujukan pada Mereka semua membutuhkan
HORISONNV111/261
pertolongan. Tap; Saultpo dan menyalahkan saudara- budak", kata Samijo sambil
jangankan saudaranya yang terlalu mengambil sebuah pisang
memikirkan keadaan mereka pun mengandalkannya. goreng. Ia mengangguk dan
tak sempat. Malahan sering Sambil meneguk secangkir mulai mengata-ngatai dirinya.
mengirim surat untuk mengeritik kopi kemudian Samijo teringat "Aku ini tolol. Tak punya sikap.
juga bagaimana ia melarang Lemah. Selalu mengalah. Tak
keluarganya untuk datang. berani mengambil tindakan.
Tetapi untuk pulang, ia juga tak Suka disakiti. Maunya enak
mau. Diam-diam sebenarnya ia terus. Terutama sekali pengecut.
sudah memutuskan hubungan. Terutama sekali pengecut.
Diam-diam ia sudah makin Terutama sekali pengecut dan
banyak menempel ke tubuh tidak mau menderita sedikittidak
keluarga lain, tubuh keluarga mau menderita sedikit".
istrinya. Ini memang tak bisa Tetapi sesuOah ia habis-
dihindari karena Samijo selalu habisan menghina dirinya, ia
merasa punya kuajiban untuk kemudian membeli dua puluh
menjaga ketenangan. Sedikit potong tempe goreng, sepuluh
saja istrinya merengut, sedikit biji pisang goreng untuk dibawa
saja anaknya kelihatan tak pulang. Pada akhirnya selalu •
senang, ia sudah bingung. Ia ia mengeritik
langsung menyalahkan din dirinya.sendiri, ia kembali
sendiri. meneruskan tanpa peduli apa
"Aku malu. Aku sebenarnya yang barman dikritiknya. "Ini
telah membiarkan diriku jadi barangkali memang bagian dari
naaibku", katanya menerima Orang-orang yang herdiri di "Ke Arab!"
uang kembalian. Ia memeriksa pinggir jalan untuk mencari Samijo tercengang.
dompetnya dan kemudian kendaraan banyak sekali. Makin "Ke mana?"
memanggil sebuah becak untuk banyak Baja, karena seat pulang "Arab!"
mengantarnya pulang. kerja. Samijo menyumpah- Samijo tertegun. Banyak
Aneh sekali setengah jam ia nyumpah. Kemudian ia terpaksa pertanyaan masuk kepalanya.
menunggu, tak ada becak, tak ada mengalah dan berjalan. Tapi entah kenapa kemudian ia
Bajaj, tak ada angkutan yang lain. Langit kelihatan hitam. Hujan mengangguk.
Ia mencoba mencari di tikungan besar agaknya sudah mau "Tapi bagaimana...?"
yang lain, tapi selalu penuh. menerkam jalan-jalan. Di jalur "Ah beres nanti diatur. Naik!"
Akhirnya ia nekat mencari taxi. lambat kendaraan hermotor Samijo naik.
Hebatnya taxi juga penuh. Ada melesat dengan gila-gilaan. Samijo Di rumahnya anak hininya
beberapa yang kosong, tapi ketika jadi pusing. "Sialan, nasib orang menunggu dengan sia-sia.
ia menyebutkan tujuannya, tak kecil memang selalu begini", Dan seorang Dewa menulis di
ada yang mau. Mungkin karena ujarnya. buku catatannya. "Hampir saja
terlalu dekat, atau arahnya Tiba-tiba sekali sebuah mobil ia menggagalkan rencana kita.
bertentangan dengan daerah taxi. mengerem di dekatnya. Samijo Untung kemudian segalanya
"Aku merasa aneh", kata tersentak, hampir saja me maki. berjalan menurut rencana.
Samijo. "Belum pemah seperti Sebuah kepala yang dikenalnya Selanjutnya tak ada kesulitan,
ini". menjulur ke luar. semua berjalan dengan normal.
