Anda di halaman 1dari 137

ISTHITA’AH KESEHATAN JAMAAH HAJI

DALAM PERSPEKTIF KEMENTRIAN


KESEHATAN RI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi


Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :
Siska Kurniasih
NIM : 11140530000022

KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN


UMRAH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU
KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H / 2018 M
ISTHITA'AH KESEHATAN J.A.MAATi HAJI
DALAM PERSPBKTI F KEMENTRIAN
KESEHATAN RI

Sl ripsi
Diajukrn I(epada Fakultas Ilnru Daku,ah dan lln.ru Komunikasi
TJntuk Merlenuhi Persya ratan Merupcrolel.r
Gclar Sarjana Sosial (S, Sos)

Olelr :

Siska Kumiasitr
11140530000022

Pembinrbirrg:

Drs. H. Ahmad Kartono. M.Si

KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN


UMRAH
PROGRAM ST'UDI NIANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAII ILMU
KOMUNIKASI
UNI]/ERSITAS ISI,AM NEGERI
SYARIF IIIDAYATTILLATI JAKARTA
1439 H t2018 M
LEMBAR PENGESATIAN

Skripsi berjudul *trSTITHA'AH I(trSEHATAN JAMAAII


IIAJI DALAM PERSPEKTIF KEMENTERIAN
KESEHATAN RI" telah diujikan dalarn sidang munaqasyah
Fakultas llmu Dakwah Dan Ilmr.r l(omunikasi Universitas lslam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarla pada 28 Juni 2018. Skripsi ini
telah diterirna sebagal salah satu syarat men1petoleh gelar sar,juir
sosial (S.Sos) pada Fakultas Ihlu Dakwah Dan llmu I(omunihasi.

Jakarta, 28 Juni 201 8

Sida.ng Mutruqasyalt

I(etua iMelangkap
Auggota

,@fr
Drs. Cec..u Castra Wriava. MA
NIP. 1 96708 I 8 I 99803 1002 199603 I 00 I

Penguji I

*Bra
/(r
Drs. H.-ll4sanuddin Ibnu Hibban. MA H. Mulkanasir. BA. S.Pd. MM
NIP. 19660505 199403 1005 NiP.l 9550 I 0l t983C2 I 00 I

Pembimbing

Drs, H. Ahr.r.racl I(ar1ono, M.Si


LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Siska Kumiasih

NIM : 1 I140530000022

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang betjudul


ISTITHA'AH KESEIIATAN JAMAAH HAJI DALAM
PERSPEKTIF KEMENTERIAN KESEHATAN RI adalah

benar rnerupakan hasil karya saya sendiri dan tidak rrelakukan


tindal:an plagiat dalan-r penyusunannya. Adaprur kutipan yang ada
dalarr penyusuan karya ini telah saya cantumkan suntber
kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang
semestinya sesuai dengan peratur:an perundangan yang bellal<u
jika terrryata skripsi ini sebagian atau keseluruhan menqrakar.r
plagiat dari karya orang lain.

Demikian pemyataan saya buat denagn sebenar'-

benarnya.

Jakarta, 5 Mei 201 8

Siska Kumiasih
l1 140530000022
ABSTRAK
Siska Kurniasih 11140530000022, Istitha’ah Kesehatan
Jamaah Haji Dalam Perspektif Kementerian Kesehatan RI,
di bawah bimbingan Drs. H. Ahmad Kartono, M.Si.
Menunaikan ibadah haji adalah melakukan rukun Islam
yang kelima dan hukumnya wajib bagi setiap umat Islam yang
mampu (istitha’ah) melaksanakannya sekali seumur hidupnya.
Pada musim haji tahun 2016 pemerintah mengeluarkan peraturan
baru yakni PERMENKES RI No. 15 Tahun 2016 tentang
istitha’ah kesehatan jamaah haji yang terdaftar untuk berangkat
haji. Kemampuan (istitha’ah) secara fisik menjadi syarat boleh
atau tidaknya jamaah untuk berangkat. Sebelum berangkat
jamaah harus melaksanakan pemeriksaan kesehatan hingga tiga
kali tahapan. Berdasarkan proses tahapan penetuan istitha’ah
kesehatan itu menjadi penentu jamaah tersebut laik atau tidak
untuk jamaah tersebut berangkat haji.
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah, untuk
mengetahui apa yang menjadi ketentuan istitha’ah dalam ibadah
haji, mengetahui ketentuan istitha’ah kesehatan dalam
pemeriksaan kesehatan jamaah haji, menegetahui proses penetuan
kriteria kesehatan (istitha’ah badaniah) jamaah yang dapat
diberangkatkan menunaikan ibadah haji. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode kualitatif yaitu dengan
mengumpulkan informasi-informasi terkait kesehatan jamaah haji
baik dengan melakukan pengamatan, wawancara ataupun
dokumentasi untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang
dapat diterima oleh orang banyak.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, dapat
disimpulkan bahwa istitha’ah kesehatan jamaah haji dalam
perspektif Kementerian Kesehatan RI yakni jamaah yang dapat
menjaga dan mempertahankan kesehatan fisiknya hingga tiba
saatnya untuk ditentukan kelaikan terbang.
Kata Kunci: Istitha’ah Kesehatan, Jamaah Haji, Perspektif,
dan Kementerian Kesehatan RI

i
KATA PENGATAR

Puji syukur Alhamdulillahirabbil’alamin penulis


panjatkan kehadiran Allah SWT, berkat rahmat, pertolongan,
kekuatan dan kasih sayang penulis mampu menyelesaikan sebuah
skripsi untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan perkuliahan
di jurusan Manajemen Dakwah konsentrasi Manajemen Haji dan
Umrah. Sholawat dan salam penulis sanjungkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW, beliaulah suri tauladan bagi seluruh
umat Islam, beliau juga merupakan Uswatun Hasanah yang kita
sebagai pengikut beliau dapat mengikuti jejak-jejak amal sholeh
beliau dalam menjalankan kehidupan ini.

Alhamdulillah dalam waktu kurang lebih dua bulan,


akhirnya penulis dapat menyelesaikan proses penulisan karya
ilmiah ini yang berjudul “Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji
Dalam Perspektif Kementerian Kesehatan RI” guna untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)

Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari


banyaknya kekurangan dan kelemahan dalam penulisan ini.
Namun dengan keterbatasan dan kekurangan akhirnya penulisan
karya ilmiah ini bisa diselesaikan. Hal ini tidak akan selesai
dengan sendirinya, melainkan karena dukungan dan bantuan
banyak pihak, baik moril maupun materil. Pada kesempatan kali
ini penulis mengucapkan banyak terimakasi kepada :

ii
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede
Rosyada, MA, beserta para jajarannya.
2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, MA,
beserta jajarannya.
3. Drs. Cecep Castrawijaya, MA, selaku Ketua Jurusan
Manajemen Dakwah.
4. Drs. Sugiharto, MM, selaku Sekretaris Jurusan Manajemen
Dakwah.
5. Drs. H. Ahmad Kartono, M.Si, selaku dosen pembimbing
skripsi. Beliau yang telah mengajarkan banyak matakuliah
tentang haji dan umrah sejak dari bangku kuliah dan
membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian skripsi
ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan serta
melindungi beliau, beliau telah banyak memberikan
pengetahuan bagi penulis dan juga kepada teman MHU
(Manajemen Haji dan Umrah) angkatan 2014. Mudah-
mudahan ilmu yang diberikan dapat bermanfaat bagi dunia
dan akhirat.
6. Ir. Noor Bekti Negoro, SE., M.Si, selaku dosen pembimbing
akademik yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan pengarahan kepada penulis.
7. Dra. Hj. Jundah Sulaiman, MA, selaku dosen pengampu
matakuliah Fiqih Haji yang telah memberikan pengalaman
bagi penulis untuk memberikan pengalaman membimbing
manasik di lapangan, dan juga banyak memberikan masukan
serta semangat kepada penulis.

iii
8. Para dosen Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi
Khususnya Manajemen Haji dan Umrah yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan bagi penulis sehingga
bisa mencapai gelar sarjana.
9. Pimpinan dan Staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta serta perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah mengizinkan penulis untuk
menyelesaikan skripsi di ruang perpustakaan, serta melayani
dalam peminjaman buku.
10. Dr. Edi Supriyatna, MKK, selaku staf PF12 Haji
Kementerian Kesehatan RI yang telah membantu penulis
dalam memberikan data, sehingga skripsi ini bisa
diselesaikan sesuai denagn harapan.
11. Sukri, selaku Kasi UPT Embarkasi, Dr. Theresia Hermini
SW, selaku Kasi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah KKP
Soekarno Hatta, yang telah megizinkan penulis untuk
mendapatkan data informasi pendukung di Embarkasi Jakarta
Pondok Gede.
12. Kepada kedua orang tua penulis, Mamah Yusningsih dan
Ayah Karmita yang selalu mendoakan, meridhoi,
memberikan semangat, memperjuangkan pendidikan penulis
dan mengajari penulis makna dari perjalanan hidup. Tanpa
Mamah dan Ayah, gelar sarjana yang penulis raih tak akan
mudah didapatkan seperti membalikkan kedua telapak
tangan. Namun dengan doa, kerja keras, perjuangan, serta
semangat dari kedua tangan beliau-beliaulah penulis dapat
menyelesaikan studi strata satu ini. Semoga Allah selalu

iv
muliakan derajat Mamah dan Ayah. Aamiin ya
Rabbal’alamiin. Serta
13. Adik penulis Muhammad Rijwan Jahmi dan juga om Rudi,
om Ripto, dan semua keluarga besar penulis yang tak
hentinya memberikan dukungan baik moril maupun materil
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan pendidikan
starata satu.
14. Kepada seseorang yang spesial yakni Muhamad Fadlil
Hidayat yang selalu menemani penulis dalam melakukan
penelitian, membantu dan memberikan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini, terimakasih pasanganku love you.
15. BAZIS Provinsi DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan, yang
telah memberikan bantuan biaya pendidikan kepada penulis
dari semester dua hingga penulis dapat menyelesaikan studi
strata satu, semoga para muzaki yang telah menyisihkan
sebagian dari penghasilan untuk ditubaikan zakat, infaq, dan
shadaqahnya di terima Allah SWT serta mendapatkan
keberkahan dan pahala dari Allah SWT.
16. Dinda, Sikah, Eka, Ithah, Mega, Bela, Fatimah, Nurul,
Rahma, dan Nufus yang telah memberikan semagat kepada
penulis, semoga Allah selalu mudahkan mereka dalam segala
urusan serta dalam menyelesaikan apa yang dicita-citakan.
17. Teman-teman MHU (Manajemen Haji dan Umrah) angkatan
2014 dan teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) Skyline14
2017 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga bagi yang
belum menyususn skripsi segera menyusul dan dimudahkan

v
dalam penulisan skripsinya serta dilancarkan karir
kedepannya.

Serta kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan


namanya satu persatu, penulis mengucapkan banyak terimakasih
dan semoga Allah SWT memudahkan dan meridhai semua
aktifitas kita. Aamiin. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis, bagi pembaca dan bagi pihak yang
menyelenggarakan biro perjalanan khususnya travel haji dan
umrah.

Sekali lagi penusil mengucapkan terimakasih kepada


semua pihak yang telah membantu melancarkan penulisan ini.
Semoga urusan kita selalu dimudahkan oleh Allah SWT. Aamiin.

Jakarta, 22 Mei 2018

Siska Kurniasih

vi
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................... 1


B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........ 8
1. Pembatasn Masalah ............................................. 8
2. Perumusan Masalah ............................................ 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................ 8
1. Tujuan Penelitian ................................................ 8
2. Manfaat Penelitian .............................................. 9
D. Metodelogi Penelitian ............................................ 10
1. Metode Penelitian.............................................. 11
2. Subjek dan Objek Penelitian................................ 11
3. Sumber Data .......................................................... 11
a. Data Primer................................................... 11
b. Data Sekunder .................................................. 11
4. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................ 11
5. Teknik Pengumpulan Data................................... 12
a. Wawancara .................................................. 12
b. Observasi ........................................................... 12

vii
c. Dokumentasi .................................................... 13
6. Teknik Analisis Data ......................................... 13
7. Tinjauan Pustaka ................................................... 13
8. Sistematika Penulisan ........................................... 14
9. Teknik Penulisan Skripsi ..................................... 16

BAB II LANDASAN TEORI ................................................... 16

A. Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji .......................... 17


1. Pengertian Istitha’ah.......................................... 17
2. Pengertian Kesehatan ........................................... 21
3. Pengertian Jamaah ................................................ 22
4. Pengertian Haji ...................................................... 22
5. Klasifikasi Kesehata Jamaah Haji ....................... 23
6. Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji ..................... 25
B. Perspektif Kementerian Kesehatan ........................ 27
1. Pengertian Perspektif ........................................ 26
2. Kementerian Kesehatan........................................ 26
3. Perspektif Kementerian Kesehatan ...................... 27

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN


KESEHATAN RI ...................................................................... 29

A. Profil Umum Pusat Kesehatan Haji Kementerian


Kesehatan RI .......................................................... 29
B. Visi da Misi Pusat Kesehatan Haji Indonesia ........ 30
1. Visi .................................................................. 30
2. Misi....................................................................... 30
C. Tugas Pokok dan Fungsi ........................................ 31

viii
D. Tujuan, Sasaran, Kebijakan, Strategi, dan Target .. 37
1. Tujuan ............................................................. 37
a. Tujuan Umum ............................................ 37
b. Tujuan Khusus ............................................... 38
2. Sasaran ............................................................ 39
3. Kebijakan ............................................................. 39
4. Startegi ................................................................. 41
5. Target ................................................................... 42
E. Struktur Organisasi Pusat Kesehatan Haji ............. 43
F. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI .... 44

BAB IV ANALISIS ISTITHA’AH KESEHATAN JAMAAH


HAJI ........................................................................................... 45

A. Ketentuan Istitha’ah Ibadah Haji Berdasarkan


Hukum Syara’ ........................................................ 45
B. Ketentuan Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji
Berdasarkan Regulasi Kementerian Kesehatan...... 49
1. Ketentuan Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Haji
........................................................................ 49
2. Tahapan Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Haji
............................................................................... 51
a. Tahap Pertama............................................ 52
b. Tahap Kedua .................................................. 53
c. Tahap Ketiga .................................................. 54
3. Pembinaan Kesehatan Jamaah Untuk Mencapai
Istitha’ah ......................................................... 56

ix
a. Pembinaan Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji
Masa Tunggu.............................................. 56
b. Pembinaan Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji
Masa Keberangkatan ..................................... 63
C. Proses Penentuan Istitha’ah Kesehatan dan
Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan ......... 71
1. Tahap Pertama ................................................ 71
a. Anamnesia .................................................. 73
b. Pemeriksaan Fisik ......................................... 73
c. Pemeriksaan Penunjang ................................ 74
d. Diagnosis ........................................................ 75
e. Penetapan Tingkat Risiko Kesehatan ......... 75
f. Rekomendasi / Saran / Rencana Tindak
Lanjut ......................................................... 77
2. Tahap Kedua ................................................... 79
a. Anamnesia .................................................. 79
b. Pemeriksaan Fisik ......................................... 80
c. Pemeriksaan Penunjang ................................ 80
d. Hasil dan Rekomendasi Dokter Spesialis .. 81
e. Penetapan Diagnosis ..................................... 81
f. Penetapan Istitha’ah Kesehatan ................... 82
g. Rekomendasi / Saran / Rencana Tindak
Lanjut .............................................................. 87
h. Penandaan Gelang Bagi Jamaah Haji ......... 87
3. Tahap Ketiga ................................................... 88
a. Anamnesia .................................................. 90
b. Pemeriksaan Fisik ......................................... 90

x
c. Pemeriksaan Penunjang ................................ 91
d. Penetapan Diagnosis ..................................... 92
e. Penetapan Kelaikan Terbang ....................... 92
f. Rekomendasi / Saran / Tindak Lanjut ........ 93

BAB V PENUTUP ..................................................................... 98

A. Kesimpulan ............................................................ 98
B. Saran .......................................................................... 101

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keterangan Bimbingan Skripsi.


2. Surat Izin Penelitian.
3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian.
4. Hasil Wawancara.
5. Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Kesehatan
Jamaah Haji Tahap Pertama.
6. Berita Acara Penetapan Istitha’ah Kesehatan Jamaah
Haji Tahap Kedua.
7. Berita Acara Kelaikan Terbang Jamaah Haji.
8. Daftara Penyakit yang Diategorikan Laik dan Tidak
Laik Terbang.

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menunaikan ibadah haji adalah melakukan rukun Islam


yang kelima dan hukumnya wajib bagi setiap umat Islam yang
mampu (istitha’ah) melaksanakannya sekali seumur hidupnya.
Oleh sebab itu, umat Islam yang sudah istitha’ah memiliki
semangat tinggi untuk bisa melaksanakan haji agar terhidar dari
dosa dan tentu mengharapkan pahala dan ridha Allah SWT.

Pada kurun waktu selama sepuluh tahun belakangan ini


jumlah umat Islam yang menunaikan haji menunjukan
peningkatan yang luar biasa. Jumlah tersebut mencapai tiga
samapai empat jutaan jamaah haji dari seluruh penjuru dunia
berkumpul dalam satu waktu pada satu tempat yang sama
(Ka’bah, Arafah, Muzdalifah, Mina, dan lain-lain).1 Ibadah haji
disebut pula sebagai ibadah badaniah atau ibadah fisik, dimana
hampir seluruh kegiatan ibadah haji bersifat fisik. Jamaah haji
mengerjakan amalan ibadah di tempat yang telah di tentukan
oleh syara’ dan yang bersangkutan harus berada di tempat
tersebut secara fisik.

1
Kementerian Agama RI Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji
Dan Umrah, Keputusan Mudzakarah Perhajian Indonesia, (Jakarta:
Kementerian Agama RI, 2015), h. 5-6.

1
2

Dengan demikian maka setiap jamaah harus dalam


keadaan sehat jasmani dan ruhani agar dapat melaksanakan
ibadah dengan sempurna.2 Rasulullah SAW ketika ditanya
tentang istitha’ah (kemampuan) dalam ibadah haji beliau
menjawab “bekal dan kendaraan”. Yang dimaksud “bekal” adalah
bekal materi, pengetahuan dan kesehatan. Sedangkan yang
dimaksud “kendaraan” adalah sesuatu yang dapat mengantar
terlaksananya ibadah haji yaitu kendaraan, waktu, dan
kesempatan termasuk mendapatkan kuota haji.3 Dalam Al-Qur’an
surat Ali-Imran ayat 97, Allah SWT berfirman :

ِ ِ ِ َ‫ت م ِن استَط‬
ِ ِ ِ ‫وهللِ علَى الن‬
َ‫اع إلَْيو َسبِيالً َوَمن َك َفَر فَإ َّن اهلل‬
َ ْ َ ‫َّاس ح ُّج الْبَ ْي‬ َ َ
ِ
َ ‫ِن َع ِن الْ َعالَم‬
‫ي‬ ّّ ِ ‫َغ‬

Artinya: “Dan diantara kewajiban manusia terhadap Allah


adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu
bagi orang-orang yang mampu mengadakan
perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari
kewajiban haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha
Kaya dari seluruh alam”.4 (Q.S. Ali-Imran: 97).

Selanjutnya dalam hadits Nabi SAW yang diriwayatkan


oleh Addarimi dijelaskan pula sebagai berikut:

2
Ahmad Kartono, Solusi Hukum Manasik Dalam Permasalahan
Ibadah Haji Menurut Empat Mazhab, (Ciputat: Pustaka Cendekiamuda, 2016),
h.81-82.
3
Ibid., 82.
4
Al Quran dan Terjemahnya, Kementrian Agama RI, tahun 2012, h.
92.
3

ِ َ‫ من َل يَْنع ِمن ال ّْج حاجة ظ‬: ‫ال‬ ِ


‫اىَرة اَْو‬ َ َ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ َ‫صلَّى اهلله َعلَْيو َو َسلَّ َم ق‬ ّْ َِّ‫َع ِن الن‬
َ ‫ب‬
‫ت اِ ْن َشاءَ يَ هه ْوِديِّا َو اِ ْن‬ ِ
َ ‫هس ْلطَان َجا ئر اَْو َمَرض َحابِس فَ َما‬
ْ ‫ت َو َلْ َيه َّج فَ ْليَ هم‬
)‫الدا ِرِمي‬
َ ‫(رَواهه‬ ِ َ‫شاَء ن‬
َ ‫صَرانيِّا‬
ْ َ

Artinya : “Dari Nabi Saw. Beliau bersabda : Barang siapa


yang tidak terhalang untuk berangkat haji oleh
suatu hajat (kebutuhan) yang mendesak, tidak
terhalang oleh penguasa yang jahat, atau dia tidak
terhalang oleh penyakit yang parah tetapi dia
tidak melaksanakan haji, maka silahkan apakah
mau mati sebagai Yahudi atau Nasrani.”5 (H.R.
Addarimi).
Berdasarkan Al-Qur’an dan hadits tersebut di atas secara
umum kemampuan fisik (badan), bekal dan transportasi menjadi
hal yang paling utama dalam istitha’ah seseorang dalam ibadah
haji maupun umrah.6 Kesehatan adalah modal dalam perjalanan
ibadah haji. Kondisi kesehatan yang tidak memadai, niscaya
pencapaian ritual peribadatan menjadi tidak maksimal. Oleh
karena itu setiap jamaah haji perlu menyiapkan diri agar memiliki
status kesehatan yang optimal dan mempertahankannya. Salah
satu upaya yang dilakukan adalah dengan pemeriksaan kesehatan
jamaah haji sebelum keberangkatannya ke Arab Saudi.

5
Ahmad Kartono, Solusi Hukum Manasik Dalam Permasalahan
Ibadah Haji Menurut Empat Mazhab, (Ciputat: Pustaka Cendekiamuda, 2016),
h. 123.
6
Kementerian Agama RI Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji
dan Umrah, Keputusan Mudzakarah Perhajian Indonesia, (Jakarta: Dirjen
Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2015), h. 12.
4

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1394 /


MENKES / SK / XI / 2002 menimbang bahwa penyelenggaraan
ibadah haji tidak saja memerlukan persiapan dari aspek tuntutan
agama tapi juga kesiapan fisik agar ibadah haji dapat berjalan
dengan aman, tertib dan lancar.

