Lapkas Anestesia
Lapkas Anestesia
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Klasifikasi
a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umurkehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.
c. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang atau koma.
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
e. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.
oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak,
Peroksida lemak selain akan merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti
oksidan.7
dibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai
risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
sebelumnya.7
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama
terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada
preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti
dengan terjadinya pembentukan proteinuria.7
G. Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklampsia.7
leukosit yang tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari
proses inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh.7
Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha pada PE dan
IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin, platelet-activating factor
(PAF), faktor VIII related anitgen, PAI-1, permeabilitas endotel, ekspresi ICAM-1, VCAM-1,
meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan kadar berbagai prostaglandin. Pada waktu yang sama
terjadi penurunan aktivitas sintetase NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat setelah
tanda-tanda klinis preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR masih
dalam perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh peningkatan TNF-
alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia menyebabkan reaksi akut pada
preeklampsi dengan karakteristik kadar yang meningkat dari ceruloplasmin, alpha1 antitripsin,
dan haptoglobin, hipoalbuminemia, dan menurunnya kadar transferin dalam plasma. IL-6
menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat, merangsang sintesis platelet derived growth
factor (PDGF), gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas oksigen merangsang
pembentukan IL-6. Disfungsi endotel menyebabkan terjadinya produksi protein permukaan sel
yang diperantai oleh sitokin. Molekul adhesi dari endotel antara lain E-selektin, VCAM-1 dan
ICAM-1. ICAM-1 dan VCAM-1 diproduksi oleh berbagai jaringan sedangkan E-selectin hanya
diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal endotel-leukosit terjadi pada sirkulasi maternal
preeklampsia.8
2.2. Preeklampsia
2.2.1. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme,
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan penurunan perfusi organ.9Preeklampsia
didefinisikan sebagai suatu sindrom yang dijumpai pada ibu hamil di atas 20 minggu terdiri dari
huipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema.8
Sindroma ini terjadi selama kehamilan, dimana gejala klinis timbul pada kehamilan
setelah 20 minggu atau segera setelah persalinan. Diagnosis preeklampsia berat adalah keadaan
preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110mmHg,
dengan atau tanpa kadar proteinuria > 5 gr/24jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif, oliguria
8
(produksi urine < 500cc dalam 24 jam) disertai kenaikan kadar kreatinin plasma, terdapat
gangguan visus dan serebral, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen, edema
paru atau sianosis, pertumbuhan janin terhambat dan sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated
Liver Enzym, Low Platet Count).
2.2.2. Epidemiologi9
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-
lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika Serikat
dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus
per 1.000 kelahiran. Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan
dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka
kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus
(5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan
preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama
dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35
tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan
superimposed PIH.
Wanita yang memiliki risiko tinggi terjadinya preeklampsia adalah yang memiliki salah
satu dari kriteria dibawah ini:10
a. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya
b. Penyakit ginjal kronik
c. Penyakit autoimun seperti SLE atau Sindrom Antifosfolipid
d. Diabetes Tipe1 atau Tipe 2
e. Hipertensi Kronik
2.2.4. Patofisiologi11
Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui secara pasti.
Teori timbulnya preeklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal, yaitu sebab meningkatnya
frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi dengan bertambahnya usia kehamilan,
terjadinya perbaikan dengan kematian janin intrauterin, sebab timbulnya tanda-tanda
preeklampsia. Itulah sebabnya kenapa penyakit ini disebut “the disease of theories”.
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme pembuluh
darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga ditemukan di seluruh
tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang meningkat merupakan kompensasi
mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan
peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam
ruang interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pada
preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi
10
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer yang
diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan akibat meningkatnya kadar
progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II,
adrenalin, dan noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor.
Semua hal tersebut akan meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau
PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti tekanan
darah sebelum hamil.
1) Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada preeklampsia. Kemampuan untuk
mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada derajat mana hal ini terjadi sangat
bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya edema. Bahkan jika
dijumpai edema interstitial, volume plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada
wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatupenurunan
atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.
2) Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil
normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan bayi
dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).
3) Aliran Darah di Organ-Organ
a. Aliran darah di otak
11
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini
berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu
faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.
b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi penanda
pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata berkurang
20%, dari 750 ml menjadi 600ml/menit, dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata
30%, dari 170 menjadi 120ml/menit, sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus
berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis
tubular dan kortikal.
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin
sebagai cadangan menaikkan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang
adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,angiotensinogen II,
dan aldosteron meningkat nyata di atas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini
merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada
kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin, dan aldosteron,
tetapi keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsia.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi
uteroplasenter dimana terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang
meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Apabila
terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang
mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah.
Disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek
prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.
Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsia, tetapi
karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, nilai pada
preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi
asam urat yang menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada perubahan
pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal.
Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein biasanya ringan sampai sedang.
Preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.
12
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi
morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus
yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.
beratnya kelainan pada biopsi ginjal. Kelainan patologis pembuluh darah uteroplasenta
dan berkorelasi dengan luaran janin padapreeklampsia. Hiperuricemia menyebabkan
kematian perinatal.
7) Gangguan Visus
Gangguan visus pada preeklampsia berat dapat merupakan flashing.Cahaya berbagai
warna, skotoma, dan kebutaan sementara. Penyebabnya adalah spasme arteriol, iskemia
dan edema retina. Tanpa tindakan operasi penglihatan akan kembali normal dalam 1
minggu.8
2) Preeklampsia Berat
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih 5g/24 jam.
Diagnosa preeklampsia berat ditegakkan dengan kriteria:
a) Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg.
Tekanan darah tidak menurun meskipun sudah dirawat dirumah sakit dan sudah
menjalani tirah baring.
b) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c) Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
16
2.2.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre-eklamsia
adalah:
1. Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, dan gangguan fungsi organ vital pada ibu
2. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.
3. Melahirkan bayi sehat
4. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Tujuannya
adalah untuk mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang
memenuhi syarat janin dapat dilahirkan
Dianjurkan ibu hamil banyak beristirahat (berbaring/tidur miring ke kiri), tetapi tidak
harus mutlak tirah baring.
Pada kehamilan >20 minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan
rahim pada vena kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan
menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ
vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan
meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya akan meningkatkan ekskresi natrium,
menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan
curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim.
Pada preeklampsia tidak diperlukan restriksi garam selama fungsi ginjal masih normal.
Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam melalui ginjal, tetapi pertumbuhan
janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak
dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air
buah. Diet untuk penderita preeklampsia ringan adalah makanan biasa, dan dapat
diberikan roborantia sekali perhari.
Penderita preeklampsia ringan hendaknya diperiksa sekali seminggu dan dilakukan
pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, trombosit, asam urat, urine lengkap (Msu), fungsi
hati, dan fungsi ginjal)
Rawat Inap
Kriteria preeklampsia ringan yang dirawat di rumah sakit yaitu:
a. Bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu
b. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat.
c. Kenaikan berat badan ibu ≥ 1 kg perminggu selama 2 kali berturut-turut
- Terapi medikamentosa: Bila penderita sudah kembali menjadi preeklampsia ringan,
maka masih akan dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang
- Perawatan dirumah sakit:
18
Perawatan Obstetrik
a. Kehamilan preterm (kehamilan antara 22 minggu sampai ≤ 37 minggu), bila
tekanan darah mencapai normotensif, persalinannya ditunggu hingga aterm
b. Kehamilan preterm yang tekanan darah turun selama perawatan tetapi belum
mencapai normotensif, terminasi kehamilan dilakukan pada kehamilan 37
minggu
c. Kehamilan aterm (> 37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi inpartu
atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran
tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan dengan
mempersingkat kala II, yaitu dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forceps.
SC dilakukan apabila ada indikasi obstetri.
2. Pre-eklamsia Berat
Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan
tirah baring ke satu sisi (kiri).7 Perawatan yang penting pada preeklamsia berat adalah
19
pengelolaan cairan karena penderita preeclampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi
faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary
capillary wedge pressure.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang
diberikan dapat berupa:
a) 5 % Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125 cc/jam atau
b) Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer laktat (60-
125 cc/jam) 500 cc
Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi
urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc//24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir
asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung
yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
Pemberian antihipertensi7
Di RSU dr. Pirngadi Medan, antihipertensi diberikan jika tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan atau
tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.
a) Antihipertensi lini pertama
Nifedipine
Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat maka
hanya boleh diberikan per oral.
b) Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 μg i.v./kg/menit, infuse; ditingkatkan 0,25 μg i.v./kg/5 menit.
Diazokside: 30-60 mg mg i.v./5 menit; atau i.v infuse 10 mg/menit dititrasi
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung
kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah Furosemide.
Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam
(6 gr/12 jam IM sebanyak 4 kali) untuk pematangan paru janin. Glukokortikoid juga diberikan
pada sindroma HELLP.
Perawatan Aktif10,12,13
21
Terminasi kehamilan dilakukan 1-2 jam setelah pemberian MgSO4 atau setelah terjadi stabilisasi
hemodinamik. Pemberian MgSO4 diteruskan sampai 24 jam pascapersalinan. Perawatan aktif
dilakukan dengan indikasi :
a. Ibu
- Kehamilan > 37 minggu
- Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu :
1) Dalam waktu atau selama 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinal terjadi
kenaikan TD yang persisten, atau
2) Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidakada perbaikan
gejala-gejala.
