Anda di halaman 1dari 19

Genesa Endapan Nikel Laterit

Proses Terbentuknya Endapan

Endapan nikel yang ada di daerah penelitian adalah jenis nikel laterit, yang merupakan hasil

pelapukan dari batuan ultrabasa. Menurut Vinogradov, batuan ultrabasa pada awalnya mempunyai

kandungan nikel rata-rata sebesar 0.2%. Tabel 3.1 adalah unsur-unsur yang terkandung dalam

batuan beku (Boldt, 1967).

Unsur yang terkandung dalam batuan beku

Persentase Kadar (%)


Batuan
Ni FeO + Mg Al + Si

Peridotit 0,2000 43,5 45,9

Gabro 0,0160 16,6 66,1

Diorit 0,0040 11,7 73,4

Granit 0,0020 4,4 78,7

Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari peridotit sebagai batuan induk. Batuan induk ini akan

berubah menjadi serpentin akibat pengaruh larutan hidrotermal atau larutan residual pada waktu

proses pembentukan magma (proses serpentinisasi) dan akan merubah batuan peridotit menjadi

batuan Serpentinit atau batuan Serpentinit Peridotit

Selanjutnya terjadi proses pelapukan dan laterit yang menghasilkan serpentin dan peridotit lapuk.

Adanya proses kimia dan fisika dari udara, air, serta pergantian panas dan dingin yang kontinu, akan

menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Batuan asal yang mengandung

unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni, dan Co akan mengalami dekomposisi.

Air tanah yang mengandung CO2 dari udara meresap ke bawah sampai ke permukaan air tanah

sambil melindi mineral primer yang tidak stabil seperti olivin, serpentin, dan piroksen. Air tanah

meresap secara perlahan dari atas ke bawah sampai ke batas antara zone limonit dan zone saprolit,

kemudian mengalir secara lateral dan selanjutnya lebih banyak didominasi oleh transportasi larutan

secara horizontal. Proses ini menghasilkan Ca dan Mg yang larut disusul dengan Si yang cenderung
membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus sehingga memungkinkan

terbentuknya mineral baru melalui pengendapan kembali unsur-unsur tersebut. Semua hasil

pelarutan ini terbawa turun ke bagian bawah mengisi celah-celah dan pori-pori batuan.

Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai batas pelapukan dan

diendapkan sebagai Dolomit dan Magnesit yang mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada

batuan induk. Di lapangan, urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan

dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering).

Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinu akan melarutkan unsur-unsur Mg dan Si

yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan asal di zone saprolit, sehingga memungkinkan

penetrasi air tanah yang lebih dalam. Dalam hal ini, zone saprolit akan bertambah ke dalam,

demikian juga dengan ikatan yang mengandung oksida MgO sekitar 30 – 50%-berat dan SiO2 antara

35 – 40%-berat. Oksida yang masih terkandung pada bongkah-bongkah di zone saprolit ini akan

terlindi dan ikut bersama-sama dengan aliran air tanah, sehingga sedikit demi sedikit zone saprolit

atas akan berubah porositasnya dan akhirnya menjadi zone limonit. Sedangkan bahan-bahan yang

sukar atau tidak mudah larut akan tinggal pada tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama

larutan sebagai larutan koloid. Bahan-bahan seperti Fe, Ni, dan Co akan membentuk konsentrasi

residu dan konsentrasi celah pada zona yang disebut dengan zona saprolit, berwarna coklat kuning

kemerahan. Batuan asal ultramafik pada zone ini selanjutnya diimpregnasi oleh Ni melalui larutan

yang mengandung Ni, sehingga kadar Ni dapat naik hingga 7%-berat. Dalam hal ini, Ni dapat

mensubstitusi Mg dalam Serpentin atau juga mengendap pada rekahan bersama dengan larutan

yang mengandung Mg dan Si sebagai Garnierit dan Krisopras.


REPORT THIS AD

Sementara Fe di dalam larutan akan teroksidasi dan mengendap sebagai Ferri-Hidroksida,

membentuk mineral-mineral seperti Goethit, Limonit, dan Hematit yang dekat permukaan. Bersama

mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur Co dalam jumlah kecil. Semakin ke bawah, menuju bed

rock maka Fe dan Co akan mengalami penurunan kadar. Pada zona saprolit Ni akan terakumulasi di

dalam mineral Garnierit. Akumulasi Ni ini terjadi akibat sifat Ni yang berupa larutan pada kondisi

oksidasi dan berupa padatan pada kondisi silika.

