Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS JURNAL IMPROVED DIAGNOSIS OF ACTIVE SCHISTOSOMA

INFECTION IN TRAVELLERS AND MIGRANTS USING THE ULTRA-SENSITIVE


IN-HOUSE LATERAL FLOW TEST FOR DETECTION OF CIRCULATING
ANODIC ANTIGEN (CAA) IN SERUM DAN A MULTIENZYME RESPONSE IS
INVOLVED IN THE PHENOMENON OF FASCIOLA HEPATICARESISTANCE TO
TRICLABENDAZOLE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Parasitologi


Yang dibimbing oleh Ibu Sofia Ery Rahayu, S.Pd, M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 1 Offering K 2017
1. Mohammad Fatikunnaja (170342615506)
2. Putri Elok Septiana Dewi (170342615551)
3. Rizqi Layli Khusufi (170342615601)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
September 2019
ANALISI JURNAL KE 1
Tampilan Jurnal

Bibliografi
Van Grootveld, R., Van Dam, G. J., De Dood, G. J., De Vries, J. J. C., Visser, L. G.,
Corstjens, P. L. A. M., & Van Lieshout, L. 2018. Improved diagnosis of active
Schistosoma infection in travellers and migrants using the ultra-sensitive in-house
lateral flow test for detection of circulating anodic antigen (CAA) in serum. European
Journal of Clinical Microbiology & Infectious Diseases.
Judul
Improved diagnosis of active Schistosoma infection in travellers and migrants using the ultra-
sensitive in-house lateral flow test for detection of circulating anodic antigen (CAA) in
serum.
Pendahuluan
Chistosomiasis adalah penyakit parasit yang menyerang lebih dari 250 juta orang di
daerah tropis. Di daerah non-endemik, infeksi Schistosoma yang diimpor biasanya
didiagnosis dengan serologi, tetapi berdasarkan deteksi antibodi, infeksi aktif tidak dapat
dibedakan dari infeksi yang sembuh dan mungkin memerlukan waktu lebih dari 8 minggu
setelah paparan sebelum serokonversi terjadi. Pada populasi endemik, hasil yang sangat baik
telah dideskripsikan dalam mendiagnosis infeksi Schistosoma aktif tingkat rendah dengan
mendeteksi antigen anodik bersirkulasi (CAA) turunan cacing dewasa yang memanfaatkan
tes lateral lateral flow (LF) yang dikombinasikan dengan up-convert phosphor (UCP) reporter
teknologi.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi nilai diagnostik uji UCP-LF
CAA dalam pengaturan non-endemik.
Metode
Metode yang digunakan yaitu, menggunakan sampel klinis. Dengan serum CAA
diambil sejumlah 121 sampel dari total 91 individu. Pemilihan sampel didasarkan peda
dapatnya mendeteksi antibodi spesifik. Pertama, dari dua studi termasuk 18 sampel yang
berasal dari studi kohort prospektif 146 wisatawan tanpa gejala jangka panjang diuji untuk
antibodi spesifik Scistosoma sebelum dan sesudah dari perjalanan di afrika. Kemudian
sampel-sampel tersebut diuji menggunakan metode UCP-LF CAA.
Hasil penelitian

 Berdasarkan hasil penelitian pada studi A sembilan wisatawan negatif menurut serologi
Schistosoma sebelum bepergian. Setelah mereka kembali, semua wisatawan
menunjukkan titer antibodi sedang hingga tinggi terhadap antigen cacing di IFA,
sementara hanya dua (22%) yang menunjukkan antibodi terhadap antigen telur.
Sebelum bepergian, semua CAA-negatif dalam serum, sementara 5/9 (56%) memiliki
tingkat CAA marginal ke rendah setelah pajanan, berkisar 0,5-2,7 pg/ mL. Di antara
lima individu CAA-positif terdapat pada dua wisatawan dengan antibodi anti-telur dan
satu dengan DNA Schistosoma yang terdeteksi dalam tinja.
 Pada studi B wisatawan menunjukkan titer antibodi yang lebih tinggi terhadap antigen
cacing daripada migran, sedangkan pada migran menunjukkan titer antibodi yang lebih
tinggi terhadap antigen telur. Migran yang menjadi anti-telur antibodi negatif
merupakan pasien dengan schistosomiasis kronis yang terbukti melalui PCR. Sepuluh
kontrol negatif tidak menunjukkan antibodi spesifik pada IFA atau ELISA. Tidak ada
CAA serum yang dapat ditunjukkan dalam kontrol negatif, sementara level CAA yang
terdeteksi ditemukan pada 33/42 (79%) dari migran dan 15/27 (56%) dari para
wisatawan. Tingkat antigen ditemukan lebih tinggi pada migran, dengan 8/42 (19%)
menunjukkan konsentrasi CAA 100 pg / mL. Tiga orang tanpa riwayat perjalanan
diketahui semuanya positif CAA dengan kadar mulai dari 0,1 hingga 1,9 pg / mL.
Sepuluh orang studi B dengan infeksi aktif terbukti, yaitu telur yang terdeteksi atau
DNA Schistosoma dalam tinja atau urin, positif untuk CAA.
Fakta unik
1. Deteksi cacing secara serologi hanya dapat digunakan secara akurat setelah 4 hingga 8
minggu terinfeksi dan tidak memberikan antara infesi sedang aktif atau sembuh.
2. DNA parasit dapat muncul dalam tinja yang mungkin berasal dari telur dari individu
yang terinfeksi.
3. Uji UCP-LF CAA dapat mendeteksi semua spesies dari Scistosoma yang dikenal.
Simpulan

