Anda di halaman 1dari 10

1.

Perdarahan pada masa nifas


Perdarahan pada masa nifas adaah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi
lahir atau pada masa nifas. (Prawirohardjo, 2009)
Perdarahan ini bisa terjadi segera begitu ibu melahirkan. Terutama di dua jam
pertama yang kemungkinannya sangat tinggi. Itulah makanya setelah dua jam pertama
setelah bersalin, ibu belum boleh keluar dari kamar bersalin dan masih dalam
pengawasan, yang diperhatikan adalah tinggi rahim, ada perdarahan atau tidak, lalu
tekanan darah dan nadinya. Kalau terjadi perdarahan, maka tinggi rahim akan betambah
naik, tekanan darah menurun dan denyut nadi ibu menjadi cepat. Normalnya, tinggi
rahim setelah melahirkan adalah sama dengan pusar atau 1 cm di atas pusar. Adakalanya
perdarahan yang terjadi tidak terlihat karena darah mengumpul dirahim, jadi begitu
keluar akan keluar begitu deras. Ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
kematian.

Adapula perdarahan postpartum yang baru terjadi di hari kedua atau ketiga.
Gejalanya sama itulah mengapa setelah melahirkan ibu perlu dirawat selama dua hari
untuk memantau ada atau tidaknya perdarahan, dengan nilai tensi darah dan nadinya.
Perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang
terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak
sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah
tersebut bercampur dengan cairan amnion atau dengan urine. Darah juga tersebar pada
spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga
bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seorang ibu dengan kadar
hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan
berakibat fatal pada anemia. (Anggraini, 2010)

Perdarahan pascapersalinan ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan


menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh ke dalam keadaan syok. Atau
dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga
bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi
lemas dan juga jatuh dalam presyok dan syok.
Perdarahan pasca persalinan adalah sebab penting kematian ibu ¼ kematian ibu
yang disebakan oleh perdarahan (perdarahan pasca persalinan, plasenta previa, solusio
plasenta, kelainan insersi tali pusat atau pembuluh darah pada selaput amnion (vasa
previa), kehamilan ektopik, abortus, dan rupture uteri) disebabkan oleh perdarahan
pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pasca persalinan tidak
mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena
anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh.perdarahan pasca persalinan lebih sering
terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.

Untuk menurunkan angka kematian ibu di Indonesia, Departemen Kesehatan


melakukan strategi agar semua asuha antenatal dan sekitar 60% dari keseluruhan
persalinan dilayani oleh tenaga kesehatan terlatih. Strategi ini dilaksanakan untuk dapat
mengenali dan menanggulangi gangguan kehamilan dan persalinan sedini mungkin.
Penyiapan sarana pertolongan gawat darurat merupakan langkah antisipatif terhadap
komplikasi yang mungkin mengancam keselamatan ibu, (Prwirohardjo, 2009)

Perdarahan pascapersalinan dibagi menjadi perdarahan pasca persalinan primer


dan sekunder :

- Perdarahan pasca persalinan primer (Early postpartum Hemorrhage, atau perdarahan


pasca persalinan segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam
pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam
pertama.
- Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late postpartum Hemorrahage, atau
perdarahan masa nifas, atau perdarahan pasca persalianan lambat, atau PPP kasep).
Merupakan :
 Perdarahan kala nifas sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam
pertama.
 Biasanya tejadi pada minggu kedua nifas
 Penyebab utama perdarahan pascapersalinan sekunder adalah terdapatnya sisa
plasenta dan selaput ketuban (pada grandemultipara dan kelainan bentuk
implantasi plasenta), infksi pada endometrium, dan sebagian kecil terjadi dalam
bentuk mioma uteri bersamaan dengan kehamilan dan inversion uteri.
 Gejala klinis perdarahan kala nifas sekunder dapat terjadi perdarahan
berkepanjangan melampaui pengeluaran lokhea normal, terjadi perdarahan yang
cukup banyak, dan dapat disertai rasa sakit didaerah uterus.
 Palpasi : fundus uteri masih dapat diraba lebih besar dari yang seharusnya.
 Pada VT : didapatkan uterus yang membesar, lunak, dan dari osteum uteri keluar
darah. (Sujiyatini, 2009)

Penanganan umum :