Pelayanan kesehatan adalah pemeriksaan, perawatan dan


pemeliharaan kesehatan jamaah haji untuk menjaga agar jamaah
haji tetap dalam keadaan sehat antara lain tidak menularkan atau
ketularan penyakit selama menjalankan ibadah haji. Dalam
kaitannya dengan pelayanan kesehatan, kinerja yang diakukan
dalam hal ini yakni peningkatan pelatihan petugas kesehatan
dengan kurikulum yang mengarah kepada : (1) peningkatan
kemampuan teknis dan medis yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan jamaah haji (2) penguasaan materi khusus misalnya
penanganan kasus meningitis dan formularium obat haji (3)
peningkatan kinerja petugas sehingga tercipta petugas yang
berdedikasi dan bertanggung jawab. Kemudian pemerintah juga
melakukan penyuluhan kesehatan kepada jamaah haji dengan
tujuan : (1) menumbuhkan pengertian calon jamaah tentang
kondisi sehat yang sangat diperlukan dalam melaksanakan ibadah
haji (2) meningkatkan pengetahuan tentang pemeriksaan
kesehatan calon jamaah haji sesuai ketentuan dan direkam dalam
buku kesehatan haji (3) melakukan rujukan calon jamaah haji
5

resiko tinggi sesegera mungkin bagi yang memerlukan


7
pemeriksaan lebih lanjut.

Pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan terdiri dari


pelayanan kesehatan di daerah (pemerikasaan kesehatan sebelum
keberangkatan/ pra haji dan pada saat kepulangan/ pasca haji),
pelayanan kesehatan di embarkasi dan debarkasi, pelayanan
kesehatan selama penerbangan, pelayanan kesehatan selama di
Arab Saudi, dan pelayanan kesehatan dikelompok terbang.
Pelayanan kesehatan tersebut satu dengan lainnya merupakan
proses pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan
komperhensif.8

Dalam tahapan ini juga dilakukan pemerikasaaan tes


kehamilan, vaksin meningitis meningokokus, pembinaan dan
penyuluhan kesehatan, pelayanan rujukan dan pengamatan
penyakit, pemeriksaan di embarkasi dilakukan secara selektif,
termasuk kelengkapan dokumen kesehatan haji.9
Penyelenggaraan kesehatan haji merupakan tugas nasional dan
dilaksanakan oleh pemerintah secara interdepartemental.10

Persiapan sebelum keberangkatan ke Tanah Suci Makkah


al-Mukarramah mencakup kekuatan fisik dan mental dalam
keadaan prima, karena keadaan Arab Saudi berbeda dengan
7
Ahmad Nizam, Manajemen Haji, (Jakarta: Zikru Hakim, 2000), h.
78.
8
Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Jamaah Haji (Keputusan
Menkes RI No. 442/MENKES/SK/VI/2009) h.13.
9
Muhammad Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta: FDK
Press, 2008), h. 159.
10
UU. No. 17 tahun 1999 BAB III Pasal 6 ayat 1, Penyelengaraan
Ibadah Haji.
6

keadaan di Indonesia, yaitu cuaca dan iklim yang lebih tinggi,


keadaan lingkungan yang lebih beraneka ragam, serta jenis
makanan yang berbeda. Kini pusat Kesehatan telah berperan aktif
untuk mempersiapkan dan upaya pencegahan dalam menjaga
kesehatan jamaah haji dari sebelum pemberangkatan ibadah haji,
yakni dalam bentuk kegiatan pembinaan kesehatan jamaah haji
yang dilakukan secara intensif dan terus menerus sejak terdaftar
sampai saat keberangkatan yang meliputi aspek-aspek kesehatan
umum. Untuk mempersiapkan, meningkatkan dan
mempertahankan kondisi kesehatan jamaah haji diperlukan suatu
sistem dan manajemen pembinaan dan pemberian pelayanan
kesehatan secara terpadu dan menyeluruh. Dari data yang
diperoleh dari Kemenkes jumlah jamaah risti pada tahun 2013,
serta tahun 2014 jemaah risti mengalami peningkatan. Pada tahun
2013 presentase jumlah jamaah haji risti sebesar 51% dan pada
tahun 2014 menjadi 54,7%.11 Sehingga terjadi calon jamaah haji
risti ikut dalam keberangkatan. Berikut data dari SISKOHATKES
mengenai profil jamaah haji.

Profil jamaah haji Indonesia berdasarkan data Sistem


Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (SISKOHATKES),
pemberian tanda pada jamaah haji yang dapat diberangkatkan
dibagi menjadi tiga warna yakni, hijau, kuning, dan merah.
Warna hijau merupakan jumlah tanda yang di berikan kepada
jamaah haji yang berumur lebih dari 60 tahun, namun tidak
mempunyai riwayat penyakit apapun. Warna kuning merupakan

11
KEMENKES RI, Laporan Kinerja Pusat Kesehatan Haji Tahun
Anggaran 2016 , (Jakarta : Pusat Kesehatan Haji 2016), h. 5.
7

jumlah tanda yang di berikan kepada jamaah haji yang berumur


kurang dari 60 tahun, namun memiliki factor resiko penyakit
tertentu. Serta warna merah merupakan jumlah tanda jamaah haji
yang berumur lebih dari 60 tahun, dan mempunyai penyakit
tertentu. Hampir setiap tahun 60% - 67% dari total jamaah haji
yang berangkat ke Tanah Suci, tergolong dalam kelompok risiko
tinggi (risti) yang dapat membahayakan keselamatan dan
kesehatan jamaah haji dalam menjalankan ibadahnya di Tanah
Suci12. Angka kesakitan dan kematian cenderung berfluktuatif,
namun masih dapat dinyatakan tinggi.

Oleh karena itu dalam pelayanan kesehatan jamaah haji


diperlukan tenaga kesehatan dalam jumlah, jenis, serta kualifikasi
yang sesuai, yang diharapkan mampu menampilkan kinerja yang
optimal dalam menekan angka kesakitan dan kematian jamaah
haji.

Berdasarkan paparan yang telah dijelaskan tersebut di


atas, membuat penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian
dalam rangka menyelesaikan tugas akhir skripsi dalam rangka
meraih gelar kesarjanaan pada bidang manajemen haji dan
umrah, denagn judul : “Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji
dalam Perspektif Kementerian Kesehatan RI”

12
KEMENKES RI, Pemeriksaan Dan Pembinaan Kesehatan Haji
Mencapai Istita’ah Kesehatan Jamaah Haji Untuk Menuju Keluarga Sehat,
(Kemenkes: Sekjen Pusat Kesehatan Haji, 2017), h.3.
8

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka


penulis membatasi masalah yang akan dibahas hanya pada
Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas maka pokok masalah


yang akan diteliti dalam skripsi ini dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Apa ketentuan istitha’ah ibadah haji berdasarkan empat


Imam Mazhab’ ?
b. Apa saja ketentuan istitha’ah kesehatan bagi jamaah haji
berdasarkan regulasi Kementerian Kesehatan ?
c. Bagaimana proses penentuan istitha’ah kesehatan
(istitha’ah badaniah) jamaah haji yang dapat
diberangkatkan melaksanakan haji ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang


telah dikemukakan penulis maka dalam hal ini yang menjadi
tujuan dilaksanakannya penelitian adalah:

a. Untuk mengetahui apa yang menjadi ketentuan istitha’ah


dalam ibadah haji.
9

b. Agar dapat mengetahui ketentuan istita’ah kesehatan


dalam pemeriksaan kesehatan jamaah haji.
c. Untuk menegetahui proses penetuan kriteria kesehatan
(istitha’ah badaniah) jamaah yang dapat diberangkatkan
menunaikan ibadah haji.
2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin penulis capai dalam


penelitian ini adalah:

a. Manfaat Akademik
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi terkait istitha’ah kesehatan jamaah haji,
umumnya bagi masyarakat dan khususnya bagi
mahasiswa jurusan manajemen haji dan umrah.
2) Dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan mutu
kesehatan jamaah haji Indonesia, sehingga mereka
dapat melaksanakan ibadahnya dengan tenang,
aman, dan lancar.
b. Pengembangan Khazanah Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian yang


menarik dan dapat menambah wawasan khazanah
keilmuan bagi para pembaca khususnya mahasiswa
Manajemen Dakwah, serta dapat berguna bagi banyak
pihak terutama sebagai tambahan referensi atau
perbandingan bagi studi-studi yang akan datang.
10

c. Manfaat Praktisi

Sebagai pengembangan khazanah ilmu pengetahuan


tentang istitha’ah kesehatan jamaah haji yang
dilaksanakan oleh Kementrian Kesehatan, yakni sebagai
pembuat peraturan terkait kesehatan, khususnya bagi
jurusan Manajemen Haji dan Umrah pada Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, diharapkan kelak
alumninya dapat berperan dalam mensukseskan
penyelenggaraan ibadah haji bidang kesehatan.

D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah


metode kualitatif. Menurut Prof. Dr. Sugiyono, penelitian
kualitatif adalah pengumpulan data yang dipadu oleh fakta-
fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan.13

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang


menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
(Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1990).14 Metode
penelitian kualitatif juga sering disebut sebagai metode
konstruktif karena dengan metode kualitatif dapat ditemukan

13
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,
2010), h. 3.
14
Nurul Zuhriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan,
(Jakarta:Bumi Aksara, 2009), h. 92.
11

data-data yang berserakan, selanjutnya dikonstruksikan dalam


suatu tema yang lebih bermakna dan mudah difahami.15

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Pusat Kesehatan Haji


Kementerian Kesehatan RI. Sedang objek penelitian ini adalah
mengenai Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji.

3. Sumber Data

Sumber data merupakan hal yang penting dalam


penelitian untuk mengetahui benar atau tidaknya sebuah
penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan sumber data
dari :

a. Data Primer

Merupakan data utama yang diperoleh langsung


dari responden berupa catatan tulis dari hasil wawancara,
serta dokumentasi dengan pihak Kementerian Kesehatan
RI.

b. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari sumber-


sumber yang tertulis dalam buku dan literatur terkait.

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Jl. H. R. Rasuna Said, RT. 1/RW. 2, Karet Kuningan,


Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibu

15
Sugiyono, metode Penelitian Manajemen, h. 347.
12

Kota Jakarta 12940. Dilakukan pada tanggal 10 April 2018


sampai dengan 23 Mei 2018.

F. Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara

Wawancara dalam bahasa inggris disebut interview,


merupakan percakapan dua orang atau lebih dan berlangsung
antara narasumber dan pewawancara. Wawancara sebagai
salahsatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara penyampaian sejumlah pertanyaan dari pewawancara
(penulis) kepada narasumber (responden). 16

Penulis mengadakan komunikasi langsung dengan


beberapa pihak dalam bentuk wawancara. Memberikan
pertanyaan dan mendengarkan jawaban keterangan atau
informasi dari pihak Kementrian Kesehatan.

2. Observasi

Observasi merupakan proses pencatatan pola prilaku


subjek (orang), objek (benda), atau kejadian yang sistematis
tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-
individu yang diteliti.17 Dalam hal ini, peneliti mengamati
langsung dan mencatat hal-hal yang diperlukan dalam
penelitian agar data yang diperoleh lebih akurat.

16
https://id.m.wikipedia.org/wiki/wawancara , diakses, 11 November
2017 pukul 13.00 WIB.
17
Sugiono, Metode penelitian pendidikan, (Jakarta: 2010) h. 171.
13

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah data pendukung yang memperkuat


data primer yang didapat dari sumber data yang berupa
dokumentasi dan laporan yang ada hubungannya dengan
masalah yang dibahas.

G. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang penulis lakukan adalah


pengumpulan data-data wawancara, observasi dan bahan-bahan
pustaka. Selanjutnya data-data tersebut diolah dengan
menggunakan pola deskriptif analisis yaitu memaparkan semua
data dan informasi yang diperoleh kemudian menganalisa data
dan menguraikan secara jelas dan utuh dengan permasalahan
yang ada yaitu sesuai dengan judul skripsi penulis “Istitha’ah
Kesehatan Jamaah Haji dalam Perspektif Kementerian Kesehatan
RI”.

H. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini, langkah awal yang penulis


tempuh adalah mengkaji pustaka-pustaka yang ada sebelum
penulis mengadakan penelitian lebih lanjut dan menyusunnya
menjadi suatu karya ilmiah.

Adapun kajian pustaka yang memiliki judul hampir sama


dengan yang ditulis oleh penulis adalah yang pertama penelitian
yang dilakukan oleh Akhmad Al Habasah, dalam penelitiannya
yang berjudul “Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji
14

Pada Musim Haji 2016 Di Embarkasi Jakarta Pondok Gede”.


Dalam penelitian ini memaparkan tentang manajemen pelayanan
kesehatan bagi jamaah haji pada Embarkasi Jakarta.

Isnaini S, yang dalam penelitiannya berjudul “Manajemen


Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Pada Musim Haji Tahun 2010”. Dalam skripsi ini
memaparkan tentang bagaimana sistem manajemen pelayanan
kesehatan yang diterapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang
kepada jamaah haji sesuai dengan fungsi manajemen serta aspek
yang dilayani.

Kajian pustaka selanjutnya adalah penelitian yang


dilakukan oleh Putri Debby Iswara.R, dalam penelitiannya yang
berjudul “Evaluasi Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji Pada Pusat
Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI Tahun 2014”. Dalam
penelitian ini memaparkan tentang hasil evaluasi kinerja
kesehatan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehata RI.

Dari ketiga penelitian diatas, tidak ada kesamaan judul


dan materi pembahasan yang berkaitan dengan istitha’ah.
Sedangkan yang penulis kaji adalah membahas tentang Istitha’ah
Kesehatan Jamaah Haji dalam Perspektif Kemeterian Kesehatan
RI.
I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima


Bab, adapun sebagai berikut :
15

BAB I : Pendahuluan, pada bab ini penulis menguraikan


latar belakang masalah, pembatasan masalah dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian,
lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, tinjauan
pustaka dan sistematika penulisan skripsi, serta konsep, yang
dipakai dalam membahas masalah ini.

BAB II : Landasan Teori, Bab ini menguraikan teori


tentang pengertian istitha’ah, pengertian kesehatan, pengertian
jamaah, pengertian haji, pengertian perspektif, Kementerian
Kesehatan, pelayanan kesehatan haji, klasifikasi jamaah haji,
standar kelayakan kesehatan jamaah haji.

BAB III : Gambaran Umum Pusat Kesehatan Haji pada


Kementerian Kesehatan RI, Bab ini membahas tentang profil
umum, visi dan misi, tugas pokok dan fungsi, tujuan, sasaran,
kebijakan, strategi dan target, struktur organisasi Pusat
kesehatan haji.

BAB IV : Analisis Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji, Bab


ini menguraikan tentang ketentuan istitha’ah dalam ibadah haji
berdasarkan hukum syara’, ketentuan istitha’ah berdasarkan
regulasi Kementerian Kesehatan, dan proses penetuan (istitha’ah
badaniah) jamaah haji yang dapat diberangkatkan melaksanakan
haji.

BAB V : Penutup, Bab ini berisikan kesimpulan dan saran


dari uraian dan pembahasan skripsi dari mulai Bab I sampai
16

dengan Bab V, selanjutnya disertakan pula daftar pustaka dan


lampiran-lampiran yang diperlukan.

J. Teknik Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk kepada


Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor : 507
Tahun 2017, Tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ditetapkan
di Jakarta, pada tanggal 14 Juni 2017.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji


1. Pengertian Istitha’ah

Menurut bahasa (Etimologi), istitha‟ah berarti


kemampuan dan kesanggupan melakukan sesuatu. Menurut
istilah, istitha‟ah adalah kemampuan fisik , kemampuan harta
dan kemampuan pada waktu seseorang hendak mengerjakan
haji atau umrah.1 Istitha‟ah adalah kemampuan atau
kesanggupan fisik/badan, biaya dan keamanan untuk
melakukan perjalanan ke Mekkah dalam rangka ibadah haji.2

Berdasarkan ayat Al-Qur‟an surat Ali-Imran ayat 97:

َِ‫ِسبهيالً َِوَمنِ َك َفَرِفَهإ َّنِالل‬ ‫تِم هنِاستَطَ ه ه‬


‫ه‬ ‫للهِعلَىِالن ه ه‬
َ ‫اعِإلَْيه‬
َ ْ َ ‫َّاسِح ُّجِالْبَ ْي‬ َ ِ ‫َو‬
َِ ‫ِع هنِالْ َعالَ هم‬
ِ‫ي‬ ٌّ ‫َغ ه‬
َ ‫ِن‬

Artinya: “Dan diantara kewajiban manusia terhadap Allah


adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu
bagi orang-orang yang mampu mengadakan
perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari

1
Kementerian Agama RI Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji
dan Umrah, Keputusan Mudzakarah Perhajian Indonesia, (Jakarta: 2015), h.
10.
2
Ahmad Kartono, Solusi Hukum Manasik Dalam Permasalahan
Ibadah Haji Menurut Empat Mazhab, (Jakarta: Pustaka Cendikiamuda, 2016),
h.16.

17
18

kewajiban haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha


Kaya dari seluruh alam”.3 (Q.S. Ali-Imran: 97).
Berdasarkan ayat tersebut, para ulama fikih terdapat
perbedaan pendapat terkait dalam mengartikan batasan-
batasan serta aspek-aspek kemampuan (istitha‟ah) dalam
melaksanakan ibadah haji.

Berdasarkan pemahaman para ulama mazhab, mazhab


Imam Hanafi mengatakan bahwa makna dari istitha‟ah terbagi
menjadi tiga kategori yakni (1) istitha’ah maliyah
(kemampuan biaya), (2) istitha’ah badaniyyah (kemampuan
kesehatan), (3) istitha’ah amniyyah (kemempuan keamanan
selama perjalanan dan sampai ke tanah air).4 Seseorang yang
termasuk dalam golongan istitha‟ah menurut mazhab Hanafi
wajib melaksanakan haji. Kemampuan yang pertama
mencakup kemampuan dalam membiayai dirinya dalam
keberangkatan hingga pemulangan, membiayai dirinya selama
berada di tanah suci, serta mampu membiayai keluarga yang
ditinggalkan di tanah air. Kemampuan yang kedua adalah
kemampuan kesehatan badan, seorang yang akan
melaksanakan ibadah haji harus mampu dalam kesehatan
jasmani dan rohani untuk melakukan perjalanan ibadah haji,
tidak terdapat penyakit yang membahayakan dirinya bahkan
penyakit menular yang akan membuat orang lain terbebani,
orang yang buta, lumpuh, cacat, dan memiliki usia lanjut yang

3
Al Quran dan Terjemahnya, Kementrian Agama RI, tahun 2012, h.
92.
4
Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve), Cet. Ke-7, h. 259.
19

tidak mampu berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain tidak


wajib melaksanakan ibadah haji. Kemampuan yang ketiga
yaitu kemampuan yang menjamin keselamatan dan keamanan
selama dalam perjalanan termasuk adanya seorang mahram
bagi perempuan, mahram yang baligh berakal, tidak fasik
untuk menemani perempuan selama melakukan perjalanan
dalam ibadah haji, bahkan meliputi keamanan bagi keluarga
yang ditinggalkan di tanah air.

Istitha‟ah menurut mazhab Maliki adalah kemampuan


untuk pergi dan sampai di Mekkah baik berjalan kaki atau
dengan menaiki kendaraan. Menurut mazhab Maliki istitha‟ah
dibagi menjadi tiga aspek yaitu, (1) kesehatan jasmani, (2)
kemampuan biaya, (3) kemampuan fasilitas kendaraan dan
jalan untuk sampai ke Mekkah.5

Kemudian mazhab Imam Syafi‟I membagi makna


istitha‟ah kedalam tjuh aspek, yaitu: (1) kemampua kesehatan
jamaah yang dapat diukur dengan kemampuan untuk duduk
diatas kendaraan tanpa menimbulkan kesulitan, (2)
kemampuan untuk biaya pergi dan pulang, (3) adanya
kendaraan, (4) adanya bekal selama pelaksanaan ibadah haji,
(5) adanya keamanan, baik dalam perjalanan atau di tanah
suci, (6) harus ada mahram bagi perempuan, (7) kemampuan

5
Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve), Cet. Ke-7, h. 259.
20

untuk sampai tujuan pada batas wak tu yang ditentukan, sejak


bulan syawal sampai dengan tanggal 10 dzulhijjah.6

Mazhab Hambali mensyaratkan istitha‟ah menjadi 2


aspek yakni kemampuan menyiapkan bekal dan (ongkos)
kendaraan.7 Hal ini berdasarkan hadits riwayat Daruquthni :

‫ يا َ َر ُسوْ َل للاِ ما َ السبِ ْي ُل ؟ قَا َ َل الزا ُد َو‬: ‫ قا َ َل َر ُجل‬,ِ ‫الح َس ِن‬ َ ُ‫ع َْن يُوْ ن‬
َ ‫س َع ِن‬
) ‫احلَةُ (رواه الدار قطني‬ ِ ‫الر‬

Artinya : Dari Yunus, dari Al hasan berkata, ada seorang laki-


laki berkata : Ya Rasulullah, apakah yang disebut sabil
(jalan) itu ? Rasulullah menjawab : bekal dan
kendaraan. (HR. Daruquthi).8
Menyatakan bahwa pernah seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah SAW untuk bertanya tentang sesuatu yang
mewajibkan haji itu ialah bekal dan kendaraan.9

Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) aspek


dikatakan seseorang itu istitha‟ah dalam melaksanakan ibadah
haji adalah apabila jasmaniah, ruhaniah, dan pembekalan
memungkinkan ia untuk menunaikan tanpa menelantarkan
kewajiban terhadap keluarga.10

6
Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve), Cet. Ke-7, h. 260.
7
Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve), Cet. Ke-7, h. 260.
8
Kementerian Agama RI, Keputusan Mudzakarah Perhajian
Indonesia, (Jakarta: KEMENAG RI, 2015), h. 11.
9
Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve), Cet. Ke-7, h. 261.
10
Asrorun Ni‟am Sholeh, Istitha’ah Kesehatan Dalam Haji
Perspektif Fatwa MUI, (Jakarta: Bidakara: 2017), h. 9.
21

Dari penjelasan terkait pengertian istitha‟ah diatas,


maka penulis dapat mengemukakan bahwa makna istitha‟ah
adalah kemampuan atau kesanggupan fisik/badan, biaya untuk
selama perbekalan serta untuk keluarga yang ditinggalkan dan
keamanan bagi seseorang untuk melakukan perjalanan ke
tanah suci dalam rangka ibadah haji.