Endapan laterit biasanya terbentuk melalui proses pelapukan kimia yang intensif, yaitu di daerah

dengan iklim tropis-subtropis. Proses pelindian batuan lapuk merupakan proses yang terjadi pada
pembentukan endapan laterit, dimana proses ini memiliki penyebaran unsur-unsur yang tidak

merata dan menghasilkan konsentrasi bijih yang sangat bergantung pada migrasi air tanah.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Endapan

Proses dan kondisi yang mengendalikan proses lateritisasi batuan ultramafik sangat beragam

dengan ukuran yang berbeda sehingga membentuk sifat profil yang beragam antara satu tempat ke

tempat lain, dalam komposisi kimia dan mineral, dan dalam perkembangan relatif tiap zona profil.

Faktor yang mempengaruhi efisiensi dan tingkat pelapukan kimia yang pada akhirnya

mempengaruhi pembentukan endapan adalah:

1. Iklim

Iklim yang sesuai untuk pembentukan endapan laterit adalah iklim tropis dan sub tropis, di mana

curah hujan dan sinar matahari memegang peranan penting dalam proses pelapukan dan pelarutan

unsur-unsur yang terdapat pada batuan asal. Sinar matahari yang intensif dan curah hujan yang

tinggi menimbulkan perubahan besar yang menyebabkan batuan akan terpecah-pecah, disebut

pelapukan mekanis, terutama dialami oleh batuan yang dekat permukaan bumi.

Secara spesifik, curah hujan akan mempengaruhi jumlah air yang melewati tanah, yang

mempengaruhi intensitas pelarutan dan perpindahan komponen yang dapat dilarutkan. Sebagai

tambahan, keefektifan curah hujan juga penting. Suhu tanah (suhu permukaan udara) yang lebih

tinggi menambah energi kinetik proses pelapukan.

2. Topografi

Geometri relief dan lereng akan mempengaruhi proses pengaliran dan sirkulasi air serta reagen-

reagen lain. Secara teoritis, relief yang baik untuk pengendapan bijih nikel adalah punggung-

punggung bukit yang landai dengan kemiringan antara 10 – 30°. Pada daerah yang curam, air hujan

yang jatuh ke permukaan lebih banyak yang mengalir (run-off) dari pada yang meresap kedalam

tanah, sehingga yang terjadi adalah pelapukan yang kurang intensif. Pada daerah ini sedikit terjadi

pelapukan kimia sehingga menghasilkan endapan nikel yang tipis. Sedangkan pada daerah yang

landai, air hujan bergerak perlahan-lahan sehingga mempunyai kesempatan untuk mengadakan

penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan dan mengakibatkan terjadinya

pelapukan kimiawi secara intensif. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang
landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti

bentuk topografi.

3. Tipe batuan asal

Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit. Batuan

asalnya adalah jenis batuan ultrabasa dengan kadar Ni 0.2-0.3%, merupakan batuan dengan elemen

Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya, mempunyai mineral-mineral yang paling mudah

lapuk atau tidak stabil (seperti Olivin dan Piroksen), mempunyai komponen-komponen yang mudah

larut, serta akan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel. Mineralogi batuan

asal akan menentukan tingkat kerapuhan batuan terhadap pelapukan dan elemen yang tersedia

untuk penyusunan ulang mineral baru.


REPORT THIS AD

4. Struktur

Struktur geologi yang penting dalam pembentukan endapan laterit adalah rekahan (joint) dan

patahan (fault). Adanya rekahan dan patahan ini akan mempermudah rembesan air ke dalam tanah

dan mempercepat proses pelapukan terhadap batuan induk. Selain itu rekahan dan patahan akan

dapat pula berfungsi sebagai tempat pengendapan larutan-larutan yang mengandung Ni sebagai

vein-vein. Seperti diketahui bahwa jenis batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang

kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut lebih

memudahkan masuknya air dan proses pelapukan yang terjadi akan lebih intensif.

5. Reagen-reagen Kimia dan Vegetasi

Reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat

proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan paling penting di dalam

proses pelapukan secara kimia. Asam-asam humus (asam organik) yang berasal dari pembusukan

sisa-sisa tumbuhan akan menyebabkan dekomposisi batuan, merubah pH larutan, serta membantu

proses pelarutan beberapa unsur dari batuan induk. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan

kondisi vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan

lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, meningkatkan akumulasi air hujan, serta

menebalkan lapisan humus. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana kondisi hutan yang

lebat pada lingkungan yang baik akan membentuk endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar
yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi juga dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap

erosi.

