Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup
dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insane. Namun sering kali
harapan dan damban tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan
hidup emakin bertmbah dan kemtian semakin banyk disebabkan oleh penyakit-penyakit
degeneratif seperti kanker dan stroke. Psien dengan penyakit kronis seperti ini akan
melalui suatu proses pengobatan dan perwatan yang panjang. Jika penykitny berlanjut
maka suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan
umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Sebagian besar kematian di rumah sakit adalah kematian akibat penyakit kronis dan
terjadi perlahan-lahan. Pada umumnya, dokter dan perawat lebih mudah menghadapi
kematian yang muncul secara perlahan-lahan. Mereka tidak diperiapkan dengan baik
untuk berhadapan dengan ancaman kematian. Ditengah keputusasaan, sering kali
terdengar “Kami sudah melakukan segalanya yang bisa dilakukan”.
Namun kini telah mulai disadari untuk pasien terminal pun profesi medi masih dapat
melakukan banyak hl. Jik upaya kuratif tidak dimungkinkan lagi, masih luas kesempatan
untuk upaya paliatif. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis, tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan,
gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada
stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik, namum
juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang
akan dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perwatan paliatif
atau paliiative care. Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan
Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk membantu pasien menjalani sisa
hidupnya dalam keadaan seoptimal mungkin.

B. Pengertian
1. Keadaan Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak
ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan
oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.
2. Kematian adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/ menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan
merupakan suatu kehilangan.
3. Kondisi Terminal adalah satu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui sutu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi
individu (Crpenito, 1195).
4. Paien terminal adalah paien – pasien yang dirwat, yng sudah jelas bahwa
mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk.
(P.J.M. Stevens, dkk., hal 282, 1999)
5. Pendampingan dalam proses kematian adalah suatu pendampingan dalam
kehidupan, karena mati itu termsuk bagian dari kehidupan. Mnusia dilhirkan,
hidup beberapa tahun, dan akhirnya mati. Manusia akan menerima bahwa itu
adalah kehidupan, dan itu memang akan terjadi, kematian adalah akhir dari
kehidupan (P.J.M. Stevens, dkk., 282,1999).
BAB II
RUANG LINGKUP

A. RUANG LINGKUP PENERAPAN PANDUAN


1. Pelayanan akhir kehidupan pasien rawat inap
2. Pelayanan akhir kehidupan pasien IGD
B. PENERIMA INFORMASI PELAYANAN AKHIR KEHIDUPAN
1. Pasien
C. PROFESI TERKAIT
1. Dokter
2. Perawat
3. Bidan
D. JENIS-JENIS PENYAKIT TERMINAL
1. Diabetes Militus
2. Penyakit Kanker
3. Congetive Renal Falure
4. Stroke
5. AIDS
6. Gagal Ginjal Kronik
7. Akibat kecelakaan fatal
8. Mati Batang Otak
9. Kanker tadium terminal
10. Asistole
11. Electro Mechanical Dissociation (EMD)
12. Pulseless Electrial Activity (PEA)
E. KONDISI FISIK, PSIKOLOGIS DAN EMOSIONAL PADA AKHIR KEHIDUPAN
1. Kondisi Fisik Pada Akhir Kehidupan
Paien dan keluarga pada umumnya ingin mengetahui beberapa lama pasien
dengan penyakit terminal dapat bertahan hidup. Hal tersebut adalah normal dan
wajar dilakukn untuk mempersipkan maa depan pasin dalam sisa hidupnya. Tetapi
memperkirkan berapa lama lagi pasien akan bertahan hidup merupakan suatu
pertanyaan yang ulit untuk ijawab. Banyak factor, termauk penyakit yang
menyertainya, tipe kanker, penyakit lin yng menyertai dan factor-fktor lain yng
mempengruhi dapat terjadi.