- Muncul tanda dan gejala Impending Eklampsia: PE berat disertai gejala nyeri kepala
hebat, gangguan visus, muntah, nyeri epigastrium, kenaikan TD yang preogresif
- Dijumpai gangguan fungsi hati/ginjal
- Diduga terjadi solusio plasenta
- Timbul inpartu, ketuban pecah, atau perdarahan
- HELLP Syndrome
b. Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda PJT
- NST non reaktif dan profil biofisik abnormal
- Terjadinya oligohidramnion
Manajemen persalinan
Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan cepat tanpa
banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi dengan amniotomi dan
infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang selama 12 jam dan keadaan serviks
mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih lancip dan tertutup terutama pada primigravida,
kepala janin masih tinggi, atau ada persangkaan disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan
seksio sesarea.Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat
partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau cunam. Sikap dasar
adalah bila kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan). Stabilisasi hemodinamik
22
dan metabolisme ibu dapat dicapai dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan
berupa 1.) setelah pemberian obat anti kejang terakhir; 2.)setelah kejang terakhir; 3.) setelah
pemberian obat anti hipertensi terakhir; 4.) penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).
Untuk memulai persalinan hendaknya diperhatikan hal-hal seperti kejang sudah
dihentikan dan diberikan antikejang untuk mencegah kejang ulangan, tekanan darah sudah
terkendali, dan hipoksia telah dikoreksi.
Pada ibu aterm namun belum inpartu, induksi persalinan dapat dilakukan bila hasil
KTG normal. Pemberian drip oksitosin dilakukan bila nilai skor pelvik ≥5. Bila perlu,
dilakukan pematangan cervix dengan balon kateter no. 24 diisi dengan 40 cc aquadest.
Pada skor pelvik yang rendah dan kehamilan masih sangat preterm, seksio sesaria
lebih baik dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Seksio sesaria dilakukan bila :
(1) induksi persalinan gagal (6jam setelah diinduksi tidak tercapai his yang adekuat);
(2) terjadi maternal/fetal distress.
Pada ibu aterm yang sudah inpartu, dilakukan pemantauan kemajuan persalinan
dengan menggunakan partograf. Kemudian persalinan kala II dipersingkat denga
EV/EF. Seksio sesaria dilakukan bila: (1) terjadi maternal/fetal distress; (2) 6jam tidak
masuk fase aktif; (3) penyimpangan partograf.
Seksio sesaria primer dilakukan apabila kontraindikasi persalinan pervaginam atau
usia kehamilan < 34 minggu.
2.2.8. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dapat terjadi pada
ibu maupun janin/anak.8,12
Maternal
a) Eklampsia
Eklampsia adalah kejang grand mal akibat spasme serebrovaskular. Kematian disebabkan
oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat yang menyertai.
b) Perdarahan serebrovaskular
Perdarahan serebrovaskular terjadi karena kegagalan autoregulasi aliran darah otak pada
MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140 mmHg.
23
c) HELLP Syndrome
d) Gagal ginjal
Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat.
e) Edema paru
f) Ablasio retina
g) Solusio plasenta
h) Koma
i) Trombosis vena
Kematian maternal
Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara bersamaan, merupakan
indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur gestasi.
Fetal
a) Pertumbuhan janin terhambat
Pada usia kehamilan 36 minggu, masalah utama adalah IUGR. IUGR terjadi karena
plasenta iskemi yang terdiri dari area infark.
b) Persalinan prematur
c) Perdarahan serebral
d) Pneumorhorax
e) Serebral Palsy
2.2.9. Prognosis
Kematian ibu pada preeklampsia 3x lipat dari kematian dalam obstetri dan pada
eklampsia angka kematian ibu berkisar 7-17%. Angka kematian perinatal pada preeklampsia
berkisar 10%. Prematuritas merupakan penyebab utama kematian perinatal. Angka kejadian
prematuritas pada preeklampsia paling sedikit 2x kehamilan normal. Angka kematian bayi
prematur lebih kurang 22%. Kejang merupakan faktor utama sebagai penyebab kematian ibu.
Kriteria yang dapat meningkatkan angka kematian ibu (Kriteria Eden) antara lain:8
1. Kejang 10x atau lebih
2. Koma 6 jam atau lebih
3. Temperatur ≥39oC
24
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa
memandang ada atau tidaknya tanda dan gejala preeklampsia, harus
dipertimbangkan sindroma HELLP
Diagnosis dini sangat penting pada sindroma HELLP. Pengobatan sindroma HELLP juga
harus memperhatikan cara-cara perawatan dan pengelolaan pada preeklampsia dan eklampsia.
Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati karena sudah terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel. Cairan yang diberikan adalah RD 5%, bergantian RL 5% dengan kecepatan
100 ml/jam dengan produksi urin dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Bila hendak
dilakukan seksio sesaria dan bila trombosit < 50.000/ml, maka perlu diberi transfusi trombosit.
Bila trombosit < 40.000/ml, dan akan dilakukan seksio sesaria maka perlu diberi transfusi darah
segar. Dapat pula diberikan plasma exchange dengan fresh frozen plasma dengan tujuan
menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.
Doublestrength dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12 jam segera setelah diagnosis
sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan doublestrength dexamethasoneialah untuk (1)
kehamilan preterm, meningkatkan pematangan paru janin, dan (2) untuk sindroma HELLP
sendiri dapat mempercepat perbaikan gejala klinik dan laboratorik.
Pada sindroma HELLP post partum diberikan deksametason 10 mg IV setiap 12 jam 2
kali, disusul pemberiam 5 mg deksametason 2 x selang 12 am (tappering off).
Perbaikan gejala klinik setelah pemberian deksametason dapat diketahui dengan:
meningkatnya produksi urin, trombosit > 100.000/ml, menurunnya tekanan darah, menurunnya
kadar LDH, dan AST. Bila terjadi ruptur hepar sebaiknya segera dilakukan pembedahan
lobektomi.
Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP, tanpa memandang umur kehamilan,
harus segera diakhiri. Persalinan dapat dilakukan secara pervaginam maupun perabdominam.
Perlu diperhatikan adanya gangguan pembekuan darah bila hendak melakukan anestesi regional
(spinal).
26
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : IRT
Suku : Gayo
Agama : Islam
Status : Menikah
Masuk Rumah Sakit tanggal 23 September 2019 pukul 05.55 WIB ke IGD
II. ANAMNESA
Seorang pasien G3P2A0 merasa hamil 31-32 minggu datang ke IGD diantar oleh
keluarga dengan keluhan tekanan darah tinggi sejak 1 minggu SMRS. Keluhan terjadi berangsur-
angsur dengan sangat cepat. Keluhan disertai dengan adanya pusing, nyeri ulu hati, dan lemas
sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluh mulas yang makin sering. Pasien mengaku keluar
lendir dan bercak darah dari jalan lahir. Pasien menyangkal keluarnya cairan yang banyak dari
jalan lahir. Pasien merasakan gerakan janin sejak bulan ke-5 sampai saat pemeriksaan.
27
Pasien memiliki riwayat darah tinggi pada kehamilan yang ke-2. Tidak ada riwayat darah
tinggi di luar kehamilan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes, alergi, ataupun
asthma. Tidak ada riwayat alergi makanan ataupun obat-obatan. Pasien menyangkal memiliki
riwayat operasi sebelumnya.
Riwayat Haid
Siklus : ± 28 hari
Lama : ± 7 hari
Menarche : saat usia pasien ± 14 tahun
Disminorhea : disangkal
HPHT : 14 – 02 – 2019
Taksiran : 21 – 11 – 2019
Pemeriksaan kehamilan di praktek bidan oleh bidan, teratur setiap bulan. Selama
pemeriksaan pasien tidak pernah mengalami sakit berat hingga dirawat. Pasien pernah dilakukan
pemeriksaan USG, dan pada pemeriksaan USG tersebut pasien dinyatakan kondisi janin baik
dengan presentasi kepala.
Riwayat Pengobatan
Riwayat Kontrasepsi
Riwayat Pernikahan
Merupakan pernikahan pertama bagi istri dan suami. Menikah sejak tahun 2001.
28
Riwayat Obstetri
3. Hamil ini - - - - - -
Status Generalis
Tanda Vital
Suhu : 36,5 °C
Status Gizi
Mulut : Bibir merah muda, kering (-), sianosis (-), trismus (-),
halitosis (-)
Thorax
Paru
Jantung
Perkusi : Redup
Abdomen
Pemeriksaan Obstetri
Abdomen
Leopold
Pemeriksaan dalam
Hematologi
Golongan darah :A
Kimia Klinik
Urine
Kejernihan : Keruh
pH : 6.0
Glukosa : negatif
Keton : negatif
Nitrit : negatif
32
Urobilinogen : 4.0
Eritrosit : BANYAK
Leukosit : BANYAK
Kristal : negatif
Silinder : negatif
Jamur : negatif
Bakteri : negatif
V. RESUME
Seorang G3P2A0 merasa hamil 31-32 minggu datang ke IGD diantar oleh keluarga dengan
keluhan tekanan darah tinggi sejak 1 minggu SMRS. Keluhan disertai dengan adanya pusing,
nyeri ulu hati, dan lemas sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluh mulas yang makin sering,
keluar lendir dan bercak darah dari jalan lahir. Pasien menyangkal keluarnya cairan yang banyak
dari jalan lahir. Pasien merasakan gerakan janin sejak bulan ke-5 sampai saat pemeriksaan.
