KTI Vertigo PDF
KTI Vertigo PDF
Oleh:
Kristina Haryanto / 2007-060-024
Kevin / 2007-060-025
FAKULTAS KEDOKTERAN
2010
Studi Kasus
PENATALAKSANAAN VERTIGO PADA PASIEN YANG
DIRAWAT DI RUMAH SAKIT ATMA JAYA
Oleh:
Kristina Haryanto / 2007-060-024
Kevin / 2007-060-025
FAKULTAS KEDOKTERAN
2010
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Komisi Pembimbing
Ketua
Anggota
Ketua
Anggota
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkatNya sehingga penulis dapat meyelesaikan karya tulis ini. Penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing utama penulis, yaitu drg. F. X.
Sri Rahayu Kustini, SpPM dan dr. Poppy Kristina Sasmita, SpS, M.Kes, PA
selaku pembimbing pendamping penulis yang telah memberi banyak masukan
selama karya tulis ini dibuat. Selain itu, juga kepada Direktur Rumah Sakit Atma
Jaya, Kepala Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Atma Jaya, dan nama-nama
lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah begitu banyak
membantu dalam memberikan izin untuk pengambilan data dari rekam medis.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Karena
itu, penulis mohon maaf apabila dalam karya tulis ilmiah ini terdapat kesalahan-
kesalahan yang tidak disengaja oleh penulis. Penulis juga sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan karya tulis
ilmiah ini di kemudian hari.
Akhir kata, penulis berharap agar karya tulis ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu kedokteran. Atas perhatian yang diberikan, penulis
mengucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
Halaman
Pasien berjalan lurus dengan tumit kaki kiri / kanan diletakkan pada ujung
jari kaki kanan / kiri secara bergantian pada uji tandem gait. Jalan pasien akan
menyimpang pada kelainan vestibular sedangkan pada kelainan serebelar pasien
akan cenderung jatuh.
Pasien berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit pada uji
Unterberger. Jika pasien mengalami kelainan vestibular, maka posisi pasien akan
menyimpang / berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar
cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah
lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini
disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan
dan lima langkah ke belakang selama setengah menit pada uji Babinsky-Weil;
jika ada gangguan vestibular unilateral, pasien akan berjalan dengan arah
berbentuk bintang.
3.1. Kasus I
Seorang pria berusia 52 tahun datang ke Rumah Sakit Atma Jaya dengan
keluhan pusing berputar ke arah horizontal sejak empat jam sebelum masuk
rumah sakit, pusing berputar jika berubah posisi dan berbaring, pusingnya hilang
timbul dan durasi hanya beberapa detik tetapi sering, muntah, dan telinga kiri
berdenging. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Lima bulan lalu pasien juga
pernah mengalami pusing berputar namun durasi dan frekuensi hanya sesaat dan
dapat mereda sendiri. Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum sakit
sedang, kesadaran composmentis dengan Glasgow Coma Scale 15, tekanan darah
140/90 mmHg, denyut nadi 100 kali/menit (kuat), dan suhu tubuh 36oC.
Pemeriksaan laboratorium rutin menunjukkan hemoglobin, hematokrit, dan
trombosit dalam batas normal dan ada leukositosis (leukosit 12.300/ L). Obat-
obatan yang diminum pasien adalah betahistin mesilat 3x1; dimenhidrinat 3x1;
acetazolamid 2x½; flunarizin 1x10 mg; sefadroksil 2x500 mg; ondansetron 2x1
ampul; dan (vitamin B1 (thiamine mononitrate) 100 mg, vitamin B6 (pyridoxol
hydrochloride) 200 mg, vitamin B12 200 mcg) 1x1.
Diagnosis: BPPV
3.2. Kasus II
Seorang pria berusia 46 tahun datang ke Rumah Sakit Atma Jaya dengan
keluhan pusing berputar sejak tiga setengah jam sebelum masuk rumah sakit dan
telinga kiri berdenging. Sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien
merasa telinga kiri berdenging dan penuh. Lima hari sebelum masuk rumah sakit,
pasien berobat ke dokter THT dan dijelaskan bahwa ada infeksi telinga,
kemudian diberikan tiga macam obat dan perbaikan yang timbul hanya sedikit.