Uji serum UCP-LF CAA menjadi tes yang sangat akurat untuk mendeteksi infeksi
Schistosoma tingkat rendah aktif dalam pengaturan diagnostik rutin non-endemik.
Berdasarkan tingkat CAA yang terdeteksi, infeksi aktif terlihat pada 56/81 (69%) individu
yang terpajan, sedangkan 10 kontrol dan 9 serum yang dikumpulkan sebelum perjalanan diuji
negatif untuk CAA. Kadar CAA positif diamati mulai 4 minggu setelah pajanan dan dalam
empat kasus CAA terdeteksi bahkan sebelum antibodi spesifik Schistosoma menjadi positif.
Kadar CAA serum yang lebih tinggi terlihat pada migran daripada pada wisatawan dan
konsentrasi CAA menurun pada saat sampel diuji setelah pengobatan.
Refleksi
1. Mengecek tubuh dari kemungkinan parasit yang menginfeksi khususnya yaitu ketika
sebelum dan sesudah bepergian ke tempat yang baru.
2. Menggunakan pengjian atau metode deteksi yang sesuai dengan tujuan, sehingga
menghasilkan data yang benar-benar falid.
ANALISIS JURNAL KE 2
Tampilan Jurnal

Bibliografi
Fernandez, V., Cadenazzi, G., Miranda, E., Lareen, K., & Sotana, H. 2015. A Multienzyme
Response is involved in the Phenomenon of Fasciola hepatica Resistance to
Triclabendazole. Journal of Drug Metabolism and Toxicology.
Judul
A Multienzyme Response is involved in the Phenomenon of Fasciola hepatica Resistance to
Triclabendazole
Pendahuluan
Trematoda Fasciola hepatica adalah agen penyebab zoonosis parasit yang dikenal
sebagai fasciolosis, penyakit yang mempengaruhi manusia dan sebagian besar spesies hewan
peliharaan.
Tujuan
Untuk mengetahui studi secara in vitro aktivitas mikrosom dari enzim metabolisme
xenobiotic.
Metode
Metode yang digunakan yakni secara in vitro dengan mengevaluasi aktifitas
mikrosom dari enzim metabolisme xenobiotik yang berbeda fase I karboksilesterase (CE) dan
fase II cytosolic activity of Glutatione S-Transferase (GST), Glutation peroxidase (GSR)
pada F.hepatica dewasa yang rentan (strain Collomton ) dan yang tahan ( strain Sligo dan
Oberon) terhadap triclabendazole.
Hasil penelitian
Total aktivitas Glutathione S-Transferase (GST) (n = 13), total aktivitas Glutathione
Peroxidase (GPx) (n = 13) dan total aktivitas Glutathione Reductase (GSR) (n = 7) berbeda
dari semua strain yang diuji. Dalam Sligo yang resisten TCBZ (protein 1277 ± 32 nmol/ min /
mg) dan Oberon yang resisten TCBZ (protein 1216 ± 16 nmol / min / mg) masing-masing
lebih tinggi dari pada strain Cullompton yang rentan terhadap TCBZ (800 ± 60 nmol/ min) /
mg protein) total aktivitas cGST adalah 59% dan 52% masing-masing lebih tinggi (P <0,001)
dibandingkan dengan yang rentan TCBZ (14). Mengenai aktivitas GPx dalam Sligo (83 ±
3,41 nmol/ min/ mg protein) dan Oberon (81 ± 2,45 nmol/ min/ mg protein) dan strain,
masing-masing lebih tinggi dari pada strain Cullompton yang rentan terhadap TCBZ (49 ±
2,58 nmol/ min/ mg protein) masing-masing adalah 69% dan 65% lebih tinggi (P <0,001)
dibandingkan dengan yang rentan TCBZ.
Fakta unik
1. Penggunaan Triclabendazole yang sembarangan menyebabkan ekspresi resistensi
antelmitik pada cacing hati.
2. Fasciola hepatica merupakan patogen utama bagi ruminansia domestik dan liar selain
dari manusia.
3. Kasus Fasciolasis dapat bertampah karena perubahan cuaca dapat menyebabkan
distribusi siput.
4. Althelmintics merupakan metode kontrol parasit yang paling banyak dilakukan baik
pada manusia maupun ternak.
5. Telah terjadi resistensi Fasciola hepatica terhadap triclabendazole di seluruh dunia.
6. Cacing parasit dapat melindungi dirinya dari racun efek anthelmintik dengan
menggunakan enzim detoksifikasi dan antioksidan.
Simpulan
Berdasarkan hasil studi secara in vitro aktivitas mikrosom dari enzim metabolisme
xenobiotik berbeda dari Fase I Karboksilesterase (CE) dan Fase II aktivitas sitosol
Glutathione S-Transferase (GST), Glutathione peroxidase (GPx) dan Glutathione Reductase
(GSR) ) pada orang dewasa yang rentan terhadap F. hepatica (strain Cullompton) dan resisten
(strain Sligo dan Oberon) terhadap triklabendazol. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
respon multienzim yang melibatkan semua enzim glutathione. Aktivitas karboksilesterase
tidak berbeda antara strain berbeda yang diuji tidak terlibat dalam fenomena resistensi. Hasil
penelitian berkontribusi pada pemahaman tentang mekanisme yang mengacu pada fenomena
resistensi terhadap TCBZ.
Refleksi
1. Menggunakan obat secara benar sesuai atauran karena jika penggunaanya kurang
tepat maka dapat terjadi resistensi.
2. Mencegah dan menghindari potensi yang menyebakan infeksi cacing Fasciola
hepataica karena telah terjadi resistensi obat di seluruh dunia.

Anda mungkin juga menyukai