Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan
kerusakan paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini
dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia
viralatau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok
yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam,
transfusi darah masif,bypasskardiopulmonal, keracunan O 2 ,
perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta
konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan keadaan
darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang
berhubungan langsungataupun tidak langsung dengan
kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD )
adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk
kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang
yangsebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai
penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan
pernafasan disebabkanterhambatnya proses difusi oksigen
dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan
olehkarena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid
protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H.
Tabrani Rab, 2000).
Jadi ARDSMerupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan
permabililitas membrane alveolar kapiler terhadap air,larutan, dan protein
plasma disertai kerusakan alvoler difus dan akumulasi cairan dalam parenkim
paru yang mengandung protein.

B. Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian
berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung

3
4

maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit


apapun,yang secara langsung ataupun tidak langsung
melukai paru-paru:
1. Trauma langsung pada paru.
a. Pneumonovirus, bakteri, fungi.
b. Aspirasi cairan lambung.
c. Inhalasi asap berlebih.
d. Inhalasi toksin.
e. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama.
2. Trauma tidak langsung.
a. Sepsis.
b. Shock, luka bakar hebat.
c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
d. Pankeatitis.
e. Uremia.
f. Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen
atau aspirin.
g. Idiophatic (tidak diketahui)
h. Bedah Cardiobaypass yang lama.
i. Transfusi darah yang banyak.
j. PIH (Pregnand Induced Hipertension)
k. Peningkatan TIK.
l. Terapi radiasi.
m. Trauma hebat, Cedera pada dada.
Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah
terjadinya penyakit atau cedera. SGPA(sindrom gawat
pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan
kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu
faktor resiko dari SGPA adalah merokok sigaret.Angka
kejadian SGPA adalah sekitar 14 diantara 100.000
orang/tahun.Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang
dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah: Sistemik:
5

Syok karena beberapa penyebab.


1. Sepsis gram negative.
2. Hipotermia, Hipertermia.
3. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik,
Paraquat,Metadone, Bleomisin)
4. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass
kardiopulmonal)
5. Eklampsiag. Luka bakar Pulmonal :
a. Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
b. Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
c. Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan
hidrokarbon)
6. Pneumositis Non-Pulmonal :
a. Cedera kepala.
b. Peningkatan TIK.
c. Pascakardioversid. Pankreatitise. Uremia

C. Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada
membran alveolar kapiler yangmengakibatkan kebocoran
cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan
dalam jaring- jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran
gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru.
ARDS menyebabkan penurunandalam pembentukan
surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians
paru menjadisangat menurun atau paru-paru menjadi kaku
akibatnya adalah penurunan karakteristik dalamkapasitas
residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner &
Suddart 616).
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1. Fase eksudatif.
6

Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium


dan epitelium, inflamasi, dan eksudasicairan. Terjadi 2-4
hari sejak serangan akut.
2. Fase Proliferatif.
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks
dan proliferasi fibroblast, sel tipeII, dan miofibroblast,
menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan
eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi
seluler/membran hialin. Fase proliferatif merupakan fase
menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau
menjadi menetap, adaresiko terjadi lung rupture
(pneumothorax).

3. Fase Fibrotik/Recovery.
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan
mengalami remodeling dan fibrosis.Fungsi paru
berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan
sangat bervariasiantar individu, tergantung keparahan
cederanya.Perubahan patofisiologi berikut ini
mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagaiARDS
(Philip etal, 1995):
a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus,
complement cascade menjadi aktif yangselanjutnya
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
b. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris,
dan protein bocor kedalam ruanginterstisiel antar
kapiler dan alveoli dan pada akhirnya kedalam ruang
alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium
dan alveoli maka area permukaan untuk pertukaran
oksigen dan CO2 menurun sehingga mengakibatkan
rendahnya rasio ventilasi- perfusi dan hipoksemia.
7

