Anda di halaman 1dari 32

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

TEAM BUILDING DAN TEAMWORK

KELOMPOK 4 – IKM C 2015

1. SITI FERA IRAWATI 101511133027


2. AHMAD LUQMANUL HAKIM 101511133063
3. NURMA FUJI ASTUTIK 101511133072
4. DESSY YUANITA NUGROHO 101511133096
5. WAHYU DYAH SUKMAWATI 101511133129
6. AINUN JARIA 101511133166
7. KARTIKA ELISABET KRISNANTI101511133181
8. NADHIF ALFIA CHARISTA K 101511133202

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
DAFTAR ISI

Daftar Isi...........................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................3
1.4 Manfaat........................................................................................................................3
BAB II Pembahasan........................................................................................................4
2.1 Pengertian Team dengan Kelompok............................................................................4
2.2 Perbedaan Team dengan Kelompok............................................................................5
2.3 Pengertian Team Building dan Teamwork...................................................................6
2.4 Perbedaan Team Building dan Teamwork...................................................................7
2.5 Karakteristik Team Building........................................................................................9
2.6 Manfaat dan Tujuan Team Building..........................................................................11
2.7 Jenis Teamwork dalam Team Building......................................................................13
2.8 Proses Perkembangan Team......................................................................................15
2.9 Proses Pembentukan Team........................................................................................24
2.10 Maturitas Team Building.........................................................................................25
2.11 Pengaruh Team Building terhadap Kinerja Organisasi dan Individu......................26
2.12 Contoh Penerapan Team Building dalam Bidang Kesehatan..................................26
BAB III Penutup............................................................................................................28
3.1 Kesimpulan................................................................................................................28
3.2 Saran..........................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................30

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap orang yang bekerja mengharapkan akan memperoleh kepuasan
dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya, kepuasan kerja merupakan hal yang
bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda antar satu dengan lainnya. Hal ini sesuai dengan berbagai nilai
yang berlaku dalam diri setiap individu, nilai yang dimaksud merupakan
beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tugas pekerjaan. Nilai
tersebut harus sesuai atau membantu pemenuhan berbagai kebutuhan dasar,
semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang telah tercapai sesuai dengan
keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan.
Salah satu sarana penting pada manajemen sumber daya manusia
dalam sebuah organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja para pekerja
karena didalam organisasi perhatian terhadap hasil produksi bukan hanya
pada keuntungan yang didapat tetapi perhatian terhadap tenaga kerja
diperlukan untuk menjalankan organisasi dengan baik. Perusahaan
berkembang bukan karena hasil faktor produksi yang banyak saja, tetapi
juga karena faktor dari sumber daya manusia yang berkualitas menghasilkan
barang ataupun jasa.
Masalah sumber daya manusia dalam menghasilkan suatu produksi
barang atau jasa, ini tentunya dikaitkan pada pekerja dapat bekerja atau
tidak di dalam perusahaan sehingga dapat memuaskan kebutuhannya dan
berakibat pada produktivitas pekerja meningkat yang mempengaruhi hasil
produksi yang memuaskan. Tugas sebuah manajer suatu organisasi adalah
membantu pekerja supaya memiliki semangat kerja dan moral yang tinggi
serta ulet dalam bekerja. Umumnya, pekerja yang puas dengan berbagai hal
yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan berbagai hal yang
lebih dari segala sesuatu yang diharapkannya dan pekerja akan terus
berusaha memperbaiki kinerjanya, sebaliknya, pekerja yang kepuasan
kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang

1
menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan
tidak sesuai tugas pokok dan fungsinya (tupoksi).
Oleh sebab itu, merupakan keharusan bagi perusahaan untuk
mengenali berbagai faktor yang membuat pekerja memiliki kepuasan kerja
di dalam organisasi karena diyakini dengan meningkatnya kepuasan kerja
maka produktivitas akan meningkat. Banyak organisasi beranggapan bahwa
kompensasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pekerja,
sehingga perusahaan merasa sudah memberikan kepuasan kerja dengan cara
memberikan gaji yang cukup terhadap pekerja atau pekerjanya.
Kenyataannya, kepuasan kerja pekerja tidak mutlak dipengaruhi oleh
kompensasi semata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
pekerja, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijaksanaan organisasi
termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku
atasan. Berbagai faktor tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam makalah
ini, baik dari segi internal maupun eksternal, dampak, serta cara mengukur
kepuasan kerja.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1. Apakah pengertian dari kepuasan kerja?
2. Apakah tujuan dan manfaat dari kepuasan kerja?
3. Bagaimanakah teori-teori dalam kepuasan kerja?
4. Apakah faktor dari kepuasan kerja?
5. Bagaimana kaitan antara motivasi, kepuasan dan kinerja?
6. Bagaimanakah pengukuran dari kepuasan kerja?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja?
8. Bagaimanakah cara mengukur kepuasan kerja?
9. Bagaimana cara pengukuran kepuasan kerja berdasarkan teori
ketidaksesuaian?
10. Bagaimanakah upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja?
11. Bagaimanakah dampak dari ketidakpuasan kerja?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari kepuasan kerja.