Pendengaran berkurang tiga setengah jam sebelum masuk rumah sakit disertai
pusing berputar, mual, dan muntah. Pusing akan berkurang bila pasien berbaring
ke kanan (ke arah telinga sehat). Tujuh tahun yang lalu pasien pernah mengalami
pusing berputar dan telinga berdenging. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi
tetapi tidak teratur dalam pengobatan. Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan
umum sakit sedang; kesadaran composmentis dengan Glasgow Coma Scale 15;
tekanan darah 160/100 mmHg; denyut nadi 84 kali/menit (kuat); respiratory rate
28 kali/menit; suhu tubuh 35,4oC; pada pemeriksaan fisik umum didapatkan
hiperemis pada dinding kanal telinga kiri. Pemeriksaan neurootologis
menunjukkan Rinne +/+, Weber: lateralisasi ke telinga sehat (kanan), Schwabach
memendek; pemeriksaan neurologis dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang
menunjukkan EKG borderline normal, pemeriksaan darah rutin normal kecuali
pada hitung jenis terlihat neutrofil segmen meningkat. Perawatan yang diberikan
pada pasien adalah IVFD asering III kolf/24 jam, betahistin mesilat 3x1 tablet,
dimenhidrinat 3x1 tablet, alprazolam 0,5 mg, metoclopramide, captopril 3x12,5
mg, acetazolamid 2x½ tablet, dan (vitamin B1 (thiamine mononitrate) 100 mg,
vitamin B6 (pyridoxol hydrochloride) 100 mg, vitamin B12 5000 mcg) 1x1.
Diagnosis kerja: Meniere's disease
4.1.Kasus I
Berdasarkan gejala yang tercantum dalam bab III, dapat diketahui bahwa pasien
ini kemungkinan besar menderita vertigo perifer. Pasien mengalami serangan
pusing berputar yang muncul oleh perubahan posisi, disertai muntah, dan durasi
serangan yang singkat tetapi frekuensi serangan yang sering menunjukkan bahwa
kemungkinan diagnosis vertigo perifer itu adalah Benign Positional Paroxysmal
Vertigo (BPPV) dan vertigo et causa neuronitis vestibular. Leukositosis
menunjukkan kemungkinan pasien mengalami infeksi. Selain itu, leukositosis
juga dapat terjadi pada keadaan seperti rangsang emosional yang dapat berupa
rasa panik, tertekan, depresi atau bahkan mual dan muntah meskipun pasien tidak
mengalami infeksi. 22
Penegakan diagnosis vertigo yang dialami pasien ini, diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan neurootologis yang
cermat. Beberapa informasi tambahan yang perlu didapatkan dari anamnesis, di
antaranya ialah pasien perlu ditanyakan apakah pusing berputar empat jam
sebelum masuk rumah sakit yang dialaminya muncul secara mendadak atau
perlahan-lahan. Selain itu, juga perlu ditanyakan apakah pasien memiliki riwayat
minum obat sebelum mendatangi rumah sakit. Pasien juga perlu ditanyakan
apakah terdapat keadaan atau faktor yang memperingan gejala yang dialaminya.
Anamnesis menunjukkan bahwa pasien pernah mengalami serangan pusing
berputar yang serupa lima bulan yang lalu dan mereda sendiri. Pemeriksa perlu
menanyakan pula apakah serangan lima bulan yang lalu itu berlangsung hanya
sehari atau berhari-hari dan apakah disertai gejala penyerta.
Setelah anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik yang telah tercantum dalam
rekam medik berupa informasi tentang tanda vital dari pasien. Pemeriksaan yang
penting untuk dilakukan adalah pemeriksaan neurologis yang tidak tercantum
dalam rekam medik. Pemeriksaan neurologis yang penting adalah pemeriksaan
nistagmus dari pasien tersebut. Hal pertama yang dilakukan adalah inspeksi pada
mata apakah nistagmus itu spontan atau tidak. Setelah itu, nistagmus bisa
dibangkitkan dengan melakukan pemeriksaan gerak bola mata, manuver Dix-
Hallpike, atau tes kalori.
Pemeriksaan neurologis lain yang perlu dilakukan adalah tes Romberg, tes
tandem gait, tes Unterberger, tes Babinsky-Weil, dan tes past-pointing.
Pemeriksaan neurootologis juga perlu dilakukan dengan manuver Dix-Hallpike
dan tes kalori untuk fungsi vestibuler dan tes garputala untuk fungsi
pendengaran.
Tatalaksana awal untuk kasus ini adalah terapi simtomatik yang berupa
supresan vestibular dan antiemesis. Obat-obatan yang termasuk supresan
vestibular adalah antihistamin, antikolinergik, fenotiazin, benzodiazepin, dan
histaminik. Sedangkan obat-obatan yang bersifat antiemesis adalah
proklorperazin, metoklopramid, trimetobenzamid, dan droperidol.
Selain terapi simtomatik, perlu diberikan terapi spesifik yang sesuai dengan
diagnosis. Vertigo yang dialami pasien ini hanya berlangsung selama beberapa
detik sehingga hal ini dapat menyingkirkan kemungkinan neuronitis vestibular.