6. Waktu

Waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pelapukan, transportasi, dan konsentrasi

endapan pada suatu tempat. Untuk terbentuknya endapan nikel laterit membutuhkan waktu yang

lama, mungkin ribuan atau jutaan tahun. Bila waktu pelapukan terlalu muda maka terbentuk

endapan yang tipis. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif

karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. Banyak dari faktor tersebut yang saling berhubungan

dan karakteristik profil di satu tempat dapat digambarkan sebagai efek gabungan dari semua faktor

terpisah yang terjadi melewati waktu, ketimbang didominasi oleh satu faktor saja.

Ketebalan profil laterit ditentukan oleh keseimbangan kadar pelapukan kimia di dasar profil dan

pemindahan fisik ujung profil karena erosi. Tingkat pelapukan kimia bervariasi antara 10 – 50 m per

juta tahun, biasanya sesuai dengan jumlah air yang melalui profil, dan 2 – 3 kali lebih cepat dalam

batuan ultrabasa daripada batuan asam. Disamping jenis batuan asal, intensitas pelapukan, dan

struktur batuan yang sangat mempengaruhi potensi endapan nikel lateritik, maka informasi perilaku

mobilitas unsur selama pelapukan akan sangat membantu dalam menentukan zonasi bijih di

lapangan (Totok Darijanto, 1986).

Profil Endapan Nikel Laterit

Profil endapan nikel laterit yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan ultrabasa secara umum terdiri

dari 4 (empat) lapisan, yaitu lapisan tanah penutup atau top soil, lapisan limonit, lapisan saprolit,

dan bedrock.

1. Lapisan tanah penutup

Lapisan tanah penutup biasa disebut iron capping. Material lapisan berukuran lempung, berwarna

coklat kemerahan, dan biasanya terdapat juga sisa-sisa tumbuhan. Pengkayaan Fe terjadi pada zona

ini karena terdiri dari konkresi Fe-Oksida (mineral Hematite dan Goethite), dan Chromiferous dengan

kandungan nikel relatif rendah. Tebal lapisan bervariasi antara 0 – 2 m. Tekstur batuan asal sudah

tidak dapat dikenali lagi.

2. Lapisan Limonit
Merupakan lapisan berwarna coklat muda, ukuran butir lempung sampai pasir, tekstur batuan asal

mulai dapat diamati walaupun masih sangat sulit, dengan tebal lapisan berkisar antara 1 – 10 m.

Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Pada zone limonit hampir

seluruh unsur yang mudah larut hilang terlindi, kadar MgO hanya tinggal kurang dari 2% berat dan

kadar SiO2 berkisar 2 – 5% berat. Sebaliknya kadar Fe2O3 menjadi sekitar 60 – 80% berat dan kadar

Al2O3 maksimum 7% berat. Zone ini didominasi oleh mineral Goethit, disamping juga terdapat

Magnetit, Hematit, Kromit, serta Kuarsa sekunder. Pada Goethit terikat Nikel, Chrom, Cobalt,

Vanadium, dan Aluminium.

1. Lapisan Saprolit

Merupakan lapisan dari batuan dasar yang sudah lapuk, berupa bongkah-bongkah lunak berwarna

coklat kekuningan sampai kehijauan. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat. Perubahan

geokimia zone saprolit yang terletak di atas batuan asal ini tidak banyak, H 2O dan Nikel bertambah,

dengan kadar Ni keseluruhan lapisan antara 2 – 4%, sedangkan Magnesium dan Silikon hanya sedikit

yang hilang terlindi. Zona ini terdiri dari vein-vein Garnierite, Mangan, Serpentin, Kuarsa sekunder

bertekstur boxwork, Ni-Kalsedon, dan di beberapa tempat sudah terbentuk limonit yang

mengandung Fe-hidroksida.

1. Bedrock (Batuan Dasar)

Merupakan bagian terbawah dari profil nikel laterit, berwarna hitam kehijauan, terdiri dari bongkah –

bongkah batuan dasar dengan ukuran > 75 cm, dan secara umum sudah tidak mengandung mineral

ekonomis. Kadar mineral mendekati atau sama dengan batuan asal, yaitu dengan kadar Fe ± 5%

serta Ni dan Co antara 0.01 – 0.30%.

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa atas berkah, rahmatserta
hidayah-Nya, Kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah Permodelan dan Estimasi
Cadanagn dan juga sebagai salah satu Tugas Besar ( MINERALISASI ) mengenai Studi Kasus “
ENDAPAN BAUKSIT LATERIT “

Tidak lupa pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen
Pembimbing Mata Kuliah Permodelan dan Estimasi Cadangan yang telah membimbimg kami dalam
menyelesaikan Makalah kami dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, atau masih banyak kesalahan dan
kekurangan, baik dalam penyajian maupun penyusunan serta segala sesuatunya. Oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sebagai perbaikan atau
penyempurnaan pada laporan ini.