2
2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dari kepuasan kerja.
3. Untuk mengetahui teori-teori dalam kepuasan kerja.
4. Untuk mengetahui faktor dari kepuasan kerja.
5. Untuk mengetahui kaitan antara motivasi, kepuasan dan kinerja.
6. Untuk mengetahui pengukuran dari kepuasan kerja.
7. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.
8. Untuk mengetahui cara mengukur kepuasan kerja.
9. Untuk mengetahui cara pengukuran kepuasan kerja berdasarkan teori
ketidaksesuaian.
10. Untuk mengetahui upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja.
11. Untuk mengetahui dampak dari ketidakpuasan kerja.

1.4 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi penyusun
dan pembaca dalam hal kepuasan kerja dari pekerja dalam suatu
organisasi.
b. Makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis bagi suatu
organisasi untuk mengetahui strategi yang tepat agar kepuasan kerja bagi
pekerja dapat ditingkatkan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kepuasan Kerja


Newstrom (2005) mengemukakan bahwa “job satisfaction is the
favorableness or unfavorableness with employes view their work”.

3
Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung atau tidak mendukung yang
dialami pegawai dalam bekerja.
Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an
employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah
cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah
perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi diri. Perasaan yang
berhubungan dengan pekerjaan melibatkan berbagai aspek, seperti upaya,
kesempatan pengembangan karier, hubungan dengan pegawai lain,
penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang
berhubungan dengan dirinya, antara lain berupa umur, kondisi kesehatan,
kemampuan, dan pendidikan.
Menurut Tiffin (1998) dalam Moch. As’ad (2006:104) kepuasan kerja
berhubungan erat dengan sikap dari pegawai terhadap pekerjaannya, situasi
kerja, kerjasama antara pimpinan dengan pegawai.
Menurut Rivai (2005:475) kepuasan kerja pada dasarnya merupakan
sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin
tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan
individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut.
Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan
seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak
puas dalam bekerja. Umumnya pegawaiyang puas dengan sesuatu yang
diperoleh dari perusahaan akan memberikan lebih dari yang diharapkan dan
akan terus berusaha memperbaiki kinerja. Untuk itu menjadi kewajiban bagi
perusahaan untuk mengenali berbagai hal yang membuat pegawaipuas
bekerja di perusahaan. Dengan tercapainya kepuasan kerja pegawai,
produktivitas pun akan meningkat.
Berdasarkan beberapa bahasan dari para ahli mengenai kepuasan
kerja, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa kepuasan kerja adalah
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini berarti bahwa konsepsi
kepuasan kerja terlihat sebagai hasil interaksi manusia terhadap lingkungan

4
kerjanya. Di samping itu, perasaan seseorang terhadap pekerjaan sekaligus
merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan.
Pada dasarnya, kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda
sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dalam dirinya. Hal ini disebabkan,
karena adanya perbedaan pada tiap individu. Semakin banyak aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu maka akan semakin tinggi
tingkat kepuasan yang dirasakan, dan begitu pula sebaliknya.

2.2 Fungsi dan Manfaat Kepuasan Kerja


Menurut George Strauss dan Leonard R. Sayles (1980:5), kepuasan
kerja penting untuk aktualisasi diri. Pekerja yang tidak memperoleh
kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan akan
mengalami frustasi yang menyebabkan pekerja senang melamun, semangat
kerja rendah, cepat lelah atau bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan
mengakibatkan turunnya kinerja pekerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja
mempunyai arti penting baik bagi pekerja maupun perusahaan karena
menciptakan keadaan positif dalam lingkungan kerja (Hani Handoko,
1987:145-146).
Fungsi dan Manfaat kepuasan kerja menurut Luthans (1998:126)
adalah.
a. Untuk meningkatkan disiplin pekerja dalam bekerja. Pekerja akan
datang tepat waktu dan akan menyelesaikan tugasnya sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
b. Untuk meningkatkan semangat kerja dan loyalitas pekerja terhadap
perusahaan.
Kedisiplinan kerja merupakan faktor penting untuk meningkatkan
kepuasan kerja karena kedisiplinan membuat pekerjaan yang dilakukan
semakin efektif dan efisien, bila kedisiplinan tidak dapat ditegakkan,
kemungkinan tujuan suatu organisasi tidak akan tercapai. Seorang pekerja
yang mempunyai tingkat kedisiplinan tinggi akan tetap bekerja dengan baik
walaupun ada atau tidaknya atasan. Seorang pekerja yang disiplin tidak akan
mencuri waktu kerja untuk melakukan kegiatan lain yang tidak ada

5
kaitannya dengan pekerjaan. Demikian juga pekerja yang punya
kedisiplinan tinggi akan mentaati peraturan yang ada dalam lingkungan
kerja dengan kesadaran tinggi tanpa adanya paksaan. Pada akhirnya, pekerja
yang mempunyai kedisiplinan kerja tinggi akan mempunyai kinerja yang
baik karena waktu dimanfaatkan sebaik mungkin untuk bekerja sesuai target
yang telah ditetapkan.
Pada umumnya, pekerja yang puas dengan sesuatu yang diperoleh dari
perusahaan akan memberikan hasil yang lebih dari yang diharapkan
perusahaan dan akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Untuk itu,
merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali berbagai faktor
yang membuat pekerja puas bekerja di perusahaan. Dengan tercapainya
kepuasan kerja pada pekerja, produktivitas pun akan meningkat.