Setengah jam berikutnya "Samijo!" Semua bisa dikuasai. Semua bisa
dengan berganti-ganti pojokan "He kamu Soleh!" diatur sehagaimana biasa".
ia menghadang lagi. Kosong. "Mau ikut tidak?"
"Ke mana?" Jakarta, 7 Januari 1981
HORISON/XVIII/262
Bergabung bersama kami :
GREGORIUS PANDUSETIA
BUDIANTA
Jakarta, 8 Mei 1983
3.100 gram, 49 Cm.
- NOR SON/XVIII/263
"HUTAN PLASTIK," TONTONAN ABAD
DUAPULUH SATU ?
Kn a
a 1 n
w 9 y
a 6 a
b 8 y
at i a
a n n
Y i, g
a t te
s e la
u l h
n a di
ar h re
i, d r-
p i je
e k m
m e a
e n h
n a k
a l a
n d n.
g i la
H I te
a n ru
d d ta
i- o m
a n a
h e s
N s e
o i k
b a ali
el l di
u e k
nt e
u w n
k a al
k t le-
e b w
s e at
u b b
s e e
a r b
st a er
ra p a
a a p
n k a
ta a n
h r o
u y v
el a ak
n k a
y m n
e ta
a, n n
te u a-
ru li go
ta s ko
m c ro
e no
a
ri sh
Y os
t
u a et
ki- p su
- e ,
n "k
d is
e a
k h-
y ki
a sa
n h
g te
ri la-
n p
g ak
k ta
a n
s g
; a
i n"
a d
t a
e n
l d
a al
h a
m m
e s
"• u
n
u at
N
li u
e
s ke
g
d se
er
a m
i
l p
S
a a
al
m t-
ju
a
".
b n
N
e ia
a
n p
m
t e
u
u m
n
k a
s
s h
e
e m
b
m e
e
a n
n
c g
a
a at
m
m ak
y
i a
a
t n
K
u b
a
, a
w
y h
a
a w
b
n a
at
g ki
a
i sa
b
a h-
a
n ki
n
a sa
y
m h
p e el
e t n
n a ya
d
k ti
e
k p d
it a ak
ul d a
a a d
h p a
s
e ya
e
b n n
e y g
n u di
a s se
m u le
y n sa
a
y a i-
a n ka
n k n
g i n
m s ya
e a se
nj
h ka
a
di y li
k a g
e n u
s g s.
a m N
y ir o
a
n i ve
g p l-
a s n
n k o
n e ve
y t l
a.
s it
R
a u
u
i b
p
m e
a
p r-
n
r ke
y
e m
a
s b
m
i a
e
o n
m
n g
a
i la
n
s m
g
ti b
k
s at
e
. se
k
B ka
u
a li
at
h sa
a
k m
n
a p
n
n ai
o
n m
v
o e
el
v n
is
e ca
in
l- p
i
n ai
te
o b
rl
v e
nt u ca
u l ra
k u te
n r rp
y d i-
a e sa
y n h.
a g D
n a a
g n n
ki t ke
ta a m
k m u
e b di
n a a
al h n
s a b
e n a
k s gi
ar a a
a t n-
n u b
g b a
in a gi
i. g a
Y i n
u a se
ki n la
g l n-
u a ju
ni, g tn
m i. ya
is M di
al a ta
n s m
y i b
a, n a
m g h
ul - ka
a- m n:
m a d
ul s u
a i a
b n b
er g a
u d gi
p it a
a e n
c r la
er b gi
it it m
a k e
p a nj
e n el
n d a
d i n
e m g
k. a ak
T j hi
er a r
n l ta
y a h
at h u
a s n
di e 19
3 t b
5, a at
d h a
u u ya
a n n
b 1 g
a 9 lai
gi 4 n
a 7 p
n m u
di u n
ta n m
h c e
u u n
n ll g
1 a al
9 h a
3 n m
6 o i
-- v pr
b e o
e l se
gi t s
tu e se
s i tu
et s p
er e s.
