Anda di halaman 1dari 2

Bingkel 11 diberi nama Bingkel Merapi diambil dari nama gunung yang terletak di Yogyakarta,

termasuk gunung api terkenal di Indonesia. Dalam mitologi jawa terdapat kepercayaan "swarga
pangrantunan", dalam alur perjalanan hidup yang digambarkan dengan sumbu imajiner dan
garis spiritual kelanggengan yang menghubungkan Laut Kidul - Panggung krapyak - Karaton
Yogyakarta - Tugu Pal Putih - Gunung Merapi. Simbol ini mempunyai makna tentang proses
kehidupan manusia mulai dari lahir sampai menghadap kepada sang Maha Pencipta. Salah satu
filosofi yang paling terkenal adalah Jagat Alit dan Jagat Ageng, yakni garis imajiner yang
menghubungkan Gunung Merapi, Laut Selatan dan kota Yogyakarta. Jagat Alit punya arti jalan
panjang manusia menuju Tuhan Yang Maha Kuasa, yang tidak terlepas dari godaan dan
kemewahan. Sedangkan Jagat Ageng adalah pemimpin harus mementingkan rakyat. Merapi
akan terus meletus sewaktu-waktu dan mengancam jiwa. sekalipun menebar bahaya, tetap
menjadi sesuatu yang dihormati dan dijaga warga di sekitarnya. Penyebab kedekatan itu sangat
dalam, yaitu karena Merapi lebih sering menawarkan kebahagiaan melalui kesuburan tanah
dan ketersediaan sumber air, Warga Sleman, memaknai setiap letusan Merapi sebagai
keinginan gunung itu bersetubuh dengan alam sekitar. Itu pula sebabnya lereng Merapi selalu
subur. Merapi sebagai guru kemanusiaan, ilmu pengetahuan, dan politik. Artinya, bencana
letusan Merapi menjadi pencerahan hampir di semua lini kehidupan. Sebagai guru
kemanusiaan, Merapi menggerakkan dan merangkul semua manusia dari setiap golongan.
Dalam konteks kemanusiaan pula, Merapi menghadirkan fenomena kehidupan masyarakat
agraris. Pada saat erupsi, para petani menghentikan aktivitasnya sehingga bakal terjadi
kemacetan penghasilan. Ekonomi kerakyatan mati. Namun, mereka tidak pernah memberontak
dan menyalahkan Merapi. Para petani rela tanaman rusak dan ternak mati akibat abu dan awan
panas, rela mengungsi berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Tetapi, dalam hati muncul
keyakinan kesuburan akan datang. Itulah doa pengharapan,” Merapi juga merupakan guru
politik ketika keadilan semua masyarakat kaki Gunung Merapi terpenuhi. Setiap kali
menyemburkan awan panas, Merapi membagikan abu hingga ke wilayah yang jauh darinya.
Namun, warga kaki Merapi perlu berpikir positif membangun peradaban baru pascaerupsi
karena abu vulkanik juga mendatangkan kesuburan. Membangun peradaban pascaletusan
inilah yang membutuhkan keputusan politik pemerintah. ”Merapi mengetuk nurani politik para
penguasa,”

Di sisi lain, Gunung Merapi juga menebar cinta kasih. Rasa kalut dan panik menghadapi bahaya
erupsi justru menumbuhkan perilaku mesra antarsesama yang sebelumnya meluntur. ”Adanya
ketakutan akan bahaya erupsi, orang kembali dengan sayang menggendong neneknya ke
tempat pengungsian. Di tengah keterbatasan, setiap warga pun mau berbagi apa saja dengan
rekannya sesama pengungsi,

Harapannya dibingkel 11 ini seperti Merapi yaitu

1. Bahwa kita semua harus ingat kepada yang maha kuasa karena kita semua bakal
mati. Seperti pilosofi “swarga pangratunan”

2. Kita semua akan selalu digodaan dan kemewahaan oleh karena itu kita harus kuat
dan mempunyai sifat tidak sombong. Seperti pilosofi “jagat alit”

3. Kita harus menjadi pemimpin dan mementingkan rakyat/halayak umum. seperti


pilosofi “jagat ageng”

4. Kita semua harus bermanfaat untuk halayak umum, bisa dapat dipercaya dan adil
karena Merapi menggerakkan dan merangkul semua manusia dari setiap golongan

5. kita semua harus seperti Merapi yang kuat, tegas ketika kita sedang marah jangan
sampai marah karena benci marah lah karena sayang karena ingin menciptakan
kebermanfaat bagi umum contohnya Merapi Meletus karena untuk menyuburkan
tanah dll

Anda mungkin juga menyukai