2.3 Teori-Teori Kepuasan Kerja


Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat
sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya.
Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap
kepuasan kerja. Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu :
1) Two Factor Theory
Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan
bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivators dan hygiene
factors. Ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan
(seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan
hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri.
Karena faktor mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau
maintainance factors. Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait
dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat
pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan
untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan
dengan tingkat kepuasan kerja tinggi dinamakan motivators.
2) Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang
menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju

6
kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang
dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan,
semakin rendah kepuasan orang.

2.4 Faktor Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja adalah indikator setiap individu dalam melakukan
kegiatan produksi atau produktif pada bidangnya. Status kerja yang rendah
dan pekerjaan yang rutin akan banyak memungkinan mendorong pekerja
untuk mencari pekerjaan lain, berarti dua faktor tersebut dapat menyebabkan
ketidakpuasan kerja dan pekerja yang memiliki ketertarikan dengan
tantangan kerja akan lebih merasa puas dengan hasil kerjanya apabila
mereka dapat menyelesaikan dengan maksimal (Baron & Byrne. 1994).
Terdapat dua kelompok faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.
a. Faktor pertama yaitu faktor organisasi yang berisi kebijaksanaan
perusahaan dan iklim kerja, seperti:
1) Kondisi Kerja
Kondisi kerja disini meliputi kondisi tempat, kenyamanan pada
waktu bekerja, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir.
Hal ini sangat penting dan harus diperhatikan.
2) Mutu Pengawasan
Hubungan antarpekerja dan pihak pimpinan sangat penting
artinya dalam menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan dapat
ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari
pimpinan kepada bawahan, sehingga pekerja akan merasa
bahwa dirinya merupakan bagian penting dari organisasi kerja
(sense of belonging). Bagi pekerja, supervisor dianggap sebagai
figur ayah sekaligus atasan. Supervisi yang buruk dapat
berakibat absensi dan turn over.
3) Keamanan Kerja
Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik
bagi pekerja pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat
mempengaruhi perasaan pekerja selama bekerja.

7
4) Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan
merupakan standar suatu jabatan, apabila dapat dipenuhi akan
menimbulkan rasa puas.
b. Faktor Individual atau Karakteristik Pekerja
Pada faktor individual terdapat dua prediksi penting terhadap
kepuasan kerja, yaitu status dan senioritas. Faktor yang menimbulkan
kepuasan kerja pada individu, yaitu:
1) Gaji
Sebagian pekerja menganggap bahwa gaji yang tinggi bukan
merupakan suatu kepuasan kerja, namun tidak sedikit yang
menganggap bahwa pekerja merasa memiliki kepuasan kerja
apabila telah menerima gaji sesuai dengan keinginannya.
2) Teman Sekerja (Partner)
Teman sekerja merupakan faktor hubungan antara bawahan
dengan atasan atau pekerja dengan partnernya baik yang sama
maupun yang berbeda jenis pekerjaan.
3) Umur
Kepuasan kerja berhubungan erat dengan aspek seperti umur,
tingkat pekerjaan dan ukuran organisasi perusahaan (Jewell dan
Siegall, 1998). Ada kecenderungan pegawaiyang lebih tua lebih
merasa puas dari pegawaiyang berumur relatif lebih muda. Hal
ini diasumsikan bahwa pegawaiyang lebih tua telah
berpengalaman sehingga ia mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan pekerjaan, sedangkan pegawaiusia muda biasanya
mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga
apabila harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan,
atau ketidakseimbangan dapat meyebabkan mereka menjadi
tidak puas.
4) Kesempatan untuk Maju

8
Dalam hal ini berhubungan dengan ada atau tidaknya
kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan
kemampuan selama kerja.
5) Komunikasi
Komunikasi yang lancar antarpekerja dengan pihak
manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya.
Dalam hal ini, adanya kesediaan pihak atasan untuk mendengar,
memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi pekerja
sangat berperan dalam menimbulkan kepuasan kerja.
Beberapa faktor ini disebabkan adanya perbedaan persepsi pada tiap
individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan
keinginan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang
dirasakan. Oleh karena itu, sumber kepuasan seorang pekerja secara
subyektif menentukan kepuasan kerja. Meskipun batasan kepuasan kerja
belum dapat diseragamkan, dapat dikatakan bahwa tidak ada prinsip
ketetapan kepuasan kerja yang mengikat.

