Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi pada hakikatnya merupakan masalah kesehatan masyarakat, namun


penanggulanggannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.
Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya
harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.

Masalah gizi, meskipun sering berkait dengan masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak
selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan
krisis (bencana kekeringan, perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat
masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh
makanan untuk kebutuhan semua anggota keluarganya. Menyadari hal itu, peningkatan status gizi
masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiapa anggota masyarakat untuk memperoleh
makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Dalam konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata
masalah kesehatan tetapi juga maslah kemiskinan, pemerataan dan masalah kesempatan kerja.

Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh
masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY), kuarang viatamin A (KVA), dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar.

Dari sekitar 5 juta anak balita (27,5 persen) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2
persen) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3 persen) (Depkes,2004 mengutip BPS
2003).

Berdasarkan uraian diatas tentang masalah gizi dengan berbagai kompleksitas masalah, maka
penulis akan mencoba membahas tentang masalah gizi kurang dan gizi buruk.

B. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui arti dari gizi buruk dan gizi kurang.

Memahami permasalahan apa saja yang dapat ditimbulkan oleh gizi kurang.

Mengetahui penyebab timbulnya gizi kurang dan gizi buruk, baik itu penyebab langsung maupun
penyebab tidak langsung.

Untuk mengetahui cara penanggulangan masalah gizi kurang dan gizi buruk.
Untuk mengetahui status gizi dari berbagai jenis indikator.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Arti Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi,
kesehatan dan kedokteran, yang merupakan bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun.

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat
badannnya tiap bulan sampai usia minimal dua tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai
dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia dapat dikatakan
bergizi baik. Jika beratnya sedikit di bawah standar disebut bergizi kurang, dan yang bersifat kronis
apabila jauh di bawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi, istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk
kekurangan gizi tingkat berat atau akut.

Anak yang bergizi kurang, berarti kekurangan gizi pada tingkat ringan atau sedang, belum
menunjukkan gejala sakit. Dia seperti anak-anak lain, yang akan beraktivitas, bermain dan sebagainya,
tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya mulai menurun. Pada fase
lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otak, pembengkakan hati, dan
berbagai gangguan yang lain seperti peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya.

B. Masalah Gizi
Kurang di Indonesia

Salah satu masalah gizi kurang Indonesia yaitu Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Dampak dari tingginya
angka BBLR ini akan berpengaruh pada tingginya angka kematian bayi. Selain itu, masalah gizi kurang
lainnya yaitu kurang gizi makro seperti kurang kalori protein, dan kurang gizi mikro seperti gangguan
gangguan akibat kekurangan yodium, anemia kekurangan zat gizi besi serta kekurangan vitamin A.

Berdasarkan data Departemen kesehatan tahun 2004 yang dikutip dari BPS tahun 2003, dapat diketahui
bahwa dari sekitar 5 juta anak balita terdapat 27,5 persen yang kekurangan gizi, 19,2 persen yang berada
dalam tingkat gizi kurang, dan 8,3 persen termasuk gizi buruk.

Meskipun jumlahnya relatif lebih sedikit, kasus gizi buruk lebih cepat menarik perhatian media massa
karena dapat terlihat nyata dengan penderitaan anak yaitu sakit, kurus, bengkak (busung), dan lemah.
Selain itu mereka mudah dikenal dan dihitung karena dibawa ke rumah sakit. Berbeda dengan anak gizi
kurang, meskipun jumlahnya lebih banyak, mereka kurang mendapat perhatian karena tidak mudah
diketahui secara umum.

Pada dasarnya banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dan masyarakat untuk menjaga agar
anak yang sehat dan bergizi kurang dapat terhindar dari gizi buruk. Salah satunya adalah dengan
memantau pertambahan berat badan anak (terutama baduta) dengan KMS.

Berikut ini merupakan tabel rujukan berat badan untuk anak perempuan usia 0 sampai 36 bulan
berdasarkan WHO-NCHS

Berikut ini merupakan tabel pengklasifikasian status gizi berdasarkan tiga jenis indikator yaitu berat
badan menurut tinggi badan, berat badan menurut umur, dan tinggi badan menurut umur.

Klasifikasi WHO : Gabungan 3 Jenis Indikator

Lebih, mungkin obes

Lebih, pernah kurang gizi

Lebih, tidak obes


Selain itu dalam mengukur status gizi dapat pula digunakan indeks antropometri. Dalam antropometri gi
median sama dengan persentil 50. nilai median dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah
itu dihitung persenyase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas. Yayah K Husaini
memberi contoh, andai kata nilai median berat badan anak umur 2 tahun adalah 12 kg, maka 80%
median sama dengan 9,6 kg, dan 60% median sama dengan 7,2 kg. Kalau 80%dan 60% dianggap ambang
batas maka anak yang berumur 3 tahun mempunyai berat badan antara 7,2 kg sampai 9,6 kg (antara 60%
dan 80% media) dinyatakan staus gizi kurang dan di bawah 7,2 kg (dibawah 60% median) dinyatakan
status gizi buruk.