2. Pengertian Kesehatan

Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari badan, jiwa


dan social yang memungkinkan hidup produktif secara social
dan ekonomi. Maka kesehatan harus dilihat sebagai satu
kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan
social dan didalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian
integral kesehatan.11 Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Kesehatan adalah sebagai ketahanan „jasmaniah,
ruhaniyah, dan sosial‟ yang dimiliki manusia sebagai karunia
Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-
Nya, dan memelihara serta mengembangkannya.12

Dari pemaparan mengenai pengertian kesehatan maka


dapat dikatakan kesehatan adalah kekuatan atau ketahanan
jasmani dan ruhani yang dimiliki manusia dan harus dijaga
untuk kestabilan hidup dan produktif dalam kegiatan social
dan ekonomi.

11
UU No. 23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan.
12
Majelis Ulama Indonesia, Musyawarah Nasional Ulama, Tahun
1983.
22

3. Pengertian Jamaah

Secara bahasa (Etimologi), jamaah diambil dari kata


‫جمع‬ jama‟a, artinya mengumpulkan sesuatu dengan
mendekatkan sesuatu dengan mendekatkan sebagian denagan
sebagian lain. Seperti kalimat ‫ جمعتو‬jama’tuhu (saya telah
mengumpulkannya); ‫ فاجتمع‬fajtama’a (maka berkumpullah).
Kata tersebut juga berasal dari kata ‫االجتماع‬ ijtima’
(perkumpulan).13

Arti jamaah dalam ensiklopedia bahasa Indonesia


adalah wadah bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah.14
Sedangkan jamaah menurut istilalah dapat diartikan sebagai
pelaksanaan ibadah secara bersama-sama yang dipimpin
seorang imam.15 Dari penjelasan terkait pengertian jamaah
tersebut, penulis dapat mengemukakan bahwa jamaah adalah
sekemupulan orang yang berkumpul sama-sama melakukan
ibadah yang dipimpin seorang imam.

4. Pengertian Haji

Haji menurut bahasa ialah Al-qashdu artinya


menyengaja.16 Menurut istilah syara‟ haji ialah sengaja

13
Abdullah Bin Abdil Hamid Al-Atsari, Intisari Aqidah Ahlus
Sunnah Wal Jemaah, ter. Farid Bin Muhammad Bathathy (Jakarta: Pustaka
Imam Asy-Syafi‟I, 2006), h. 54.
14
Zurizal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga
Penelitian Universitas Islam, 2008), h. 185.
15
Zurizal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga
Penelitian Universitas Islam, 2008), h. 186.
16
Zainal Muttaqin, Pendidikan Agama Islam Fiqih, (Semarang: PT.
Karya Toha Putra, 2009), h. 60.
23

mengunjungi Ka‟bah untuk melaksanakan serangkaian amal


ibadah sesuai dengan syarat dan rukun tertentu.17 Dalam buku
Fiqih Empat Mazhab bagian ibadat (puasa, zakat, haji, kurban)
menyatakan yang dimaksud dengan “Haji” secara bahasa
adalah kemuliaan, sedangkan menurut istilah adalah amalan-
amalan tertentu dan cara tertentu pula.18

Dapat disimpulkan dari penjelasan mengenai


pengertian haji diatas, bahwa haji adalah serangkaian kegiatan
ibadah yang dilakukan dengan sengaja mengunjungi Baitullah
dengan syarat dan rukun tertentu agar mendapat kemuliaan
dan keridhaan Allah SWT.

Dari penjelasan tersebut maka dapat dikemukakan


istitha‟ah kesehatan jamaah haji adalah kemampuan jamaah
haji dari segi kesehatan baik fisik dan mental yang telah
dilakukan dengan proses pemeriksaan dan dapat
dipertanggung jawabkan sehingga jamaah haji dapat
diberangkatkan untuk meunaikan ibadah haji.

5. Klasifikasi Kesehatan Jamaah Haji

Sebagaimana pengertian jamaah haji yang telah


diuraikan. Klasifikasi jamaah haji Indonesia menurut tingkat
kondisi kesehatannya adalah sebagai berikut :

17
Kementerian Agama RI Ditjen PHU, Dinamika dan Perspektif Haji
Indonesia, (Jakarta: Ditjen PHU Kemenag RI, 2010), h. 87.
18
Abdurrahman al-Zaziri, Fiqih Empat Mazhab Bagian Ibadat
(Puasa, Zakat, Haji, Kurban), (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), cet. Ke- 1, h.
177.
24

a. Jamaah haji mandiri adalah jamaah haji yang memiliki


kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa
tergantung kepada bantuan alat/obat dan orang lain.
b. Jamaah haji observasi adalah jamaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan
bantuan alat atau obat.
c. Jamaah haji pengawasan adalah jamaah haji yang
memiliki kemapuan mengikuti perjalanan ibadah haji
dengan bantuan alat atau obat dan orang lain.
d. Jamaah haji tunda adalah jamaah haji yang kondisi
kesehatannya tidak memenuhi syarat untuk mengikuti
perjalanan haji.
e. Jamaah haji risiko tinggi adalah jamaah haji dengan
kondisi kesehatan yang secara epidemiologi berisiko sakit
dan atau mati selama perjalanan ibadah haji, meliputi :
1) Jamaah haji lanjut usia.
2) Jamaah haji penderita penyakit menular tertentu
yang tidak boleh terbawa keluar dari Indonesia
berdasarkan peraturan kesehatan yang berlaku.
3) Jamaah haji wanita hamil.
4) Jamaah haji dengan ketidak mampuan tertentu
terkait penyakit kronis dan atau penyakit tertentu
lainnya.19

19
Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Haji, (Pusat
Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI: 2010), h. 3-4.
25

6. Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji

Pelayanan kesehatan haji adalah rangkaian kegiatan


pelayanan kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan,
bimbingan dan penyuluhan kesehatan haji. Pelayanan
kesehatan, imunisasi, surveilan, dan respon KLB (Kejadian
Luar Biasa), penanggulangan KLB, dan musibah masal,
kesehatan lingkungan dan manajemen penyelenggaraan
kesehatan haji.20

Pelayanan kesehatan haji bertujuan untuk memberikan


pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya
bagi jamaah haji pada bidang kesehatan, sehingga jamaah haji
dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran
agama Islam. Tujuan tersebut dicapai melalui upaya-upaya
peningkatan kondisi kesehatan sebelum keberangkatan,
menjaga kondisi sehat selama menunaikan ibadah sampai tiba
kembali di Indonesia, serta mencegah transmisi penyakit
menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh jamaah
haji.21

Kesehatan adalah modal perjalanan ibadah haji, tanpa


kondisi kesehatan yang memadai, niscaya prosesi ritual
peribadatan menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu setiap
jamaah haji perlu menyiapkan diri agar memiliki status

20
Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji, (Departemen
Kesehatan RI: 2009), h. 5.
21
Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Haji, (Pusat
Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI: 2010), h. 7.
26

kesehatan optimal dan mempertahankannya. Untuk itu, upaya


pertama yang perlu ditempuh adalah pemeriksan kesehatan.

Pemeriksaan kesehatan merupakan upaya identifikasi


status kesehatan sebagai landasan karakteristik, prediksi dan
penentuan penetapan cara eleminasi faktor risiko kesehatan.
Dengan demikian, prosedur dan jenis-jenis pemeriksaan mesti
diaksanakan secara holistic.22

Pemeriksaan kesehatan jamaah haji adalah penilaian


status kesehatan bagi jamaah haji yang telah memiliki nomor
porsi sebagai upaya persiapan kesanggupan ber-haji melalui
mekanisme baku pada sarana pelayanan kesehatan standar
yang diselenggarakan secara kontinium (berkesinambungan)
dan komprehensif (menyeluruh), yang dimaksud kontinium
dan komprehensif yaitu : bahwa proses dan hasil pemeriksaan
selaras dan bermanfaat bagi pelayanan kesehatan dalam
rangka perawatan dan pemeliharaan, serta upaya-upaya
pembinaan dan perlindungan jamaah haji.23

Untuk memberikan pelayanan bagi jamaah haji yang


mempunyai kategori risiko tinggi yaitu kondisi penyakit
tertentu yang terdapat pada jamaah haji yang dapat
memperburuk kesehatannya selama menjalankan ibadah haji
maka mulai tahun 1999 dibentuk kloter khusus bagi jamaah
risiko tinggi. Kloter risti ini adalah kloter jamaah haji biasa

22
Ibid, h. 7.
23
Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Haji, (Pusat
Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI: 2010), h. 8.
27

yang dipersiapkan bagi jamaah haji risiko tinggi dengan


pelayanan khusus di bidang pelayanan umum, ibadah dan
kesehatan serta fasilitas lainnya untuk menghindarkan lebih
berisiko tinggi dengan mengarah kepada terwujudnya ibadah
yang sah, lancar dan selamat.24

B. Perspektif Kementerian Kesehatan


1. Pengertian Perspektif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian


perspektif adalah cara melukiskan suatu benda pada
permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh
mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya).25
Menurut Martono, perspektif adalah suatu cara pandang
terhadap suatu masalah yang terjadi, atau sudut pandang
tertentu yang digunakan dalam melihat suatu fenomena.26
Dapat disimpulkan bahwasannya perspektif adalah sebagai
cara seseorang dalam menilai sesuatu yang bisa dipaparkan
baik secara lisan maupun tulisan.

2. Kementerian Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


(Kemenkes RI) adalah kementerian dalam Pemerintahan
Indonesia yang membidangi urusan kesehatan. Kementerian

24
Ahmad Nizam dan Alatif Hasan, Manajemen Haji, (Jakarta: Zikru
Hakim, 2000), h. 2.
25
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Perspektif,
https://kbbi.web.id/perspektif, diakses 25 Maret 2018, pukul 20:04 WIB.
26
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-perspektif-atau-
sudut-pandang/, diakses 25 Maret 2018, pukul 20:29 WIB.
28

Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada


Presiden.27 Menurut KBBI Kementerian Kesehatan
adalah pekerjaan (urusan) negara terkait kesehatan yang
dipegang oleh seorang menteri.28

Dari penjelasan tersebut maka perspektif Kementerian


Kesehatan adalah cara kementerian yang membidangi masalah
kesehatan dalam menggambarkan atau memaparkan baik
secara lisan maupun tulisan mengenai keadaan kesehatan.

3. Perspektif Kementerian Kesehatan

Perspektif Kementerian Kesehatan adalah suatu


pandangan dan penilaian kementerian yang membidangi
kesehatan terkait ketentuan kesehatan yang dipaparkan secara
lisan maupun tulisan serta dapat dipertanggung jawabkan. 29

27
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Depkes, (Jakarta:
Kemenkes RI, 2016).
28
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kementerian Kesehatan,
https://kbbi.web, diakses 25 Maret 2018, pukul : 21:04 WIB.
29
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Depkes, (Jakarta:
Kemenkes RI, 2016).
BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

A. Profil Umum Kementerian Kesehatan RI Pusat Kesehatan


Haji
Kementerian Kesehatan RI adalah Kementerian dalam
Pemerintah Indonesia yang membidangi Urusan Kesehatan.
Berdasarkan Permenkes Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Pusat
Kesehatan Haji adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas
Kementerian Kesehatan dibidang kesehatan haji yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan
melalui Sekretaris Jendral.1

Penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas Nasional


dan dilaksanakan oleh Pemerintah secara inter departemental
(UU No. 17 tahun 1999 Bab III pasal 6 ayat 1). Kementerian
Kesehatan merupakan salah satu Kementerian terkait dan
bertanggung jawab dalam masalah pengamanan kesehatan bagi
calon atau jamaah haji Indonesia. Keterlibatan Kementerian
Kesehatan dalam penyelenggaraan ini perlu terus ditingkatkan
untuk mencapai tujuan jangka panjang bidang Agama, antara lain

1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Laporan Kinerja,
(Jakarta: Pusat Kesehatan Haji, 2016), h. 1.

29
30

:2 Menjalankan usaha untuk terus meningkatkan pelayanan dan


kelancaran penunaian ibadah haji bagi umat Islam sesuai dengan
kemampuan masyarakt (TAP MPR No. II/MPR/1993). Tanggung
jawab pelayanan kesehatan ini meliputi sejak sebelum
keberangkatan ke Arab Saudi, diperjalanan pergi/pulang, selama
di Arab Saudi dan setelah kembalinya jamaah haji ke tanah air.
Sebelum keberangkatan Kementerian Kesehatan telah
menyiapkan sarana, prasarana termasuk tenaga kesehatan haji
dalam mengidentifikasi status kesehatan calon haji yang
memenuhi persyaratan kesehatan (Istitha’ah kesehatannya) untuk
berangkat ke Arab Saudi, rujukan bagi calon jamaah haji yang
berisiko tinggi, pembinaan kesehatan yang dikoordinasikan
dengan pihak terkait seperti Kementerian Agama, KBIH, LSM
Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat), Askes, dll.

B. Visi dan Misi Kesehatan Haji Indonesia3


1. Visi

Calon jamaah haji bebas penularan penyakit, mandiri


dalam pemeliharaan kesehatan, untuk istitha’ah ibadah haji.

2. Misi
a. Memfasilitasi terselenggaranya upaya-upaya mencapai
kemandirian calon/ jamaah haji dalam pemeliharaan
kesehatannya dan prilaku hidup sehat.
2
Profil Kesehatan Haji Indonesia, (Kementerian Kesehatan: 2008), h.
2.
3
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Kesehatan Haji,
(Kementerian Kesehatan: 2008), h. 7-10.
31

b. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan kesehatan haji.


c. Mengembangkan dan memanfaatkan jejaring informasi
telekomunikasi berbasis computer untuk pengambilan
keputusann dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
d. Mengembangkan dan meningkatkan sumber daya
manusia yang berpengetahuan, terampil, berdedikasi,
dan profesional dalam kesehatan haji.
e. Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dalam
surveilans, penanggulangan KLB/ wabah dan bencana
atau musibah masal.
f. Mengembangkan kemitraan dengan lembaga swadaya
masyarakan (LSM), organisasi profesi, badan pengelola
pembiayaan pemeliharaan kesehatan, lembaga/ badan
penelitian dan kerjasama lintas program serta lintas
sector.
C. Tugas Pokok dan Fungsi
Pusat Kesehatan Haji mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan dan pemantauan,
evaluasi dan pelaporan dibidang pelayanan kesehatan haji sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.4 Dalam
penyelenggaraan operasional perkantoran, personil Pusat
Kesehatan haji yang berjumlah 50 orang aparatur sipil negara
didukung oleh 54 orang tenaga honorer yang terdiri dari 35 orang
laki-laki dan 19 orang perempuan. Tingkat pendidikan pegawai

4
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Laporan Kinerja,
(Jakarta: Pusat Kesehatan Haji, 2016), h. 2.
32

dengan jenjang S3 sejumlah 2 orang, S2 sejumlah 25 orang, S1


sejumlah 17 orang, Diploma sejumlah 5 orang dan akademi
sejumlah 1 orang.5 Pusat kesehatan haji mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan kebijakan teknis dan pelaksanaan
pelayanan, pendayagunaan, peningkatan, dan pengendalian
kesehatan haji dan umrah. Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 987 PERMENKES 1144
Tahun 2010, Pusat Kesehatan Haji menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program


dibidang pembinaan kesehatan jamaah, pelayanan medis,
pengendalian kesehatan jamaah, penyehatan lingkungan
pemondokan, keamanan makanan dan risiko kesehatan
lingkungan lainnya, sistem kewaspadaan dini dan respon
kejadian luar biasa penyakit dan musibah masal,
pendayagunaan dan pengembangan sumber daya dan
layanan informasi kesehatan haji dan umrah.
b. Pelaksanaan tugas dibidang pembinaan kesehatan jamaah,
pelayanan medis, pengendalian kesehatan jamaah,
penyehatan lingkungan pemondokan, keamanan makanan
dan risiko kesehatan lingkungan lainnya, sistem
kewaspadaan dini dan respon kejadian luar biasa penyakit
dan musibah masal, pendayagunaan dan pengembangan
sumber daya dan layanan informasi kesehatan haji dan
umrah.

5
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Laporan Kinerja,
(Jakarta: Pusat Kesehatan Haji, 2016), h. 2.
33

c. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas


dibidang pembinaan kesehatan jamaah, pelayanan medis,
pengendalian kesehatan jamaah, penyehatan lingkungan
pemondokan, keamanan makanan dan risiko kesehatan
lingkungan lainnya, sistem kewaspadaan dini dan respon
kejadian luar bias penyakit dan musibah masal,
pendayagunaan dan pengembangan sumber daya dan
layanan informasi kesehatan haji dan umrah
d. Pelaksanaan administrasi pusat.

Berikut ini adalah susunan organisasi Pusat


Kesehatan Haji beserta tugas dan fungsinya. Pusat
Kesehatan Haji terdiri atas :

1) Bidang Pendayagunaan Sumber Daya dan Fasilitas


Kesehatan Haji.

Bidang pelayanan dan pendayagunaan sumber


daya kesehatan haji mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan penyusunan kebijakan teknis, koordinasi
dan pelaksanaan pelayanan, pedayagunaan dan
pengembangan sumber daya kesehatan haji dan umrah.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana


dimaksud, bidang pelayanan dan pendayagunaan
sumber daya kesehatan haji menjalankan fungsi :

a) Penyiapan penyusunan kebijakan teknis pelayanan,


pendayagunaan, dan pengembangan tenaga dan
penunjang pelaksanaan kesehatan haji dan umrah.
34

b) Penyiapan bahan koordinasi dan pelaksanaan


pelayanan, pendayagunaan dan pengembangan
tenaga dan penunjang pelaksanaan kesehatan
jamaah haji dan umrah.
c) Pemberian bimbingan teknis pelayanan,
pendayagunaan, dan pengembangan tenaga dan
penunjang pelaksanaan kesehatan haji dan umrah.
d) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pelayanan,
pendayagunaan, dan pengembangan tenaga dan
penunjang pelaksanaan kesehatan haji dan umrah.

Bidang Pendayagunaan Sumber Daya dan Fasilitas


Kesehatan Haji terdiri atas :

 Subbidang Pendayagunaan Sumber Daya


Kesehatan Haji.
 Subbidang Fasilitas Kesehatan Haji.

Subbidang pelayanan kesehatan haji mempunyai


tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan
kebijakan teknis koordinasi dan bimbingan teknis serta
monitoring dan evauasi pelaksanaan pelayanan medis
di puskesmas dan rumah sakit serta pelayanan medis
lapangan dibidang kesehatan haji dan umrah.

Subbidang pendayagunaan dan pengembangan


sumber daya kesehatan haji mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan penyusunan kebijakan
teknis, koordinasi dan bimbingan teknis serta
35

monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemilihan,


pelatihan, dan pengarahan tenaga, pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan sarana kesehatan haji dan
umrah.

2) Bidang Pembimbing dan Pengendalian Faktor Risiko


Kesehatan Haji.

Bidang peningkatan kesehatan dan pengendalian


fakor risiko kesehatan haji mempunyai tugas
melaksanakan program penyusunan kebijakan teknis,
koordinasi dan pelaksanaan peningkatan kesehatan,
pengendalian faktor risiko dan pengelolaan sistem
informs kesehatan haji dan umrah.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana


dimaksud, bidang peningkatan kesehatan haji dan
pengendalian faktor risiko kesehatan haji
menyelenggarakan fungsi :

a) Penyiapan penyusunan kebijakan teknis


peningkatan kesehatan, pengendalian faktor risiko
dan pengelolaan sistem informasi kesehatan haji
dan umrah.
b) Penyiapan koordinasi dan pelaksanaan
peningkatan kesehatan, pengendalian faktor risiko
dan pengendalian sistem informasi kesehatan haji
dan umrah.
36

c) Bimbingan teknis peningkatan kesehatan,


pengendalian faktor risiko dan pengelolaan sistem
informasi kesehatan haji dan umrah.
d) Monitoring dan evaluasi peningkatan kesehatan,
pengendalian faktor risiko dan pengelolaan sistem
informasi kesehatan haji dan umrah.

Bidang Pembimbing dan Pengendalian Faktor


Risiko Kesehatan Haji terdiri atas:

 Subbidang Penyuluhan dan Pembimbing


Kesehatan.
 Subbidang Pengendalian Faktor Risiko.

Subbidang peningkatan kesehatan jamaah haji


mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan kebijakan teknis, koordinasi dan
bimbingan teknis serta monitoring dan evaluasi
pelaksanaan peningkatan kesehatan haji dan umrah.

Subbidang pengendalian faktor risiko kesehatan


haji mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan kebijakan teknis, koordinasi dan
bimbingan teknis serta monitoring dan evaluasi
pelaksanaan pengendalian faktor risiko kesehatan haji
dan umrah serta pengelolaan sistem informasi.

3) Subbagian Tata Usaha


37

Subbagian tata usaha mempunyai tugas melakukan


urusan tata persuratan, kearsipan, rumah tangga,
perlengkapan, dan keuangan, serta kepegawaian.

D. Tujuan, Sasaran, Kebijakan, Strategi, dan Target


1. Tujuan

Tujuan penyelenggaraan kesehatan haji adalah


mencegah vulnerabilitas jamaah haji melalui :6 (1) penyiapan
jamaah haji menuju istitha’ah, (2) pengendalian faktor risiko
kesehatan haji, (3) menjaga dan meningkatkan kondisi
kesehatan jamaah haji di Indonesia, selama dalam perjalanan
dan di Arab Saudi, (4) menjaga terjadinya penularan
penyakit yang berpotensi wabah yang kemungkinan dapat
terbawa oleh jamaah haji, (5) penguatan pemberdayaan
masyarakat.

a. Tujuan Umum

Tujuan umum penyelenggaraan kesehatan haji :7

Meningkatnya kondisi kesehatan calon/ jamaah


haji Indonesia serta terbebasnya masyarakat Indonesia/
Internasional dari tarnsmisi penyakit menular yang
mungkin terbawa keluar/ masuk oleh calon/ jamaah haji
Indonesia.