Kami berharap agar laporan Kuliah Lapangan ini dapat diterima dan bermanfaat dengan
semestinya.

Akhir kata Kami mengucapkan terima kasih.

BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Data Kementerian ESDM tahun 2010, menyatakan bahwa sumber daya bauksit di Indonesia
sebanyak 726.585.010 juta ton bijih dan cadangan 111.791.676 juta ton bijih. Penyebaran daerah
tambang bauksit salah satunya adalah daerah Kalimantan Barat yng didukung dengan batuan dasar
yang bersifat asam-intermediet (seperti Sienit, Diorit kuarsa, Granodiorit dan Nefelin) sehingga kaya
dengan komposisi unsur Al berumur Pra-tersier (kapur) yang didukung dengan iklim tropis, curah
hujan yang tinggi dan mekanisme proses pelapukan untuk terjadinya proses lateritisasi
pembentukan endapan dan karakterisitik bauksit yang dihasilkan.

Bauksit merupakan mineral sekunder yang dihasilkan melalui proses pelapukan (lateritisasi) yang
terjadi selama berjuta – juta tahun yang lampau pada batuan beku misalnya granit. Pada saat

ini permintaan pasar internasional (terutama china) akan mineral bijih khususnya bijih bauksit
semakin meningkat. Hal ini perlu direspon dengan cara melakukan eksplorasi pada beberapa
tempat yang mempunyai potensi sumberdaya dan atau cadangan bauksit.

Apabila sistem penambangan terbuka yang akan diaplikasikan terhadap cadangan bauksit di atas,
maka agar dapat ditambang dengan aman perlu dilakukan kajian geoteknik khususnya kestabilan
lereng jenjang penambangan. Salah satu faktor penyebab ketidakstabilan lereng jenjang adalah nilai
besaran sudut kemiringan lereng tunggal dan atau total. Berbagai nilai besaran sudut kemiringan
lereng disimulasikan berdasarkan karanteristik lapisan pembentuk kelerengan jenjang, yang pada
akhirnya ditentukan nilai besaran sudut kemiringan lereng yang masih aman untuk dilakukan
penambangan (ultimate pit slope) Akibat dari penentuan ultimate pit slope adalah cadangan yang
terambil (mineable reserve) menjadi terbatas, dan apabila disinergikan dengan harga bauksit dan
biaya penambangan per satuan berat diharapkan didapatkan cadangan yang optimal, baik dikaji dari
segi teknik maupun segi ekonomi.

Tujuan

Tujuan dalam Tugas besar ( Mineralisasi : Endapan Bauksit Laterit ) ini adalah :

1. Memaparkan apa hubungan pergerakan lempeng dengan terbentuknya endapan bauksit laterit.
2. Mempelajari dan memahami mengenai permodelan pembentukan dari Bauksit laterit.
3. Untuk memahami mengenai ganesa pembentukan dari bauksit laterit.

 Manfaat
Tugas besar ( Mineralisasi : Endapan Bauksit Laterit ) ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :

1. Dapat mengetahui hubungan pergerakan lempeng dengan terbentuknya endapan bauksit laterit.
2. Dapat mengerti permodelan pembentukan dari bauksit laterit.
3. Dapat mengetahui lebih jelas mengenai genesa pembentukan bauksit laterit.

BAB II

2.1 Pengaruh Tektonik Lempeng

mineral bijih seperi bauksit sebagai hasil proses pelapukan juga merupakan topik yang sangat
menarik untuk dikaji. Karena wilayah Indoesia mempunyai iklim yang sangat dinamis dengan kondisi
geologinya yang sedemikian kompleks, sehingga pembentukan mineral biji tersebut sangat
berpotensi di Indonesia. Kerak di indonesia tidak stabil sehingga mempermudah proses
laterisasi ( pelapukan ). Faktor di atas dapat kita kategorikan sebagai faktor eksternal yaitu proses
yng berasal dari luar bumi antarlain termasuk di dalamnya perubahan iklim dan lain lain.Faktor
internal dapat juga menggangu kesetimbangan lingkungan. Faktor internal yang dimaksud yaitu
kegiatan vulkanik, tektonik, dan keterdapatan sumber daya mineral dan energi.

Proses laterisasi berhubungan erat dengan tektonik lempeng karena dengan pergerakan lempeng
tersebut, dapat mempermudah proses laterisasi ( pelapukan ) batuan bauksit, sehingga biasanya
bauksit terbentuk di dekat kerak yang tidak stabil.

Bauksit laterit dapat terbentuk pada kompleks ophiolit phaneorozoic, banyak endapan terdapat di
area cretaceous hingga miocene yang makin melebar. Kompleks tersebut biasanya berupa patahan
( fault ) dan kekar ( joint ) dan dipengaruhi oleh pengangkatan tektonik yang menaikan topografi dan
menurunkan permukaan air tanah, yang mengakibatkan peningkatan aliran air dan intensitas
pelapukan.

Di kedua daerah tersebut, zona pengkayaan ( enrichment ) terdalam dengan kadar tertinggi
umumnya berasosiasi dengan patahan curam dan shear. Sebaliknya patahan thrust besar yang
berasosiasi dengan pengisian ( emplacement ) kompleks ophiolit dan dengan platform olivine yang
stabil cenderung membentuk zona serpentin mylonitik – atau batuan ultrafamik talc-karbonat
teralterasi yang bersifat kurang permeabel ( dapat ditembus )dan dapat membentuk penghalang
hidromorfik yang mencegah kosentrasi Al.

2.2 Permodelan

Pada umumnya Bauksit yang terbentuk adalah jenis gibsit yang terbentuk pada lapisan tanah
andosol dan catena, termasuk endapan bauksit residu hasil pelapukan batuan (insitu). Setiap
batuan dasar memiliki karakteristik bauksit tertentu diantaranya Granodiorit menghasilkan tanah
laterit berwarna merah bata dengan tekstur bauksit agak kasar terdapat mineral kuarsa berukuran 1-
3mm dengan ketebalan lapisan saprolit 7-10m, Diorit kuarsa membentuk endapan tanah laterit
berwarna kuning keorange-an dengan kondisi batuan/sampel lebih halus dengan mineral yang
cenderung lepas dengan ketebalan lapisan saprolit 4-8m, dan Diorit menghasil kan warna tanah
cenderung coklat hingga coklat gelap dengan tanah laterit berwarna kuning. Sering ditemukan
rembesan air, boulder fresh rock, lempung dan pasir silikaan pada bagian bawah dengan ketebalan
lapisan saprolit relatif lebih variatif yaitu antara 2-8m

Horizon dibagi menjadi Humus (padat vegetasi), tanah (laterit I, biasanya ditandai dengan
butiran halus dan lepas serta batuan dasar yang ada dibawahnya), Lapisan ferikrit hitam (iron
cap), Ore/saprolit (biji bauksit), dan batuan dasar
Gambar 1. Profil Dinding Testpit, a. Contoh gossan ,b. dan c. Contoh bauksit

Gambar 2. Model statigrafi endapan laterit

1. Horison tanahadalah lapisan tanah atau bahan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan
tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah dan berbeda dengan lapisan disebelh
atas ataupun bawahnya yang secara genetik ada kaitannya. Yang biasanya disebut sebagai tanah
penutup ( OB ) atau lapisan awal yang biasanya berwarna coklat.
2. Tanah Lateritatau sering disebut juga dengan tanah merah merupakan tanah yang berwarna merah
hingga coklat yang terbentuk pada ligkungan yang lembab, dingin, dan mugkin genangan-genangan
air, Secara spesifik tanah merah memiliki profil tanah yang dalam,mudah menyerap air memiliki
kandungan bahan organik yang sedang dan pH netral hingga asam dan banyak mengandung zat
besi dan aluminium sehingga baik digunakan pondasi bangunan karena mudah menyerap air.
3. Gossan yaitu zona atau lapisan yang terjadi karena pelapukan ( laterisasi) yang mengakibatkan
rongga-rongga kosong yang dapat dimasuki air sehingga mempercepat proses pelapukan, tetapi
pada zona ini hanya sedikit yang terkandung bauksit laterit dibadingkan pada zona saprolit.
4. Saprolit yaitu zona dimana mengandung bauksit laterit yang sangat tinggi kadar aluminiumnya,
sehingga penambangan bauksit dilakukan pada zona ini yang mana ketebalannya berkisar 2-8 m.

Pembentukan ketebalan bauksit ini sangat tergantung kepada morfologi dimana penebalan
pada bagian miring dengan kelerengan ±25o, sedangkan pada lembah dan puncak bukit
mengalami penipisan.