Jadi, diagnosis pasien tersebut adalah BPPV sehingga terapi spesifik yang
dianjurkan adalah manuver Epley dan manuver Brandt-Daroff. Pasien perlu
diedukasi bahwa serangan vertigo yang dialaminya akan berulang tetapi tidak
berbahaya dan akan mereda dengan sendirinya untuk mengurangi rasa cemas.
Pasien mendapat pengobatan farmakoterapi berupa betahistin mesilat dan
dimenhidrinat yang termasuk ke dalam golongan antihistamin. Betahistin mesilat
berfungsi untuk meningkatkan aliran darah pada telinga bagian dalam.
Dimenhidrinat berfungsi sebagai supresan vestibular, tetapi obat ini juga
berfungsi sebagai antiemesis dengan cara menurunkan stimulasi pada pusat
muntah, chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan jalur vestibular.15,16
Pasien juga diberikan asetazolamid sebagai diuretik; flunarizin yang
berfungsi sebagai calcium channel blocker dan memiliki efek antihistamin;
sefadroksil sebagai antibiotik; ondansetron sebagai antagonis reseptor serotonin
yang bekerja dengan cara menghambat reseptor serotonin di CTZ dan ujung
aferen nervus vagus di saluran pencernaan bagian atas; dan vitamin B1 (thiamine
mononitrate) 100 mg, vitamin B6 (pyridoxol hydrochloride) 200 mg, vitamin
B12 200 mcg diberikan dalam satu sediaan yang berfungsi untuk memelihara
keutuhan jaringan saraf. 15,16
Betahistin mesilat dan asetazolamid diberikan dengan alasan pasien dicurigai
mengalami Meniere’s disease. Sefadroksil diberikan kepada pasien karena
adanya leukositosis. Sedangkan obat-obatan lainnya merupakan farmakoterapi
yang bersifat simtomatik bagi pasien ini.
Menurut penulis, terapi yang diberikan kepada pasien sedikit berbeda dengan
teori penatalaksanaan BPPV. Terapi simtomatik yang diberikan kurang sesuai
karena pasien mendapat betahistin mesilat dan asetazolamid yang merupakan
terapi spesifik untuk Meniere’s disease. Selain itu, pasien juga mendapatkan
sefadroksil yang sebenarnya tidak diperlukan karena leukositosis pada pasien
belum tentu disebabkan oleh infeksi bakteri.
4.2. Kasus II
Berdasarkan keluhan yang tercatat dalam Bab III, dapat diketahui bahwa
pasien ini kemungkinan besar menderita vertigo perifer. Penyebab vertigo perifer
itu kemungkinan besar adalah Meniere’s disease karena pasien mengalami trias
gejala Meniere’s disease, yaitu pusing berputar, telinga berdenging, dan
pendengaran yang berkurang. Keluhan pusing berputar yang akan berkurang jika
pasien berbaring ke arah telinga sehat, pendengaran berkurang, dan muntah pada
pasien ini juga merupakan gejala dari labirinitis. Namun, serangan vertigo pada
neuronitis vestibular biasanya berlangsung selama beberapa hari sedangkan
serangan vertigo pada Meniere’s disease umumnya berlangsung selama beberapa
jam.
Pemeriksa perlu menanyakan apakah tiga setengah jam sebelum masuk
rumah sakit pasien mengalami serangan vertigo secara mendadak atau tidak,
serangan vertigo bersifat kontinu atau hilang timbul, faktor-faktor yang
memperberat vertigo, riwayat trauma, dan jenis obat yang diberikan oleh dokter
THT. Selain itu, juga perlu ditanyakan apakah suara tinnitus yang terdengar oleh
pasien berupa bunyi detak jantung atau tidak. Mengenai riwayat serangan vertigo
dan tinitus tujuh tahun lalu, perlu ditanyakan onset vertigo itu mendadak atau
tidak, durasi vertigo, dan apakah pasien itu mencari pengobatan atau tidak.
Hiperemis pada dinding kanal telinga kiri merupakan tanda inflamasi.
Pemeriksaan Weber menunjukkan lateralisasi ke telinga kanan berarti pasien
mungkin mengalami tuli konduktif pada telinga kanan dan telinga kiri normal;
tuli konduktif pada telinga kanan dan tuli perseptif pada telinga kiri; telinga
kanan normal dan tuli perseptif pada telinga kiri; tuli konduktif pada kedua
telinga tetapi yang kanan lebih berat; dan tuli perseptif pada kedua telinga tetapi
telinga kiri lebih berat.