u b D
s u u
n t a
y d ce
a. a rit
D l a
a a ya
n m n
s g
et b di
el e te
a n rj
h t e
p u m
e k a
n y h
a a ka
m n n
b g in
a j i
h a b
a di er
n . s
d N u
a o m
n v b
p e er
er l- p
u n a
b o d
a v a
h e e
a l di
n, K si
p a b
a- a
d w h
a a as
a o as
ln w li
g a n
gr r ya
is d ,
ol H te
e i rj
h b e-
E b m
d e a
w tt h
ar , a
d T n
S o in
ei k i
d y se
e o ti
n , d
st 1 ak
ic 9 n
k 7 ya
er 8 di
, . h
y M ar
a e a
n s p
g k ka
di i n
m p bi
u u sa
at n m
d t e
a- e m
la d b
m e er
C m ik
o a a
nt h n
e a g
m n a
p t m
or a b
ar n ar
y g a
Ja s n
pa u te
ne n n
se g ta
Li a n
te k g
ra a b
tu n a
re l h
y e a
a b n
n i d
g h a
di m n
e e te
di n k
t d ni
ol e k
e k K
h a a
H ti w
a at
b Pu
at
a
Owak
m H tu
e Om
n
y
N er
ek
u a
s P du
u
n
R du
k
c E be
er M r
it K la
a. a w
w an
a an
S b
da
a a
t n
p
a m
ar
di Y e
Dj a m
ok s an
o u
da
D n
a ng
e
ri du
m
a
o
n I at
o b au
u ti
d ga
a bu
n ng
a a
y m
a er
h ah
it di
u po
s ho
e n
d pr
a e
n m
g tu
m a
e it
m u.
p S
e et
r el
d ah
e be
b be
a ra
t pa
k pu
a lu
n h
s ta
e hu
s n,
u bu
n d ng
ga a an
b t g
u a gu
n n si
ga g ay
pe k ah
rt e .
a r Ta
m u k
a m pu
te a ny
la h a
h it w
be u ak
r s tu
m e un
ek b tu
ar a k
a g p
n ai o-
di p ho
c e n
a- n pr
b g e
a a m,
n n ka
g ti ta
re n si
n . ib
da T u.
h a So
it k al
u i ny
ju n a
ga g si
. a ib
P t u
o la t
h g e-
o i, la
n k h
it a m
u t en
sa a yi
m si a-
a i ny
s b ia
e- u ka
ka . n
li P w
ta e ak
k n tu
be g ny
ru el a,
b a ka
a k ta
h, a si
se n ay
ja i ah
k n .
si i M
ib m as
u e al
a a un
h h is
ny i ke
a d do
ta u do
m p l
pa m Ta
k a hu
ny n n
a u B
ad si ar
al a u.
a d Si
h i ay
b b ah
a a bil
h n an
w d g
a i ba
si n h
ib g w
u k a
ti a pa
da n da
k d ta
be e ng
r n ga
m g l
in a du
at n a
m h Ja
e i nu
m d ar
b u i
ag p ia
i p m
be o e
rb h m
ag o be
ai n li
pe p do
ra r do
sa e l
a ri da
n t ri
de u Fu
n a ge
ga it t
n u su
su . do
a P.
m e Si
in r ib
ya c u
te a bil
n- k an
ta a g
n p sa
g a m
pe n a
n m se
de e ka
k n li
ny j ta
k
in el pu
ga i n
tt d di
h o Fu
al d ge
it o t-
u. l su
" d do
T i se
a k ja
pi e k
ak d ak
u u u
m a be
as t ra
ih o da
in k di
g o ru
at it m
b u ah
ai ." ini
k- " ."
b K "
ai u K
k i a
u
b n i
a g n
h- a i
w t b
a M i
c
k ei a
u ji r
h . a
e T s
nt a e
e
ik pi n
a k a
n a k
m u n
o b y
a
bi el s
l u a
di m j
M p a
ei e .