Alaupun dokter dapat memperkirakan sisa waktu kehiupn yang tersedia, mialny
untuk penyakit knker apat diketahui secara statistic berdsarkn jenis kanker (5 yer
urvival rate), namun dokter perlu mengetahui lebih lanjut karakter pasien dalam
menghadapi khir kehiupan. Dokter mungkin enggan memberitahukn perkiraan ktu
yang dimiliki pasien untuk tetap hidup, mengingat over/under estimate perepsi
pasien dan reaksi yang akan diambil oleh pasien tersebut, dan mungkin
keluarganya. Dokter mungkin kuatir dalam memberikan harapan yng salah atau
menghancurkan harapan pasien untuk tetap hidup.
Pasien dapat mempunyai pengalamn yang berbeda-beda dalam mengadapi
kematian. Berikut tana-tanda fisik dan emosionl yang biasanya dialami pasien pada
akhir kehidupannya.
a. Menarik diri dalam interaksi dengn keluarga dan kerbatnya
1) Pasien dapat menarik diri dalam akhir minggu kehidupannya. Hal ini bukan
berarti pasien marah atau depresi atau dia tidak mencintai keluarganya. Hal
terebut dapat terjadi karena berkurangnya uplai oksigen ke otak,
berkurangnya aliran darah, dan/atau pasien mempersiapkan diri dalam
menghadapi kematian.
2) Pasien mungkin kehilangan minat terhadp hal-hal yang mereka sukai,
seperti acara TV favorit, teman tu binatang kesayangn.
3) Keluarga, kerabat dan pemberi pelayanan perlu memberitahu pasien bahwa
mereka berada di dekat pasien untuk memberikan ukungan. Pasien harus
tetap terjaga dan mendengarkan, alaupun mereka tidak memberikan respon.
b. Perubahan Pola Tidur
1) Paien dapt mengantuk, peningkatan tidur, erring terjaga dari tidur kemudian
tertidur kembali, atau bingung saat merek bangun tidur.
2) Kekuatiran mungkin terjadi pada saat pasien terjaga malam hari, keluarga
atau kerabat dapat meminta pasien (bila memungkinkan) untuk duduk
selama keluarga mungkin tertidur disamping pasien.
3) Pasien mungkin lebih banyak tidur, keluarga dan pemberi pelayanan harus
terus menerus mengajak pasien untuk berbicara dengan mereka, bahkan
bila pasien mungkin tidak sadar, mengingat beberapa pasien mungkin masih
dapat mendengar mereka berbicara.
c. Kesulitan untuk mengontrol nyeri
1) Pada kondii penyakit tertentu, seperti kanker, pasien dapat mengalami
kesulitan dalam mengontrol nyeri, pasien menjadi sering merasakan nyeri
yang tiak tertahankan.
2) Pelayanan paliatif atau spesialis nyeri perlu dilibatkan dalam hal ini, dengan
memberikan pengobatan yang tepat.
3) Pelayanan bebas nyeri seperti pemijatan atau teknik relaksasi dapat
diberikan.
d. Kelelahan dan kelemahan
1) Kelelahan dan kelemahan dapat meningkat, sehingga pasien dapat
mengalami hal baik dan hal buruk bergantian sepanjang hari
2) Keluarga an pemberi pelayanan perlu senantiasa menemani pasien dalam
aktivitas sehari-hari, dan membantu pasien untuk menyimpan energy pasien
terhadap hal-hal yang paling penting saja
e. Perubahan Pola Makan
1) Kondisi penykit tertentu yang berpengeruh pada saluran pencernaan dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk makan.
2) Pasien dapat kehilangan nafsu makan karena kebutuhan tubuh untuk
mendapatkan energy berkurang, dan terjadi penurunan kemampuan tubuh
untuk menggunakan makanan dan cairan dengan baik.
3) Pasien sebaiknya diizinkan untuk memilih makanan atau minuman yang
dikehendakinya dalam jumlah sedikit.