d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli


fungsional, sehingga mengakibatkanhipokapnea dan
alkalosis respiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak
dan diganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan
surfaktan ,dengan demikian meningkatkan tekanan
pembukaan alveolar.ARDS biasanya terjadi pada
individu yang sudah pernah mengalami trauma
fisik,meskipun dapat juga terjadi pada individu yang
terlihat sangat sehat segera sebelum awitan,misalnya
awitan mendadak seperti infeksi akut. Biasanya
terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu
cedera paru sampai berkembang menjadi gejala.
Durasi sindrom dapat dapat beragam dari beberapa
hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak
sehat akan pulih dari ARDS. Sedangkan secara
mendadak relaps kedalam penyakit pulmonary akut
akibat serangansekunder seperti pneumotorak atau
infeksi berat (Yasmin Asih. Hal 125).

D. PATHWAY

Timbul Serangan

Trauma endothelium Trauma Tipe II


paru dan epithelium pneumocytes
alveolar

Peningkatan Kerusakan jaringan Penurunan surfactan


permeabilitas paru

Edema pulmonal Atelectasis

Alveoli terendam Penurunan Abnormalitas ventilasi


pengembangan paru perfusi
8

Kelebihan Volume Hipoksemia Gangguan


Cairan pertukaran gas

Ansietas Ketidakefektifan Hipotensi


Defisiensi pola nafas
pengetahuan
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer

Ketidakefektifan Peningkatan produksi


bersihan jalan nafas secret

Sumber :
Pathway ARDS Buku Nanda Nic Noc Jilid 1, 2015

E. Manifestasi Klinis
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi
selama bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering kali
meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi.
Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa
sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia. Gejala klinis
utama pada kasus ARDS adalah:
1. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea, pernafasan
menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis
sentral.
2. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa
jam sampai seharian.
3. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh
bidang paru, stridor, wheezing.
4. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan
agitasi sampai koma.
9

5. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur


atau gallop (YasminAsih Hal 128).
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-
48 jam setelah kelainandasarnya. Mula-mula penderita akan
merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan
yangcepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen
dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain
seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi.
Hilangnya oksigenkarena sindroma ini dapat menyebabkan
komplikasi dari organ lain segera setelah sindromaterjadi
atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita
tidak membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa
menyebabkan komplikasi serius sepertigagal ginjal. Tanpa
pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan
kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50%
penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu
melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia
bakterial dalam perjalanan penyakitnya.Gejala lainnya yang
mungkin ditemukan:
1. Cemas, merasa ajalnya hampir tiba.
2. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah
disertai oleh kegagalan organlain).
3. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya
karena tampak sangat sakit.

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancaman
dengan segera antara lain (Irman Somantri, 2008) :
1. Terapi Oksigen
10

Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik yang penting dan


secara potensial mempunyai efek samping toksik. Pasien tanpa riwayat
penyakit paru-paru tampak toleran dengan oksigen 100% selama 24-27
jam tanpa abnormalitas fisiologis yang spesifik.
2. Vetilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanik. Terapi
modalitas ini bertujuan untuk memberikan dukungan ventilasi sampai
integritas membrane alveola kapiler kembali mebaik. Dua tujuan
tambahan adalah :
a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigen selema periode kritis
hipoksemia berat.
b. Mengatsi factor etiologi yang mengawali penyebab distress
pernafasan.
3. Positif and Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigen adekuat diberikan melalui volume ventilator
dengan tekanan dan kemampuan aliran yang tinggi, dimana PEEB dapat
di tambahkan .positif and expiratory breathing (PEEB) dipertahankan
dalam alveoli melalui siklus pernafasan untuk mecegah alveoli kolaps
pada akhir ekpirasi. Komplikasi utama PEEB adalah penurunan curah
jantung da barotrauma. Hal tersebut seringkali terjadi jika pasien di
ventilasi dengan tidal volume di atas 15ml/kg atau PEEB tingkat tinggi.
Peralatan selang dada torakstomi darurat harus siap sedia.
4. Pemantauan oksigen Arteri Adekuat
Sebagian besar volume oksigen di transport ke jaringan dalam
bentuk oksihemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalam
darah menurun. Sebagian akibat efek ventilasi mekanik PEEB
pengukuran seri haemoglobin perlu dilakukan untuk kalkulasi kandungan
oksigen yang akan menetukan kebutuhan untuk transfuse sel darah
merah.
5. Terapi farmakologi
Penggunaan kortisteroid untuk terapi masih kontroversial. Tapi
sebelumnya terapi antibiotic diberikan untuk profilaksis, tetapi
11