2.5 Kaitan Motivasi, Kepuasan dan Kinerja


Dalam suatu organisasi atau perusahaan, terdapat beberapa aspek yang
memiliki hubungan sebab-akibat (causal effect). Kinerja yang ditampilkan
oleh karyawan dipengaruhi oleh keberadaan motivasi dan kepuasan kerja.
Motivasi yang dimiliki dapat mempengaruhi pola pikir seorang karyawan
terhadap pekerjaannya, sehingga dapat berpengaruh pada kepuasan kerja
dan kinerja. Demikian pula, kepuasan kerja seorang karyawan dapat
mempengaruhi pencapaiannya, yakni dalam hal kinerja. Ketiga aspek
tersebut memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan, berikut ini
merupakan penjelasannya :
a. Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasaan Kerja
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dowson, (2005):
1) Semakin baik dan meningkat motivasi yang diberikan kepada
karyawan maka kepuasan kerja karyawan akan meningkat.
2) Motivasi kerja diperlukan oleh seorang karyawan untuk dapat
mencapai suatu kepuasan kerja yang tinggi meskipun menurut

9
sifatnya kepuasan kerja itu sendiri sangat relatif atau berbeda antara
satu orang dengan orang lainnya.

b. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunggor,(2011) :
1) Semakin baik motivasi yang diberikan oleh manajer terhadap
karyawannya maka semakin baik pula kinerja yang dihasilkan
karyawan.
2) Motivasi kerja sangat diperlukan oleh seorang karyawan untuk
mencapai output kinerja yang tinggi sehingga dapat mencapai
standar kinerja yang telah ditentukan oleh perusahaan.
c. Pengaruh Kepuaasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Hasil penelitian yang dilakukan Almigo (2004) :
1) Semakin meningkat kepusan kerja seorang karyawan maka
Motivasi
semakin meningkat pula kinerja seorang karyawan.
2) Kepuasan kerja diperlukan oleh seorang karyawan dalam
meningkatkanakinerja masing masing individu. b

Kepuasan Kinerja 10

Kerja
c
Gambar Ilustrasi Keterkaitan Motivasi, Kepuasan Kerja dan Kinerja

Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan


kerja. Kepuasan kerja berpengarurh positif dan signifikan terhadap
kinerja. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kepuasan kerja dan
kinerja karyawan, maka sebaiknya pihak manajemen memberlakukan
sistem prestasi kerja, yakni sebagai bentuk apresiasi atau pengakuan
terhadap kinerja karyawan. Hubungan yang harmonis antara karyawan
dengan manajer maupun rekan kerjanya dapat meningkatkan motivasi
kerja. Kemudian, dalam rangka meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja
karyawan, pihak manajemen perlu menjamin keamanan kerja karyawan
dengan memberikan kepastian kepada karyawan terkait sistem pemberian
kompensasi atau remunerasi yang jelas.

2.6 Pengukuran Kepuasan Kerja


Mangkunegara (2001:126) mengemukakan pengukuran kepuasan kerja
yang dapat dilakukan dengan menggunakan skala indeks deskripsi jabatan,
skala kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah, serta kuesioner kepuasan
kerja Minnesota, yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengukuran Kepuasan kerja dengan Skala Indeks Deskripsi Jabatan Dalam
penggunaan pengukuran kepuasan kerja ini seseorang pegawai akan
ditanya mengenai pekerjaan maupun jabatannya yang dirasakan sangat
baik dan sangat buruk, dan dalam skala pengukurannya dilakukan dengan
memperhatikan sikap dari lima area, yaitu kerja, pengawasan, upah,
promosi, dan co-worker.
2. Pengukuran Kepuasan Kerja dengan Berdasarkan Ekspresi Wajah.
Pengukuran kepuasan kerja seseorang pegawai dapat dilakukan dengan

11
skala berupa berbagai seri gambar wajah-wajah orang, mulai dari sangat
gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat cemberut. Pengawai
diminta untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan kondisi
pekerjaan yang dirasakan pada saat ini.
3. Pengukuran Kepuasan Kerja dengan Kuesioner Minnesota. Pengukuran
dengan menggunakan skala ini dapat dilihat dari pekerjaan yang dirasakan
sangat tidak puas, tidak puas, netral, memuaskan, dan sangat memuaskan.
Pegawai diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan
kondisi pekerjaannya.
Sedangkan menurut Greenberg dan Baron dalam Wibowo (2011:151)
menunjukkan ada tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yakni
:
1. Rating Scale dan Kuesioner
Kuesioner merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling
umum dipakai dengan menggunakan kusioner dimana rating scale secara
khusus disiapkan. Dengan menggunakan metode ini orang menjawab
pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan rekasi mereka pada
pekerjaan mereka.
2. Critical Incidents
Disini individu menjelaskna kejadian yang menghubungkan pekerjaan
mereka yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan.
Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkapkan tema yang mendasari
sebagai contoh misalnya apbila banyak pekerja menyebutkan situasi di
pekerjaan dimana mereka diperlakukan kasar oleh supervisor atau apabila
pekerja memuji supervisor atas sensitivitas yang ditunjukkan pada yang
sulit, gaya pengawasan memainkan peranan penting dalam kepuasan kerja
mereka.
3. Interview
Interview merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan
melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja. Dengan menanyakan
secara langsung tentang sikap mereka sering mungkin mengembangkan
lebih mendalam dengan menggunakan kuesioner yang sangat terstruktur.
Dengan mengajukan pertanyaan secara berhati-hati kepada pekerja dan

12
mencatat jawabannya secara sistematis, hubungan pekerjaan dengan sikap
dapat dipelajari.