- Pengukuran kadar darah secara rutin, pengawasan tekanan darah, nadi,pernafasan ibu,
dan juga periksa kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam.
- Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
- Lakukan observasi pada 2 jam pertama pascapersalinan (di ruang persalinan dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya di ruang rawat gabung.
- Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat.
- Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi.
- Atasi syok
- Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus,
beri uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infuse 20 IU dalam 500 cc NS/RL dengan 40
tets/menit).
- Siapkan fasilitas tindakan gawat darurat karena perdarahan antepartum merupakan
komplikasi yang dapat membahayakan keselamatan ibu.
- Setiap tingkat fasilitas pelayanan harus dapat mengenali, melakukan stabilitasi,
merujuk dan menatalaksana komplikasi pada ibu dan anak sesuai dengan jenjang
kemampuan yang ada.
- Setiap kasus perdarahan antepartum memerlukan rawat inap dan penatalaksanaaan
segera.
- Lakukan restorasi cairan dan darah sesuai dengan keperluan untuk memenuhi deficit
dan tingkat gawat darurat yang terjadi.
- Tegakkan diagnosis kerja secara cepat dan akurat karena hal ini sangat
mempengaruhi hasilpenatalaksanaan perdarahan pascapersalinan.
- Tindakan koservatif dilakukan selama kondisi masih memungkinkan dan mengacu
pada upaya untuk memperbesar kemungkinan hidup bayi yang dikandung.
- Pada kondisi yang sangat gawat, keselamatan ibu merupakan pertimbangan utama.
(Prawirohardjo, 2009)

a. Penyebab perdarahan pascapersalian


1.) Perlukaan jalan lahir
Perlukaan jalan lahir adalah
Kadang kadang robekan serviks atau robekan rahim tidak didiagnosis
sewaktu persalinan karena perdarahan pada waktu itu tidak menonjol, beberapa
hari pascapersalinan dapat terjadi perdarahan yang banyak.
Gejala :
a.) Perdarahan segera
b.) Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir
c.) Kontraksi uterus baik
d.) Plasenta baik
e.) Ibu terlihat pucat
f.) Ibu tampak lelah
g.) Menggigil
Klasifikasi Derajat Perlukaan Jalan Lahir :
a.) Derajat 1
Robekan mengenai mukosa vagina, fouchette dan kulit perineum tepat
dibawahnya.
b.) Derajat 2
Robekan mengenai mukosa vagina, fouchette posterior, kulit perineum, otot
perineum.
c.) Derajat 3
Robekan mengenai mukosa vagina, fouchette posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spinter ani eksterna.
d.) Derajat 4
Robekan mengenai mukosa vagina, fouchette posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spinter ani eksterna, dinding rectum anterior.
Penanganan :
a.) Hecting Perineum jika perlukaan jalan lahir pada derajat 1 dan 2
b.) Jika perlukaan jalan lahir sudah sampai pada derajat 3 dan 4 lakukan rujukan,
dengan melakukan kompresi bimanual interna atau kompresi bimanual
eksterna, yaitu :

2.) Perdarahan tempat implantasi plasenta


Perdarahan tempat implantasi plasenta adalah
Penyebab :
a.) Akibat anestesi
b.) Distensi berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion)
c.) Partus lama, partus kasep
d.) Partus presipitatus atau partus terlalu cepat
e.) Persalinan karena induksi oksitosin
f.) Multiparitas
g.) Korioamnionitis
h.) Pernah atonia sebelumnya (Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, 2010)

3.) Retensio sisa plasenta


Retensio sisa plasenta adalah jika ditemukannya kotiledon yang tidak
lengkap dan masih adanya perdarahan pervaginam, padalah plasenta telah lahir.
(Jannah, 2011)
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi.
Perdarahan yang banyak dalam masa nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa
plasenta.
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
pedarahan. Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak
lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta
dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua
basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai
menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai
menembus perimetrium. Terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas
seksio sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari
plasenta masih tertinggal di uterus disebut rest placenta dan dapat menimbulkan
perdarahan post partum primer dan (lebih sering) sekunder. Proses kala III
didahului dengan tahap pelepasan/separasi plasenta akan ditandai oleh perdarahan
pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian lepas tetapi
tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap
ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta selama plasenta belum terlepas,
maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas
dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan
harus diantisipasi dengan segeran melakukan placenta manual, meskipun kala uri
belum lewat setengah jam.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau
setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak
lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan
dari ostium uteri eksternum pada saat ontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan
lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan
cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anaemia yang
ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai dengan
keperluannya. (Sastrawinata, 2004)