"
ji r-
"
d n
K
a a
au
n h
ta
F s
k
u e
pe
g k
m
et al
ah
su ip
m
d u
o, n e
d m m
a e be
n m lik
ak b an
u el ku
m i ap
e a a
m p p
b a u
n. m se
" p da
" ik ng
T a m
a n ak
pi n an
ka y m
u a en
m . de
e K ng
m a ar
ak u ka
a b n
n ic pe
n a rd
ya r eb
. a at
A t an
k e it
u n u.
ta - Ia
h t ta
u a bu
ak n si
ap
u g
a
ya y
ya
n a
ng
g n
be
m g
na
e k
r,
m a
te
b u
ta
eli i
pi
n m
ta
ya p
k
." ik
be
"a
rk
K n
e-
a ."
he
u " nd
m Oak
e h
m
m ?
"e
b
Dm
u
i bu
at
d ka
k
a ny
u
p a.
m
u Ia
er
r, be
as
a rd
a
n irl
ta
a te
k k rs
e g e-
n a ny
ak di u
. s m
K n di
a y sa
u a m
m y pi
e a ng
m n ce
i g re
t.
" m
K e-
a n
u y
a
y t
a a
k k
i a
n n
b
k a
a h
u w
a
m s
e e
m ti
b d
a a
w k
a n
n y
y a
a si
a
p y
u a
l ll
a m
n u
g n
g
w k
a i
k n
t t
u e
l
i a
t h
u m
? e
" m
S b
i e
i li
b d
u o
d
t o
a l
m it
p u
a d
k u
n l
y u
a .
i "
n A
g k
i u
n m
HORISON/XVI11/285
e h m
m a
b m d
e e .
li n l
n i a
y n t
a g e
te g n
ta a t
pi l u
r k ti
n a d
u n a
n n k
g y p
ki a er
rt d gi
k a b
e l e
ti a g
n m it
g u
g m s
a o a
l b j
a i a
n l d
d , e
a s n
l o g
a p a
m i n
r d
m n o
o y d
b a ol
il -
? t d
" e o
l
n d
a
t ol
ja
u it
di
u.
ra
t K
g
e a
u
l n
r
a m
a
h o
g
b
u
m il
.
e k
"
m a
K
n
a b t
l a o
a w r.
u a "
k n "
a y M
u a e
t m
e k a
l e n
a g
.
" a e
S t rj
i e a
g
l l
a
d a a
i h n
s -
a m j
g e a
a
m l
k
g a
e b n
li i p
s a a
a r d
h
k a
.
a ta
I
n n
a
g
m
k g
e
e al
n
y d
j
a u
a
k a
d
i J
i
n a
g
a n
e
n u
li
n a
s
y ri
a
a it
h
u
k
d d
ar
i a
e
g n
n
o m
a
y o
it
a bi
x
h ln
m
k y
,,
a a
a
n di
re
s
I
b ur
a
e u
h
g h
l
i m
u
t e
p
u n
a
g
h
m i
a
u k
l
d u
it
a ti
u
h d
,
. i
d
S b
a
i e
n
A l
a
y a
y
a k
a
h a
h
n
n
b g
y
, n m
d n e
a y m
n a b
ia . e
te H li
la e n
h n y
ni i a
e n ,
m g k
b ; a
e s n
li e ?
s t "
e e "
k l Y
o a a
h .
t
"
a
i "
k
t K
b
u u
e
i
s
d n
a
e g
r
n a
d
g t
o a s
d n
e
o
k
l s
a
m a
r
a n
a
ni g
n
s a
g
di t
.
F t
Ki
u e
ta
g
n m
e
a e
t-
n m
s
g b
u
er
d
I ik
o
b a
.
u n
I
b n
t y
u
e a
t
r k
e
i e
l
n p
a
g
h a
a
i d
t
k a
.
u s
"
t e
O
m s
h,
e e
it
m o
u!
a r
K
k a
a
a u n
g c K
. a e
T r p
er a a
b d
u s a
n e F
g o u
k l s
u a a
s h e
ra - b
pi o ar
. l a
S a n
h g
i
k
a
u al
p
r i?
a
a "
y
t "
a
- F
?
y u
"
a s
"
n a
Y
g e
a
,
.
m b
K
e a
a
n r
u
g a
m
e n
e
j g
m
a k
b
n a
e
g li
ri
.
k
d Y
a
i a
n
l .
n
e K
y
h u
a
e k
k
r ai
e
t a
p
i k
a
b ai
d
a i
a
- s
s
t e
e
i h
s
b a
e
a r
o
m u
r
e s
a
n
n n y
g g a
. e ti
" n d
A d a
y o k
a r di
h . p
b " e
i
di n t
h y i
at a d
k a
a m k
n e
a m m
n u e
a a m
k- s b
a k e
n a r
a n i
k k
. k a
" e p
" d t
Y u r
a a i
, n v
F .
y
u k
s a
N e
a
a p
e
. m a
" u
d
D n
a
a
n k
F
p e
u
e n
s
r y
a
t a
e
e t
,
n a
p
g a
e
k n
m
a n
b
r y
a
a a
n
n
t
p b
u
u e
n
n r
y
u b
a
s e
ai d
y
. a
a
R .
n
a M
g
s e
a r
d
s e
u
e -
l
p k
u
a a
,
k t
a d
e
t u
t
t l
a
a u
m p
p i i
a t k
k u e
p m
a p c
d a e
a i r
e
a i t
n b
a u t
k n e
y h
l a
e s
l t a
a e j
k - a
i r
t i y
e n a
t g n
a a g
n t
g k
g h e
a a d
l e
s n
e i g
b t a
e u r
l a
a p n
h u
l d
. a a
S . r
i i
G T r
a e u
d t
i a a
s p n
i g
m
e h m
n a a
u n k
n y a
g a n
g
u s p
u a
s a g
a r i
a .
G g "
a a V
a
d r
."
i p
"
s e
I
r
b
i c
u
t a
m
u k
u
a
s
m p
u
e a
d
n n
a
y
h
e k
p
d a
el
i m
u
a i
k t p
a a a
n d b
i e
m , n
a Y ar
k o .
a s S
n h e
i •
s k m
i o a
a ? ki
n " n
g t p
. a el
n u
" y p
K a a
a di
u A e,
y s
d a e
e h m
n . a
Bi ,
a:
I!
HORISON/XVIII/266
ki a in
n i
b s a
er e k
p s u
u u k
ra a al
- t a
p u h,
u . te
ra " ta
di " pi
a A a
b k k
a u u
h m
w s a
a a si
s n h
e g s
g s a
al i n
a s g
n i si
y a ."
a p A
b a n
er a
e d k
s. i n
K a y
a n a
u t b
h a er
ar r fi
u a ki
s r
m k a
e a k
m m a
b i n
a y m
n a e
t n n
u g g
n at
y l a
a e k
m b a
e i n
n h s
gi e
n p s
g e u
at l at
- u u
in p te
g a nt
at . a
s K n
e a g
g l F
al i u
s a u.
a D
e t a
d e n
a l te
n a ta
a h
p
n s
m
a aj
e
k a
n
le b
d
la u
e
ki r n
t i g
e t a-
t a b
a u
n s n
g e g
g r a
a a pr
it n e
u g m
t a p
e n er
t ta
o
a m
t
pi b
a
t er
k
a s
k e
d
ja a m
di n i
. d
D j ar
u a i
a r d
t a a
a n h
h g a
u n
n p b
s e a
et r w
el g a
a i
h
h k
it it
e
u, u.
k
a Y
a
y o-
n
a t s
h o hi
n r k
y s o
a e s
m b er
e e in
ni l g
n u m
g m e
g
m
al i ik
. t ir
I
k n di
a y si
n a /n
m g
a s g
s u ri
al s
a d o/
h a e
F h h
u E
g m d
e e w
t- l a
s u r
u p
d
d a
S
o. k
ei
I a
d
a n
e
ta n
n-
k y
st
p a
ic
er .
k
n e
a (
r)
h T
m e
e r
n j
g e
at m
a a
k h
a a
n n
n :
y S
a a
k p
e a
p r
a d
d i
a D
ib j
u o
n k
y o
a.
M D
u a
n m
g o
ki n
n o
s
e l
k e
al w
i a
ib
t
u
e
D d p
a o
E u h
L n o
I n n
M y it
a u.
A . K
K
a D i
w a m
a u ik
b
o
at n
a - te
Y d rk
a a ej
s
u u ut
n n m
a el
ri
i ih
t at
D
u n
al
y
a
m a
m
e te
a
n la
n
u nj
gi
m a
n
p n
k
u g
e
k p
n
a
c
b gi
a
e h
n
r ar
g b in
m e
y
el n
a,
a t d
m u
a
it k
n
u,
m
p l e
o i n
h n
g
o g a
n k
g
d a u
el r
m
i a i
m n
b
a
u
it d
n
u i
d
r k ar
o a n
n k
y
t i a
o b li
k a n
d t g
a a k
u n
ar
n g
a
-
n
d " o
a k n
u a it
n t u
a a s
n n e
it y ki
u. a la
A s
d m la
a e lu
s k
m
e e
a
b m
n
u b
g
ti al
g
r i
i
b k
l
u e-
i
a d
b
h a
u
d p
n
el u
y
i r.
a
m I
.
a, tu
"
s m
A
a e
k
n m
u
g b
a u
t
t at
e
b Ki
l
a m
a
g ik
h
u o
s, m
l
t er
u
e e
p
ti n
a
n u
.
g n
"
g g
I
al k
b
di a
u
p n
n
o k
y
h e
a
o s
n. e
m
" pi
e
Li a
m
h n
a
a m
n
tl er
a d e
h a k
b n a.
u B
g
a u
h a
p
it h
o
u. d
h
el u n
i e
m s n
a e g
y b o
a e k
n l n
g u y
di m a;
b n ia
b y s
e a e
r , g
a k er
n e a
d m s
a e aj
it n a
u a m
ta k e
m a m
p n p
a n er
k y h
n a at
y ik
a y a
ju a n
g n d
a g el
k i
e b m
s e a-
u r d
n u el
yi m i
a u m
n r a
d t it
a u u.
n j K
te u e
rl h m
u e
p t n
a a a
k k
h a
a
u n
n.
n n
K
ir y
b a
a
e it
-
r u
ki
k m
r
u e
a
n m
d
j a
u
u nj
a
n at
m
g p
in
g o
m h
g
e
o et
K
n a
i
it s,
m
u. "
i
k t
o e-
ri
m a
e k
r n
a y
s a
a d
ar
s i
e b
d er
a a
n n
g d
a.
m "
e T
n a
g pi
h k
a al
d a
a u
p a
i k
k
u
e
m
h
e
i
m
d et
u ik
p n
a y
n a,
. a
" k
A u
d ta
a k
bi
s s
e a
b tu
u r
a u
h n
n
y a
a nt
n i.
g
"
B
b
e
a
n
s
ar
e
.
r
T
d
ur
i
u h k
n . a
d K n
a i n
ri m y
p i a
o k it
h o u
o b
n t e
d e r-
e r k
n s u
g e nj
a n u
n y n
d u g,
u m k
a . el
b K u
el e ar
a m g
h e a
ta n n
n a y
g k a
a a s
n n u
m n d
e y a
m a h
b m
a i el
w t u
a u p
b a
u a k
a n a
h a n
- k p
b o
u m h
a a o
h n n
d i d
el s el
i- . i
m S m
a a a
m m it
e p u.
m a D
a i a
n s n
g a s
ti a a
d t m
a k p
k e ai
m m ki
u e ni
d n m
a a er
e
k b ar
a u a
te l n
la j d
h e a
m l u
el a n
u s a
p m n
e
a di
n
k a k
a t a
n a ki
n p p
y
l o
a a h
la n o
gi g n.