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2011:504) terdapat lima
faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja yaitu sebagai
berikut :
1. Pemenuhan Kebutuhan
Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan
karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk
memenuhi kebutuhannya.
2. Perbedaan
Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi
harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang
diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan
lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya
diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat di atas
harapan.

3. Pencapaian Nilai
Gagasan pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari
persepsi pekerjaan yang memberikan pemenuhan kebutuhan nilai kerja
individual yang penting.
4. Keadilan
Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari
seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan antara hasil
kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan
perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya.
5. Komponen Genetik
Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan
kerja, sedangkan lainnya tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan
bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor
genetic. Model menyiratkan pebedaan individu hanya mempunyai arti
penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti hanya karakteristik
lingkungan pekerjaan.

13
Sedangkan menurut Mangkunegara (2001:118) bahwa Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1. Turnover, Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover
pegawai yang rendah. Sedangkan pegawai-pegawai yang kurang puas
biasanya turnover-nya lebih tinggi.
2. Tingkat Ketidak hadiran Kerja, Pegawai yang kurang puas cenderung
tingkat ketidakhadirannya tinggi. Mereka sering tidak hadir dengan alasan
yang tidak logis dan subyektif.
3. Umur, Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas
dibandingkan daripada pegawai yang berumur relatif muda karena
pegawai yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan
lingkungan pekerjaan. Sedangkan pegawai usia muda biasanya
mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila
antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau
ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas.
4. Tingkat Pekerjaan, Pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih
tinggi cenderung lebih puas daripada pegawai tingkat rendah. Pegawai
yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja
yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam
bekerja.
5. Ukuran Organisasi Perusahaan, Ukuran perusahaan dapat mempengaruhi
kepuasan pegawai, karena besar kecilnya suatu perusahaan berhubungan
dengan koordinasi, komunikasi, dan partisipasi pegawai.

2.8 Mengukur Kepuasan Kerja


2.8.1 The Brayfield-Rothe Index (Bri)
Brayfield dan Rothe (1951) mengemkakan bahwa usaha yang
sistematis untuk mengembangkan indeks kepuasan kerja telah
dilakukan oleh Hoppock pada permulaan tahun 1930. Indeks itu terdiri
atas lima pertanyaan, tiap pertanyaan diminta memilih tujuh jawaban
dengan menggunakan skala interval dari yang paling sangat setuju (7)
ke jawaban yang paling sangat tidak setuju (1), kemudian oleh
Brayfield dan Rothe berbagai pertanyaan ini dikembangkan menjadi
18 pertanyaan. Berikut beberapa jenis pertanyaannya. Lima pertanyaan
yang dikemukakan.

14
No. Pertanyaan Skala
1 I feel fairly satisfied with my present job 1-7
2 Most days I am enthusiastic about my work 1-7
3 Each day of work seems like it will never end 1-7
4 I find real enjoyment in my work 1-7
5 I consider my job rather unpleasant 1-7

TabePertanyaan The Brayfield–Rothe Index (BRI) oleh Brayfield dan


Rothe (1951)
Keterangan:
 Skala 7 untuk jawaban yang paling sangat setuju
 Skala 1 untuk jawaban yang paling sangat tidak setuju

2.8.2 The Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ)


Pengukuran kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Weiss dan
England pada tahun 1967. Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ)
adalah suatu instrumen atau alat pengukur kepuasan kerja yang
dirancang sedemikian rupa yang di dalamnya memuat secara rinci
unsur-unsur yang terkategorikan dalam unsur kepuasan dan unsur
ketidakpuasan. Skala MSQ mengukur berbagai aspek pekerjaan yang
dirasakan sangat memuaskan, memuaskan, tidak dapat memutuskan,
tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan. Karyawan diminta
memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi
pekerjaannya. Skor yang tinggi mencerminkan skor kepuasan kerja
yang tinggi juga.
Alat ukur ini merupakan skala rating untuk menilai kepuasan kerja
pada pekerja yang menunjukkan sejauh mana pekerja merasa puas
terhadap beberapa aspek pekerjaan misalnya gaji.Skor yang tinggi
mencerminkan kepuasan yang tinggi pula. Terdapat dua jenis
pertanyaan, yakni the short form MSQ dan the long form MSQ.

15
2.8.3 The Job Diagnostic Index (JDI)
Skala pangukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan
Hulin pada tahun 1969. Dalam penggunaannya, pegawai ditanya
mengenai pekerjaan maupun jabatannya yang dirasakan sangat baik
dan sangat buruk. dalam skala mengukur sikap dari lima area, yaitu
kerja, pengawasan, upah, promosi, dan co-worker. Setiap pertanyaan
yang diajukan harus dijawab oleh pegawai dengan cara menandai
jawaban ya, tidak atau tidak ada jawaban. Berikut ialah penjelasan dari
lima area yang diukur dalam Job Deskriptive Index :
a. Perkerjaan Itu Sendiri (Job Itself)
Sifat dari pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama
dari kepuasan kerja. Kepuasan kerja akan tercapai jika ada
kesesuaian antara keinginan dari pekerja dan dimensi inti
pekerja yang terdiri dari ragam ketrampilan, identitas
pekerjaan, keberartian pekerjaan, otonomi, dan umpan balik
(Hackman dan Lawyer, 1975). Kaitan dari masing-masing
dimensi dengan kepuasan kerja adalah semakin besar
keragaman aktivitas kerja, seseorang akan merasa
pekerjaannya semakin berarti karena pekerjaan yang sama dan
berulang menyebabkan pekerja menjadi bosan.
b. Pengawasan (Supervise)
Supervise adalah suatu usaha untuk memimpin dengan
megarahkan orang lain sehingga dapat menjalankan tugas
dengan baik, serta memberikan hasil yang maksimum.
c. Imbalan (Pay)
Merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk
meningkatkan prestasi kerja, memotivasi, dan kepuasan kerja.
Ada 2 macam imbalan yaitu :
1. Imbalan instrinsik, yaitu imbalan yang diperoleh karena
adanya pengukuhan dan penghargaan.
2. Imbalan ekstrinsik, yaitu imbalan yang diperoleh karena
adanya promosi, upah, dan gaji.
d. Kesempatan Promosi (Promotion)
Promosi adalah kesempatan untuk maju dalam organisasi.
Seseorang yang dipromosikan umumnya dianggap prestasinya

16
baik disamping pertimbangan lain. Promosi memberikan
kesempatan untuk pertumbuhaan pribadi, lebih bertanggung
jawab, dan meningkatkan status social.

e. Suasana Tempat Kerja (Co-Workers)


Pekerja seringkali memberikan kepuasan kebutuhan social.
Pada dasarnya seorang karyawan menginginkan adanya
perhatian dari atasan maupun dari rekan kerjanya serta
lingkungan kerja yang mendukung.

2.8.4 Job

Diagnostic Survey (JDS)


Metode Job Diagnostic Survey (JDS) dirancang oleh Hackman dan
Oldham pada tahun 1980 dan merupakan instrumen untuk mengukur
tingkat motivasi dan kepuasan kerja seseorang dalam bentuk kuesioner
dengan berdasarkan Model Karakteristik Pekerjaan Hackman dan
Oldham (Job Characteristics Model) yang dipopulerkan pada tahun
1976.
Model ini menyatakan bahwa seorang karyawan akan lebih
termotivasi dalam melakukan pekerjaan dan akan merasa lebih puas
dalam suatu pekerjaan jika pekerjaan tersebut memiliki atau memenuhi

17
dimensi inti pekerjaan yang baik. Dimensi inti pekerjaan akan
mempengaruhi critical psychological state dan pada akhirnya akan
mempengaruhi hasil kerja (work outcomes). Jika suatu pekerjaan
memiliki dimensi inti pekerjaan yang cukup, maka hasil kerja
karyawan akan baik dan diikuti oleh tingginya motivasi karyawan.
Besarnya keterkaitan antara dimensi inti pekerjaan, critical
psychological states dan work outcomes sangat ditentukan oleh
sejumlah moderator.

Terdapat lima dimensi inti pekerjaan yang berhubungan dengan


tiga critical psychological states yaitu:
a. Variasi ketrampilan (skill variety), yaitu tingkat kebutuhan
dalam suatu pekerjaan yang mengharuskan seseorang
melakukan sejumlah pekerjaan yang berbeda dan menuntut
adanya sejumlah ketrampilan, kemampuan dan bakat yang
berbeda pula.

18
b. Identitas tugas (task identity), yaitu tingkat dimana
seseorang dapat mengerjakan tugas dalam suatu pekerjaan
dari awal hingga akhir dengan hasil yang nyata
c. Signifikansi tugas (task significance), yaitu signifikansi
dampak tugastugas yang ada di suatu pekerjaan terhadap
orang lain (di luar atau di dalam organisasi).
d. Otonomi (autonomy), yaitu serangkaian wewenang,
kebebasan dan ketidakbergantungan yang disertai dengan
sejumlah tanggung jawab yang dimiliki karyawan seperti
penjadwalan kerja, pengambilan/penetapan keputusan, dan
penentuan bagaimana suatu pekerjaan itu dilaksanakan.
e. Umpan balik (feedback), yaitu tingkat kejelasan
(transparansi) terhadap hasil kerja karyawan pada suatu
pekerjaan yang disediakan atau disampaikan oleh
perusahaan, penghargaan rekan kerja atau atasan berkaitan
hasil kerja karyawan dan tingkat interaksi atau kerjasama
dengan orang lain baik dengan sesama karyawan maupun
dengan orang di luar organisasi.
Critical psycological states yang dipengaruhi oleh
karakteristik utama pekerjaan adalah:
a. Experienced meaningfulness, yaitu tingkat pengalaman
atau kesadaran karyawan akan nilai dan kegunaan dari
suatu pekerjaan.
b. Experienced responsibility, yaitu besarnya tanggung
jawab pribadi dari seorang karyawan terhadap hasil
pekerjaan pada suatu pekerjaan tertentu.
c. Knowledge of result, yaitu tingkat pemahaman dasar
dari seorang karyawan terhadap efektivitas hasil kerja
yang dicapainya.
Tiga dimensi inti pekerjaan yang pertama (variasi
ketrampilan, identitas tugas, dan signifikansi tugas) akan
menyebabkan seorang karyawan dapat memahami adanya
keberartian, kepentingan dan manfaat dari suatu pekerjaan.

19
Otonomi akan mengakibatkan karyawan memiliki tanggung jawab
terhadap hasil kerja pribadi yang dicapainya.
Dengan kata lain, karyawan akan memiliki penghargaan
internal ketika mereka mencoba belajar untuk memahami
pekerjaan yang ditekuninya, kepedulian dan rasa tanggung jawab
mereka terhadap hasil yang mereka capai (Robbins, 1992).
Semakin besar pemahaman dan pengetahuan mereka terhadap
ketiga critical psychological states, semakin besar pula motivasi
dan kepuasan kerja dari karyawan.
Ketiga hubungan di atas akan dijembatani (moderator) oleh
dua faktor, yaitu:
a. Kebutuhan karyawan untuk berkembang (employee’s
need for growth) yaitu karyawan dengan kebutuhan
yang tinggi terhadap pengembangan diri dan aktualisasi
diri akan memiliki pemahaman yang lebih tinggi
terhadap ketiga critical psychological states jika
pekerjaan yang dipegangnya memiliki dimensi utama
pekerjaan. Faktor ini sesuai dengan kategori growth
needs pada teori ERG.
b. Konteks kepuasan (context satisfiers), yaitu ukuran
sejauhmana permasalahan mengenai gaji, keamanan
pekerjaan, hubungan dengan teman sejawat, atasan atau
bawahan menyita pikiran seorang karyawan dan
sejauhmana peluang terjadinya pengayaan suatu
pekerjaan oleh seorang karyawan melalui pengalaman
personal untuk tumbuh dan berkembang
Untuk mengetahui besarnya motivasi seorang karyawan, maka
dilakukan perhitungan skor potensi motivasi (motivational potential
score) sebagai berikut (Lee dan Ross, 1998): otonomy feedback iety
identity significance

Berdasarkan besarnya nilai MPS, skor potensi motivasi seorang


dapat dikelompokan dalam tiga kelompok, yaitu:

20
a. Kelompok tingkat motivasi rendah dengan skor JDS 0 – 119.
b. Kelompok tingkat motivasi menengah dengan skor JDS 120 –
199.
c. Kelompok tingkat motivasi tinggi dengan skor JDS 200 – 343.
(Hackman dan Oldham, 1980).
Menurut Hackman dan Oldham (1980), terdapat lima tahap
implementing concepts yang harus diperhatikan dalam perancangan
pekerjaan agar terjadi kepuasan kerja dan pengayaan pekerjaan, yaitu
(Schermerhorn, 1996):
a. Mengkombinasi tugas. Tanggung jawab dari suatu tugas yang
diberikan kepada seorang karyawan harus terkait dengan
tanggung jawab karyawan lainnya dengan cara mengkombinasi
hasil pekerjaannya tersebut dan membentuk tugas lanjutan
dengan level yang lebih tinggi.
b. Membentuk unit natural dalam pekerjaannya. Yakinkan bahwa
tugas yang diberikan kepada karyawan berhubungan dengan
karyawan lain dan identifikasi tugas harus jelas dan berarti.
c. Membangun hubungan dengan orang lain. Pekerjaan harus
dirancang sehingga terdapat hubungan dengan pihak lain, baik
sesama karyawan dalam organisasi atau pihak di luar
organisasi.
d. Melakukan latihan untuk mengerjakan tugas yang lebih tinggi.
Karyawan sebaiknya diberikan latihan/uji coba untuk
melakukan perencanaan dan pengendalian secara mandiri
terhadap pekerjaan yang mereka lakukan yang sebelumnya
merupakan wewenang dari atasannya.
e. Umpan balik yang transparan. Karyawan diberi kesempatan
untuk mengetahui umpan balik (respon) terhadap hasil kerjanya
secara transparan sehingga diharapkan mereka akan melakukan
perbaikan di masa yang akan datang.

2.8.5 Pay Satisfaction Questionare


Pay Satisfaction Questionnaire (PSQ) oleh Heneman dan Schwab
(1985), merupakan daftar pertanyaan yang ditujukan untuk menilai

21
kepuasan kerja terhadap beberapa aspek pembayaran (tingkatnya,
penambahannya, dan fasilitas yang bisa dimanfaatkan).
Menurut Heneman dan Schwab (1985:129) kepuasan bayaran
merupakan konstruk kepuasan yang multidimensi yang terdiri atas
lima sub dimensi: tingkat gaji (level), tunjangan (benefits), peningkatan
gaji (raises), struktur gaji (structure) dan pengelolaan gaji
(administration). Dikarenakan terdapat 2 dimensi yang heterogen
maka dimensi struktur dan pengelolaan dikombinasikan menjadi
struktur/pengelolaan gaji (structure/administration), sehingga menjadi
empat dimensi. Heneman dan Schwab membangun Pay Satisfaction
Questionnaire (PSQ) untuk merefleksikan ke empat dimensi tersebut
dalam Jugde and Welbourne (1993:3). PSQ ini menjadi instrumen yang
banyak digunakan karena dapat lebih mengerti kepuasan dengan
berbagai komponen kompensasi. Dari pembahasan teori di atas, maka
dimensi kepuasan kompensasi menurut Heneman and Schwab
(1985:130-131), yaitu:
1. Kepuasan terhadap level penggajian (pay level)
Mengacu pada besarnya kompensasi langsung yang diterima
seseorang.
2. Kepuasan terhadap kenaikan penggajian (pay raises)
Mengacu pada perubahan/kenaikan kompensasi langsung seorang
karyawan.
3. Kepuasan terhadap level tunjangan (benefit level)
Mengacu pada kompensasi tidak langsung yang diterima seorang
karyawan.
4. Kepuasan terhadap struktur dan administrasi penggajian (pay
structure and administration)
Mengacu pada perbedaan kompensasi untuk setiap jabatan yang
berbeda dalam organisasi serta mengacu pada sistem penggajian
yang digunakan organisasi.