4) Mengingat aktivits mengunyah membutuhkan energy, pasien ebaiknya
diberikan milkshakes, ice cream atau pudding.
5) Jika pasien mengalami kesulitan untuk menelan, berikan makanan cair yang
apat diberikan dengan sedotan apabila pasien dapat duduk.
6) Upayakan bibir pasiem tetap basah dengan memberikan lip blm dan
senantiasa memberihkan mulut pasien.
f. Awareness
1) Pada saat-saat akhir kehidupan, psien dapat mengalami epidsode
kebingungan atau terjaga dari tidur karena mimpi
2) Pasien dapat kebingungan atas orientai waktu, tempat atau dalam
mengenali keluarga terdekat. Keluarga atau pemberi pelayanan dapat
senantiasa mengingatkan kembali pasien, dimana pasien berada, dan iapa
saja yang berada di sekitarnya, dengan cara yang lembut dan tidak
memaksa bahan apabila pasien menolak atau berontak.
3) Kadangkala pasien menceritakan telah bertemu atau berbicara dengan
keluarga yang udah meninggal, bepergin juh, meliht cahaya, kupu-kupu atu
symbol-imbol yang tidak dapat terlihat secara nyata : keluarga dan pemberi
pelayanan dapat meminta pasien untuk bercerita lebih banyak dan
menceritakan apa yang dilihat dan mimpinya, tnpa menyngkl apa yng
disampaikan pasien.
g. Proses Kematian (dying process)
1) Pasien mungkin kehilangan control atas kandung kemih dan saluran cerna
karena relaksasi dari otot panggul, pemberi pelayanan perlu memberikan
underpad atau pampers seperlunya dan mengganti apabila basah.
2) Perubahan frekuensi pernapasan, melambat atau makin cepat, perlu
isampaikan kepada dokter untuk dilakukan pemeriksaan.
3) Apabila pasien mengorok, karena menumpuknya cairan dan air liur di
tenggorokan, apabila diperlukan dapat iberikan pemberian nebulizer, suction
atau oksigen untuk membantu pernapasan pasien
4) Kulit pasien dapat menjadi pucat atau kebiruan dan terasa dingin karena
menurunnya aliran darah, hal ini tidak menimbulkan rasa sakit dan rasa tidak
nyaman pada pasien, oleh karena itu tidak diperlukan pemberian
penghangat atau selimut elektrik yang dapat menimbulkan luka bakar,
berikan selimut tipi saja.
2. Fase-fase Menjelang Kematian
a. Denial (Fase Penyangkalan/pengingkaran dan Pengasingan Diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak
dapat menerima informai ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin
mengingkarinya. Reaksi pertama setelah mendengar, bahwa penyakitnya di
duga tidak dapat disembuhkan lagi adalah, “Tidak, ini tidak mungkin terjadi
dengan saya.” Penyangkalan ini merupakan mekanisme pertahanan yang biasa
ditemukan pada hamper setiap pasien pada saat pertama mendengar berita
mengejutkan tentang keadaan dirinya. Hamper tak ada orang yang percaya,
bahwa kematiannya sudah dekat, dan mekanisme ini ternyata memang
menolong mereka untuk dapat mengatasi shock khususnya kalau penyangkalan
ini periodic. Normalnya, pasien itu akan memasuki masa-masa pergumulan
antara menyangkal dan menerima kenyataan, bahwa kematian memamng harus
ia hadapi.
b. Anger (Fase Kemarahan)
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal. Jarang sekali ada pasien yang melakukan penyangkalan terus
menerus. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memamng sudah
dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan
kemarahan.”Mengapa ini terjadi dengan diriku?”/ “Mengapa bukan mereka yang
sudah tua, yang memang hidupnya sudah tidak berguna lagi?” Kemarahan ini
eringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari kesalahan pada
pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Bahkan kadang-kadang ditujukan pada
orang-orang yang dikasihinya. Seringkali anggota keluarga menjadi bingung dan
tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Umumnya mereka tidaak menyadari,
baha tingkah laku pasien tidak mauk akal, meskipun normal, ebagai ekspresi dari
frustasi yang dialaminya. Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah
pengertian, bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung
oleh karena kemarahannya.