Gambar 3. Profil Selatan-Utara laterit bauksit

Gambar 4. Profil Barat daya-Timur Laut laterit bauksit


2.3 Genesa dan Faktor Pembentukan Endapan Laterit Bauksit

Unsur senyawa yang diperhatikan merupakan ikatan pengayaan unsur tunggal yang bereaksi
terhadap media air dan mengendapkan senyawa baru, dalam pertambangan bauksit senyawa
tersebut adalah Aluminium trihidrat (Al2O3), Besi trihidrat (Fe2O3), Silikat oksida (SiO2), Titanium
oksida (TiO2) dan Total silikat (R-SiO2). Intensifnya perkembangan laterit di daerah tropis basah
menyebabkan terbentuknya tanah laterit.

Pada umumnya proses laterisasi pada bauksit terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pelarutan,
transportasi, dan pengendapan kembali mineral. Faktor yang terpenting pada pelarutan adalah pH,
solubility, dan kestabilan mineral. Faktor yang berpengaruh pada transportasi dan pengendapan
kembali mineral adalah iklim, topografi, morfologi, dan mobilitas unsur. Hasil pelapukan akan
ditransportasikan oleh airtanah atau air hujan, kemudian diendapkan kembali. Proses terjadi dengan
baik pada permukaan tanah landai dengan kemiringan tertentu, keadaan morfologi dan topografi
yang cenderung bergelombang miring.

Beberapa unsur yang sangat penting dalam endapan laterit bauksit adalah Al, Fe, Si dan Ti.
Perbandingan antara nilai Al dan Si merupakan patokan keekonomisan tambang bauksit. Pada iklim
tropis, Ca, Ni, Si dan Ti mengalami pelindian terlebih dahulu dan lebih mobile dibanding dengan Al
dan Fe.Pelarutan dan penguraian plagioklas, alkali feldspar, besi, aluminium dan silika dalam
larutan akan membentuk suspensi koloid. Pada larutan, besi akan bersenyawa dengan oksida dan
mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan
membentuk mineral geothit FeO(OH), hematit (Fe2O3), dan kobalt (Co) dalam jumlah kecil,
sedangkan Al akan mengendap menjadi endapan bauksit Al2O3.2H2O (dalam hal ini bauksit secara
umum). Pengendapan dikontrol pH sebagai penetralisir reaksi kimia oleh tanah. Jika konsentrasi air
berkurang pada saat pengendapan laterit bauksit, maka buhmit dan diaspor dapat terbentuk.
Selain itu, pengayaan unsur lainnya yang terikat bauksit adalah R-Si. Unsur ini merupakan unsur
terpisah dari Si yang terbentuk pada laterit bauksit, serta usnsur yang dipertimbangkan dalam
penambangan bauksit. Hal ini disebabkan karena untuk menguraikan senyawa bauksit nantinya,
perlunya penambahan NaOH untuk mendapatkan bauksit murni. Proses pengayaan dan
pengendapan laterit bauksit paling baik pada topografi miring yang mana proses mobilitas unsur
yang rendah, karena pada bagian puncak cenderung untuk mengalirkan hasil erosi dan respirasi air
meteorik. Sedangkan pada bagian lembah, lebih banyak membentuk endapan laterit Fe seperti
hematit dan limonit sebagai hasil akumulasi material sedimen serta peresapan larutan. Kehadiran
kekar ataupun rekahan akan mempercepat proses respirasi dan penghancuran batuan sehingga
mempengaruhi pembentukan zona deposit.

Faktor yang terlibat dalam mempengaruhi ketebalan lapisan saprolit diantaranya :

1. Waktu dan Perubahan Iklim

Batuan berumur Kapur-Holosen dengan rentang waktu ±143 juta tahun dimana batuan beku
dipastikan hadir pada saat 25 juta tahun lalu dengan intensitas lapukan batuan dimulai 10 juta
dimana kedudukan pulau Kalimantan telah stabil. Kalimantan setiap tahunnya memiliki nilai curah
hujan yang tinggi, yaitu sekitar 401-500 mm perbulan dengan temperatur daerah penelitian
diperkirakan 32-40o C, biasanya sangat panas disiang hari dan dingin dimalam hari. Rentang waktu
yang sangat lama dan kondisi perubahan iklim yang tidak menentu dengan intensitas hujan sangat
tinggi mengakibatkan endapan laterit bauksit dapat terbentuk menyesuaikan jenis batuan serta
rekahan struktur geologi.