6
Muchtaruddin Mansyur, Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian
Kesehatan, Penyelenggaraan Kesehatan Haji Menuju Istitha’ah, (Jakarta:
Rakernas, 2017), h. 3.
7
Profil Kesehatan haji Indonesia, (Kementerian Kesehatn: 2008), h.
3.
38

b. Tujuan khusus

Tujuan khusus penyelenggaraan kesehatan haji :

1) Teridentifikasinya calon jamaah haji yang


memenuhi persyaratan kesehatan untuk ibadah haji.
2) Terbinanyan kondisi kesehatan calon jamaah haji
dan kemandirian pemeliharaan kesehatan
3) Tersedianya petugas kesehatan haji yang
berpengetahuan, terampil, berdedikasi, dan
profesioal disetiap jenjang pelayanan kesehatan haji.
4) Meningkatnya surveilans, sistem kewaspadaan dini
dan respon KLB.
5) Terwujudnya kesiap siagaan dalam mengantisipasi
penanggulangan bencana dan musibah masal pada
jamaah haji Indonesia.
6) Tersedianya data/ informasi cepat, tepat, terpercaya,
dan diseminasi informasi kesehatan haji.
7) Terbinanya kerjasama dan kemitraan lintas program,
sektor, bilateral dan multilateral tentang kesehatan
haji.
8) Tersedianya obat dan alat kesehatan sesuai dengan
kebutuhan.
9) Menurunnya angka kunjungan sakit dan angka
kematian jamaah haji di Arab Saudi.8

8
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Kesehatan Haji,
(Kementerian Kesehatan: 2008), h. 12-14.
39

2. Sasaran

Sasaran penyelenggaraan kesehatan haji Indonesia


adalah seluruh calon/ jamaah haji sejak terdaftar di daerah
asal, di perjalanan, selama di Arab Saudi dan 14 hari setelah
kembali dari Arab Saudi, pengelolaan kesehatan haji, tenaga
kesehatan, instansi pemerintah disemua jenjang administrasi
yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan haji dan
petugas kesehatan haji (Tim Kesehatan haji Indonesia dan
Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji di Arab Saudi bidang
kesehatan).9

3. Kebijakan
a. Meningkatkan sistem dan manajemen penyelenggaraan
kesehatan haji secara terpadu, menyeluruh baik lintas
program maupun lintas sector dengan pendekatan
epidemiologi.
b. Meningkatkan mutu pelayanan haji dengan
mengoptimalkan kemampuan di puskesmas, dinas
kesehatan provinsi, embarkasi/ debarkasi haji dan di
Arab Saudi.
c. Mengembangkan dan meningkatkan pembinaan
kesehatan calon/ jamaah haji dengan pendekatan
manajemen resiko, profesional, terintegrasi lintas
program, lintas sektor terkait dan mengikut sertakan
peran masyarakat.

9
Profil Kesehatan haji Indonesia, (Kementerian Kesehatn: 2008), h.
3.
40

d. Mengembangkan dan memperkuat jejaring surveilans


dengan fokus penyakit potensial wabah terutama
Meningitis Meningkokus, penyakit menular baru (new
emerging diseases) dan penyakit menular yang
berjangkit kembali (re emerging diseases), sistem
kewaspadaan dini dengan respon KLB, bencana serta
musibah masal.
e. Mengembangkan dan meningkatkan profesionalisme
sumber daya manusia dalam penyelenggaraan kesehatan
haji dibidang pemeriksaan dan pembinaan, surveilans,
Kesehatan Lingkungan, penanggulangan KLB dan
musibah masal, sistem informasi kesehatan haji.
f. Menyediakan dan meningkatkan perangkat keras dan
perangkat lunak sistem informasi manajemen kesehatan
haji pada setiap jenjang administrasi kesehatan.
g. Menyiapkan dan menyusun daftar kebutuhan obat, alat
kesehatan haji dan distribusinya.
h. Menjalin kerjasama lintas program, sektoral, regional
Asean, bilateral dengan Pemerintah Arab Saudi maupun
Internasional.
i. Meningkatkan dan menetapkan sistem rekrutmen Panitia
Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi
bidang kesehatan dan petugas yang menyertai jamaa haji
(TKHI Kloter) melalui prosedur, kriteria serta cara
penyeleksian secara berjenjang dari dinas kesehatan
provinsi dan pusat.
41

j. Meningkatkan kemampuan penggalian sumber daya


daerah (provinsi dan kabupaten/ kota) dan sumber daya
yang berasal dari masyarakat dalam penyelenggaraan
kesehatan kesehatan haji.10
4. Strategi
a. Sosialisasi pemeriksaan dan pembinaan kesehatan calon
jamaah haji sehingga petugas dan masyarakat
mengetahui manfaat dari pemeriksaan dan pembinaan
kesehatan haji.
b. Standarisasi pemeriksaan dan pembinaan kesehatan
calon jamaah haji.
c. Advokasi pada pengambil keputusan untuk dukungan
politis dan komitmen dalam pembiayaan terutama SKD
dan respon KLB, bencana dan musibah masal.
d. Intensifikasi pemeriksaan fisik didukung pemeriksaan
laboratorium yang akurat, tatalaksana kasus dengan
pendekatan manajemen resiko sesuai dengan standar
yang berlaku.
e. Swadana dalam pemeriksaan dan pembinaan kesehatan
calon jamaah haji.
f. Penggalangan kemitraan dengan badan pengelola
pembiayaan kesehatan seperti Asuransi Kesehatan
(ASKES), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(JPKM) dan asuransi kesehatan lainnya dalam
pembinaan kesehatan haji.

10
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Kesehatan Haji,
(Kementerian Kesehatan: 2008), h. 16-22.
42

g. Fasilitas asistensi metode, teknologi pemeriksaan,


pembinaan serta pengukuran kualitas (quality assurance)
kesehatan haji.
h. Pengembangan metode dan materi pelatihan petugas
kesehatan haji (PPIH dan TKHI) yang sesuai dengan
kebutuhan di lapangan (aplikatif).
i. Intensivikasi surveilans epidemiologi, SKD, dan respon
KL.
5. Target
a. Seluruh puskesmas pemeriksa kesehatan calon jamaah
haji dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota
melaksanakan pemeriksaan, rujukan dan pembinaan
kesehatan sesuai dengan standar.
b. Cakupan pemeriksaan kesehatan calon jamaah haji
100%.
c. Cakupan tes kehamilan pada calon jamaah haji wanita
pasangan usia subur (PUS) 100%.
d. Cakupan imunisasi Meningitis Meningkokus, tetravalen
100% dengan indeks pemakaian (IP) 9.
e. Frekuensi KLB menurun.
f. Menurunnya angka kunjungan dan angka kematian.
g. Seluruh pelabuhan embarkasi/ debarkasi haji
melaksanakan pemeriksaan dokumen kesehatan haji
sesuai dengan standar.
h. Cakupan pengumpulan Kartu Kewaspadaan Kesehatan
Jamaah Haji (K3JH) 80%.
43

E. Struktur Organisasi Pusat Kesehatan Haji


Gambar 3.1Struktur Organisasi Pusat Kesehatan Haji

KEPALA
PUSAT KESEHATAN HAJI

BAGIAN
TATA USAHA

Subbagian Program dan


Informasi Kesehatan Haji

Subbagian Keuangan dan


Barang Milik Negara

Subbagian Kepegawaian dan


Umum

KEPALA BIDANG KEPALA BIDANG


Pembimbingan dan Pendayagunaan Sumber
Pengendalian Faktor Daya dan Fasilitasi
Risiko Kesehatan Haji Pelayanan Kesehatan Haji

Subbidang Penyuluhan Subbidang Pendayagunaan


dan Pembimbingan Sumber Daya Kesehatan
Kesehatan Haji

Subbidang Fasilitasi
Subbidang
Pelayanan Kesehatan Haji
Pengendalian Faktor
Risiko

KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL

Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


44

F. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI


BAB IV

ANALISIS ISTITHA’AH KESEHATAN JAMAAH


HAJI

A. Ketentuan Istitha’ah Ibadah Haji Berdasarkan Empat Imam


Mazhab’

Sebagaimana telah diketahui bahwa kewajiban haji adalah


bagi orang-orang yang memiliki kemampuan (istitha’ah), dan
tidak boleh menunda-nunda jika tidak ada alasan syar’i.
Kesehatan merupakan bagian dari istitha’ah kewajiban
melaksanakan ibadah haji. Berdasarkan ayat tersebut
sebagaimana yang tersirat dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat
97 sebagai berikut :

ِ ِ ِ َ‫ت م ِن استَط‬
ِ ِ ِ ‫وهللِ علَى الن‬
َ‫اع إلَْيه َسبِيالً َوَمن َك َفَر فَإ َّن اهلل‬
َ ْ َ ‫َّاس ح ُّج الْبَ ْي‬ َ َ
ِ
َ ‫ِن َع ِن الْ َعالَم‬
‫ي‬ ٌّ ِ ‫َغ‬

Artinya: “Dan diantara kewajiban manusia terhadap Allah


adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu
bagi orang-orang yang mampu mengadakan
perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari
kewajiban haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha
Kaya dari seluruh alam”.1 (Q.S. Ali-Imran: 97).

1
Al Quran dan Terjemahnya, Kementrian Agama RI, tahun 2012, h.
92.

45
46

Para imam mazhab mengemukakan kententuan dalam


melaksanakan ibadah haji harus mencapai istitha’ah :2

1. Menurut Imam Maliki, istitha’ah adalah bagi yang sanggup


berjalan kaki dan mencari nafkah/bekerja selama ibadah haji
dan adanya biaya yang cukup bagi keluarga yang
ditinggalkan, maka yang bersangkutan sudah termasuk
istitha’ah.
2. Imam Syafi’i, berpendapat bahwa istitha’ah terbagi menjadi
dua yaitu : kemampuan diri sendiri (istitha’ah mubasyarah)
dan kemapuan karena bantuan orang lain (istitha’ah ghairu
mubasyarah).
3. Imam Hanafi mengatakan bahwa makna dari istitha’ah
terbagi menjadi tiga kategori yakni :3 (1) istitha’ah maliyah
(kemampuan biaya), (2) istitha’ah badaniyyah (kemampuan
kesehatan), (3) istitha’ah amniyyah (kemempuan keamanan
selama perjalanan dan sampai ke tanah air).4 Seseorang yang
termasuk dalam golongan istitha’ah menurut mazhab Hanafi
wajib melaksanakan haji. Kemampuan yang pertama
mencakup kemampuan dalam membiayai dirinya dalam
keberangkatan hingga pemulangan, membiayai dirinya
selama berada di tanah suci, serta mampu membiayai
keluarga yang ditinggalkan di tanah air. Kemampuan yang

2
Ahmad Kartono, Solusi Hukum Manasik Dalam Permasalahan
Ibadah Haji Menurut Empat Mazhab, (Ciputat: Pustaka Cendekiamuda, 2016),
h. 123.
3
Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve), Cet. Ke-7, h. 259.
4
Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve), Cet. Ke-7, h. 259.
47

kedua adalah kemampuan kesehatan badan, seorang yang


akan melaksanakan ibadah haji harus mampu dalam
kesehatan jasmani dan rohani untuk melakukan perjalanan
ibadah haji, tidak terdapat penyakit yang membahayakan
dirinya bahkan penyakit menular yang akan membuat orang
lain terbebani, orang yang buta, lumpuh, cacat, dan memiliki
usia lanjut yang tidak mampu berjalan sendiri tanpa bantuan
orang lain tidak wajib melaksanakan ibadah haji.
Kemampuan yang ketiga yaitu kemampuan yang menjamin
keselamatan dan keamanan selama dalam perjalanan
termasuk adanya seorang mahram bagi perempuan, mahram
yang baligh berakal, tidak fasik untuk menemani perempuan
selama melakukan perjalanan dalam ibadah haji, bahkan
meliputi keamanan bagi keluarga yang ditinggalkan di tanah
air.
4. Imam Hambali mensyaratkan istitha’ah menjadi 2 aspek
yakni kemampuan menyiapkan bekal dan (ongkos)
kendaraan.5 Hal ini berdasarkan hadits riwayat Daru Quthni
dari Jabir, Ibnu Umar, Ibnu Amir, Anas Bin Malik, dan
Aisyah yang menyatakan bahwa pernah seorang laki-laki
datang kepada Rasulullah SAW untuk bertanya tentang
sesuatu yang mewajibkan haji itu ialah bekal dan kendaraan.6
5. Menurut Ulama Mutaakhirin (kontemporer), dalam istitha’ah
perlu memasukan unsur kesehatan, kesempatan, dan

5
Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve), Cet. Ke-7, h. 260.
6
Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve), Cet. Ke-7, h. 261.
48

keamanan sebagai salah satu unsur yang memungkinkan


sampainya seseorang di tempat pelaksanaan haji, serta terkait
dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi dan pemerintah
Indonesia, seperti pengaturan Kuota Haji.
6. Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
(rumusan musyawarah Alim Ulama 1975) terkait ketentuan
istitha’ah, adalah orang Islam dianggap mampu (istitha’ah)
melaksanakan ibadah haji, apabila jasmaniah, ruhaniah, dan
pembekalan memungkinkan ia untuk menunaikan tanpa
menelantarkan kewajiban terhadap keluarga.7

Berdasarkan uraian terkait ketentuan istitha’ah dalam


ibadah haji menurut hukum syara’, penulis dapat kemukakan
bahwasannya dalam melaksanakan ibadah haji ketentuan
istitha’ah yang dimiliki tidak hanya mampu secara harta/uang
(istitha’ah amaliyah) saja, melainkan istitha’ah secara fisik
(istitha’ah Badaniah), mental, bekal, serta aman dalam
perjalanan. Karea ibadah haji yang dilakukan telah memenuhi
ketentuan seperti yang diungkapkan para imama mazhab serta
ulama, niscaya pencapaian ritual peribadatan menjadi maksimal
dan mendapat pahala serta ridha Allah SWT.

7
KEMENKES RI, Istitha’ah Kesehatan Haji, h. 12.
49

B. Ketentuan Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji Berdasarkan


Regulasi Kementerian Kesehatan
1. Ketentuan Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Haji

Dalam memperoleh tercapainya keistitha’ahan


jamaah haji dalam menunaikan ibadah haji, Pusat Kesehatan
Haji Kementerian Kesehatan RI dalam penyelenggaraan
kesehatan bertujuan untuk memberikan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan sebaik-baiknya melalui sistem
dan manajemen penyelenggaraan yang terpadu. Dalam
pembinaan tersebut agara pelaksanaan ibadah haji dapat
berjalan dengan aman, tertib, lancar dan nyaman, sesuai
tuntunan agama serta jamaah haji dapat melaksanakan ibadah
haji secara mandiri sehingga memperoleh haji yang mabrur.

Karena ibadah haji merupakan ibadah fisik, sehingga


jamaah haji dituntut mampu secara fisik dan rohani agar
dapat melaksanakan rangkaian ibadah haji dengan baik dan
lancar. Salah satu penyelenggaraan kesehatan haji yang
sangat penting dan strategis adalah serangkaian upaya
kegiatan melalui program pemeriksaan dan pembinaan
kesehatan haji agar terpenuhinya kondisi istitha’a kesehatan
(kemampuan kesehatan jamaah haji untuk melakukan
serangkaian aktivitas rukun dan wajib haji). Penyelenggara
kesehatan haji menuju istitha’ah Kementerian Kesehatan RI
dalam hal ini memberlakukan mekanisme pemeriksaan
kesehatan bagi jamaah haji di Indonesia sebelum
diberangkatan berdasarkan PERMENKES No. 15 Tahun
50

2016 tentang istitha’ah kesehatan jamaah haji sebagai berikut


:

Gambar 3.2 Mekanisme Pemeriksaan Kesehatan Bagi Jamaah


Haji Indonesia

Puskesmas / Pemeriksaan Kesehatan


Rumah Sakit Tahap Pertama

RISTI NON RISTI

Pembinaan Masa Tunggau

Kabupaten / Kota

Pemeriksaan Kesehatan
Tahap Kedua

Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Tidak Tidak


dengan Memenuhi Memenuhi
Pendampingan Syarat Syarat
Sementara

Pembinaan Masa Keberangkatan

Embarkasi

Pemeriksaan Kesehatan
Tahap Ketiga

Laik Terbang Tidak Laik Terbang

Sumber : Kementerian Kesehatan RI


51

2. Tahapan Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Haji

Upaya pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji


dalam rangka mencapai istitha’ah kesehatan jamaah haji
merupakan penilaian kriteria istitha’ah kesehatan bagi
jamaah haji yang dilakukan melalui pemeriksaan dan
pembinaan kesehatan dalam rangka mempersiapkan kondisi
kesanggupan berhaji melalui mekanisme baku pada sarana
pelayanan kesehatan terstandar yang diselenggarakan secara
kontinum (berkesinambungan, melingkupi seluruh periode
waktu perjalanan ibadah haji dan tingkatan pelayanan
kesehatan mulai dari pelayanan kesehatan tingkat dasar,
spesialistik, serta rujukan dalam setiap strata layanan
kesehatan), dan komperhensif (penanganan menyeluruh
dengan melakukan pendekatan yang meliputi promosi
kesehatan (health promotion), perlindungan khusus (spesific
protection), diagnosis dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat (early diagnosis and prompt treatment), pembatasan
kecacatan (disability limitation), dan rehabilitasi
(rehabilitation).8

Proses pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji


menuju istitha’ah dimulai pada saat calon jamaah haji
mendaftarkan diri. Pemeriksaan dan pembinaan kesehatan
haji yang pelaksanaannya dimulai di Puskesmas / klinik dan
rumah sakit di Kabupate/Kota menjadi tanggung jawab tim

8
Wawancara dengan Bpk. dr. Edi Supriyatna, Mkk, Staf PF12 Pusat
Kesehatan Haji, Tanggal 10 April 2018, pukul 11:20 WIB.
52

penyelenggara kesehatan haji Kabupaten/Kota. Sedangkan


pemeriksaan kesehatan tahap ketiga yang diselenggarakan di
Embarkasi menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan haji
yang bergabung dalam Panitia Penyelenggara Ibadah Haji
(PPIH) Embarkasi bidang Kesehatan. Pelayanan Kesehatan
Haji di Puskesmas / klinik dan rumah sakit di
Kabupaten/Kota dilaksanakan mengikuti sistem pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Tahapan yang ditentukan Kementerian Kesehatan


dalam alur pemeriksaan kesehatan bagi jamaah haji untuk
mencapai istitha’ah kesehatan jamaah haji adalah tertuang
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.15 tahun 2016 pasal 6, yang terbagi dalam tiga tahapan
yaitu :9

1) Tahap pertama
2) Tahap kedua
3) Tahap ketiga

Berdasarkan pada penjelasan poin tahapan


pemeriksaan, berikut penjelasan tahapan secara terperici :

a. Tahap Pertama

Pemeriksaan tahap pertama dilaksanakan oleh tim


penyelenggara kesehatan haji Kabupaten/Kota di Puskesmas

9
PERMENKES RI No. 15 Tahun 2016, Istitha’ah Kesehatan Jamaah
Haji, h. 5-10.
53

/ Rumah Sakit pada saat jamaah haji melakukan pendaftaran


untuk mendapatkan nomor porsi. Pemeriksaan kesehatan
tahap pertama dilakukan di Puskesmas oleh dokter
Puskesmas sebagai pemeriksa kesehatan, dibantu tenaga
keperawatan dan analis laboratorium. Pemeriksaan tahap
pertama meliputi :10

1) Anamnesia.
2) Pemeriksan Fisik.
3) Pemeriksaan Penunjang.
4) Diagnosis.
5) Penetapan Tingkat Risiko Kesehatan.
6) Rekomendasi / Saran / Rencana Tindak lanjut.
b. Tahap Kedua

Pemeriksaan tahap kedua dilaksanakan oleh tim


penyelenggara kesehatan haji Kabupaten/Kota di Puskesmas
/ Rumah Sakit pada saat pemeriksaan telah menentukan
kepastian keberangkatan jamaah haji pada tahun berjalan.
Pemeriksaan kesehatan tahap ke dua akan menentukan
seseorang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat
istitha’ah kesehatan. Pemeriksaan kesehatan tapap kedua
meliputi :

1) Anamnesia.
2) Pemeriksan Fisik.

10
Kementerian Kesehatan RI, Pemeriksaan dan Pembinaan
Kesehatan Haji Mencapai Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji Untuk Menuju
Keluarga Sehat, (Jakarta : 2017), h. 12.
54

3) Pemeriksaan Penunjang.
4) Diagnosis.
5) Penetapan Istitha’ah Kesehatan.
6) Rekomendasi / Saran / Rencana Tindak lanjut.
7) Penandaan Gelang Bagi jamaah haji.11

c. Tahap Ketiga

Pemeriksaan tahap ketiga dilakukan untuk menetapkan


status kesehatan jamaah haji laik atau tidak laik terbang.
Jamaah haji yang tidak laik terbang merupakan jamaah haji
dengan kondisi yang tidak memenuhi standar keselamatan
penerbangan Internasional dan/atau peraturan kesehatan
Internasional. Dalam penetapan status kesehatan tersebut,
PPIH embarkasi bidang kesehatan berkoordinasi dengan
dokter penerbangan. Penetapan laik atau tidak laik
merupakan wujud tanggung jawab pemerintah dalam
memberikan perlindungan kesehatan kepada jamaah haji
karena tidak semua kondisi kesehatan atau penyakit tertentu
dapat dinyatakan aman bagi jamaah haji dan/ atau jamaah
haji lainnya selama perjalanan di pesawat dan di Arab
Saudi.12

Sudah menjadi tanggung jawab PPIH Embarkasi bidang


Kesehatan menetapkan seorang jamaah haji memenuhi

11
Kementerian Kesehatan RI, Pemeriksaan dan Pembinaan
Kesehatan Haji Mencapai Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji Untuk Menuju
Keluarga Sehat, (Jakarta : 2017), h. 26.
12
Wawancara dengan Bpk. dr. Edi Supriyatna, Mkk, Staf PF12 Pusat
Kesehatan Haji, Tanggal 10 April 2018, pukul 11:20 WIB.
55

kriteria laik atau tidak laik terbang. Dalam menetapkan status


kesehatan sebagaimana dimaksud, Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) sebagai bagian dari penyelenggara
kesehatan berkoordinasi dengan dokter penerbangan dan/atau
dokter ahli di rumah sakit rujukan.