Pasien memiliki riwayat darah tinggi pada kehamilan yang ke-2. Tidak ada riwayat darah tinggi
di luar kehamilan. HPHT 14-02-2019.
Pada pemeriksaam fisik ditemukan pasien dalam kondisi sakit berat dengan kesadaran
komposmentis. Tanda vital menunjukkan adanya hipertensi berat. Terdapat edema fasialis dan
edema ekstremitas. Abdomen tampak cembung dengan TFU 30cm, LP 105cm, HIS +, DJJ
152x/menit reguler. Pemeriksaan leopold ditemukan letak kepala, puka. Pemeriksaan dalam
menunjukkan pembukaan tidak ada, portio tebal kaku, dan ketuban (+).
Pemeriksaan urine menunjukkan adanya proteinuria +++, bilirubin urin +, dan darah samar +++.
Mikroskopis urine juga menunjukkan banyaknya kandungan eritrosit dan leukosit.
VII. PENATALAKSANAAN
Rencana Diagnostik:
Observasi BJJ
Rencana Terapi:
Medikamentosa
Rencana Edukasi:
VIII. SARAN
Pemasangan NST
34
Pro USG
IX. PROGNOSIS
X. FOLLOW UP
A:
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Ny.MN, usia 29 tahun G3P2A0 datang ke rumah sakit dengan keluhan
penglihatan buram di kedua mata sejak 1 hari SMRS, pusing dan nyeri ulu hati sejak 1 minggu
SMRS. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan
diagnosis kerja G3P2A0 parturien preterm kala 1 fase laten + preeklampsia berat dengan
impending eklampsia dan sindroma HELLP.
Penegakkan Diagnosis
Pada kasus ini, pasien masuk ke dalam definisi dan kriteria dari preeklampsia dimana
preeklampsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.
Kriteria minimum :
Proteinuria > 300 mg/24 jam atau persistent 30 mg/dl (+1 dipstick) pada urin
random.Proteinuria +2 atau lebih atau protein dalam urin 24 jam 2 gr atau lebih adalah
preeklamsi berat, dimana filtrasi glomerulus terganggu dan kreatinin meningkat.
Nyeri epigastrium/kuadran kanan atas : akibat nekrosis hepatoseluler, iskemia dan edema
karena regangan kapsul Glisson’s. Sering disertai meningkatnya enzim liver dan merupakan
tanda untuk terminasi kehamilan. Nyeri akibat infark/perdarahan sama seperti karena ruptur
hematoma subkapsuler. Ruptur hepar jarang dan sering berhubungan dengan hipertensi pada
orang yang lebih tua dan multipara.
Pada preeklampsia dapat terjadi perubahan-perubahan fungsi organ seperti yang terjadi
pada kasus ini, yaitu seperti:
Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada satu
atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata
dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan
adalah preeklampsia yang ringan. Pada preeklampsia jarang terjadi ablasio retina yang
disebabkan edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan. Ablasio retina
ini biasanya disertai kehilangan penglihatan (Wiknjosastro, 2006).Selama periode 14 tahun,
ditemukan 15 wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang mengalami kebutaan yang
dikemukakan oleh Cunningham (1995) dalam Cunningham (2005).
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah
dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina (Wiknjosastro, 2006).
Hati
Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar,
termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat
aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh
38
fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof
dkk (1994), dengan menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat
resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar penyebab
terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat menyebabkan
ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular
(Cunningham, 2005).
Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus meningkat cukup besar.
Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun (Cunningham,
2005). Lesi karakteristik dari preeklampsia, glomeruloendoteliosis, adalah pembengkakan dari
kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal (Pernoll,
1987). Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan penyakit
berat (Cunningham, 2005).
Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang
laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar
kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar
0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan
kreatinin plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau
berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan intrinsik ginjal
yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh Pritchard (1984) dalam
Cunningham (2005). Filtrasi yang menurun hingga 50% dari normal dapat menyebabkan diuresis
turun, bahkan pada keadaan yang berat dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria
(Wiknjosastro, 2006). Lee (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan tekanan pengisian
ventrikel normal pada tujuh wanita dengan preeklampsia berat yang mengalami oligouria dan
menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme intrarenal.
Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan retensi garam
dan air (Wiknjosastro, 2006). Taufield (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan bahwa
preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya
reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan normal, tingkat reabsorpsi meningkat sesuai dengan
39
peningkatan filtrasi dari glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal
mengakibatkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam
dan juga retensi air (Wiknjosastro, 2006).
Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat proteinuria. Namun,
karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita mungkin sudah melahirkan sebelum
gejala ini dijumpai. Meyer (1994) menekankan bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24 jam.
Mereka mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau lebih dengan dipstick memperkirakan minimal
terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92 % kasus. Sebaliknya, proteinuria yang samar (trace)
atau negatif memiliki nilai prediktif negatif hanya 34 % pada wanita hipertensif. Kadar dipstick
urin +3 atau +4 hanya bersifat prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36 % kasus
(Cunningham, 2005).
Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian
besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi protein albumin juga disertai protein-
protein lainnya seperti hemoglobin, globulin dan transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini
tidak difiltrasi oleh glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya
proses glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi kemudian
direabsorpsi juga terdeteksi di dalam urin (Cunningham, 2005).
Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsiplasenta. Pada
hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada hipertensi yang singkat dapat
terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat kurangnya oksigenisasi untuk janin.
Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada
preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus prematurus pada pasien
preeklampsia (Wiknjosastro, 2006).
Pada pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal
untuk tidak dapat mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut
berkembang pada segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis
arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan.
Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen vaskular. Lesi ini dapat
menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh darah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
infark plasenta (Pernoll, 1987).
40
Tatalaksana
a. 5% Ringer-dextrose atau caiaran garam faal jumah tetesan tetesan <125 cc/jam
atau
41
b. Infus dextrose 5% yang tiap 1 liternya diseingi dengan infus Ringer laktat (60-
125cc/jam) 500 cc.
Dipasang Foley cateter untuk mengukur pengeluaran urine.Oliguria terjadi bila
produksi urin <30cc/jam dalam 2-3 jam atau <500cc/24 jam. Diberikan antasida
untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari
risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak dan garam.
Cara pemberian :
Maintenance dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam atau diberikan 4 atau 5 gram
i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan MgSO4 4gram i.m tiap 4-6 jam.
o Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP.
43
Ibu
o umur kehamilan > 37 minggu
o adanya tanda-tanda impending eclampsia
o kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu keadaan klinik dan
laboratoruum memburuk
o diduga terjadi solusio plasenta
o timbul onset persalinan ketuban peca atau perdarahan
Janin
o Adanya tanda-tanda fetal distress
o Adanya tanda-tanda intra uterine grouth restriction ( IUGR )
o Terjadinya oligohidroamnion
Laboratorium
o Adanya tada-tanda sindrom HELLP khusunya menurunnya trombosit dengan
cepat
o Cara mengakhiri kehamilan dilakukan berdasar keadaan obstetrik pada waktu
itu apakah sudah inpartu atau belum.
Seluruh wanita pada usia kehamilan 40 minggu dengan preeklamsi ringan harus
diakhiri kehamilannya. Pada usia kehamilan 38 minggu dengan preeklamsi ringan
dan serviks matang dapat dilakukan induksi persalinan. Pada usia kehamilan 32-34
minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan untuk terminasi dengan
sebelumnya diberikan kortikosteroid. Pada ibu dengan usia kehamilan 23-32
minggu dengan preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda untuk mengurangi angka
44
kesakitan dan kematian perinatal. Bila usia kehamilan kurang dari 23 minggu,
disarankan untuk dilakukan terminasi.
1. Induksi persalinan
Persalinan dapat dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan induksi
persalinan dengan menggunakan prostaglandin, sintosinon atau dengan
amniotomi (pemecahan kulit ketuban).
a. Surgical
1. Melepaskan / memisahkan selaput kantong ketuban dari segmen bawah
uterus (stripping), atau
2. Memecahkan selaput kantong ketuban (amniotomi)
servikalis)
2. dengan balon kateter Foley yang dipasang di dalam segmen bawah uterus
melalui kanalis servikalis, diisi cairan (dapat sampai 100 cc pada Foley
no.24), diharapkan akan mendorong selaput ketuban di daerah segmen
bawah uterus sampai terlepas.
b. Medisinal
Dengan menggunakan obat-obat untuk stimulasi aktifitas uterus, misalnya
spartein sulfat, prostaglandin (misoprostolderivat prostaglandin) atau
oksitosin.