Gambar 5. Profil pembentukan tanah


1. Vegetasi dan Proses Pelapukan

Daerah penelitian dominan hutan, tetapi sebagian telah difungsikan sebagai perkebunan. Sebagai
salah satu daerah tropis, perkembangan tumbuhan yang ditunjang curah hujan yang cukup menjadi
faktor utama pelapukan batuan yang ada. Hal ini ditunjukan dengan terbentuknya horizon tanah
penutup setebal 20-30cm. Pada daerah yang dominan vegetasi, sangat sulit untuk ditemukan
batuan dasarnya. Tanaman yang mati menghasilkan larutan asam humus yang menyebabkan
dekomposisi batuan dan mengubah pH larutan dalam tanah. vegetasi akan mengakibatkan
penetrasi air lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, akumulasi
air hujan akan lebih banyak sehingga tanah humus akan lebih tebal.

Gambar 6. Pembentukan tanah sesuai iklim

1. Muka Air Tanah dan Morfologi

Berdasarkan pengamatan data testpit, beberapa menunjukkan ketinggian air bawah permukaan
dengan merembesnya air dilubang testpit. Kedalaman rata-rata mata air ditemukan adalah 10-15m
dengan ketinggian 105m dari permukaan laut mengikuti morfologi yang terbentuk. Bauksit terdiri dari
unsur senyawa seperti Al dan Fe yang tidak mobile sehingga terendapkan kebawah permukaan
dimana sumber unsur tersebut. Media yang paling berpengaruh dalam proses pelindian dan
pengendapan kembali mineral adalah air. Ketika pada suatu daerah memiliki kondisi muka air tanah
yang tidak stabil (masih cenderung naik turun), maka akan mengganggu proses ikatan senyawa
yang ada dan proses lateritisasi akan terus terjadi. Maka dari itu diperlukan kondisi muka air tanah
yang tenang untuk membentuk lapisan endapan laterit bauksit yang ideal.

BAB III

3.1 Metode Penambangan Bauksit Laterit

Metoda penambangan bauksit dilakukan dengan metoda tambang terbuka sistem open pit dimana
open pit ini diterapkan untuk endapan bijih yang mengandung logam. Open pit dan open cut dapat
dibedakan dari arah penambangannya, penambangan dengan metoda open pit dilakukan dari
permukaan yang relatif mendatar ke bawah mengikuti endapan bijih, sedangkan open cut dilakukan
pada lereng suatu bukit. Jadi penerapan open pit dan open cut sangat tergantung pada letak dan
bentuk endapan bijih yang akan ditambang.

Dalam sistem penambangan dibatasi oleh beberapa faktor – faktor kendala antara lain ;

1. Faktor teknik – ekonomi yang diwujudkan dalam usaha mendapatkan perolehan tambang
semaksimal mungkin dengan biaya yang sekecil mungkin.
2. Faktor keamanan dan keselamatan kerja yang diwujudkan dalam usaha memperkecil kemungkinan
terjadinya kecelakaan dalam melaksanakan kegiatan penambangan
3. Faktor keserasian lingkungan hidup yang diwujudkan dalam usaha mencegah terjadinya perusakan
alam, serta pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan
Metoda yang digunakan dalam pelaksanaan penambangan endapan bauksit adalah menggunakan
metoda tambang terbuka (surface mining) sebab kita dapat ketahui bahwa endapan bauksit berada
di permukaan dengan over burden yang tidak terlalu dalam pengupasannya.

Gambar 7. Metoda Penambangan Tambang Terbuka Sistem Open Pit

1. Pengupasan Tanah Penutup (Land Clearing)

Pengupasantanahpenutupmerupakanlangkahawaldimana proses
penambanganendapanbahantambangakandilakukan,
kegiataninidimulaidaripembersihantempatkerjadarisemak – semak, pohon – pohonbesardankecil,
kemudianmembuangtanahataubatuan yang menghalangipekerjaan – pekerjaanselanjutnya.
Setelahpekerjaan di atasselesaiselanjutnyadilakukanpekerjaanpembabatanataupenebasan yang
meliputi ;meratakan, membuatjalandaruratuntuklewatnyaalat-alatmekanis. Dalampekerjaanini yang
harusselaludiperhatikanialahmempergunakankeuntungandarigayaberat.

Proses pengupasan tanah penutup dilakukan untuk menghilangkan material yang menutupi
endapan bauksit yang akan ditambang agar dihasilkan endapan bauksit dengan kadar yang lebih
tinggi, dan menghilangkan serta mengurangi pengotor pada saat dilakukan pencucian.