Berdasarkan pengamatan penulis alur mekanisme yang


ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI yang bertujuan
memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan
menurut penulis sudah sesuai sebagaimana mestinya, karena
pada tahap pembinaan kesehatan jamaah diselenggarakan
secara terpadu, terencana, terstruktur, dan terukur melalui
serangkaian kegiatan promotif serta pencegahan preventif,
yang dimulai pada saat jemaah haji mendaftar sampai
kembali ke indonesia.

Kemudian dalam hal pelayanan kesehatan yang


diberikan kepada jamaah, dilakukan sudah pada seluruh
tahap penyelenggaraan ibadah haji. Serta dalam perlindungan
bagi kesehatan jamaah haji upaya kesehatan sudah baik
karena dalam perlindungan dibentuk sistem cepat tanggap
dan perlindungan spesifik untuk melindungi keselamatan
jemaah haji pada seluruh tahapan penyelenggaraan ibadah
haji. Pada tahapan awal jamaah mendapatkan data kesehatan,
upaya-upaya perawatan dan pemeliharaan, juga pembinaan
dan perlindungan. Dan juga pada tahap pemeriksaan ke dua
jamaah mendapat status data kesehatan terkini dari hasil
evaluasi perawatan, pemeliharaan, pembinaan, dan
56

perlindungan serta rekomendasi penetapan status kelaikan


pemberangkatan haji. Dan di tahapan yang ketiga jamaah
juga mendapatkan hasil ketentuan terkait kelaikkan bagi
dirinya untuk dapat diberangkatkan atau tidak, sehingga
metode tahapan yang telah ditetapkan ini sudah sangat baik
dan membatu jamaah juga berbagai pihak yang menjadi
petugas terkait.

3. Pembinaan Kesehatan Jamaah Untuk Mencapai


Istitha’ah

Pembinaan kesehatan jamaah haji dilakuka


berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan jamaah haji.
Pembinaan kesehatan dimaksud upaya untuk mempersiapkan
istitha’ah kesehatan haji. Jenis dan metode pembinaan
kesehatan tersebut meliputi kegiatan penyuluhan, konseling,
latihan kebugaran, pemanfaatan pos pembinaan terpadu
(Posbindu), pemanfaatan media massa, penyebarluasan
informasi, kunjungan rumah dan manasik haji.

Berdasarkan periode pelaksanaannya, pembinaan


dalam rangka istitha’ah kesehatan jamaah haji terdiri atas :

a. Pembinaan Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji Masa


Tunggu

Pelaksanaan pembinaan kesehatan jamaah haji


harus terintegrasi dengan program kesehatan di
Kabupaten/Kota, antara lain: keluarga sehat, pencegahan
penyakit menular, posbindu penyakit tidak menular,
57

pembinaan kelompok olah raga dan latihan fisik, serta


posbindu lansia. Pembinaan kesehatan tersebut
dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan
organisasi profesi dan/atau organisasi masyarakat.

Pembinaan istitha’ah kesehatan jamaah haji masa


tunggu dilakukan terhadap seluruh jamaah haji setelah
memperoleh nomor porsi dan harus di sesuaikan dengan
hasil pemeriksaan kesehatan. Berikut tabel kegiatan
pembinaan kesehatan haji masa tunggu. Secara umum,
kegiatan pembinaan kesehatan haji diklasifikasikan
menjadi dua yakni :13

1) Kegiatan Pembimbingan Kesehatan Haji.


Pembimbingan kesehatan jamaah haji merupakan
proses pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi
kesehatan secara terencana, sistematis, dan
berkesinambungan terhadap jamaah haji sehingga
jamaah tersebut dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
kesehatan lingkungan dalam rangka mempertahankan
dan meningkatkan kesehatannya. Bentuk pembimbingan
kesehatan antara lain :
a) Konseling Kesehatan
Konseling merupakan komunikasi dua arah antara
dokter atau tenaga kesehatan dan jamaah haji di
Puskesms/klinik atau rumah sakit. Konseling perlu

13
Kementerian Kesehatan RI, Pemeriksaan dan Pembinaan
Kesehatan Haji Mencapai Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji Untuk Menuju
Keluarga Sehat, (Jakarta : 2017), h. 18-32.
58

dilaksanakan oleh konselor dalam rangka melakukan


pengendalian faktor risiko kesehatan jamaah haji
berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama.
Konselor harus memberikan nasehat dan informasi
terkait penyakit yang diderita oleh jamaah haji terutama
faktor risiko penyakit yang ditemukan.

Proses konseling ini sangat penting dalam rangka


mengendalikan faktor risiko penyakit yang terdapat pada
jamaah haji agar jamaah haji menyadari faktor-faktor
risiko yng ada pada dirinya dan ikut berperan aktif
(termasuk keluarga) dalam menjaga kesehatannya
sehingga perlu dikomunikasikan tentang perkembangan
dan pengendalian penyakit yang diderita jamaah haji
pada masa pembinaan.

b) Peningkatan Kebugaran Jasmani


Peningkatan kebugaran jasmani dilaksanakan
melalui latihan fisik secara terus - menerus dan teratur
yang diselenggarakan oleh Puskesmas / klinik secara
berkelompok atau mandiri. Prosesnya dapat dilakukan
melalui kerja sama dengan satuan kerja yang
membidangi kesehatan olah raga, organisasi masyarakat,
atau kelompok bimbingan. Metode penilaian /
pengukuran kebugaran jasmani dapat dilakukan dengan
metode Rockport Walking Test atau Six Minutes Walking
Test.
59

Pengukuran kebugaran jasmani dengan metode


Rockport Walking Test atau Six Minutes Walking Test
dapat dilakukan secara berkala untuk mengetahui
jantung dan paru-paru, sehingga hasil pengukuran
kebugaran jasmani digunakan untuk menilai kesiapan
jamaah haji dalam melakukan aktivitas fisik selama
ibadah haji. Bentuk latihan fisik yang dilakukan
sebaiknya disesuaikan dengan kesenangann seperti :
jalan kaki, jogging, senam aerobic (Senam Haji Sehat,
Senam Lansia, Senam Jantung Sehat, Senam Diabetes
Mellitus, Senam Asma, Senam Sehat Bugar, dan Senam
Kebugaran Jasmani), berenang serta bersepeda.

c) Pemanfaatan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat


Salah satu pemanfaatan kegiatan berbasis
masyarakat dalam rangka melaksanakan pembinaan
kesehatan jamaah haji dalah melalui pemanfaatan pos
pembinaan terpadu (Posbindu). Program Posbindu akan
memberikan pembinaan kesehatan, mengontrol tekanan
darah, gula darah, lingkar perut, Berat Badab (BB),
Tinggi Badan (TB), dan Indeks Massa Tubuh (IMT),

d) Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah dapat diintegrasikan dengan
pendekatan keluarga sehat dan kegiatan Perawatan
Kesehatan Masyarakat (Perkesmas). Indikasi kunjungan
rumah adalah untuk mendapatkan informasi lebih lanjut
tentang faktor risiko kesehatan pada jamaah haji dan
60

indikasi tindakan medis yang tidak memungkinkan


jamaah haji mengunjungi fasilitas kesehatan.

2) Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Haji.


Yang dimaksud penyuluhan kesehatan haji adalah
proses penyampaian pesan kesehatan secara singkat dan
jelas yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
dan mengubah prilaku jamaah haji seperti yang
diharapkan. Yang termasuk dalam komponen
penyuluhan kesehatan antara lain :
a) Penyuluhan kesehatan bagi jamaah haji
dilaksanakan oleh Puskesmas / klinik atau oleh
organisasi masyarakat. Penyuluhan berisi pemberian
informasi tentang upaya menjaga dan
mempertahankan kondisi kesehatan selama masa
tunggu sehinga jamaah haji dapat memenuhi
persyaratan istitha’ah sampai waktu keberangkatan.
b) Penyebar Luasan Informasi salah satu cara
pembinaan istitha’ah kesehatan dilakukan melalui
penyebarluasan informasi dengan menggunakan
poster, brosur, leaflet dan video. Hal yang penting
dan perlu dilakukan dalam penyebarluasan
informasi adalah tahapan-tahapan atau upaya
program kesehatan haji yang dapat mengantar
jamaah menuju istitha’ah yang tercantum dalam
Permenkes Nomor 15 Tahun 2016.
61

c) Pemanfaatan Media Massa


Pemanfaatan media massa dapat berupa running
teks atau dialog interaktif di radio atau televise,
dan penulisan artikel tentang pentingnya
kesehatan dalam ibadah haji.

Jenis Pembinaan N Kegiatan Pelaksana Tempat


o.
1. Konseling 1. Puskesmas Puskesmas/Ru
2. Rumah Sakit mah
3. Dokter Sakit/Klinik
Praktik
Mandiri

2. Latihan 1. Puskesmas Puskesmas


A. Pembimbing
Kebugaran 2. Organisasi atau tempat
an
Msyarakat lain yang telah
Kesehatan
disepakati
Haji
3. Pemanfaatan 1. Puskesmas Tempat yang
kegiatan 2. Organisasi disepakati
berbasis Masyarakat
Masyarakat,
contoh :
Posbindu

4. Kunjungan 1. Puskesmas Rumah


Rumah Jamaah Haji

1. Penyuluhan 1. Puskesmas Peskesmas


2. Organisasi atau tempat
Masyarakat lain yang telah
disepakati
62

2. Penyebarlua 1. Pemerintah Tempat yang


B. Penyuluhan san 2. Organisasi disepakati
Kesehatan informasi Masyarakat
Haji melalui
poster,
brosur,
leaflet, dan
video

3. Pemanfaatan 1. Pemerintah Tempat yang


media massa 2. Organisasi disepakati
Masyarakat

Sumber: Table 2.1


Kegiatan Pembinaan Kesehatan Haji Masa Tunggu

Jamaah haji yang telah melakukan program pembinaan


kesehatan selama masa tunggu (selama kurang lebih dua tahun)
akan dicatat dan dipantau status kesehatannya terutama saat
konseling kesehatan dengan konselor. Pada akhir pembinaan,
dinilai kategori jamaah haji berpotensi :

 Memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji.


 Memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji dengan
pendampingan atau;
 Tidak memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji untuk
sementara.
 Tidak memenuhi syarat istitha’ah kesehatan.
63

b. Pembinaan Kesehatan Jamaah Haji Masa


Keberangkatan

Kondisi kesehatan bersifat dinamis seperti halnya


yang terjadi pada jamaah haji setelah penetapan
istitha’ah kesehatan sesuai kriteria. Untuk itu, diperlukan
upaya kesehatan untuk meningkatkan atau setidaknya
mempertahankan status kesehatan jamaah haji agar
memenuhi syarat istitha’ah kesehatan sampai menjelang
keberangkatan melalui pembinaan kesehatan haji.
Pembinaan kesehatan jamaah haji dimasa keberangkatan
adalah pembinaan yang dilakukan kepada jamaah haji
setelah jamaah haji melakukan pemeriksaan kesehatan
tahap kedua sampai keberangkatan. Pembinaan
kesehatan masa keberangkatan dilakukan pada jamaah
haji yang telah masuk dalam kuota keberangkatan tahun
berjalan, artinya jamaah tersebut sudah dipastikan akan
beragkat, tentunya setelah memperoleh konfirmasi
keberangkatan dari Kementerian Agama dan telah
melakukan pemeriksaan kesehatan tahap kedua (sudah
ditetapkan status istitha’ah kesehatannya). Secara umum
kegiatan pembinaan kesehatan haji dibagi menjadi tiga
bagian yakni :

1) Kegiatan Pembimbingan Kesehatan Haji


Pembimbingan kesehatan jamaah haji merupakan
proses pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi
kesehatan secara terencana, sistematis, dan
64

berkesinambungan terhadap jamaah haji sehingga


jamaah tersebut dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
kesehatan lingkungan dalam rangka mempertahankan
dan meningkatkan kesehatannya. Bentuk pembimbingan
kesehatan antara lain:
a) Konseling Kesehatan
Konseling merupakan komunikasi dua arah antara
dokter atau tenaga kesehatan dan jamaah haji di
Puskesms/klinik atau rumah sakit. Konseling perlu
dilaksanakan oleh konselor dalam rangka melakukan
pengendalian faktor risiko kesehatan jamaah haji
berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan tahap kedua.
b) Peningkatan Kebugaran Jasmani
Peningkatan kebugaran jasmani dilaksanakan
melalui latihan fisik secara terus - menerus dan teratur
yang diselenggarakan oleh Puskesmas / klinik secara
berkelompok atau mandiri. Prosesnya dapat dilakukan
melalui kerja sama dengan satuan kerja yang
membidangi kesehatan olah raga, organisasi masyarakat,
atau kelompok bimbingan. Metode penilaian /
pengukuran kebugaran jasmani dapat dilakukan dengan
metode Rockport Walking Test atau Six Minutes Walking
Test.
Pengukuran kebugaran jasmani dengan metode
Rockport Walking Test atau Six Minutes Walking Test
dapat dilakukan secara berkala untuk mengetahui
jantung dan paru-paru, sehingga hasil pengukuran
65

kebugaran jasmani digunakan untuk menilai kesiapan


jamaah haji dalam melakukan aktivitas fisik selama
ibadah haji. Bentuk latihan fisik yang dilakukan
sebaiknya disesuaikan dengan kesenangann seperti :
jalan kaki, jogging, senam aerobic (Senam Haji Sehat,
Senam Lansia, Senam Jantung Sehat, Senam Diabetes
Mellitus, Senam Asma, Senam Sehat Bugar, dan Senam
Kebugaran Jasmani), berenang serta bersepeda.
c) Pemanfaatan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
Salah satu pemanfaatan kegiatan berbasis
masyarakat dalam rangka melaksanakan pembinaan
kesehatan jamaah haji adalah melalui pemanfaatan pos
pembinaan terpadu (Posbindu). Program Posbindu akan
memberikan pembinaan kesehatan, mengontrol tekanan
darah, gula darah, lingkar perut, Berat Badab (BB),
Tinggi Badan (TB), dan Indeks Massa Tubuh (IMT),
d) Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah dapat diintegrasikan dengan
pendekatan keluarga sehat dan kegiatan Perwatan
Kesehatan Masyarakat (Perkesmas). Indikasi kunjungan
rumah adalah untuk mendapatkan informasi lebih lanjut
tentang faktor risiko kesehatan pada jamaah haji dan
indikasi tindakan medis yang tidak memungkinkan
jamaah haji mengunjungi fasilitas kesehatan.
e) Bimbingan Manasik
Manasik haji diselenggarakan oleh Kementerian
Agama. Pemerintah daerah dinas kesehatan
66

Kabupaten/Kota dapat bekerjasama denagan Kantor


Kementerian Agama setempat dalam pelaksanaan
manasik kesehatan. Informasi yang diberikan pada
manasik kesehatan haji berisi pesan kepada jamaah haji
agar berprilaku hidup bersih dan sehat, antara lain
istirahat cukup, tidak merokok, makan makanan bergizi,
mengelola stress, cuci tangan paki sabun, bercukur
aman, serta memahami kondisi perjalanan, cuaca dan
lingkungan saat berada di Arab Saudi.
2) Kegiatan Penyuluhan Kesehatan
Yang dimaksud penyuluhan kesehatan haji
adalah proses penyampaian pesan kesehatan secara
singkat dan jelas yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan mengubah prilaku jamaah haji seperti
yang diharapkan. Yang termasuk dalam komponen
penyuluhan kesehatan antara lain :
a) Penyuluhan Kesehatan Bagi Jamaah Haji
Meteri penyuluhan berisi pemberian informasi
tentang upaya menjaga dan mempertahankan kondisi
kesehatan selama masa keberangkatan agar jamaah haji
dapat menjaga kesehatannya dan memahami potensi atau
kondisi lingkungan di Arab Saudi yang dapat
mempengaruhi status kesehatan jamaah haji saat
menjalankan ibadahnya di Tanah Suci.
b) Penyebarluasan Informasi
Penyebar Luasan Informasi salah satu cara
pembinaan istitha’ah kesehatan dilakukan melalui
67

penyebarluasan informasi dengan menggunakan poster,


brosur, leaflet dan video.
c) Pemanfaatan Media Masa
Pemanfaatan media massa dapat berupa running
teks atau dialog interaktif di radio atau televise, dan
penulisan artikel tentang pentingnya kesehatan dalam
ibadah haji.
3) Pembinaan Terpadu Jamaah Haji
Merupakan bentuk pembinaan yang terintegrasi
lintas program dan lintas sector antara Kementerian
Kesehata dan Kementerian Agama. Integrasi lintas
program dalam lingkup kesehatan merupakan integrasi
dari program Posbindu, latihan kebugaran, dan pusat
kesehatan haji. Selain itu, pembinaan terpadu merupakan
kegiatan pembimbingan dan penyuluhan kesehatan haji
yang dijadikan dalam satu paket dengan istilah
pembinaan terpadu.
Berikut table kegiatan pembinaan kesehatan
haji masa keberangkatan:

Jenis Pembinaan N Kegiatan Pelaksanaan Tempat


o
.

A. Pembimbingan 1 Konseling 1. Puskesmas Puskesmas/Ru


Kesehatan Haji . 2. Rumah Sakit mah
3. Dokter Praktik Sakit/Klinik
Mandiri Mandiri/Asra
4. PPIH ma Haji
68

Embarkasi

2 Pembinaan 1. Puskesmas Puskesmas


. Kebugaran 2. Organisasi atau tempat
Jasmani Masyarakat lain yang telah
disepakati

3 Pemanfaat 1. Puskesmas Tempat yang


. an kegiatan 2. Masyarakat disepakati
berbasis
masyarakat
, contoh:
Posbindu

4 Kunjungan 1. Puskesmas Rumah


. Rumah Jamaah Haji

5 Bimbingan 1. Kementerian Tempat yang


. Manasik Agama disepakati
2. Puskesmas
3. Organisasi
Masyarakat

B. Penyuluhan 1 Penyuluha 1. Puskesmas 1. Puskesma


Kesehatan Haji . n 2. Organisasi s
Masyarakat 2. Tempat
3. PPIH lain yang
Embarkasi telah
disepakati
3. Asrama
Haji

2 Penyebarlu 1. Pemerintah Tempat yang


. asan 2. Organisasi disepakati
informasi Masyarakat
69

melalui 3. PPIH
poster, Embarkasi
brosur,
leaflet, dan
video

3 Pemanfaat 1. Pemerintah Tempat yang


. an media 2. Organisasi disepakati
massa Masyarakat
3. PPIH
Embarkasi

C. Pembinaan 1 Pembinaan 1. Kementerian Tempat yang


Terpadu . Terpadu Agama disepakati
2. Puskesmas
3. ORMAS

Sumber: Table 2.2


Kegiatan Pembinaan Kesehatan Haji Masa Keberangkatan

Pembinaan masa keberangkatan dilakukan kepada jamaah


haji yang akan berangkat pada tahun berjalan dan merupakan
jamaah haji dengan penetapan

 Memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji.


 Memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji dengan
pendampingan atau;
 Tidak memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji untuk
sementara.

Berdasarkan pengamatan penulis dalam hal ini


Kementerian Kesehatan telah berupaya dan berusaha memberikan
70

ketentuan yang terbaik bagi kesehatan jamaah haji untuk bisa


menunaikan ibadah haji dengan keadaan yang optimal sehingga
kegiatan rukun serta wajib haji dapat dilaksanakan sehingga dapat
menjadi haji yang mabrur. Kegiatan pemeriksaan yang dijalankan
berdasarkan PERMENKES yang telah diberlakukan dari mulai
calon jamaah haji mendaftarkan diri yakni tahap pertama, hingga
proses pemeriksaan masa keberangkatan atau tahap ketiga sudah
mencerminkan bahwasannya ibadah haji memang merupakan
ibadah yang memerlukan kemampuan fisik.

Sehingga peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian


Kesehatan bukan untuk menyulitkan jamaah, melainkan
mendukung dari pada prosesi kegiatan ibadah jamaah di Tanah
Suci. Fasilitas pemeriksaan serta pembinaan dan penyuluhan
adalah rangkaian yang di tetapkan Kementerian Kesehatan RI
pada jamaah haji untuk mencapai istitha’ah kesehtan dan
memberikan pembelajaran serta motivasi sehat kepada jamaah
tersebut. Pada setiap kegiatan yang dilakukan dalam mendukung
terwujudnya istitha’ah kesehatan bagi jamaah memberikan
wawasan serta pengetahuan dan juga informasi yang positif yang
dapat dibagikan kepada jamaah terkait informasi penyakit, risiko
yang akan ditanggung. Dengan banyaknya informasi serta
pengetahuan terkait kesehatan yang harus disosialisasikan kepada
jamaah, masih terdapat kendala yakni kurangnya tenaga medis
yang mendampingi jamaah ketika jamaah sakit dan dirujuk ke
rumah sakit sehingga jamaah haji tidak bisa berkonsultasi banyak
tentang penyakitnya untuk mencapai ketentuan laik terbang.
71

Sehingga jamaah banyak yang kurang bisa menjaga kesehatannya


sampai waktunya tiba mereka berangkat.

C. Proses Penentuan Istitha’ah Kesehatan dan Rekomendasi


Hasil Pemeriksaan Kesehatan

Pada Peraturan Menteri Kesehatan Repsublik Indonesia


No. 15 tahun 2016 tentang istitha’ah kesehatan jamaah haji,
kementerian kesehatan berupaya mempersiapkan jamaah haji
agar memiliki status kesehatan optimal dan mempertahankannya
untuk menuju terwujudnya jamaah haji sehat dan mandiri.
Kemudian pengaturan istitha’ah kesehatan haji bertujuan untuk
terselenggaranya pemeriksaan kesehatan dan pembinaan
kesehatan jamaah haji agar dapat menunaikan ibadahnya sesuai
dengan ketentuan ajaran agama Islam. Ada ketentuan serta hasil
dari tahapan pemeriksaan yang menjadikan syarat kriteria jamaah
haji yang dapat diberangkatkan meaksanakan haji berdasarkan
peraturan Menteri Kesehatan No. 15 tahun 2016 Bab I pasal 6
yakni :14

1. Tahap Pertama

Pemeriksaan tahap pertama dilaksanakan oleh tim


penyelenggara kesehatan haji Kabupaten/Kota di Puskesmas
/ Rumah Sakit pada saat jamaah haji melakukan pendaftaran
untuk mendapatkan nomor porsi. Pemeriksaan kesehatan
tahap pertama dilakukan di Puskesmas oleh dokter
Puskesmas sebagai pemeriksa kesehatan, dibantu tenaga
14
PERMENKES RI No. 15 Tahun 2016, Istitha’ah Kesehatan
Jamaah Haji, h. 3-4.
72

keperawatan dan analis laboratorium. Pemeriksaan tahap


pertama meliputi :15

a. Anamnesia.
b. Pemeriksan Fisik.
c. Pemeriksaan Penunjang.
d. Diagnosis.
e. Penetapan Tingkat Risiko Kesehatan.
f. Rekomendasi / Saran / Rencana Tindak lanjut.