Berikut ini merupakan tabel status gizi berdasarkan indeks antropometri (sumber : Yayah K. Husaini,
Antreopometri sebagai Indeks Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Medika, No 8 tahun XXIII,1997,halaman
269)

C. Penyebab Timbulnya Masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Dalam kerangka konsep makro sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah gizi menurut
UNICEF (1988), masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:

a. Penyebab langsung

Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak
hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup
makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula anak
yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah
terserang penyakit. Asupan makanan yang kurang, dalam hal ini pemberian Air Susu Ibu dan pemberian
Makanan Pendamping ASI (MPASI) merupakan penyebab langsung terjadinya gizi kurang dan gizi buruk.

b. Penyebab tidak langsung

Terdapat tiga penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu:

§ Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diaharapkan mampu untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah
maupun mutu gizinya. Namun kadang-kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik
maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini.

§ Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan masyarakat diharapkan dapat
menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik,
baik fisik, mental, dan sosial. Suatu studi positive deviance mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi
dan anak balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka
semuanya berprofesi sebagi petani. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh terhadap
timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, mengerti akan pentingnya
ASI, Posyandu, kebersihan, anaknya akan lebih sehat.

§ Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistem pelayanan kesehatan yang ada
diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Pelayan kesehatan yang dimaksu yaitu imunisasi,
penanganan diare dengan oralit, tindakan cepat pada anak balita yang tidak naik berat badan,
pendidikan dan penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di Posyandu, Penyediaan Air Bersih,
kebersihan lingkungan, dan sebagainya.

Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga.
Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan
keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan
kesehatan.

c. Pokok masalah dimasyarakat

Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan
dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung.

d. Akar masalah

Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat
terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi,
politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut telah memicu
munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak
memadai.

Skema Gizi Buruk

D. Penanggulangan Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Penanggulanga gizi kurang dan gizi buruk perlu dilakukan secara terpadu antar departemen dan
kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan, penganekaragaman produksi
dan konsumsi pangan, peningkatan status sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta
peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan. Semua upaya ini bertujuan memperoleh
perbaikan pola konsumsi pangan masyarakat yang beranekaragam, dan seimbang dalam mutu gizi.

Upaya penanggulangan masalah gizi kurang dan gizi buruk yang dilakukan secara terpadu antara lain:

Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi beraneka ragam
pangan serta pengawasan makanan dan minuman.

Peningkatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk
meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga.

Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat pos pelayan terpadu
(Posyandu), hingga Puskesmas dan Rumah Sakit.

Peningkatan upaya keamanan pangan gizi melalui Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG).

Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi dibidang pangan dan gizi masyarakat.

Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat luas.

Intervensi langsung kepada sasaran mulai pemberian makanan tambahan (PMT), distribusi kapsul
vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi seerta kapsul minyak beryodium.

Peningkatan kesehatan lingkungan.

Upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, yodium dan zat besi.

Upaya penelitian dan pengembangan pangan gizi

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

§ Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi,
kesehatan dan kedokteran, yang merupakan bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun.

§ Salah satu masalah gizi kurang Indonesia yaitu Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Dimana dampak dari
tingginya angka BBLR ini akan berpengaruh pada tingginya angka kematian bayi.

§ Masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh asupan makanan yang kurang dan juga penyakit, hal inilah
yang merupakan penyebab langsung. Sedangkan yang merupakan penyebab tidak langsung dari
timbulnya masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai,
pola pengasuhan anak kurang memadai, dan pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Selain itu yang menjadi pokok maslahnya yaitu kemiskinan, kurang pendidikan dan kurang keterampilan,
dan yang menjadi akar permasalahannya yaitu krisis ekonomi langsung.

§ Penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk dapat dilakukan melalui upaya-upaya peningkatan
pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status sosial
ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan teknologi hasil pertanian dan
teknologi pangan.

B. Saran

§ Dengan adanya masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita yang masih merajalela di
masyarakat maka diperlukan ketahanan pangan di tingkat Rumah Tangga.

§ Sebaiknya petugas kesehatan senantiasa memperbaiki pola asuh anak balita dengan membekali ibu-
ibu ilmu tentang penata laksanaan makan pada anak yaitu berupa gizi seimbang.

§ Untuk memecahkan masalah gizi buruk dan gizi kurang yang sifatnya sangat kompleks ini diperlukan
tenaga-tenaga gizi yang berpendidikan memadai yang mampu mengembangkan ilmu gizi, melalui
penelitian-penelitian dan senantiasa menerapkan hasil temuannya kedalam program-program nyata.

Anda mungkin juga menyukai