c. Bargaining (Fase Tawar Menawar)
Ini adalah fase I mana psien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit
lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bia menjanjikan macam-
macam hal kepaa Tuhan, “Tuhan, kalau Engkau menytakan ksih-Mu, dan
keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan seluruh hiupku
untuk melayaniMu.”
d. Depresion (Fase Depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fae depresi. Penderita
merasa putus aa melihat masa depannya yang tanpa harapan. Sebagai orang
percaya memang mungkin dia mengerti adanya tempt dan keadaan yang jauh
lebih baik yang telah Tuhan sediakan di surge. Namun, meskipun demikian
perasaan putus asa masih akan dialami.
e. Acceptance (Fase Menerima)
Tidak emua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang ia
alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat
menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat, sehingga mereka mulai
kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita
dan persoalan-peroalan di sekitarnya. Pasien-psien seperti ini biasanya
membosankan dan mereka seringkali dilupakan oleh teman-teman dan
keluarganya, padahal kebutuhan untuk selalu dekat dengan keluarga pada saat-
aat terakhir justru menjadi sangat besar.
BAB III
KEBIJAKAN
BAB IV
TATA LAKSANA

A. TATA LKANA ASEMEN PELAYANAN AKHIR KEHIDUPAN


1. Faktor Fisik
Pada konisi terminal (akhir kehidupan) pasien dihadapkan pada berbagai
masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain perubahan pda
penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tnda vital, mobilisasi,
nyeri.
Pemberian pelayanan haru mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien
mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan bulan sebelum memasuki
kondisi akhir kehidupan. Pemberi pelayanan harus respek terhadap perubahan fisik
yang terjadi pada pasien terminal karena hal terebut menimbulkan ketidaknyamanan
dan penurunan kemampuan pasien dalam memelihara diri.
2. Faktor Psikologis
Perubahan pikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Pemberi
pelayanan harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal,
harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukkan apakah sedih, depresi atau
marah. Problem psikologis lain muncul pada psien terminal antara lain
ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Pemberi pelayanan harus
mengenali tahapan-tahapan menjelang ajal yang terjadi pada pasien terminal.
3. Faktor Sosial
Pemberi pelayanan harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama konisi
terminal, karena pada konisi ini pasien cenderung menarik iri, mudah tersinggung,
tidak ingin berkomuniksi dan sering bertnya tentang kondisi penyakitnya.
Ketidakyakinan dan ketidakpuasan sering membawa perilaku isolasi. Pemberi
pelayanan haru bisa mengenali tanda-tanda pasien mengisolasi diri, ehingga dapat
di berikan dukungan dari teman dekat, kerabat/ keluarga terdekat untuk selalu
menemani pasien.
4. Faktor Spiritual
Pemberi pelayanan harus mengkaji bagaimana keyakinan pasien akan proses
akhir hayat, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah
semakin mendekatkan diri kepada Tuhan atau apakah semakin berontak akan
keadaannya. Pemberi pelayanan juga harus mengetahui di saat-saat seperti pasien
mengharpkan kehadiran tokoh agama (rohaniawan) untuk menemani disaat-saat
terakhirnya.