Pada tahap pertama hasil pemeriksaan yang di dapat


berupa menetapkan Status Kesehatan Jamaah Haji Risiko
Tinggi atau Tidak Risiko Tinggi. Status kesehatan Risiko
Tinggi ditetapkan dengan kriteria :

1) Berusia 60 tahun atau lebih; dan/atau


2) Memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan
yang potensial menyebabkan keterbatasan dalam
melaksanakan ibadah haji.

Penetapan status kesehatan jamaah haji risiko tinggi


dituangkan dalam surat keterangan hasil pemeriksaan
kesehatan jamaah haji yang dikeluarkan dan ditandatangani
oleh dokter pemeriksa kesehatan haji. Selain diagnosis dan
penetapan tingkat risiko kesehatan, hasil pemeriksaan tahap
pertama juga akan menghasilkan rekomendasi atau tindakan

15
Kementerian Kesehatan RI, Pemeriksaan dan Pembinaan
Kesehatan Haji Mencapai Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji Untuk Menuju
Keluarga Sehat, (Jakarta : 2017), h. 12.
73

kesehatan selanjutnya berupa pembinaan kesehatan pada


masa tunggu. Pemeriksaan tahap pertama meliputi :16

a) Anamnesia
 Identitas jamaah haji meliputi, nama, nomor porsi,
tempat dan tangal lahir, umur, jenis kelamin, alamat
dan nomor telepon, pekerjaan, pendidikan terakhir,
status perkawinan, dan tanggal pemeriksaan.
 Riwayat kesehatan.
(a) Riwayat kesehatan sekarang, meliputi
penyakit kronis yang diderita, penyakit
menular, atau penyakit yang berhubungan
dengan disabilitas tertentu.
(b) Riwayat penyakit dahulu, yaitu penyakit
pernah diderita (termasuk operasi yang pernah
dijalani), ditulis secara kronologi.
(c) Riwayat penyakit keluarga, meliputi jenis
penyakit yang diderita anggota keluarga yang
berhubungan secara genetic. Dalam riwayat
kesehatan, dicatat pula hasil pembinaan
kesehatan pada masa tunggu.
b) Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, serta
suhu tubuh.

16
Kementerian Kesehatan RI, Pemeriksaan dan Pembinaan
Kesehatan Haji Mencapai Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji Untuk Menuju
Keluarga Sehat, (Jakarta : 2017), h. 12.
74

 Postur tubuh : Tinggi Badan (TB), Berat Badan


(BB).
 Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, auskultasi)
dilakukan terhadap : kulit, kepala (termasuk
pemeriksaan saraf cranial), mata (katarak atau
glaucoma), telinga, hidung, tenggorokan, serta
mulut. Leher dan pembulu getah bening.
 Pemeriksaan fisik terhadap dada : pemeriksaan paru,
jantung, perut.
 Pemeriksaan juga dilakukan terhadap : ekstreminitas
(kekuatan otot dan reflex), rectum dan urogenital,
traktus urinarus dan traktus genitalia (inspeksi dan
palpasi).
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk
mendeteksi suatu keadaan atau risiko gangguan
kesehatan yang umum terjadi pada jamaah haji, baik
penyakit tidak menular maupun penyakit menular yang
dapat menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan
ibadah haji. Jenis pemeriksaan penunjang antara lain
pemeriksaan laboratorium (darah, lengkap, golongan
darah, rhesus, kimia darah seperti glukosa darah sewaktu
dan kolesterol), pemeriksaan urine lengkap, rontagen,
dan Elektrokardiografi (EKG) yang seluruhnya
dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis yang akurat.
Pemeriksaan penunjang lainnya diperlukan
kepada jamaah haji yang memiliki penyakit tertentu
75

sesuai indikasi medis. Indikasi medis dimaksud untuk


memperluas temuan gangguan kesehatan sedini mungkin
yang potensial terjadi di masyarakat khususnya Jemaah
haji.
d) Diagnosis
Diagnosis ditetapkan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis utama dicantumkan dalam form pemeriksaan
kesehatan. Atas dasar diagnosis umum tersebut,
diperoleh kelompok risti dan non-risti. Hasil penetapan
diagnosis dari pemeriksaan kesehatan tahap pertama
adalah untuk mendapatkan status kesehatan sehingga
dapat terdeteksi gangguan kesehatan yang harus segera
diobati (early diagnosis and prompt treatment) dan
dilakukan tindakan pengendalian faktor risiko dan
pembinaan kesehatan pada masa tunggu.
e) Penetapan Tingkat Risiko Kesehatan
Berdasarkan diagnosis dan hasil pemeriksaan
kesehatan tahap pertama, tim penyelengara kesehatan
haji Kabupaten/Kota menetapkan status risti atau non-
risti.
Status kesehatan risiko tinggi ditetapkan bagi
jamaah haji dengan kriteria :
 Berusia 60 tahun atau lebih; dan/atau
 Memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan
kesehatan yang potensial menyebabkan keterbatasan
dalam melaksanakan ibadah haji, misalnya :
76

 Penyakit degeneratif, diantaranya Alzheimer


dan demensia.
 Penyakit metabolik, diantaranya diabetes
mellitus, dyslipidemia, dan hiperkolesterolemia.
 Penyakit kronis, diantaranya sirosis hepatis,
keganasan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK), Chronic Kidney Diseases (gagal ginjal
kronik), decompensasi cordis (gagal jantung),
dan hipertensi.
 Penyakit imunologis, diantaranya asma,
sindrom lupus Eritematosus (SLE), dan
HIV/AIDS (pertimbangkan kerahasiaannya);
 Penyakit bawaan, diantaranya kelainan katup
jantung, kista ginjal, diabetes meletus tipe 1:
dan
 Penyakit jiwa, diantaranya skizofrenia dan
gangguan bipolar.
 Memiliki faktor risiko kesehatan yang potensi
menyebabkan ketidakmampuan menjalankan rukun
wajib haji dan mengancam keselamatan jamaah haji,
antara lain :
 Penyakit kardiovaskuler.
 Penyakit metabolik.
 Penyakit paru atau saluran nafas.
 Penyakit ginjal.
 Penyakit hipertensi.
77

 Penyakit keganasan seperti kanker.


Faktor risiko yang telah teridentifikasi, kemudian
dilakukan pengendalian faktor risiko secara
berkesinambungan dalam masa pembinaan kesehatan.
f) Rekomendasi/Saran atau Tindak Lanjut
Seluruh jamaah haji yang telah melakukan
pemeriksaan kesehatan pada tahap pertama, diberikan
rekomendasi/saran atau tindak lanjut untuk dilakukan
pembinaan kesehatan pada masa tunggu.
Jamaah haji Wanita Usia Subur harus
diinformasikan mengenai ketentuan Surat Keputusan
Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Kesehatan
No. 458 Tahun 2000 tentang calon jamaah haji hamil.
Jamaah haji (WUS) dianjurkan mengikuti program
Keluarga Berencana (KB) untuk pengaturan
kehamilannya, agar jamaah tersebut dapat berangkat ke
Tanah Suci. Hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama
dan rekomendasi yang diberikan kemudian dicatat dalam
Buku Kesehatan Jamaah Haji (BKHJ) atau pencatatan
elektronik melalui Sistem Komputerisasi Haji Terpadu
Kesehatan (SISKOHATKES).
Seluruh jamaah haji yang telah melakukan
pemeriksaan kesehatan tahap pertama harus diberikan
informasi dan edukasi tentang Peratura Menteri
Kesehatan No. 15 tahun 2016 mengenai tahapan-tahapan
dan upaya yang harus dilalui untuk mencapai istitha’ah
kesehatan jamaah haji sampai menjelang keberangkatan.
78

2. Tahap Kedua

Pemeriksaan tahap kedua dilaksanakan oleh tim


penyelenggara kesehatan haji Kabupaten/Kota di Puskesmas
/ Rumah Sakit pada saat pemeriksaan telah menentukan
kepastian keberangkatan jamaah haji pada tahun berjalan.
Pemeriksaan kesehatan tahap ke dua akan menentukan
seseorang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat
istitha’ah kesehatan. Pemeriksaan kesehatan tahap kedua
meliputi :

a. Anamnesia.
b. Pemeriksan Fisik.
c. Pemeriksaan Penunjang.
d. Diagnosis.
e. Penetapan Istitha’ah Kesehatan.
f. Rekomendasi / Saran / Rencana Tindak lanjut.
g. Penandaan Gelang Bagi jamaah haji

Komponen istitha’ah kesehatan dari hasil


pemeriksaan kesehatan tahap kedua didasarkan pada
pertimbangan medik sebagai berikut :17

1) Jamaah haji dapat melakukan aktivitas fisik


untuk menyelesaikan seluru rangkaian ibadah
haji yang bersifat rukun dan wajib haji.

17
Kementerian Kesehatan RI, Pemeriksaan dan Pembinaan
Kesehatan Haji Mencapai Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji Untuk Menuju
Keluarga Sehat, (Jakarta : 2017), h. 23.
79

2) Status kesehatan jamaah haji tidak akan


memburuk oleh pengaruh prosesi haji ibadahnya
dan lingkungannya;
3) Kondisi kesehatan jamaah haji tidak
menyebabkan gangguan kesehatan dan
kenyamanan bagi jamaah haji lainnya;
4) Kondisi kesehatan jamaah haji dan tindakan yang
diperlukan tidak mengganggu lingkungan
sekitarnya.

Untuk memperjelas apa yang diuraikan diatas berikut


dikemukakan pula secara rinci dibawah ini :

a) Anamnesia
 Identitas jamaah haji meliputi, nama, nomor porsi,
tempat dan tangal lahir, umur, jenis kelamin,
alamat dan nomor telepon, pekerjaan, pendidikan
terakhir, status perkawinan, dan tanggal
pemeriksaan.
 Riwayat kesehatan.
 Riwayat kesehatan sekarang, meliputi
penyakit kronis yang diderita, penyakit
menular, atau penyakit yang berhubungan
dengan disabilitas tertentu.
 Riwayat penyakit dahulu, yaitu penyakit
pernah diderita (termasuk operasi yang pernah
dijalani), ditulis secara krinologi.
80

 Riwayat penyakit keluarga, meliputi jenis


penyakit yang diderita anggota keluarga yang
berhubungan secara genetic. Dalam riwayat
kesehatan, dicatat pula hasil pembinaan
kesehatan pada masa tunggu.
b) Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, serta
suhu tubuh.
 Postur tubuh : Tinggi Badan (TB), Berat Badan
(BB).
 Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, auskultasi)
dilakukan terhadap : kulit, kepala (termasuk
pemeriksaan saraf cranial), mata (katarak atau
glaucoma), telinga, hidung, tenggorokan, serta
mulut. Leher dan pembulu getah bening.
 Pemeriksaan fisik terhadap dada : pemeriksaan
paru, jantung, perut.
 Pemeriksaan juga dilakukan terhadap :
ekstreminitas (kekuatan otot dan reflex), rectum
dan urogenital, traktus urinarus dan traktus
genitalia (inspeksi dan palpasi).
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium (darah lengkap, golongan darah, rhesus,
kimia darah seperti gula darah puasa dan gula darah 2
jam pos perandial dan profil lemak), pemeriksaan urine
lengkap (warna, kejernihan, bau, sedimen, glukosa urin,
81

dan protein urin), tes kehamilan, rontagen dan EKG


dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis yang akurat.
Pemeriksaan tambahan lainnya seperti CT scan atau
MRI dapat diperlukan kepada jamaah haji yang memilik
penyakit tertentu sesuai indikasi medis.
Pemeriksaan lainnya yang diperlukan adalah
pengukuran kebugaran dengan menggunakan metode
Rockpot atau six minute walking test.
d) Hasil dan Rekomendasi Dokter Spesialis
Rujukan kepada dokter spesialis atau fasilitas
kesehatan lain diindikasikan bagi jamaah haji yang
memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk penetapan
diagnosis atau memerlukan tindakan medis lanjutan
untuk penyembuhan kelainan yang di dapat. Selain itu
hasil pemeriksaan dokter spesialis dapat menjadi acuan
untuk penilaian keparahan gangguan kesehatan yang
terjadi sebagai dasar pertimbangan untuk pembinaan
kesehatan dan penetapan kriteria istitha’ah kesehatan
jamaah haji. Hasil dan rekomendasi dokter spesialis
harus dimasukan sebagai data bersama dengan hasil
pemeriksaan kesehatan lainnya.
e) Penetapan Diagnosis
Diagnosis ditetapkan dari hasil anamnesia,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang termasuk
hasil dan rekomendasi rujukan dokter spesialis.
Berdasarkan diagnosis tersebut ditetapkan kriteria
istitha’ah kesehatan jamaah haji yang bersangkutan.
82

f) Penetapan Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji


Berdasarkan pemeriksaan kesehatan tahap kedua,
ditetapkan istitha’ah keehatan jamaah haji yang meliputi
:
 Memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji.
 Memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji dengan
pendampingan.
 Tidak memenuhi syarat istitha’ah sementara.
 Tidak memenuhi syarat istitha’ah.
Berdasarkan penjelasan pada poin di atas tersebut
maka di bawah ini penetapan tentang istitha’ah sebagai
berikut :
(a) Memenuhi Syarat Istitha’ah Kesehatan Haji

Jamaah haji yang ditetapkan memenuhi syarat


istitha’ah kesehatan haji merupakan jamaah haji
yang memiliki kemampuan mengikuti proses ibadah
haji tanpa bantuan obat, alat dan/atau orang lain
dengan tingkat kebugaran jasmani setidaknya
denagn kategori cukup. Penentuan tingkat
kebugaran dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan kebugara yang disesuaikan dengan
karakteristik individu jamaah haji. Jamaah haji
tersebut wajib berperan aktif dalam kegiatan
promotif dan preventif.
83

(b) Memenuhi Syarat Istitha’ah Kesehatan Haji


dengan Pendampingan.

Jamaah haji yang ditetapkan memenuhi syarat


istitha’ah kesehatan haji dengan pendampingan,
merupakan jamaah haji dengan kriteria :

 Berusia 60 tahun atau lebih, atau


 Menderita penyakit tertentu yang tidak masuk
dalam kriteria tidak memenuhi syarat istitha’ah
sementara dan/atau tidak memenuhi syarat
istitha’ah.

Yang dimaksud pendamping berupa :18

 Orang

Seseorang yang sanggup menjadi pendamping


jamaah haji harus memenuhi syarat kebugaran
dan harus bertanggung jawab penuh terhadap
jamaah haji yang didampingi. Selain itu orang
yang akan mendampingi jamaah haji dengan
penyakit harus memiliki kopetensi yang sesuai
dalam mengatasi masalah kesehatan jamaah haji
yang bersangkutan.

18
Kementerian Kesehatan RI, Pemeriksaan dan Pembinaan
Kesehatan Haji Mencapai Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji Untuk Menuju
Keluarga Sehat, (Jakarta : 2017), h. 27.
84

 Alat kesehatan

Alat yang digunakan sebagai pendamping harus


dapat digunakan secara maksimal oleh jamaah
haji tersebut. Alat kesehatan yang dimaksud
harus benar-benar dibawa, dan dijamin
ketersediaannya oleh jamaah haji untuk
mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

 Obat-obatan

Obat yang dibawa jamaah haji dapat dipahami


aturan minumnya, dibawa dengan jumlah yang
cukup, dan dapat dikelola secara mandiri.

Jamaah haji yang memenuhi syarat istitha’ah


kesehatan haji dengan pendampingan harus
berkonsultasi dengan dokter TKHI secara teratur
dan berkala pada saat yang bersangkutan
melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci.

(c) Tidak Memenuhi Syarat Istitha’ah Sementara.

Jamaah haji yang ditetapkan tidak memenuhi


syarat istitha’ah kesehatan haji untuk sementara,
merupakan jamaah haji dengan kriteria :

 Tidak memiliki sertifikat vaksin Internasional


(ICV) yang sah. Artinya jamaah haji yang
belum dilakukan penyuntikan vaksinisasi
meningitis meningokokus.
85

 Menderita penyakit tertentu yang berpeluang


sembuh, antara lain Tuberkulosis sputum BTA
Positif, Tuberculosis Multi Drug Resistance,
Diabetes Melitus Tidak Terkontrol, Hipertiroid,
HIV-AIDS dengan Diare Kronik, Stroke Akut,
Perdarahan Saluran Cerna, dan Anemia Gravis.
 Suspek dan/atau konfirm penyakit menular
yang berpotensi wabah.
 Psikosis Akut.
 Fraktur tungkai yang membutuhkan
Immobilisasi.
 Fraktur tulang belakang tanpa komplikasi
neurologis atau
 Hamil yang diprediksi usia kehamilannya pada
saat keberangkatan kurang dari 14 minggu atau
lebih dari 26 minggu.

Jamaah yang memiliki kondisi atau penyakit


yang tergolong kriteria tidak memenuhi syarat
istitha’ah sementara seperti di atas, harus
mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal
agar jamaah haji tersebut dapat segera memenuhi
syarat istitha’ah.

(d) Tidak Memenuhi Syarat Istitha’ah.

Jamaah haji yang ditetapkan tidak memenuhi


syarat istitha’ah kesehatan haji, merupakan jamaah
dengan kriteria sebagai berikut :
86

 Kondisi klinis yang dapat mengancam jiwa,


antara lain : Penyakit Paru Obstruksi Kronis
(PPOK) derajat IV, Gagal Jantung Stadium IV,
Chronic Kidney Disease Stadium IV dengan
peritoneal dialysis/hemodialisis reguler, AIDS
stadium IV dengan infeksi oportunistik, Stroke
Haemorhagic luas;
 Gangguan jiwa berat antara lain skizofrenia
berat, dimensia berat, dan retardasi mental
berat;
 Jemaah dengan penyakit yang sulit diharapkan
kesembuhannya, antara lain keganasan stadium
akhir, Tuberculosis Totaly Drugs Resistance
(TDR), sirosis atau hepatoma decompensata

Penetapan istitha’ah kesehtan jamaah haji


tersebut dituangkan dalam berita acara penetapan
istitha’ah kesehatan jamaah haji yang dikeluarkan
dan ditanda tangani oleh ketua Tim Penyelenggara
Kesehatan Haji, dan disampaikan kepada jamaah
haji yang bersangkutan serta disampaikan kepada
Kementerian Agama Kabupaten/Kota untuk di
tindak lanjuti sebagaimana ketentuan yang berlaku.

Rekapitulasi hasil penetapan istitha’ah kesehatan


jamaah haji dilaporkan kepada kepala daerah
Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi.
87

g) Rekomendasi/Saran/Tindak Lanjut
Terhadap seluruh jamaah haji yang telah
dilakukan pemeriksaan kesehatan tahap kedua, diberikan
rekomendasi / saran atau tindak lanjut untuk dilakukan
pembinaan kesehatan pada masa keberangkatan.
Pembinaan kesehatan pada masa keberangkatan akan
menetapkan kondisi keehatan jamaah haji menjelang
keberangkatan.
Seluruh jamaah haji yang telah melakukan
pemeriksaan kesehatan tahap kedua (kecuali yang tidak
memenuhi syarat), wajib mengikuti pembinaan
kesehatan di masa keberangkatan (setelah pemeriksaan
tahap kedua) harus mempertimbangkan diagnosis yang
telah ditetapkan. Khusus kepada jamaah haji yang tidak
memenuhi syarat istitha’ah kesehatan, maka tidak akan
dilakukan program pembinaan jamaah haji di masa
keberangkatan, mengingat status atau kondisi
kesehatannya yang sangat memiliki keterbatasan dan
sangat sulit mengalami perubahan yang signifikan. Pada
jamaah haji yang tidak memenuhi syarat istitha’ah
kesehatan masih dapat melakukan konsultasi medis
terkait penyakit yang ada.
h) Penandaan Gelang Bagi Jamaah Haji
Jamaah haji yang telah dilakukan pemeriksaan
kesehatan tahap kedua, selanjutnya akan diberikan tanda
melalui pemberian gelang. Pemeberian gelang kepada
jamaah haji bertujuan untuk mengidentifikasi jamaah
88

haji secara aktif, sehinga jamaah haji dapat memahami


kondisi kesehatannya dan dapat melakukan kegiatan
preventif dan pengendalian factor risiko kesehatan yang
jamaah haji miliki secara proaktif.
Saat ini kementerian kesehatan memberikan tanda
kepada jamaah haji dengan kriteria sebagai berikut :
 Gelang berwarna merah, merupakan tanda jamaah
haji berusia diatas 60 tahun dengan penyakit.
 Gelang berwarna kuning, merupakan tanda jamaah
haji berusia dibawah 60 tahun dengan penyakit.
 Gelang berwarna hijau, merupakan tanda jamaah
haji yang berusia diatas 60 tahun tanpa penyakit.
 Untuk jamaah haji dibawah 60 tahun dan tidak
memiliki penyakit, maka jamaah tersebut tidak
diberikan gelang.
Pemberian warna gelang kepada jamaah haji
dimaksudkan agar pada pelaksanaan kesehatan haji di
Arab Saudi, jamaah haji lebih dapat mudah dipantau
oleh Tim Kesehata Haji Indonesia (TKHI) di kloternya.
3. Tahap Ketiga

Pemeriksaan tahap ketiga dilakukan untuk


menetapkan status kesehatan jamaah haji laik atau tidak laik
terbang. Jamaah haji yang tidak laik terbang merupakan
jamaah haji dengan kondisi yang tidak memenuhi standar
keselamatan penerbangan Internasional dan/atau peraturan
kesehatan Internasional. Dalam penetapan status kesehatan
89

tersebut, PPIH embarkasi bidang kesehatan berkoordinasi


dengan dokter penerbangan. Penetapan laik atau tidak laik
merupakan wujud tanggung jawab pemerintah dalam
memberikan perlindungan kesehatan kepada jamaah haji
karena tidak semua kondisi kesehatan atau penyakit tertentu
dapat dinyatakan aman bagi jamaah haji dan/ atau jamaah
haji lainnya selama perjalanan di pesawat dan di Arab
Saudi.19

Sudah menjadi tanggung jawab PPIH Embarkasi


bidang Kesehatan menetapkan seorang jamaah haji
memenuhi kriteria laik atau tidak laik terbang. Dalam
menetapkan status kesehatan sebagaimana dimaksud, Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai bagian dari
penyelenggara kesehatan berkoordinasi dengan dokter
penerbangan dan/atau dokter ahli di rumah sakit rujukan.