1. PenggaliandanPemuatan (Excavation and Loading)

Penggalianadalahsuatukegiatan yang
dilakukanuntukmembongkardanmelepaskanendapanbahantambangdaribatuaninduknyaataubatuans
amping. Beberapaalatgali yang dapatdigunakandalampenggalianyaitu Power Shovel, Back Hoe, dan
lain – lain. Setelahpenggaliandilakukanmaka material ataubahantambang yang
telahditambangdimuat.

Untuk material yang tidak tertentu keras, kegiatan pembongkaran dilakukan dengan menggunakan
ripper. Alat ini pada hakekatnya sebuah bajak yang gigi – giginya terbuat dari baja yang keras.
Sehingga kepadanya dapat diberikan tekanan yang cukup besar untuk lebih memaksakannya ke
dalam tanah / batuan.

Untuk menghitung produksi ripper, perhitungan yang digunakan adalah dengan ”cross section”,
yang dapat menentukan volume pekerjaan ripping ini, kemudian mencatat waktu yang diperlukan,
setelah pekerjaan ripping selesai. Volume ripping dibagi dengan waktu ripping adalah produksi
ripping.

REPORT THIS AD

Pemuatan (Loading) adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk mengambil dan memuat
material hasil pembongkaran ke dalam alat angkut. Material hasil pembongkaran tersebar di lantai
jenjang dan dikumpulkan dengan alat wheel loader agar dapat dimuat. Dalam pemilihan alat muat
yang digunakan harus sesuai dengan beberapa faktor diantaranya

1. Kapasitas alat angkut


2. Besar produksi yang diiginkan
3. Keadaan lapangan
4. Jenis material atau batuan
5. Keterampilan Operator
6. Iklim atau cuaca

1. Pengangkutan (Hauling)
Material hasil pembongkaran yang telah dimuat kembali diangkut ke lokasi pengolahan (Crushing
Plant) untuk dimasukkan ke mesin penghancur. Operator pengangkutan material produktivitasnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ;

1. Kondisi jalan dari tempat penambangan ke Crushing Plant


2. Jarak angkut dari lokasi penambangan
3. Digging Resistance
4. Waktu Edar alat angkut
5. Waktu Kerja efektif pengangkutan
6. Produksi alat angkut
7. Jumlah alat angkut

Proses pengankutan dilakukan untuk pemindahan material dari lokasi penggalian atau front
penambangan ke lokasi penampungan sementara dimana nanti selanjutnya akan dilakukan
pencucian pada proses pengolahan bauksit itu sendiri. Proses pengangkutan ini bisa dilakukan
dengan menggunakan beberapa macam alat angkut seperti dump truck, lori, belt conveyor, dll. Pada
penambangan bauksit alat angkut yang digunakan yaitu dump truck dengan berbagai macam
ukuran dan kemampuan muatnya.

Gambar 8. Aktivitas Pengangkutan (Hauling) dan pemuatan ( loading ) Material

 Pemanfaatan Bauksit Laterit

Utamanya biji bauksit akan di lelehkan dan kemudian di olah untuk menjadi alumunium. Proses
tersebut memakan proses yang panjang dan memerlukan tenaga listrik yang banyak sekali. Sejauh
ini Negara yang memproses pengolahan bauksit menjadi alumunium adalah Australia. Negeri
kanguru tersebut menjadi produsen bauksit dan alumina terbesar di dunia.
Sejauh ini Negara tujuan yang membutuhkan alumunium dari Australia adalah Negara-negara asia
seperti jepang dan termasuk Indonesia. Cukup ironi memang, mengingat kita memiliki bahan biji
bauksit namun kita tidak mampu mengolahnya dengan optimal untuk di jadikan alumunium. Sifat
yang dimiliki alumunium sangat khas yaitu mampu mengahantar panas dengan efisien.

10 Manfaat Bauksit bagi kehidupan sehari-hari sebagai berikut :

1. Pemanfaatan Untuk Pembuatan Peralatan Sehari-Hari

Dari alumunium tersebut akan di buat berbagai perlatan yang dibutuhkan manusia sehari-harinya
seperti.

1. Bahan utama pembuatan wajan


2. Pembuatan lapisan luar panci
3. bahan paling luar pada kaleng makanan
4. Pemanfaatan Untuk Industri

Selain tu sifat yang dimiliki alumunium adalah memiliki berat yang ringan namun memiliki kerapatan
yang cukup baik, secara kekuatan juga besar. Sehingga di gunakan untuk pembuatan teknologi di
zaman modern ini, seperti.

4. Pembuatan badan pesawat terbang


5. Pembuatan atap sebuah pabrik atau rumah.

Anda mungkin juga menyukai