. i Ki
K t
. m
e
A ik
m
d o
u
a b
di er
a
n k a
b e nj
u k a
a u k
h a d
n t a
y a n
a n m
e
t
e d nj
rs a ol
e l o
m a k
b m n
u y
n b a
yi u d
di a e-
a h n
n g
t i a
a t n
r u s
a e
d d bi
a a la
u n h
n b
a d a
n.
a m
K
l b
in
a u.
i B
m
ia u
t
l a
e
i h
rs
n it
e
g u
m
k b
e a a,
gi k d
t a
u b n
m e m
at r at
a k a
n i h
g l ar
s a i
e u s
hi e
n d ol
g i a
g s h
a i a
bi n k
j a a
i- r n
bi m m
ji a e
n t n
y a y
a h u
ta a s
m r u
p i p
a k k
k e e
n t d
y i al
a k a
b a m
e n
r K y
u i a.
s m G
a i a
h k di
a o s
m it
e m u
m e m
e l er
c e a
s
a t
a
h a
s
k k
e
a a
p
n n
er
n
ti
y n
h
a. y ar
Bi a u
ji s
- d m
bi i in
ji b ta
it e m
u r a
ta a af
m n .
p d
pai dak
ma nya
kan
ma
sia
ng, kan
tet lah
api deli
ia ma
ter .
bur
Ka
u-
bur mi
u. me
" nan
Yah am
, nya
seti sen
dud "
uk. Ket
ika
"Li
aya
hat
hm
lah
u
ra
me
mb
nin
utk
gga
u.
l."
Ak
kat
u
a
tad
ibu
i
nya
me
lem
ng
but
HORISON/XVIII/267
. "
"Ak K
u imi
tak ko
ut teri
me nga
nyi t
sir keb
ra ias
mb aan
utk ibu
u. nya
Kal me
au ma
me kan
nyi sis
sir a
ra yan
mb g
ut diti
aku ngg
mel alk
upa an
kan aya
apa h-
yan nya
g di
sed pi
ang rin
kul g.
aku K
kan imi
, ko
kal me
au ras
aku a
sad sep
ar erti
ke ada
mb yan
ali g
ter m
asa e-
seo nar
la ikn
h- ya,
ola sua
h tu
aya keb
hm aha
u gia
me an
nan yan
tik g
u m
unt e-
uk nye
me bab
nye kan
le- nya
sai ingi
kan n
sisi me
ran nan
ku. gis.
I ter
bu se
nya m
bar bun
ang yi,
kali Ki
tela mik
h o
me me
mb ras
eri a
kan mal
deli u di
ma had
itu apa
kep n
ada ibu
nya nya
kar .
ena I
say a
ang ber
ka- piki
lau r
di bah
bua wa
ng. per
Ha isti
nya wa
kar tadi
ena m
itu e-
saj rup
a. aka
Te- n
lah sal
me am
nja pis
di ah
keb yan
ias g
aan lebi
unt h
uk bai
tid k
ak dar
me i
m- yan
bua g
ng- bis
bua a
ng dib
bar aya
ang ngk
. an
S Kei
end kic
iria hi,
n dan
den bah
gan wa
keb ia
aha bis
gia a
an me
nan me
ti ngg
pe igit
mu deli
da ma
itu yan
sa g di
m- pan
pai gku
kap ann
an ya.
pu
n ia (
ke T
mb e
ali. r
l j
a e
me m
ma a
nda h
ng a
kea n
rah :
ibu S
nya a
. p
Mat a
a- r
hari d
me i
nca D
pai j
pint o
k
u
e
ker
tas
r
yan
b
g
m
aga
o
k
n
ja-
o
uh
dari
b
te
e
mp
r
atn
d
ya
a
dud
s
uk
a
di
r
dep
k
an a
kac n
a.
G v
adi e
s r
itu s
aga i
k /
tak n
ut- g
tak g
ut r
i d
s w
a
o r
l d
e Sei
h de
nst
ick
E er)