Dalam hal PPIH Embarkasi bidang Kesehatan


mendapatkan jamaah haji memiliki potensi tidak memenuhi
syarat istitha’ah kesehatan, maka PPIH Embarkasi bidang
Kesehatan dapat melakukan pemeriksaan kesehatan kepada
jamaah haji yang dimaksud dengan menyertakan tim
penyelenggara kesehatan haji Kabupaten/Kota untuk
menetapkan kriteria istitha’ah jamaah haji tersebut.

19
Wawancara dengan Bpk. dr. Edi Supriyatna, Mkk, Staf PF12 Pusat
Kesehatan Haji, Tanggal 10 April 2018, pukul 11:20 WIB.
90

Pemeriksaan kesehatan tahap ketiga meliputi :

a. Anamnesia.
b. Pemeriksaan Fisik.
c. Pemeriksaan Penunjang.
d. Penetapan Diagnosis.
e. Penetapan Kelaikan Terbang.
f. Rekomendasi / Saran / Tindak Lanjut.

Untuk memperjelas apa yang diuraikan diatas berikut


dikemukakan pula secara rinci dibawah ini :

a) Anamnesia
 Identitas jamaah haji meliputi, nama, nomor porsi,
tempat dan tangal lahir, umur, jenis kelamin, alamat
dan nomor telepon, pekerjaan, pendidikan terakhir,
status perkawinan, dan tanggal pemeriksaan.
 Riwayat kesehatan.
 Riwayat kesehatan sekarang, meliputi penyakit
kronis yang diderita, penyakit menular, atau
penyakit yang berhubungan dengan disabilitas
tertentu.
 Riwayat penyakit dahulu, yaitu penyakit pernah
diderita (termasuk operasi yang pernah dijalani),
ditulis secara krinologi.
 Riwayat penyakit keluarga, meliputi jenis
penyakit yang diderita anggota keluarga yang
berhubungan secara genetic. Dalam riwayat
91

kesehatan, dicatat pula hasil pembinaan


kesehatan pada masa tunggu.
b) Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, serta
suhu tubuh.
 Postur tubuh : Tinggi Badan (TB), Berat Badan
(BB).
 Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, auskultasi)
dilakukan terhadap : kulit, kepala (termasuk
pemeriksaan saraf cranial), mata (katarak atau
glaucoma), telinga, hidung, tenggorokan, serta
mulut. Leher dan pembulu getah bening.
 Pemeriksaan fisik terhadap dada : pemeriksaan paru,
jantung, perut.
 Pemeriksaan juga dilakukan terhadap : ekstreminitas
(kekuatan otot dan reflex), rectum dan urogenital,
traktus urinarus dan traktus genitalia (inspeksi dan
palpasi).
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium (darah lengkap, golongan darah, rhesus,
kimia darah seperti gula darah puasa dan gula darah 2
jam pos perandial dan profil lemak), pemeriksaan urine
lengkap (warna, kejernihan, bau, sedimen, glukosa urin,
dan protein urin), tes kehamilan, rontagen dan EKG
dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis yang akurat.
Pemeriksaan penujang lainnya seperti pemeriksaan
92

krsehatan jiwa sederhana dapat dilakukan. Pemeriksaan


tambahan lainnya diperlukan kepada jamaah haji yang
memiliki penyakit tertentu sesuai indikasi medis.
d) Penetapan Diagnosis
Diagnosis ditetapkan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis utama dicatumkan pada formulir. Kemudian
atas dasar diagnosis utama tersebut, ditentukan jamaah
haji memenuhi syarat laik atau tidak laik terbang.
e) Penetapan Kelaikan Terbang
Penetapan kelaikan terbang dilakukan oleh dokter
dengan kompetensi kedokteran penerbangan di PPIH
Embarkasi bidang Kesehatan berdasarkan hasil diagnosis
pasien. Penyakit yang ditetapkan tidak laik terbang
dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut
:
 Penyakit menular berpotensi wabah. Penyakit
karantina : pes (plague), Kolera (colera), demam
kuning (yellow fever), cacar (small pox), tifus
bercak wabahi (typhus anthomaticus
infectiosa/louse borne typhus), demam balik-balik
(louse borne relapsing fever), penyakit menular lain
yang ditentukan.
 Penyakit yang berhubungan keselamatan
penerbangan dan ketinggian serta usia kehamilan.
 Penyakit yang keadaan saturasi oksigen yang
kurang.
93

 Penyakit yang membahayakan orang lain dan


penerbangan.
Penetapan status jamaah haji yang tidak laik
terbang dituangkan dalam berita acara kelaikan terbang
yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh ketua PPIH
Embarkasi Bidang Kesehatan dan disampaikan kepada
Ketua PPIH Embarkasi.
f) Rekomendasi/Saran/Tindak lanjut
Terhadap seluruh jamaah haji yang telah
dilakukan pemeriksaan kesehatan tahap ketiga dengan
penetapan Tidak Laik Terbang, maka diberikan
rekomendasi/saran atau tindak lanjut untuk dilakukan
tindakan selanjutnya kepada ketua PPIH Emabrkasi
bidang Kesehatan merujuk kepada hasil pemeriksaan
kesehatan tahap ketiga sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan No.15 ahun 2016.
Pemberitahuan rekomendasi harus disampaikan
secara jelas kepada jamaah haji sehingga jamaah haji
dapat berperan aktif melaksanakan rekomendasi yang
dimaksud. Beberapa kondisi yang harus disampaikan
kepada jamaah haji yang tidak laik terbang dan/atau
tidak memenuhi syarat istitha’ah kesehatan (yang
diketahui saat di embarkai) antara lain bahaya penyakit
yang diderita oleh jamaah haji dalam penerbangan dan
potensi lainnya seperti potensi terjadinya penularan
penyakit yang dibawa oleh jamaah haji tersebut.
Disampaikan pula kondisi kesehatannya dikaitkan
94

dengan penerbangan yang cukup memakan waktu lama


ke Arab Saudi sebagai tanggung jawab pemerintah
dalam memberikan perlindungan kesehatan jamaah haji.
Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 15 Tahun
21016, jamaah yang dapat diberangkatkan adalah :
 Jamaah haji yang sudah mendapat suntik
meningitis. Contoh, jamaah haji perempuan yang
hamil tidak boleh melakukan suntik meningitis,
otomatis mereka tidak boleh diberangkatkan.
 Jamaah yang tidak dalam proses cuci darah.
 Jamaah yang terbebas dari virus TBC.
 Jamaah yang terbebas dari Hemoglobin (HB)
rendah yaitu dibawah 8,5 karena jika HB rendah
maka akan bermasalah diregulasi penerbangan
karena di pesawat tekanan udaranya tinggi bisa
mengakibatkan pingsan.
 Jamaah yang sudah bebas dari dari HB 7 karena
terpaksa harus ditransfuse dulu sampai HBnya
naik, rata-rata sembilan sampai sepuluh baru boleh
diberangkatkan.
 Jamaah yang terbebas dari gagal ginjal, karena
gagal ginjal tidak boleh lagi untuk tahun ini.
Berdasarkan ketentuan istitha’ah kesehatan
jamaah haji yang di tetapkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia yakni peraturan Nomor
15 Tahun 2016, penulis dapat mengemukakan
bahwasannya ketentuan yang dibuat serta dijadikan
95

sebagai kriteria kesehatan (istitha’ah badaniah) jamaah


haji yang dapat diberangkatkan sudah sangat baik.
Karena berdasarkan peraturan dan ketentuan tersebut
jamaah yang dapat diberangkatkan adalah jamaah yang
istitha’ah dari segala aspek, walaupun jamaah sudah
melakukan pemeriksaan kesehatan beberapa kali, namun
belum tentu mereka dapat diberangkatkan.
Dengan adanya ketentuan yang menjadikan
kriteria kelaikan jamaah yang dapat diberangkatkan
sangat membantu tim petugas yang bertugas melayani
jamaah, baik di Tanah Suci maupun di Tanah Air.
Dengan adanya peraturan tentang kesehatan terkait
tercapainya istitha’ah kesehatan jamaah haji ini yang
meberikan perbedaan pada tahun-tahun sebelumnya,
ketika ada jamaah yang sakit dan harus melakukan cuci
darah masih boleh diberangkatkan setelah ditetapkan
peraturan ini, pemerintah Arab benar-benar menegaskan
lagi agar tidak berangkat, karena terlalu membebani
mereka para petugas disana. Karena ketika jamaah yang
tidak tergolong istitha’ah tetap dipaksa untuk bisa
berangkat, yang ada sampai disana mereka bukan
beribadah tetapi malah masuk rumah sakit, hal ini tentu
membuat panitia bahkan pemerintah Arab Saudi sendiri
terbebani.
Dengan adanya peraturan Menteri Kesehatan ini
sangat membantu semua pihak, walaupun secara kasat
mata merugikan jamaah yang sudah terpanggil tapi tidak
96

bisa berangkat dikarenakan penyakit yang dideritanya.


Semua orang atau jamaah sebagian besar berkeinginan
untuk meninggal disana, makanya memaksakan diri
untuk tetap bisa berangkat. Tapi disisi lain, ketika orang
yang sakit atau yang tidak memenuhi kriteria istitha’ah
kesehatan tetap diberangkatkan mereka bukannya
meninggal disana akan tetapi malah akan merepotkan
orang banyak.
Peraturan terkait tentang istitha’ah kesehatan
jamaah haji ini kurang disosialisasikan kepada jamaah,
maka kebanyakan dari mereka dan kalangan keluarga
jamaah masih belum mengerti. Pernah terjadi jamaah
tahun 2016 yang tidak istitha’ah dalam kesehatan,
terpaksa tidak diberangkatkan dan dipulangkan ke
kampung halamannya di Banten dengan mobil
ambulance, tetapi karena pihak keluarga jamaah tidak
terima salah satu keluarganya di pulangkan, supir dari
mobil ambulance tersebut dipukuli.20
Dengan adanya ketentuan kriteria berdasarkan
Kementerian Kesehatan terkait jamaah yang
diperbolehkan berangkat akan sangat membantu tim
petugas yang bertugas, karena di dalam satu kloter hanya
ada lima sampai tujuh orang petugas dan hanya tiga
orang petugas yang menangani bidang kesehatan. Tiga
orang inilah yang akan menangani jamaah walaupun

20
Wawancara dengan Bpk. Sukri, Kasi UPT Embarkasi Jakarta,
Tanggal 23 Maret 2018, pukul 09:35 WIB.
97

nanti ada juga petugas Daerah Kerja (Daker) dan tim


kesehatan yang membantu.
BAB V

PENUTUP

Berdasarkan uraian dan pengertian mengenai “Istitha’ah


Kesehatan Jamaah Haji Dalam Perspektif Kementerian Kesehatan
RI” yang telah diuraikan sebelumnya dalam beberapa bab yang
dikumpulakan melalui proses penelitian dengan melakukan studi
kepustakaan, pengamatan, serta wawancara. Maka dalam bab ini
penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan dari penelitian
yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan beberapa
kesimpulan dan saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan
1. Ketentuan istitha’ah berdasarkan hukum syara’ dalam
ibadah haji merujuk kepada Fiqih Islam, bahwa istitha’ah
adalah salah satu poin dari “Syarat wajib” dalam
menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu setiap imam
mazhab, Ulama Mutaakhirin (kontemporer), serta Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengemukakan pendapat
bahwasaanya kegiatan ibadah haji tidak hanya dituntut
untuk istitha’ah secara harta, melainkan istitha’ah secara
fisik. Dimana unsur istitha’ah kesehatan menjadi bagian
terpenting dalam terlaksananya rangkaian ritual ibadah haji
dari rukun dan waib haji itu sendiri. Karena ibadah haji itu

98
99

sendiri dalam setiap rangkaian kegiatannya merupakan


ibadah yang memerlukan kesehatan dan kebugaran fisik.
2. Ketentuan istitha’ah kesehatan berdasarkan regulasi
Kementerian Kesehatan adalah setiap jamaah dalam
melakukan tes kesehatan harus melakukan tiga tahapan
pemeriksaan. Yakni pemeriksaan Tahap Pertama
pemeriksaan ini dilaksanakan oleh tim penyelenggara
kesehatan haji Kabupaten/Kota di Puskesmas / Rumah Sakit
pada saat jamaah haji melakukan pendaftaran untuk
mendapatkan nomor porsi. Kemudian pada tahap pertama
ini dilakukan kegiatan pemeriksaan yakni a) Anamnesia b)
Pemeriksaan fisik c) Pemeriksaan penunjang d) Diagnosis
e) Penetapan tingkat risiko kesehatan f) Rekomendasi /
saran / rencana tindak lanjut. Kemudian dilakukan pula
pemeriksaan kesehatan Tahap Kedua pemeriksaan ini
dilaksanakan oleh tim penyelenggara kesehatan haji
Kabupaten/Kota di Puskesmas / Rumah Sakit pada saat
pemeriksaan telah menentukan kepastian keberangkatan
jamaah haji pada tahun berjalan. Pada tahap ini akan
memberikan ketentuan seorang jamaah memenuhi syarat
atau tidak memenuhi syarat istitha’ah kesehatan. Tahapan
pemeriksaan kedua yakni a) Anamnesia b) Pemeriksaan
fisik c) Pemeriksaan penunjang d) Diagnosis e) Penetapan
istitha’ah kesehatan f) Rekomendasi / saran / rencana tindak
lanjut g) Penandaan Gelang Bagi jamaah haji. Kemudian
dalam ketentuan Kementerian Kesehatan dilakukan proses
pemeriksaan terakhir yakni pemeriksaan Tahap Ketiga
100

yang dilakukan untuk menetapkan status kesehatan jamaah


haji laik atau tidak laik terbang. Pemeriksaan tahap ketiga
yakni a) Anamnesia b) Pemeriksaan fisik, c) Pemeriksaan
penunjang d) Diagnosis e) Penetapan kalaikan terbang f)
Rekomendasi / saran / rencana tindak lanjut. Kemudian dari
setiap tahapan pemerikasaan juga diadakan tahapan
pembinaan istitha’ah kesehatan jamaah haji masa tunggu
dan juga pembinaan istitha’ah kesehatan jamaah haji masa
keberangkatan. Karena pada tahapan-tahapan inilah jamaah
mendapatkan pemantauan, pemeriksaan, serta bimbingan
serta arahan untuk menjaga kestabilan kesehatan hingga
jamaah laik untuk diterbangkan atau diberangkatkan.
3. Peroses penentuan istitha’ah kesehatan dan rekomendasi
hasil pemeriksaan jamaah haji dalam penentuan ini yang
dapat diberangkatkan menurut Kementerian Kesehatan RI
adalah jamaah haji telah melalui tahap pemeriksaan
kesehatan tahap pertama dan mendapatkan hasil pada tahap
pertama hasil pemeriksaan yang di dapat berupa
menetapkan Status Kesehatan Jamaah Haji Risiko Tinggi
atau Tidak Risiko Tinggi. Kemudian jamaah haji juga telah
melakukan pemeriksaan kesehatan tahap kedua, yang
menghasilkan ketetapan istitha’ah kesehatan jamaah haji
yakni : a) Memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji. b)
Memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji dengan
pendampingan. c) Tidak memenuhi syarat istitha’ah
sementara. d) Tidak memenuhi syarat istitha’ah. Kemudian
hasil pemeriksaan kesehatan tahap ke tiga adalah yang
101

menentukan jamaah haji yang dapat diberangkatkan adalah


jamaah yang tidak memiliki penyakit menular yang dapat
berpotensi wabah, pes (plague), Kolera (colera), demam
kuning (yellow fever), cacar (small pox), tifus bercak
wabahi (typhus anthomaticus infectiosa/louse borne
typhus), demam balik-balik (louse borne relapsing fever),
penyakit menular lain yang ditentukan, penyakit yang
berhubungan keselamatan penerbangan dan ketinggian,
serta penyakit keadaan saturasi oksigen yang kurang,
jamaah haji yang sudah mendapat suntik meningitis, jamaah
yang tidak dalam proses cuci darah, jamaah yang terbebas
dari virus TBC, jamaah yang terbebas dari Hemoglobin
(HB) rendah yaitu dibawah 8,5 karena jika HB rendah maka
akan bermasalah diregulasi penerbangan karena di pesawat
tekanan udaranya tinggi bisa mengakibatkan pingsan,
jamaah yang terbebas dari gagal ginjal, karena gagal ginjal
tidak boleh lagi untuk tahun ini.
B. Saran
1. Diharapkan ketentuan terkait istitha’ah kesehatan menurut
para imam mazhab, ulama serta MUI dan Kementerian
Kesehatan dapat di sosialisasikan kepada seluruh calon
jamaah haji serta anggota keluarga jamaah. Agar
pengetahuan mengenai istitha’ah kesehatan dapat dipahami
oleh jamaah.
2. Pada setiap tahapan pemeriksaan jaamah haji harus selalu
diingatkan dan diberikan motivasi untuk menjaga
kesehatan, serta pada tahapan ketiga suasana di Embarkasi
102

yang menjadi tempat terakhir pemeriksaan kesehatan


jamaah disterilkan, jamaah tidak usah diperkenankan
memakan makanan yang dibawa dari rumah, dikhawatirkan
akan memicu kondisi kesehtan jamaah haji menjadi tidak
stabil. Dan tidak diperkenankan lagi untuk menerima tamu,
agar jamaah bias beristirahat sebelum keberangkatan.
3. Perlunya pendanpingan serta sosialisasi bahaya penyakit
yang menjadikan jamaah menjadi tidak laik diberangkatkan.
Sehingga jamaah haji tidak ada yang memaksakan
kehendak untuk tetap berangkat, karena dapat mengancam
dirinya sendiri secara fisik dan dapat menghalangi
keabsahan ibadah haji, karena rukun dan wajib haji akan
sulit dilakukan bagi jamaah yang kondisi fisiknya
mengalami gangguan penyakit berat.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. Intisari Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jemaah, ter. Farid


Bin Muhammad Bathathy (Jakarta: Pustaka Imam Asy-
Syafi’I, 2006).

Abdurrahman, al-Zaziri. Fiqih Empat Mazhab Bagian Ibadat


(Puasa, Zakat, Haji, Kurban), (Jakarta: Darul Ulum
Press, 1996).

Afrizal. Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada, 2016).

Ambary, Hasan Muarif dk. Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar


Baru Van Hoeve).

Basyuni, Muhammad. Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta: FDK


Press,2008).

Debby, Putri. Evaluasi Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji Pada


Pusat Kesahat Haji, (Jakarta : Pusat Kesehatan Haji
2014).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kesehatan Haji,


(Kementerian Kesehatan: 2008).

Kartono, Ahmad. Manajemen Operasional Penyelenggaraan


Haji Dan Umrah, (Ciputat: 2017).

____________, Solusi Hukum Manasik Dalam Permasalahan


Ibadah Haji Menurut Empat Mazhab, (Ciputat: Pustaka
Cendekiamuda, 2016).

Kasmir. Etika Customer Service, (Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2005).

KEMENKES RI. Istitha’ah Kesehatan Haji.

____________, Kebijakan Operasional Penyelenggaraan


Kesehatan Haji, (Jakarta : 2017).
_____________, Laporan Kinerja Pusat Kesehatan Haji Tahun
Anggaran 2016 , (Jakarta : Pusat Kesehatan Haji 2016).

_____________, Pemeriksaan Dan Pembinaan Kesehatan Haji


Mencapai Istita’ah Kesehatan Jamaah Haji Untuk
Menuju Keluarga Sehat, (Kemenkes: Sekjen Pusat
Kesehatan Haji, 2017).

Kementerian Agama RI Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji


Dan Umrah. Keputusan Mudzakarah Perhajian
Indonesia, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2015).

____________, Problematika Penyelenggaraan Ibadah haji,


(Jakarta: Kementerian Agama RI, 2016).

Kementerian Agama RI Ditjen PHU. Dinamika dan Perspektif


Haji Indonesia, (Jakarta: Ditjen PHU Kemenag RI,
2010).

Kementrian Agama. Peraturan Menteri Agama Nomor 9 Tahun


2014 Tentang Bimbingan Manasik Bagi Jamaah Haji
Reguler Oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan,
Jakarta: Dirjen PHU.

Majelis Ulama Indonesia. Musyawarah Nasional Ulama, Tahun


1983.

Mansyur, Muchtaruddin. Kepala Pusat Kesehatan Haji


Kementerian Kesehatan, Penyelenggaraan Kesehatan
Haji Menuju Istitha’ah, (Jakarta: Rakernas, 2017).

Muttaqin, Zainal. Pendidikan Agama Islam Fiqih, (Semarang:


PT. Karya Toha Putra, 2009).

Nizam, Ahmad. Manajemen Haji, (Jakarta: Zikru Hakim, 2000).

Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni,


(Jakarta: Rineka Cipta, 2017).

Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Haji, (Pusat


Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI: 2010).
Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Jamaah Haji, (Keputusan
Menkes RI No. 442/MENKES/SK/VI/2009).

Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji, (Departemen


Kesehatan RI: 2009).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Depkes,


(Jakarta: Kemenkes RI, 2016).

PERMENKES RI No. 15 Tahun 2016, Istitha’ah Kesehatan


Jamaah Haji.

Profil Kesehatan Haji Indonesia, (Kementerian Kesehatan:


2008).

Sholeh, Asrorun Ni’am. Istitha’ah Kesehatan Dalam Haji


Perspektif Fatwa MUI, (Jakarta: Bidakara: 2017).

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,


2010).

____________, Metode Penelitian Manajemen, (Bandung:


Alfabeta, 2014).

____________, Metode penelitian pendidikan, (Jakarta: 2010).

UU. No. 17 tahun 1999 BAB III Pasal 6 ayat 1, Penyelenggaraan


Ibadah Haji.