Tanda dan gejala :

a.) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap.
b.) Perdarahan segera.
c.) Uterus berkontraksi
d.) Tinggi fundus tidak berkurang (Anggraini, 2011)
Penanganan umum :

a.) Polindes : diagnosis stabilitasi, uterotoniks, antibiotika, lakukan rujukan.


b.) Puskesmas : diagnosis, stabilitasi, evakuasi, uterotonika, antibiotika, rujuk
untuk kasus dengan komplikasi berat.
c.) Rumah sakit : diagnosis, stabilisasi, kuretase, transfuse, uterotonika,
antibiotika, kedaruratan komplikasi. (Prwirohardjo, 2009)

4.) Kontraksi rahim yang terganggu


Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh
kontraksi rahim yang terganggu. Karena kontraksi rahim yang kurang baik ini
merupakan salah satu penyebab perdarahan pada masa nifas. Saat menjelang
persalinan , aliran darah ke rahim sekitar 500-800 cc/menit sehingga jika proses
penghentian perdarahan tidak terjadi maka keluarnya darah akan sangat cepat.
Setelah lahirnya janin dan plasenta maka rahim akan berkontraksi sehingga
ukurannya bertambah kecil. Kontraksi rahim ini sangat penting untuk menutup
pembuluh-pembuluh darah di dalam rahim yang terbuka setelah lepasnya
plasenta. Proses inilah yang menhentikan perdarahan. Jadi, kontraksi rahim yang
baik dan keras adalah mekanisme yang sangat penting untuk mencegah terjadinya
perdarahan. Jadi, jika kontraksi rahim ini terganggu akan menyebabkan
perdarahan pada masa nifas.

5.) Hematoma
Hematoma adalah darah dapat mengalir ke dalam jaringan ikat di bawah
kulit yang menutupi genitalia eksterna atau di bawah mukosa vagina hingga
terbentuk hematoma vulva dan vagina keadaan tersebut biasanya terjadi setelah
cidera pada pembulih darah tanpa adanya laserasi jaringan supervisial, dan dapat
dijumpai pada persalinan spontan maupun dengan operasi. Kadang-kadang baru
terjadi kemudian, dan keadaan ini mungkin disebabkan oleh kebocoran pembuluh
darah yang mengalami nekrosis akibat tekanan yang lama. Yang lebih jarang
terjadi, pembuluh darah yang rupture terletak di atas vasiapelvik dan keadaan
tersebut hematoma akan terbentuk di atasnya. Kadang-kadang oleh perdarahan
yang banyak proses ini dapat diikuti oleh leukhore yang berlangsung lama dan
perdarahan uterus yang tidak teratur atau berlebihan. Uterus akan teraba lebih
besar dan lebih lunak daripada keadaan normalnya. Selama periode tertentu
puerperium, sebagian besar kasus subinvolusi terjadi akibat etiologi setempat
(yang sudah diketahui) yaitu retensi fragmen plasenta dan infeksi pelvic dan lebih
lunak daripada keadaan normalnya.

6.) Gangguan mekanisme pembekuan darah


Gangguan mekanisme pembekuan darah merupakan inflamasi permukaan
pembuluh darah disertai pembekuan darah. Gangguan mekanisme pembekuan
darah cenderung terjadi pada periode pascapartum pada saat kemampuan
pengumpulan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen, dilatasi vena
ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin selama kehamilan
dan persalinan, dan aktivitas pada periode tersebut yang menyebabkan
penimbunan statis dan pembekuan darah pada ekstremitas bagian bawah.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis
yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang,
trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin
degradation product) serta perpanjangan tes protrombin dan PPT (partial
tromboplastin time). Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta,
kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis.
Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti
plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA
(epsilon amino caproic acid).
Etiologi :
a.) Perluasan infeksi endometrium
b.) Mempunyai varises pada vena
c.) Obesitas
d.) Pernah mengalami tromboflebitis
e.) Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi litotomi
pada waktu yang lama
f.) Memiliki insiden tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga
Penanganan umum
g.) Hentikan perdarahan
h.) Cegah atau atasi syok
i.) Ganti darah yang hilang : diberi infuse cairan (larutan garam fisiologis,
plasma ekspander, dextran-L, dan sebagainya), transfuse darah, kalau perlu
oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

Vivian Nanny, Tri Sunarsih. 2014. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika

Dewi Maritalia. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai