Anda di halaman 1dari 7

Minggu, 19 Mei 2013

TEAM BUILDING

Oleh: Hasan Mustafa,2001

Karena berbagai kemajuan teknologi, kompetisi global, dan ketahanan


ekonomi dalam masyarakat yang kompleks, banyak jabatan menuntut
adanya kolaborasi di antara manusia lintas departemen atau lintas
keakhlian. Intinya, pikiran orang banyak akan lebih baik ketimbang pikiran
satu orang saja. Membangun sebuah tim adalah suatu proses memilih,
mengembangkan, memberikan kemudahan, dan melatih sebuah
kelompok kerja agar berhasil mencapai tujuan bersama. Di dalamnya
mencakup memotivasi anggota-anggota agar merasa bangga dalam
melaksanakan tugas kelompoknya. Pembangun tim (team builder) harus
mampu memenuhi tuntutan tugas (kualitas hasil, tepat waktu, dsb.) dan
memenuhi kebutuhan anggota-anggota kelompok (adil, tidak konflik,
dsb.)
Melalui kerjasama dan saling berbagi pengetahuan serta ketrampilan,
sebuah tim seringkali mampu menyelesaikan tugas secara efektif,
ketimbang dilakukan oleh seorang individu. - “A team is a group
organized to work together to accomplish a set of objectives that
cannot be achieved effectively by individuals” - Tim boleh jadi
merupakan kelompok kerja yang relatif permanen, namun juga bisa
bersifat temporer yang bertugas untuk menyelesaikan sebuah proyek
tertentu. Tim yang relatif permanen biasanya dinamakan “natural team
work”, sedangkan yang temporer banyak disebut sebagai “a cross-
functional action team” – biasanya terdiri dari orang-orang dari berbagai
bagian atau departemen. Bentuk tim yang dianggap paling maju
adalah “self-directed”, karenanya tim semacam ini kurang memerlukan
pengawasan, dan memiliki otoritas penuh dalam penyelesaian tugas-
tugasnya. Agar tim bisa bekerja secara efektif dalam mengembangkan
motivasi, kedekatan, dan produktivitas, banyak organisasi yang
memandang pembangunan tim merupakan salah satu aspek dari
pengembangan organisasi.
TUJUAN TIM
Tim dibangun dengan tujuan untuk membantu kelompok fungsional
menjadi lebih efektif. Karena rasa individualisme dan persaingan atar
pribadi relatif tajam dalam organisasi, maka tidak semua kelompok kerja
dapat dikategorikan ke dalam suatu tim. Lima atau enam orang yang
sedang menyelesaikan suatu proyek belum menjamin bahwa mereka
bisa bekerjasama dalam mencapai tujuan. Secara spesifik, membangun
sebuah tim artinya harus mengembangkan semangat, saling percaya,
kedekatan, komunikasi, dan produktivitas.
 Semangat : Muncul karena masing-masing anggota percaya bahwa mereka memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan tugas. Makin tinggi tingkat kepercayaan mereka atas
kemampuannya, makin besar pula motivasi mereka untuk menyelesaikan tugas dengan baik
 Saling percaya : Rasa saling percaya antar sesama anggota merupakan syarat mutlak
yang harus dimiliki oleh setiap anggota tim, agar tim mampu bekerja secara efektif.
 Kedekatan : Kedekatan antar anggota merupakan perasaan yang mampu menyatukan
anggota secara sukarela. Suatu kelompok yang kohesif adalah kelompok yang dimiliki oleh
setiap anggotanya. Mereka mempunyai tingkat loyalitas yang tinggi terhadap kelompoknya.
Umumnya kelompok yang kohesif akan lebih produktif.
 Komunikasi : Agar tim bisa berfungsi dengan baik, semua anggota harus mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi secara baik, bicara secara
terbuka satu sama lain, memecahkan konflik yang ada, dan secara bersama menghadapi
masalah. “Poor communication means no team”
 Produktivitas : Tim seyogianya dapat menyelesaikan tugas yang tidak mungkin
dilaksanakan perorangan. Melalui saling berbagi sumber daya, ketrampilan, pengetahuan,
kepemimpinan, maka tim berpotensi sangat lebih efektif daripada perorangan.

PROSES MEMBANGUN TIM


Tidak ada satu cara khusus yang dipakai untuk membangun sebuah
tim. Tujuan untuk membangun tim yang bersemangat, memiliki
kedekatan, saling percaya, dan produktif dapat dilakukan dengan
banyak cara. Apapun caranya, hal yang penting diingat adalah tim itu
sendiri harus mengembangkan kemampuan mengidentifikasikan
persoalan kerja mereka dan sekaligus juga memecahkannya. Lima
tahap atau langkah yang umumnya dilakukan dalam membangun
sebuah tim diuraikan di bawah ini.

Langkah I . Membentuk Struktur Tim


Setiap tim harus bekerja dengan suatu struktur yang memadai agar
berdaya menangani isu-isu berat dan memecahkan persoalan-
persoalan yang rumit. Walau struktur bisa berbeda antara perusahaan
satu dengan lainnya, namun komponen yang umumnya ada meliputi :
 Tim Pengarah, yang terdiri atas manajer-manajer tingkat atas, pimpinan serikat kerja
(kalau ada), manajer lini, penyelia, pimpinan tim, dan orang-orang penting lainnya. Seperti
seorang pilot, kelompok tersebut menetapkan seperangkat tindakan dan berperan sebagai
nara sumber dan pemberi umpan balik atas kegiatan tim
 Perancang Tim, merupakan tim lintas sektoral yang mencakup anggota-anggota dari
semua jenjang dan fungsi dalam organisasi. Anggotanya terdiri atas para penyelia dan para
manajer.
 Pemimpin, merupakan unsur penting bagi keberhasilan tim. Pemilihan pemimpin
merupakan faktor penting, mereka harus yang bergaya partisipatif. Pemimpin tipe X kurang
tepat untuk diminta sebagai pemimpin tim.
 Rapat-rapat, merupakan aktivitas yang terpenting. Agenda ini harus difasilitasi dan
dilakukan relatif sering. Pimpinan harus dilatih untuk mengelola proses rapat dan proses
terjadinya hubungan antar pribadi. Proses rapat antara lain mencakup perencanaan dan
penggunaan agenda, mengelola jalannya rapat, mendistribusikan notulen rapat, mengatur
bahan dan waktu rapat. Saat rapat berlangsung pimpinan rapat harus mampu meningkatkan
partisipasi semua anggota untuk mengeluarkan gagasannya, mengatasi pertentangan akibat
adanya perbedaan pendapat, menangani anggota-anggota yang “sulit”, dan menciptakan
suasana rapat yang dinamis.
 Proses konsultasi. Kehadiran pihak ketiga dalam upaya membimbing, mengajar,
membantu menyelesaikan konflik, kadang sangat diperlukan. Karena sesungguhnya mereka
bukan anggota tim, konsultan dapat memberikan tantangan bagi anggota tim. Mereka bisa
lebih obyektif dan bisa lebih bebas bekerja dan berpendapat ketika membantu tim.
Konsultan juga bisa membantu membangun aturan-aturan dan cara-cara kerja. Mereka bisa
diminta untuk mendidik anggota tim dalam menggunakan peralatan, metode kerja, dan
memecahkan masalah agar tim bisa lebih produktif.

Langkah II : Mengumpulkan informasi


Membangun tim harus dimulai dengan penilaian diri anggota kelompok
(self-assesment), untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang
dimiliki oleh setiap anggota. Pengembangan tim dapat ditetapkan
berdasarkan data yang diperoleh dari survai tentang sikap, wawancara
dengan anggota tim, dan pengamatan atas diskusi-diskusi kelompok.
Cara-cara tersebut bermanfaat untuk menilai sejumlah hal, antara lain
iklim komunikasi, rasa saling percaya, motivasi, kemampuan memimpin,
pencapaian konsensus, dan nilai kelompok.

Langkah III : Membicarakan Kebutuhan


Informasi yang diperoleh dalam langkah II harus dirangkum dan diumpan-
balikan kepada anggota tim. Tim harus mendiskusikannya secara
terbuka, dan mencoba menginterpretasikannya. Melalui proses ini akan
ditemukan sejumlah kebutuhan ; kekuatan yang ada harus dicoba
dipertahankan dan dikembangkan sedangkan kelemahan harus segera
diatasi. Proses ini bisa berlangsung dalam beberapa kali pertemuan guna
menemukan hal-hal yang memang sangat dibutuhkan. Proses ini sangat
penting dalam upaya untuk menetapkan sendiri tujuan tim. Melalui
pemahaman atas kekuatan dan kelemahan diri sendiri, tim sudah dalam
kondisi siaga untuk mendiagnosis masalah dan menemukan jalan
keluarnya.

Langkah IV : Merencanakan sasaran dan menetapkan cara


pencapaiannya.
Begitu isu-isu diklarifikasikan, tim harus menetapkan tujuan dan misinya,
serta menetapkan prioritas kegiatan. “Perhaps most importantly, a team
must have a shared sense of mission. Whether we are talking about a
temporary work improvement team, or branch, all members must
share the sense of mission” Hal yang paling utama dilakukan oleh tim
adalah bekerja pada isu yang oleh anggota dianggap paling penting.
Dengan agenda yang ditetapkan sendiri, tim akan lebih komit pada proses
pelaksanaan dan pengembangannya. Kelompok harus mengembangkan
skedul tentatif dan rencana tindakan guna mencapai tujuan. Konsultan
akan sangat membantu dengan cara memberikan saran-saran tentang
teknik atau kegiatan yang mungkin dilakukan dalam upaya mencapai
tujuan. Pengembang organisasi atau spesialis pelatihan harus
mengetahui jenis-jenis latihan, film, modul-modul, atau studi kasus, guna
membantu kelompok agar bisa mengembangkan ketrampilan yang
diperlukan bagi efektivitas kerja tim.

Langkah V : Mengembangkan Ketrampilan


Sebagian besar proses “pembangunan tim” akan memusatkan
kegiatannya pada pengembangan ketrampilan yang diperlukan untuk
menciptakan tim yang berkinerja tinggi. Seperti halnya para atlit olah raga,
setiap anggota tim harus belajar bermain, bergerak, dan mempraktekan
ketrampilan mereka. Beberapa jenis ketrampilan yang sangat diperlukan
dalam membangun tim yang baik adalah :
1. Kesadaran untuk mengembangkan kelompok. Harus disadari oleh semua
anggota tim bahwa kemajuan suatu tim dilakukan melalui tahapan-tahapan yang bisa
diprediksi, yaitu fase orientasi, fase evaluasi, dan fase kontrol. Fase orientasi ditandai
oleh adanya ragu-raguan para anggota kelompok akan peran mereka. Mereka kurang
memahami apa yang harus mereka lakukan selaku anggota tim. Pada fase evaluasi,
anggota cenderung meng- alami konflik yang disebabkan oleh kekurang-setujuan
mereka terhadap cara-cara penyelesaian tugas. Dalam fase ini kelompok bisa
terpecah-pecah dalam beberapa koalisi. Dalam fase kontrol, kelompok kembali
bersatu, karena mereka mulai memahami satu sama lainnya. Apa yang terjadi di atas
merupakan gejala normal yang banyak terjadi. Faktor kepemimpinan merupakan hal
yang paling krusial dalam hal ini. Jika pimpinannya baik maka ketiga fase tersebut
tidak berlangsung lama, sehingga tim dapat segera bisa berfungsi.
2. Klarifikasi Peran. Bahkan ketika tim sudah mulai bekerja, kadang mereka
masih bingung tentang apa yang harus mereka lakukan, dan juga siapa yang harus
melakukannya. Dalam upaya mencapai tugas-tugas kelompok, setiap anggota harus
memahami peran mereka masing-masing. Mereka harus tahu dengan baik apa yang
harus mereka kerjakan dan juga batas-batas kewenangannya. “Team members
must know what others expect from them. Ambiguity in role expectations
produces stress and hampers performance”Uraian jabatan formal seringkali tidak
sesuai dengan harapan masing-masing anggota, oleh karena itu pembagian peran
sebaiknya dibicarakan bersama. Dalam diskusi ini harus dibahas misi kelompok,
kepada siapa kelompok harus melaporkan hasil kerjanya?, kewenangan apa yang
dipunyai kelompok?, siapa yang menentukan pimpinan mereka?, apakah anggota
kelompok setuju pada pembagian pekerjaan?, dan apakah peran masing-masing
anggota kelompok tidak bertentangan atau tumpang tindih satu sama lainnya?.Seperti
hanya dengan anggota tim olahraga, kelompok kerja memerlukan pengetahuan
tentang apa yang dimainkan oleh dirinya dan diri anggota lainnya. Berdiskusi dengan
tujuan menjernihkan atau mengklarifikasikan peran masing-masing anggota
merupakan agenda penting untuk memulai kerja dalam tim.
3. Pemecahan Masalah. Memahami bagaimana menggunakan teknik-teknik
pemecahan masalah merupakan hal penting yang menunjang keberhasilan kerja tim.
Setiap anggota tim harus bisa berpartisipasi menggunakan beberapa cara dasar
dalam memecahkan masalah di bawah ini :
Diagram Pareto, menggambarkan masalah-
masalah yang dihadapi oleh tim. Setiap “bar”menunjukan
tingkat seringnya masalah tertentu muncul, atau biaya
yang diakibatkan oleh adanya masalah. Tim harus
berupaya untuk memecahkan masalah yang sering
muncul atau yang dampaknya paling merugikan.
Diagram Alur Kerja,menggambarkan langkah-
langkah kerja yang harus dilakukan mulai dari awal
sampai dengan akhir. Dengan mempelajari diagram
tersebut setiap anggota dapat membayangkan proses
kerja tim secara keseluruhan.
Diagram Sebab-Akibat,biasanya juga disebut dengan
nama diagram “tulang ikan”. Di dalamnya tertera masalah
utama dan secara berurutan hal-hal lain yang diperirakan
sebagai penyebab munculnya masalah.
“Brainstorming”, setiap anggota kelompok diberi
kesempatan untuk mengembangkan gagasan-gagasan
sebebas dan sebanyak mungkin. Setiap gagasan
dituliskan dalam “flip-chart”. Anggota tidak diperkenankan
untuk “membunuh” gagasan segila apapun. Melalui cara
ini diharapkan muncul pemikiran kreatif guna pemecahan
masalah.
Rencana tindakan,memungkinkan apa yang telah
diputuskan untuk segera dilaksanakan. Peran dan
tanggungjawab diberikan, Laporan diperlukan. Biasanya
temuan-temuan dan rencana tindakan disajikan di
hadapan manajemen atau panitia pengarah untuk
memperoleh persetujuan, atau sebagai informasi dan
komunikasi.
Bagan pertanggung-jawaban, menggambarkan
kegiatan-kegiatan, waktunya, tekniknya, dan orang yang
melaksanakannya. Adanya bagan ini semua anggota tim
mengetahui secara rinci keseluruhan proses kegiatan
yang sedang berlangsung.

Pelatihan yang komprehensif, diikuti oleh pelatihan individual,


membantu anggota tim menerapkan alat-alat di atas dengan benar.
Setiap orang harus bekerja dan senantiasa memperbaiki
ketrampilannya. Bangsa Jepang menyebutnya“Kaizen”.
4. Konsensus dalam mengambil keputusan. Sebagian besar keputusan di
tempat kerja dibuat oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Konsensus terjadi
manakala semua anggota mengatakan : “Saya sepakat dengan keputusan itu, walau
tidak 100% setuju, namun saya sangat mendukungnya”. Konsensus berbeda dengan
demokratis. Keputusan yang diambil secara demokratis mengandalkan pada suara
terbanyak, artinya masih ada anggota tim yang tidak setuju, yaitu minoritas. Pihak
yang tidak setuju biasanya tidak sungguh-sungguh bersedia melaksanakan hasil
keputusan. Dalam teknik pengambilan keputusan melalui konsensus yang
sebenarnya, keputusan diambil setelah semua anggota setuju. Melalui penambahan
waktu dan kesabaran, setiap anggota mengemukakan secara panjang lebar
pendapatnya sehingga semua pihak mengerti. Konsensus tidak hanya merupakan
cara terbaik dalam pengambilan keputusan, namun juga berpotensi memunculkan
komitmen tinggi pada diri setiap anggota tim untuk melaksanakannya. Kualitas
keputusan melalui consensus memang sangat baik, sehingga memudahkan
pelaksanaannya karena semua yang mengambil keputusan sepakat atas apa yang
telah diputuskan.Pengambilan keputusan secara konsensus tidaklah mudah, oleh
karena itu setiap anggota perlu memperoleh latihan guna memiliki ketrampilan yang
diperlukan. Studi kasus yang diikuti oleh analisis kelompok merupakan salah satu
bentuk pelatihan. Di sini akan terlihat beberapa perilaku : “Apakah anggota kelompok
mendengar-kan gagasan-gagasan secara obyektif?”, “Apakah setiap anggota
kelompok telah diberikan kesempatan bicara secara memadai?” ”Apakah ada pihak
yang mendominasi?”, “Apakah kelompok mampu memecahkan pertentangan?”.
Pengambilan keputusan secara consensus harus dilakukan secara sistematis dan
sabar. Tidak perlu tergesa-gesa. Apabila kelompok mencapai konsensus, tim akan
dapat bekerja secara maksimal.
5. Mengatasi konflik. Bukan hal yang aneh jika suatu kelompok yang terdiri
atas orang-orang yang berbeda latar belakang, berpotensi memunculkan
konflik. Jika tim gagal menangani konflik dengan semestinya maka akan gagal
mencapai tujuan. Dengan dikembangkannya ketrampilan mengelola konflik, maka
walaupun terjadi konflik, tim masih memperoleh manfaat daripadanya. Pandangan
yang saling bertentangan satu sama lain, jika dikelola dengan baik justru akan
menciptakan suatu keputusan yang lebih baik.Sebuah tim dapat mengembangkan
kapasitas menangani konflik melalui berbagai cara, misalnya diskusi terbuka tentang
konflik itu sendiri atau melalui diskusi yang tangguh yang penuh perdebatan dan
skeptisme. Permainan peran (role playing), dan latihan-latihan membantu tim
mengembangkan komunikasi terbuka yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik
secara produktif. Tim yang berkinerja tinggi antara lain dicirikan dengan adanya
anggota-anggota yang kritis, namun masih saling menghargai satu sama lainnya.
6. Evaluasi hasil. Sebagai suatu tim kerja yang senantiasa berfungsi, tim harus
mengevaluasi hasil kegiatannya guna mengetahui keberhasilan atau pun
kegagalannya. Evaluasi dapat dilakukan melalui berbagai cara. Dalam beberapa
kasus, hasil dari adanya tim kerja dapat diukur berdasarkan kriteria baku
produktivitas atau keluaran. Jika setelah dibentuknya tim, produktivitas lebih baik
daripada sebelumnya maka dapat dikatakan tim tersebut efektif. Kesalahan yang
makin berkurang, biaya produksi makin kecil, tingkat turnover menurun, adalah
beberapa tanda bahwa tim bekerja secara efektif. Pemasok dan juga pelanggan
yang menggunakan jasa tim harus pula dijadikan sumber informasi keberhasilan
atau kegagalan tim.

Anda mungkin juga menyukai