UU No. 23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan.

Zuhriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan,


(Jakarta:Bumi Aksara, 2009).

Zurizal, Z . Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Penelitian


Universitas Islam, 2008).
KEMENTERIAIIAGAMA
UNTVERSITAS ISLAM NEGERT (Urr9
SYARIF EIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUMKASI

I- tr H. JuaDda No. 95, Ciputat l54l2.Indonesia Telp.tFax (62-21) 1 432128 I 1 4703580


Website : www, fidkom.uisjkt.ac id Email: fi dkom@uinjkt.ac.id

Nomor ; B - 47U/F.51PP.0.09,^//2018 Jakarta, 8 Maret 2018


Lamp : [ ( satu) bundel
Hal : Bimbingan Skripsi

Kepada Yth.
Drs. H, Ahmad Kartono, M.Si
Dosen Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

A ss alamu' alai kum Wr Wb.


Bersarna ini kami sampaikan outline dan nsakah proposal skripsi yang diajukan oleh
mahasiswa Fakultas Ilmu dakwah dan IImu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai berikut,
Nama Siska Kurniasih
Nomor Pokok r r 140530000022
Jurusan Manajemen Dakwah
Semester VIII (Delapan)
Telp. 08990766656
Judut Skripsi Istitha'ah Kssehatan Jamaah Haji Dalam Perspektif
Kementerian Keseharan RI

Kami mohon kesediaannya untuk me mbimbing mahasiswa tersebut dalam


pen)rusunan dan penyelesaian skripsinya selama 6 bulan dari tanggal 8 Maret s.d. 8
September 2018.

Demikian, atas perhatian dan kesediaannya kami sampaikan terima kasih.


llas salamu' al aikum 14 r W.

an. Dekan,
Wakil Dekan Bidang Akademik

Suparfi(M.Ed, Ph.D
TNrp fqz rorlo rgqso:
Tembusan :
l. Dekan
2. Ketua Jursan Manajemen Dakwah (MD)
KEMENTERIANAGAMA
LTNIYERSITAS ISLAM NEGERI (UTI9
SYARIF' HIDAYATULLAII JAKARTA
EAKULTAS ILMU DAKWAE DAN ILMU KOMTJNIKASI
Jl. Ir. H. JuandaNo. 95, Ciputat 15412. hdonesia Telp./Iax: (62-21) 7432128 / j4'to35t

Nomor : e -yfil rc.snr.o os/|V2ot8 Jakarta. AL Marel 201 8


Lampiran
Hal : Izin Penclitifln (Sl<ripsi)

Kepada Ytl).
Keorernterian Kesehatan Rl
JL H.R IlasLrna Saici IIT 001/02
Karet l(Lrrringau Setia BudiJakarta Selatan
di
Ternpat l

A s s o Ia nru' a l.r i kt t u ll r. ll/ b.

Dek;Ln Fakultas IlmLr Dakrvah dan Ilnru I(ornunikasi UIN Syarif Ilirlal,,rtLrllah
.lakarla rneneraigkan bahrva:

Siska KLrlrriasiir
Nomor Pol<ol< I r 140510000022
Seorester VIll(Delaprn)
.lurLrsan/Prod i Mana-jenrerr Dal<rvah
Ternpat/'fgl. Lahir. Jr liarta, 4 Mei 199(r
A larnat Jl. Nila ltl-004/01 Cigarrjrrr Jagakarsa Jakarrir Sclarar.l
1'elp 0 89907666 5 6

Adalah benar.mahasisrva FakLrltas llnru Dakrvah dan llmu l(onrunikasi


UIN Syalii.
Hidayatullah Jakana yang akan melaksanakarr peneritian/rrencari
d"r" d,,r,,n, ,.,rgl.
pentrlisan skripsi dengan
-iudul 'lstitha'oh KesehatQn Joncrah Ilclji da/ont I,er,s1,ektif
Ke.tehotcnt N"

Sehubungan dengao itu, dinrohorr kiranya llapak/lbu/ScJr.. (lap.t


nrenerinra/nrengizinka, ,ahasisrva karni tersebrrt dararr perar<sanaan
r<egirtan clirraristrd

Ctenrihiar,. atas l<er.iasarta dan Lrantuannyfl l(ami ntengucapkan


terinta l(asil)

IIto:taIttnu tt/uikun Llr ll'b

Srr bhrn, M,\


Tembusan:
r r0 r99i0l
L Wakil Del.:an Bidang r\kadernik
2. Ketua Jurusan/Plodi ivlrrr iqr:rlcrr Dalirvuh
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBL}K INDONESIA
SEKRET&RIAT JENNERAL
JL HR. Rasuna Said Blok X-5 Kavling 4-9, Jakarta I2950
Telp. (t121) 5201590 (Hcmtir?g)
GERMAS

SURAT KETERANGAN
Nomo( : UM.01.0511t 1Sg7 tZOlB

Yang berlanda tangan dibawah ini, menerangkan kepada :

Nama : Siska Kurniasih


Nornor Pokok : 1 1 140530000022
Program Studi : Manaiemen Dakwah
Fakultas ; llmu Dakwah & llmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakerla
Nomor HP : 08990766656

elakukan penelitian a untuk penulisan


Reseha
"lstitha'ah dabm perspektif
n Rf pada satuan ke Haji, Kementerian

Demikian surat keterangan ini diberikan untuk dapat dipergunakan


sebagaimana
mestinya.
HASIL WAWANCARA

Nama : dr. Edi Supriyatna, Mkk

Jabatan : Staf PF12 Pusat Kesehatan Haji

Tempat : Kementerian Kesehatan RI

Hari/Tanggal : Selasa, 10 April 2018

Waktu : 11.20 WIB

1. Bagaimana Sejarah Berdirinya Pusat Kesehatan Haji


Kementerian Kesehatan RI ?
Kalau sejarah berdirinya memang tidak dipaparkan kapan
berdirinya Pusat Kesehatan Haji, melainkan yang
dikemukakan adalah profil umum Pusat Kesehatan Haji
Kementerian Kesehatan RI berdasarkan Permenkes
Nomor 64 Tahun 2015 mengenai organisasi dan tata kerja
Kementerian Kesehatan.
2. Untuk Visi, Misi dari Pusat Kesehatan Haji itu sendiri
bagaimana ?
Untuk visi dan misinya pusat kesehatan haji bisa dilihat
dan dibaca pada buku pedoman kami, yang dikeluarkan
Kementerian Kesehatan mengenai kesehatan haji.
3. Bagaimana bentuk struktur organisasi Pusat
kesehatan Haji Kementerian Kesehatan ?
Bentuk organisasinya berada dibawah Kementerian
Kesehatan RI, untuk susunannya sendiri nanti bisa saya
berikan.
4. Apakah tim pemeriksa kesehatan dari tahapan
pertama hingga yang terakhir semuanya adalah
orang-orang dari kementerian kesehatan ?
Tidak, karena kesehatan haji bukan milik Kementerian
Kesehatan Pusat Kesehatan Haji, lain dengan ibadah haji
adalah milik Kementerian Agama, karena dari
keseluruhan atas hingga bawah yang mengatur dan
melaksanakannya adalah bagian dari pada Kementerian
Agama. Tetapi kalau Kesehatan haji adalah milik daerah,
karena setiap daerah punya otonomi daerah, sehingga tim
pemeriksanya berbeda, seperti tahap pertama dilakukan di
puskesmas, kedua dilakukan oleh tim Penyelenggara
Kesehatan Haji Kabupaten/Kota, dan tahap ketiga
dilakukan oleh PPIH Embarkasi Bidang Kesehatan,
kemudian nanti pihak PusKes haji yang meminta data
personil .
5. Adakah keputusan Kementerian Kesehatan terkait
kriteria istitha’ah haji ?
Tentu ada, itu tertuang dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No 15 tahun 2016 pasal 9 ayat 1 dan 2, serta
pasal 13 dan pasal 15 ayat 2 tentang Istitha’ah Kesehatan
Jamaah Haji.
6. Adakah keputusan bersama dari Kementerian
Kesehatan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
terkait istitha’ah haji ?
Iya ada, yakni Keputusan Musyawarah Alim Ulama
Tahun 1975, kemudian Fatwa MUI tahun 1979.
7. Kenapa orang hamil tidak boleh berangkat pak ?
Karena mereka belum vaksin kecuali usia kandungan 14 –
26 minggu dan sudah di vaksin.
HASIL WAWANCARA

Nama : Sukri

Jabatan : Kasi Unit Pelayanan Terpadu Jakarta

Tempat : Embarkasi Jakarta

Hari/Tanggal : Jum’at, 23 Maret 2018

Waktu : 09.35 WIB

1. Kendala apa saja yang pernah terjadi, pada saat hasil


pemeriksaan kesehatan ?
Kendala yan sering terjadi adalah kurangnya sosialisai
terkait istitha’ah kesehatan bagi jamaah haji baik terhadap
jamaah haji itu sendiri serta kalangan keluarga.
2. Apa yang pernah terjadi dilapangan, berdasarkan
kendala diatas ?
Pernah terjadi jamaah tahun 2016 yang tidak istitha’ah
dalam kesehatan, terpaksa tidak diberangkatkan dan
dipulangkan ke kampung halamannya di Banten dengan
mobil ambulance, tetapi karena pihak keluarga jamaah
tidak terima salah satu keluarganya di pulangkan, supir
dari mobil ambulance tersebut dipukuli.
3. Apa kendala dalam pemeriksaan kesehatan pak ?
Kendala yang terjadi dalam pemeriksaan kesehatan yakni
jamaah suka datang terlambat.
SURAT KETERANGAN HASIL PEMERIKSAAN KESEHATAN JEMAAH HAJI

, (Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama)


Nomor:............-

Yang be(anda tangan dihawah ini:

Nama
Jabatan
Telah melakukan pemeriksaan kesehatan kepada Jamaah Haji dibawah ini:
Nama
Bin/Binti
Umur
Nomor Porsi
Pekerjaan
Alamat

l\4enyatakan bahwa Jemaah tersebut diatas didiagn(rsis sebagai:


1. ....,.............,..,..,.. .....,....,
2. .......................... ..... .....
3. ... ..... .............................
4. .......................................
5. ...........,
Sehingqa, sesuai Surat Peratrtran Menter Kesehatan Rl I'Jomor 15 Tahul 201(j
Tentang lstithaah Kesehatan Jemaah haji.
Menyatakan bahwa Status Kesehatan Jemaah Haji tersebut (Risiko Tinggi/Tidak
Risiko Tinggi). untuk ditindaklanjuti dengan Pembinaan Kesehatan Haji.

.,..,....,..................20..... ..

Stenpel/Cap

P{rsres,ras/Fs

Dokter Pemeriksa Tal,ap Pertama

*) Coret yang tidak perlu


EERI'I'A ACARA PENETAPAN ISTITHAAH KESEHATAN JEMAAH HAJI
(Perneriksaan Kesehatan Tahap Kedua)
Nomor:.,....,.,........,..,..,,.....

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama

Jabatan :

Berdasarkan has I pemeriksaan kesehatan yang telah kan]i terirna dari T nl


Penyelenggara Kesehatan Haji kabupaten/kota, dengan ini inenyatakan bahwa .lemoalr
Haji di trawah irri:

Nama
Bin/Binti
U mur
Nomor Porsi
Pekerjaan
AIamat

l\4erryatakan bahwa Jemaah Tersebut diatas didiagnosis sebagai:


1. .... ... ......
2. ......................... .. ..... ....
3. .......................................
4. ...,,..,.,,,,..,...........,..,...,....
5. ...................

Sehingga, se{iuai Surat Peraturan Menteri Kesehatan Rl Nomor 15 Tahuf 2010


Tentang lstithaah Kesehatan Jemaah haji,
Menyatakan bahwa Jemaah Haji tersebut (MEMENUHI SYARAT/MEIvIENUH I SYARA-I
DENGAN PENDAMPINGAN/TIDAK MEMENUHI SYARAT SEIMENTARAi IIDAK
MEMENUHI SY,AIIAT). untuk pelaksanaan ibadah haji.

20

Sle Delcap

Kabupaten/ Kata

Ketua Tim Penyelenggara Kesehatan Haji


Kab/Kota
') Coret yarrg ticlak pei.lu
BERITA ACARA KELAIKAN TERBANG JEMAAH HAJI
(Pemeriksaan Kesehatan Tahap Ketiga)
Nomor:,.,...,....,.....,......,..,..

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama
Jabatan

Seielah memperoleh hasil pemeriksaan yang te ah kami terima dari Tinr Penyclengoara
Kesehatan lleji Kabupaten/Kota, dengan ini menyatakan bahwa Jemaah Haj d lrawirlr
ini:

Nama
Bin/Binti
U mur
Nonror Porsi
Nomor Paspor
Pekerjaan
Alamat

a. Telah dilaksanakan pemeriksaan kesehatan dan diberikan penjelasan merrgenal


ketentuan lstithaah Kesehatan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehalan
Nomor 15 Tahun 2016i
b. Menetapkan bah\n/a jemaah haji tersebut di atas (LAIK/TIDAK LAII()" Terbang
berdasarkan Pemeriksaan Kesehatan Tahap ketiga yang dilakukan oleh Tim PF,l-l
Embarl(asi Bidang Kesehatan.

Demikian surat penetapan ini dibuat untuk di tindaklanjuti sesuai ketentuan yang
berlaku.

.20........

PPIH Ei,bdkasi

Kelua PPIH Embarkasi Bidang Kesehatan

Anggota Tim P€)nyelenggara Kesehatan Haji:

2...............
*) Coret yang tidak perlu
Daftar Penyakit Yang Dikategorikan Laik Dan Tidak Laik Terbang

DIAGNOSA TIDAK LAIK LAIK KETERANGAN

ffi,ffi |[|ffi
Angina Unstable Angina atau Terkontrol dengan oba!
angina dengan minimal obatan.
aktivitas Tidak terjadl angina pada
saat istirahat.
lnfark Kurang dari 10 hari >10 hari jika tanpa
miokard terakhir atau berisiko komplikasi
tinggi

Gagal Gagal jantung akut atau Gagal jantung terkontrol Dikatakan adekuat
jantung gagal jantung kronis dan kondisi stabil jika mampu berlalan
tidak terkontrol 50 m atau dapat
menaiki tangga
dengan kecepatan
normal tanpa sesak
nafas.
Meskipun demlkian
perlu
dipertimbangkan
tersedianya oksigen
dalam pesawat.
Edema paru Belum sembuh Sudah sembuh Perhatikarr
kemungkinan terjadi
infark miokard

Penyakit semua kasus


jantung
kongenital
sianotik

Operasi st hari >10 hari ASD = atrial septal


jantung Urrtuk CABG dan defect
operasi katup. !'SD = ventricular
Transposisi ASD, VSD, septal defect
transplantasi dll CABG = coronary
artery bypass graph
Angiography 24 jam atau kurang >24 jam bila kondisi
Stabil
Angioplasti 2 hari atau kurang >3 hari jika asimtomaiik /
dengan atau tanpa gejala
tanpa stent
(Pelebaran
pembuluh
darah)

Alat pacu >2 hari jika tidak ada


jantung atar-r pneumotoraks
penanaman dan irama jantung stabil
defibrillator
DIAGNOSA TIDAK LAIK LAIK KETERANGAN

Ablation >2 hari pasren yang


therapy melakukan
penerbangan dalam
waktu seminggu
setelah prosedur ini
dianggap berisiko
tinggi terjadinya DVT
Deep Aktif Setelah Asimtomatik Stabil dengan
Venous penggunaan
Thrornbosis antikoagulan per oral
kaki

Emboli Paru Onset 4 hari atau >5 hari jika stabil diberi
kurang antikoagulan
dan PAO 2 normal

ffiffiffi
Anenria
ffiffiWffiS$ffiffil$iililI;i$[tl$
li{Nu\{Lft liiiiaHhrliisN l:
lftr.ffi;Fii;;ffi llrttiltrlliiiiiXltilffi==

Hb kurang dari 9,5 gidl zHb 9,5 g i dl (5,9 mmol / Jika akut anemia,
(5,9 mmol/L) L) kadar Hb harus dinilai
kecuali karena penyakil Iebih dari 24 jam.
kronis setelah kehilangan
darah terakhir dimana
perdarahan harus
berhenti

Penyakit sebelum t hari masa >10 hari Dibutuhkan suplemen


Sickle cell krisis slckling oksigen

f ,[!!,H*i$.rfiffi.-E;r]lt-. ], iX

Pneumotorak Enam hari atau kurang Tujuh hari setelah paru


s setelah paru mengembang penuh
mengembang penuh. dan
14 hari setelah paru
mengembang dari
pneumotoral(s traumatik

Bedah 1 0 hari atau kurang >1t hari dengan misalnya lobektomi,


Thorax Pemulihan pieurectomy, biopsi
terbuka paru
Pneumonia Dengan gejala Sudah sembuh atau tidak
ada gejala meskipun X-
ray positif

Tuberkulosis Tidak diobati atau pada Setelah dua mingguatau


dua minggu pertama lebih dilakukan
pengobatan pengobatan adekuat dan
tanpa gejala (BTA -)

COPD, Membutuhkan tambahan toleransi latihan


Emfisema, oksigen . (berjalan)>50 meter tarrpa
Fibrosis PO2 <50mmHg, dyspnea
paru, Efusi Setelah eksaserbasi dan kondisi umum
pleura tidak sembuh sempurna adekuat.
Pemulihan penuh
sesudah eksaserbas dan
tidak ada infeksi.
DIAGNOSA TIDAK LAIK LAIK KETERANGAI{

Hipertensi NYHA klasifikasi ll dan NYHA klasifikasi I

Pulmonal lil

Cystic FEVl <50% Tidak ada infeksi


fibrosis

Asma Saat ini asimtomatik dan


tidak ada infeksi

Kanker Dalam pengobatan aktif Asimtomatik


(radio terapi atau
kemoterapi) terdapat
Efusi pleura, Dyspnoe
dan hemoptisis
Bronkiektasis Hypoxemia Tidak ada infeksi

Penyakit Terbatasnya
Neuromuskul perigembangan paru
ar yang sangat berat
sehingga memerlukan
alat ventilasi di rumah
Malformasi Hypoxemia Berat (SpO2
Arteri vena <80%)
pulmoner

$tNffi,h.ffi.,,
TIA 2 hari atau kurang Setelah 2 hari

CVA 4 hari atau kurang 5-14 hari jika stabil atau Jika telah sembuh
(Stroke) ada perbaikan, dengan tanpa komplikasi tidak
pendampingan perawat. perlu pendampingan
2 minggu paska perawai
serangan stroke harus
diberikan oksigen
tambahan

Grand mall fit 24jam atau kurang >24 jam jika keadaan
umumnya baik dan
terkontrol
Operasi t hari atau kurang >10 hari, kranial bebas
kranial dari udara dan keadaan
umum dalam kondisi baik

Perdarahan Perdarahan terjadi 24 >10 hari


saluran jarn atau kurang
pencernaan 1-9 hari jika pemeriksaan
endoskopi baik, Hb terus
meningkat sebagai tanda
penyembuhan
DIAGNOSA TIDAK LAIK LAIK KETERANGAN

Operasi t hari atau kurang >10 hari jika tidak ada misalnya reseksi
besar komplikasi usus, open
abdomen histerektomi, operasi
ginjal dll
Operasi usus 4 hari atau kurang >5 hari jika tidak ada
buntu komplikasi

Operasi 4 hari atau kurang >5 hari jika tidak ada misalnya
laparoskopi komplikasl cholecystecomy
(pengangkatan
karrdung empedu)
operasi tuba
Laparoskopi 2z[ jam atau kurang >24 jam jika gas sudah
diagnostik terserap
!lirsl,t['NA{Rs$]n$$$tiil! lrlilli El4f s:ltitil I

e-sil ,:- .l

Otitis media Keadaan akut atau


dan hilangnya fungsi
Sinusitis Eustachius

Operasi t hari atau kurang >10 hari dengan Ex: stapedektomy


telinga tengah keterangan medis
pengobatan dari dokter
ahli THT
Tonsillectomy 3 hari atau kurang >4 hari

Wired jaw tanpa alat pelindung Dengan alat pelindung


atau dapat mudah di
lepas sendiri

ffi-$iffi}}i#,,H ffi($i t
Psikosis akut Episode dalam 30 hari untuk alasan
(misalnya mania, keamanan
skizofrenia)

Gangguan
jiwa kronis
Jika terdapat risiko yang Stabil dan dapat
signitikan dalam dikendalikan dengan
penerbangan pengobatan

ititi8rs$$ffiffi*s{Nu

L.uka tembus 6 hari atau kurang >7 hari


mata

operasi intra- 6 hari atau kurang >7 hari


okular

Operasi 24jam atau kurang >24 jam


katarak

Operasi laser 24jam atau kurang >24)am


kornea

'ffi
DIAGNOSA TIDAK LAIK LAIK KETERANGAN

Tunggal, Kehamilan <14 minggu


tanpa atau >26 mlnggu
penyulit (Dihitung dengan
Taksiran Tanggal
P,ersalinan).

Kembar, Lebih dari 32 rninggu


tanpa (Dihitung dengan
penyulit Taksiran Tanggal
Fersalinan).

Kehamilarr Sesuai kasus


dengan
penyulit

Keguguran Dengan perdarahan aktif Setelah stabil, tidak ada


(Terancam perdarahan dan tidak ada
atau rasa sakit dalam waktu
lengkap) 24 jam
lltti}filt I$ NHI
q.l'.,1 1lr'1#

Full plaster Kurang dari 48 jam >48hrs Perhatikan tanda-


casf pasca cidera jika tidak tanda anemia Lrntuk #
mengenai kedua sendi femur / pelvis

Luka bakar Dalam keadaan shock Jika stabil


atau dengan
infeksi yang luas
Ventilator Kasus serius harus di kasus yang stabil dan
konsultasikan dahulu hanya membutuhkan
dengan ventilasinormal
kedokteranpenerbarrgan

ili)ilffi'ft,$tffiffi ffisNIl.ffi .l$


Penyakit Selama masa penularan
menular

Penyakit Penilaian spesifik untuk


terminal masing-masing kasus

Dekompresi Tidak diobati dan/atau Tiga hari setelah


dengan gejala pengobatan untuk
kelainan jaringan Iunak
saja atau 7 hari setelah
pengobatan untuk gejala
neurologis

Anda mungkin juga menyukai