B. TATA LAKANA PEMBERIAN HAK-HAK PASIEN PADA AKHIR KEHIDUPAN
1. Hak diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ajal tiba
2. Hak mempertahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan yang terjadi
3. Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya ehubungan dengan kematian yng
sedang dihadapinya
4. Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan perawatan
5. Hak berpartisipai dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan perawatan
6. Hak memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan secara
berkesinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi tujuan
memberikan rasa nyaman
7. Hk untuk tidak meninggal dalam keendirian
8. Hak untuk bebas dari rasa sakit
9. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur
10. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga yang
ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya
11. Hak untuk meninggal dalam damai dan bermartabat
12. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil keputusan
yang bertentangan dengan kepercayaan yang dianut
13. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun artinya bagi
orang lain
14. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati setelah
yang bersangkutan meninggal
15. Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang professional, yang dapat
mengerti kebutuhan dan kepuasan dalam menghadapi kematian.
C. TATA LAKSANA PELAYANAN AKHIR KEHIDUPAN
1. Berikan pasien perasaan tentang pemahaman dan empati terhadap penyakit atau
kondisi yang dideritanya.
2. Berikan kesempatan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan,
didiskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari kehilangan.
3. Berikan dorongan pada pasien untuk mengekspresikan atribut diri yang positif
tentang penerimaan kematian yang akan terjadi.
4. Bantu pasien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua
pertnyaan dengan jujur, proses berduka, proses berkabung.
5. Berikan pemahaman kepada keluarga pasien untuk meluangkan waktu bersama
pasien atau orang terdekatnya dan tunjukkan pengertian yang empati, kontak yang
sering dan mengkomunikasikan sikap perhatian an peduli dapat membantu
mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
6. Taarkan kepada pasien untuk melaksanakan praktek dan ritual keagamaan, dengan
cara mendatangkan pemuka agama yang diyakini/dianut oleh pasien.
7. Berikan privy dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan pasien agar
memudahkan pasien untuk refresi dan melakukan perenungan.
8. Pemberian pengobatan yang esuai dengan gejala dan keinginan pasien an keluarga
9. Menyampaikan isu yang senitif seperti autopsy dan donasi organ
10. Menghormati nilai yang dianut pasien, agma dan preferensi budaya
11. Mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam semua aspek pelayanan
12. Member respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual dan budaya
dari pasien dan keluarganya.
13. Memastikan bahwa gejala-gejalanya akan dilakukanasesmen dan dikelola secara
tepat
D. TATA LAKSANAN PENGELOLAAN AKHIR KEHIDUPAN
1. Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan tetap
dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap. Laupun istem organ vital
juga terpengaruh, tetapi kerusakannya masih reversible. Emua usaha yang
memungkinkan harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
2. Semua bantuan kecuali RJP (DNAR : Do Not Attempt Resucitation), dilakukan pada
psien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau dengan harapan pemulihan
otak, tetapi mengalami kegagalan jantung, paru atau organ yng lain, atau dalam
tingkat akhir penyakit yang tidak dapat isembuhkan.
3. Tidak dilakukn tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika iterapi
hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang kehiupan. Untuk
pasien ini apat dilakukan penghentian atau penunaan bantuan hiup. Pasien yang
masih sadar tapi tnpa harapan, hnya dilakukan tindakan terapeutik/paliatif agar
paien merasa nyaman dan bebas nyeri.
E. TATA LAKSANA PENANGANAN GEJALA DAN TANDA AKHIR KEHIDUPAN
1. Nyeri
a. Penatalaksanaan nyeri dapat menggunakan obat anti nyeri (pain killer) sesuai
dengan instruksi dokter. Apabila paien tidak dapat menelan obat, maka
pemberian dapat meletakkan obt di bawah lidah, rectal supposutoria, injeksi,
infuse atau patch.
b. Pada saat-saat akhir kehidupan, nyeri mungkin tidak dapat ditoleris oleh pasien,
ehingga perlu dipertimbangkn penggunan opioid analgesics. Psien dan keluarga
perlu diberi penjelasan mengenai kekuatiran bahwa pemberian opioids dapat
mempercepat kematian, baha penelitian telah membuktikan baha tidak ada
hubungan antara pemberian opioids dengan kematian yang lebih dini.
c. Efek amping pemberian opioids, mungkin dapat terjadi myoclonic jerking (kejang
miokonik) pad lengan dan tungkai atau cegukan (hiccup). Pemberian opioids
dosis tinggi dalam jangka lama dapat memunculkan gejala ini pada awal
pemberian.