2. Seksio sesarea
Operasi seksio caesarea bukan merupakan indikasi pada kasus pre-eklampsia
dan eklampsia. Seksio hanya dilakukan jika terdapat kontraindikasi persalinan
pervaginam atau jika terdapat kegagalan dalam induksi persalinan serta adanya
indikasi obstetrik tambahan.12
1. Indikasi ibu
a. CPD
b. Bekas luka, atresia atau stenosis traktus genitalis
c. Neoplasma
d. Gagal dalam kemajuan perrsalinan
e. Operasi Caesar sebelumnya sudah 2 kali dilakukan
f. Histerektomi
g. Miomektomi ekstensif
46
h. Dalam beberapa kasus dengan jahitan serviks atau repair pada pasien
yang inkompeten
i. Hemorargik antepartum (placenta previa)
j. Gagal induksi
2. Indikasi bayi
a. Fetal distress
b. Riwayat obstetrik
c. Prolaps tali pusat
d. Insufisiensi plasenta, IUGR, lebih bulan dan ketika telah diinduksi
gagal
e. Ibu dengan DM dan ketika diinduksi gagal
f. Inkomptabiliti Rh-ketika induksi gagal dan persalinan pervaginam
susah dilaksanakan dan untuk kasus sisa janin
g. Caesaria postmortem- biasanya jarang berhasil
h. Infeksi herpes tipe II dengan membrane yang intak
i. Malpresentasi dan malposisi
j. Presentasi kaki
3. Lain-lain
a. Primitua
b. Operasi sukses untuk kasus fistula vesikovaginal dan stress
inkontinensia
c. Anomali uterus kongenital
d. Gagal persalinan dengan alat
1. Pada kala I fase laten dapat dilakukan amniotomi yang dilanjutkan dengan
pemberian tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6. Pada fase aktif
dilakukan amniotomi. Bila his tidak adekuat diberikan tetes oksitosin dan bila 6
jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap dilakukan seksio
sesarea. Amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15
menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
2. Pada persalinan pervaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.
Dalam persalinan, usaha ibu untuk meneran terbatas karena kemungkinan
terjadinya peningkatan tekanan darah. Apabila syarat-syarat sudah terpenuhi,
hendaknya persalinan diakhiri dengan partus buatan. Meskipun demikian bila
keadaan ibu dan bayi baik, usaha meneran ibu dapat dilanjutkan dan bayi dapat
lahir spontan.
2. Konservatif
Indikasinya adalah bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Selama perawatan konservatif,
sikap terhadap kehamilannya hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan
aktif, kehamilan tidak diakhiri.
Pengelolaan Obstetrik
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut adalah beberapa komplikasi yang
ditimbulkan pada pre-eklampsia berat dan eklampsia :1
49
o Solutio Plasenta, Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada pre-eklampsia.
o Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun.
o Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma
darah yang tidak berwarna menjadi merah.
o Perdarahan Otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia
o Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama
seminggu.
o Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung.
o Nekrosis hati, nekrosis periportan pada pre-eklampsia, eklamsi merupakan akibat
vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia.
o Sindrome Hellp, Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete.
o Kelainan ginjal, kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan
sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
o Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang kejang
preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation)
o Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.
Pada pasien di kasus terjadi kondisi yang dinamakan HELLP syndrome, dimana
merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL untuk Elevated Liver Enzymes,
dan LP untuk Low Platelets.
Sindrom HELLP terjadi pada 2-12% kehamilan.Sebagai perbandingan, preeklampsi
terjadi pada 5-7%kehamilan.Superimposed sindrom HELLP berkembang dari4-12% wanita
preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi,diagnosis sindrom ini sering terlambat. Sindrom
HELLP dapat timbul pada masa postpartum. Sibaimelaporkan dalam penelitian 304 pasien
sindrom HELLP, 95pasien (31%) hanya bermanifestasi saat postpartum. Padakelompok ini, saat
terjadinya berkisar dari beberapa jam sampai6 hari, sebagian besar dalam 48 jam postpartum.
Selanjutnya 75pasien (79%) menderita preeklampsi sebelum persalinan, 20pasien (21%) tidak
menderita preeklampsi baik antepartummaupun postpartum.
50
Faktor risiko sindromHELLP berbeda dengan preeklampsi (Tabel 1). Dalam laporan
Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLPsecara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25
tahun)dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindromHELLP (rata-rata umur 19
tahun). lnsiden sindrom ini jugalebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara.
Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupunpada 11% pasien muncul
pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa antepartum sekitar 69% pasien dan pada
masapostpartum sekitar 31%. Pada masa post partum, saatterjadinya khas, dalam waktu 48 jam
pertama post partum.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang memburuk yang
dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara proses kerusakan endotel juga
terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana
preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang
akan menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viable
mungkin.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya kerusakan
sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini mengakibatkan peningkatan
kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar direfleksikan dari
peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase
(ALT/GPT), dan juga peningkatan LDH.Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi,
terdapat gangguan koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin
time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana trombosit
sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan
aktivasi antitrombin III yang mengarah terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy
(DIC).Insidens DIC pada sindroma hellp 4-38%.