pengalaman menujukkan bahwa hal ini tidak dapat mencegah sepsis


gram negatife yang berbahaya. Akhirnnya antibiotic profilaksis tidak lagi
digunakan.
6. Pemeliharaan jalan nafas
Selang endotracheal atau selang trakheostomi disediakan tidak
hanya sebagai jalan nafas, tetapi juga melindungi jalan nafas( dengan
cuff utuh), memberikan dukugan ventilasi kontinu dan memberikan
konsentrasi oksigen terus-menerus. Pemeliharaan jalan nafas meliputi:
mematahui waktu penghisapan, teknik penghisapan, tekanan cuff
adekuat, pencegahan nekrosis tekanan nasal dsan oral untuk membuang
secret, dan pemonitoran konstan terhadap jalan nafas bagian atas.
7. Pencegahan Infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernafasan bagian
atas dan bawah serta pencegahan infeksi melalui teknik penghisapan
yang telah dilakukan. Infeksi nosocomial adalah infeksi yang didapatkan
di rumah sakit.
8. Dukungan Nutrisi
Malnutrisi merupakan masalah umum pada pasien dengan masalah
kritis. Nutrisi parental total (hiperalimentsi intravena) atau pemberian
makanan melalui selang dapat memperbaiki malnutrisi dan kemungkinan
pasien untuk menghindari gagal nafas sehubugan dengan nutrisi buruk
pada otot inspirasi.
9. Monitor semua system terhadap respon tarapi dan potensial komplikasi
Rata-rata mortalita 50-70%, dapat menimbulkan gejala sisa saat
penyembuhan. Prognosis jangka panjang baik. Abnormalitas obstruksif
terbatas, defek difusi sedang dan hipoksemia selama latihan.

G. Pemeriksaan diagnostis
1. Chest X-ray
Pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat juga
terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah regiom perihilar
paru-paru. Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran di interstisial secara
12

bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup


keseluruhan lobus paru-paru.
2. ABGs
Hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnia (penurunan nilai CO2
dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap
hiperventilasi), hiperkapnia (PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi gangguan
pernapasan. Alkaslosis respiratori (pH > 7,45) dapat timbul pada stadium
awal, tetapi asidosis juga dapat timbul pada stadium lanjut yang
berhubungan dengan peningkatan anatomical dead space dan penurunan
entilasi aleolar. Asidosis metabolism dapat timbul pada stadium lanjut
yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat
metabolism anaerob.
3. Pulmonary Function Test
Kapasitas pengisian paru-paru dan olume paru-paru menurun,
trauma FRC, peningkatan anatomical dead space dihasilkan oleh area
dimana timbul asokontriksi dan mikroemboli.
4. Asam Laktat : meningkat
5. Laboratorium
a. Analisa gas darah:
1) Hipoksemia (penurunan PaO2)
2) Hipokapnia (penurunan PCO2) Pada tahap awal karena
hiperventilasi
3) Hiperkapnia (peningkatan PC02) menunjukan gagal ventilasi
4) Alkalosi respiratori (pH >7,45) pada tahap dini
5) Asedosis respiratori/metabolic terjadi pada tahap lanjut.
b. Leukosit (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi implamasi
sistemik dan injuri endotel), peningkatan kadar amilasee (pada
pancreatitis).

H. Komplikasi
1. Infeksi paru
2. Abnormalitas obstruktif ( keterbatasan aliran udara
13

3. Defek difusi sedang


4. Hipoksemia
5. Toksisitas oksigen

Anda mungkin juga menyukai