2. Fatigue
a. Raa kelelahan yang berlebih dapat terjadi pada akhir kehidupan yang dapat
disebabkan oleh berbagai factor, baik berupa perubahan fisik maupun mental
karena pengaruh pengobatan.
b. Dokter dapat mempertimbangkan pemberian obat-obatan yang meningkatkan
kinerja otak, alertness dan peningkatan energy.
3. Shortness og Breath
a. Sesak napas dan kesulitan untuk bernafas spontan dapat disebabkan beberapa
hal berikut: retensi cairan di abdomen (ascites), berkurangnya kekuatan otot,
hipoksemia (keadaan dimana terjai kekurangan kadar oksigen di dalam darah),
penyakit paru obtruktif menahun (PPOM), pneumonia atau infeksi lainnya.
b. Pemberian opioids dengan dosis yng sangat rendah dapat diberikan pada pasien
yang mengalami rasa nyeri.
c. Penatalaksanaan lain misalnya :
1) Pemberian anti nxietas pada pasien engan kecemasan yang menyebabkan
sesak napa
2) Mengarahkan kipas angina tau menurunkan suhu kamar
3) Mendudukan pasien
4) Bila dimungkinkan, mengajak pasien untuk latihan pernapasan dan relaksasi
5) Pemberian antibiotika, apabila penyebab sesak napas adalah infeksi
6) Pemberian oksigen apabila penyebab sesak napas adalah hipoksemia
d. Pada beberapa kasus yang jarang, sesak napa tidak dapat diatasi dengan cara
di atas. Pemberian obat sedasi dapat dipertimbangkan untuk membantu pasien
merasa lebih nyaman.
e. Beberapa pasien mengalami spasme saluran napas yang menyebabkan sesak
napas. Pemberian bronkodilator atau steroid (mengatasi edema dan inflamasi)
dapat dipertimbangkan untuk mengatasi terjadinya spasme tersebut.
4. Batuk
a. Batuk kronis pada akhir kehidupan dapat menyebabkan ketidaknyamanan
pasien, karena dapat menyebabkan nyerin gangguan tidur, kelelahan, dan
memperburuk sesak napas yang ada.
b. Selain mencari penyebb terjadinya batuk, dapat dipertimbangkan pemberian
obat berikut :
1) Opioids untuk menghentikan batuk
2) Kortikosteroid untuk mengurangi edema pembuluh limfe
3) Antibiotic untuk mengatasi infeksi
4) Bronkodilator untuk mengurangi wheezing dan btuk yng disebabkan PPOM
5) Diuretic untuk mengatasi batuk pada kondisi congestive heart failure.
c. Dokter perlu mengevaluasi obat-obatan yang edang dikonumi pasien, apakah
mempunyai efek amping menimbulkan batuk, seperti pemberian ACE inhibitor.
5. Death Rattle (mengorok)
a. Rattle (mengorok) dapat disebabkan karena menumpuknya air liur pada
tenggorokan, cairan pada saluran pernapasan yang disebabkan karena infeksi,
atau cairan pada jaringan tubuh yang berlebihan.
b. Pemberian obat-obatan yang dapat mengurangi produksi air liur dan
mengeringkan saluran pernapasan bagian atas dapat diberikan ; apabila pasien
tidak dapat menelan, dapat diberikan melalui infuse atau patch.
c. Penatalaksanaan ngorok dapat pula dilakukan dengan meninggalkan posisi
tempat tidur pada bagian kepala, mengganjal kepala pasien dengan bantal,
posisi miring kiri miring kanan secara bergantian apabila terjadi penumpukan
cairan pada tenggorokan pasien, apat dilakukan suction.

Anda mungkin juga menyukai