Pemeriksaan Rinne +/+ artinya pada kedua telinga hantaran suara melalui
tulang dan udara sama baiknya, sehingga kemungkinan pasien mempunyai
pendengaran yang normal atau mengalami tuli perseptif. Pemeriksaan Schwabach
memendek artinya pemeriksa masih mendengar dengingan yang berarti pasien
mengalami tuli perseptif.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami tuli perseptif pada telinga kiri sedangkan telinga kanan kemungkinan
normal atau juga mengalami tuli perseptif tetapi lebih ringan daripada telinga
kiri. Pemeriksaan neuro-otologis yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
terhadap nistagmus, seperti pemeriksaan gerak bola mata, manuver Dix-Hallpike,
atau tes kalori untuk memastikan letak lesi. Ditemukan neutrofil segmen yang
meningkat, hal ini kemungkinan besar menandakan adanya infeksi bakterial akut.
Tatalaksana awal untuk kasus ini adalah terapi simtomatik yang berupa
supresan vestibular dan antiemesis. Obat-obatan yang termasuk supresan
vestibular adalah antihistamin, antikolinergik, fenotiazin, benzodiazepin, dan
histaminik. Sedangkan obat-obatan yang bersifat antiemesis adalah
proklorperazin, metoklopramid, trimetobenzamid, dan droperidol.
Mengingat kemungkinan besar diagnosis pasien ini adalah Meniere’s disease,
maka diberikan diet rendah garam, obat diuretik, dan terapi bedah seperti
destruksi labirin, pemotongan nervus VIII, injeksi gentamisin transtimpani, dan
pirau endolimfatik-subarachnoid. Pasien perlu diedukasi bahwa serangan vertigo
yang dialaminya akan berulang tetapi tidak berbahaya dan akan hilang dengan
sendirinya untuk mengurangi rasa cemas.
Pasien mendapat terapi infus asering untuk mengantisipasi dehidrasi akibat
muntah; vitamin B1 (thiamine mononitrate) 100 mg, vitamin B6 (pyridoxol
hydrochloride) 100 mg, vitamin B12 5000 mcg untuk memelihara keutuhan
jaringan saraf; betahistin mesilat untuk meningkatkan aliran darah pada telinga
bagian dalam; dimenhidrinat sebagai supresan vestibular; alprazolam dari
golongan benzodiazepin yang memiliki efek hipnotik-sedatif dan efek anxiolitik;
metoklopramid sebagai antiemesis yang bekerja dengan cara menghambat
reseptor dopamin di CTZ; captopril sebagai ACE inhibitor berfungsi untuk
menurunkan tekanan darah; dan asetazolamid sebagai diuretik. Betahistin mesilat
dan asetazolamid diberikan kepada pasien ini sebagai terapi spesifik dari
Meniere’s disease.15,16 Menurut penulis, terapi yang diberikan kepada pasien
sudah sesuai dengan teori penatalaksanaan Meniere’s disease.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan kasus-kasus yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, penulis
menyimpulkan:
1. Jenis dan penyebab vertigo pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Atma
Jaya adalah sebagai berikut: kasus pertama, vertigo yang dialami pasien
adalah vertigo perifer dengan diagnosis BPPV; pada kasus kedua, vertigo
yang dialami pasien adalah vertigo perifer dengan diagnosis Meniere’s
disease; pada kasus ketiga, vertigo yang dialami pasien adalah vertigo perifer
dan diagnosisnya vertigo dengan HIV kategori B menurut CDC. Jadi, semua
kasus vertigo yang dibahas penulis dalam karya tulis ini merupakan kasus
vertigo perifer dengan penyebab yang berbeda.
2. Terapi yang diberikan kurang sesuai dengan diagnosis dan teori
penatalaksanaan karena pada kasus pertama dan ketiga terdapat terapi
farmakologis pada pasien yang sebenarnya tidak perlu diberikan yaitu terapi
untuk Meniere’s disease yang tidak diderita pasien dan pemberian antibiotik.
5.2. Saran
Penulis memberikan beberapa saran jika menemukan keluhan vertigo pada
pasien, yaitu:
1. Perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan neurologis dan neurootologis yang
cermat selain pemeriksaan fisik umum pada pasien dengan keluhan vertigo
untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang keluhan pasien.
2. Terapi farmakologis yang diberikan kepada pasien sebaiknya sesuai dengan
diagnosis dan teori penatalaksanaan sehingga pemberian obat yang tidak
perlu dapat dihindari.
3. Terapi rehabilitasi dengan menggunakan manuver Epley dan manuver
Brandt-Daroff pada pasien dengan diagnosis BPPV juga perlu dilakukan
selain terapi farmakologis.
DAFTAR PUSTAKA