51
Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupahemolisis, peningkatan kadar enzim hati
dan jumlah trombosityang rendah.Banyak penulis mendukung nilai laktatdehidrogenase
(LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan dalammendiagnosis hemolisis.
1. Hemolisis
Kelainan apusan darah tepi
Total bilirubin > 1,2 mg/dl
Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
2. Peningkatan fungsi hati
Serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
3. Jumlah trombosit yang rendah
Hitung trombosit < 100.000/mm
Berdasarkan kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasikan dengan nama “
klasifikasi Mississippi “
CLASS DESCRIPTION
Kelas I Kadar trombosit ≤50.000/ml
LDH ≥600 IU/l
AST dan atau ALT ≥40IU/l
Kelas II Kadar trombosit antara >50.000 ≤100.000/mm
LDH ≥600 IU/l
AST dan atau ALT ≥40IU/l
Kelas III Kadar trombosit antara>100.000 ≤150.000/mm
LDH ≥600IU/l
AST dan atau ALT ≥40IU/l
Tabel 2. Klasifikasi sindrom Hellp
Klasifikasi ini telah digunakan dalammemprediksi kecepatan pemulihan penyakit pada post
partum,keluaran maternal dan perinatal.Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas
danmortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dankelas III.
GEJALA KLINIS
52
Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dantanda yang sangat bervariasi, dari
yang bernilai diagnosticsampai semua gejala dan tanda pada pasienpreeklampsi-eklampsi
yang tidak menderita sindromHELLP.
Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya munculdengan keluhan nyeri
epigastrium atau nyeri perut kanan atas(90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%),
yang lainbergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%)mempunyai riwayat
malaise selama beberapa hari sebelumtimbul tanda lain.
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeriepigastrium diperkirakan
akibat obstruksi aliran darah disinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin
intravaskuler.Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan yang
bermakna dengan udem menyeluruh. Halyang penting adalah bahwa hipertensi berat
(sistolik160mmHg, diastolic110 mmHg) tidak selalu ditemukan.Walaupun 66% dari 112
pasien pada penelitian Sibai dkk(1986) mempunyai tekanan darah diastolic110
mmHg,14,5% bertekanan darah diastolic90 mmHg.
PENATALAKSANAAN
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanankesehatan tersier dan pada
penanganan awal harus diterapisama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama
adalahmenilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainanpembekuan darah.
Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4untuk mencegah kejang, baik
dengan atau tanpa hipertensi.Bolus 4-6 g MgSO420% sebagai dosis awal, diikuti dengan
infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuaiproduksi urin dan diobservasi
terhadap tanda dan gejalakeracunan MgSOJika terjadi keracunan, berikan 10-20 mlkalsium
glukonat 10% iv.
Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darahmenetap > 160/110 mmHg di
samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak,
solusioplasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya mempertahankantekanan darah diastolik 90
- 100 mmHg. Anti hipertensi yangsering digunakan adalah hydralazine (Apresoline) iv
dalamdosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampaitekanan darah yang
diinginkan tercapai. Labetalol, Normodynedan nifedipin juga digunakan dan
memberikanhasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipindan
53
KOMPLIKASI
Komplikasi terhadap ibu
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai1,1%; 1-25% berkomplikasi serius
seperti DIC, solusioplasenta, adult respiratory distress syndrome, kegagalanhepatorenal,
udem paru, hematom subkapsular, dan rupturehati.
Komplikasi terhadap bayi
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan olehsolusio plasenta, hipoksi
intrauterin, dan prematur.Pengaruhsindrom HELLP pada janin berupa pertumbuhan
janinterhambat (IUGR) sebanyak 30%dan sindrom gangguanpernafasan (RDS).
56
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom K.D. William
Obstetrics 21th¬ ed.London: McGraw-Hill,2001: 567-618.
2. James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. High Risk Pregnancy, Management Options 2nd
ed. London : WB Sounders Company, 2001 : 639- 51.
3. Roeshadi RH. Hipertensi dalam kehamilan : Bandung, 2000
4. Prawirohardjo, Sarwono : Hipertensi Dalam Kehamilan dalam Ilmu Kebidanan, Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010\
5. Report of the Working Group on Research on Hypertension DuringPregnancy(2001).
National Heart, Lung and Blood Institute. RetrievedOctober 24, 2004 from
:http://www.nhlbi.nih.gov/resources/hyperten-preg/#background
6. Report of the National High Blood Presure Education Program Working Group on High
Blood Presure in Pregancy, 2001, Am Fam Physician