2.9 Pengukuran Kepuasan Kerja berdasarkan Teori Ketidaksesuaian


Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Porter (1961), yaitu
mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih
(Discrepancy) antara apa yang seharusnya (should be) dengan kenyataan

22
yang dirasakan. Kepuasan kerja seseorang bergantung pada selisih antara
keinginan (Expectation) dengan apa yang menurut telah terpenuhi
diperoleh melalui pekerjaannya. Dengan demikian orang akan merasa puas
bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas
kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Jika
yang didapatkan lebih besar daripada yang diinginkan, maka disebut
discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan
itu dibawah standar minimum sehingga menjadi negatif disrepancy, maka
makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya. Studi
lainnya menemukan bahwa para pekerja memberikan tanggapan yang
berbeda-beda menurut bagaimana selisih itu didefinisikan. Mereka
menyimpulkan bahwa orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan
terhadap pekerjaannya, dan tidak ada cara terbaik yang tersedia untuk
mengukur kepuasan kerja melainkan ditentukan oleh tujuan
pengukurannya.
Kesimpulan teori ketidaksesuaian adalah menekankan selisih
antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan), jika ada
selisih jauh antara keinginan dan kekurangan yang ingin dipenuhi dengan
kenyataan maka orang menjadi tidak puas. Tetapi jika kondisi yang
diinginkan dan kekurangan yang ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan
kenyataan yang didapat maka ia akan puas.

2.10 Upaya Meningkatkan Kepuasan Kerja


Menurut Stephen Robbins (2003:108) ada empat faktor yang
kondusif bagi tingkat kepuasan kerja karyawan yang tinggi, yaitu :
1. Pekerjaan yang secara mental menantang
Orang lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka peluang
untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan
menawarkan satu varietas tugas, kebebasan dan umpan balik tentang seberapa
baiknya mereka melakukan itu. Karakteristik-karakteristik ini membuat
pekerjaan menjadi menantang secara mental.
2. Imbalan yang wajar

23
Karyawan menginginkan sistem panggajian yang mereka anggap
tidak ambigu, dan sejalan dengan harapan mereka. Bila pembayaran itu
kelihatan adil berdasarkan pada permintaan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar pembayaran masyarakat, kepuasan
mungkin dihasilkan.
3. Kondisi lingkungan kerja yang mendukung
Karyawan merasa prihatin dengan kondisi lingkungan kerja mereka jika
menyangkut masalah kenyamanan pribadi maupun masalah kemudahan
untuk dapat bekerja dengan baik. Banyak studi yang menunjukan bahwa
para karyawan lebih menyukaii lingkungan fisik yang tidak berbahaya
atau yang nyaman. Selain itu kebanyakan karyawan lebih suka bekerja
tidak jauh dari rumah, dalam fasilitas yang bersih dan relatif modern,
dengan alat dan perlengkapan yang memadai.
4. Rekan kerja yang suportif
Dari bekerja orang mendapatkan lebih dari sekedar uang atau prestasi-
prestasi yang berwujud, bagi sebagain karyawan kerja juga dapat mengisi
kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu, tidak heran jika seorang
karyawan memiliki rekan kerja yang suportif dan bersahabat dapat
meningkatkan kepuasan kerja mereka.

2.11 Dampak Ketidakpuasaan Kerja


Ketidakpuasan kerja akan menimbulkan ketidakhadiran dan turn over.
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja
merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran
lebih bersifat spontan dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan
ketidakpuasan kerja. dalam Asad (2004, p.115). Lain halnya dengan berhenti
bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya
berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins (1996)
ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke
dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan,
karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi,
menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.

24
Empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan:
1. Keluar (Exit)
Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan.
Termasuk mencari pekerjaan lain.
2. Menyuarakan (Voice)
Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif
untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan,
mendiskusikan masalah dengan atasannya.
3. Mengabaikan (Neglect)
Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan
menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating
terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
4. Kesetiaan (Loyalty)
Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif
sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan
terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen
akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
5. Kesehatan
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan,
hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja
menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri
merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan
kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang
satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu
mempunyai akibat yang negatif

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ketidakpuasaan kerja cenderung lebih mencerminkan penaksiran dari
pegawai yang berhubungan dengan berbagai pengalaman kerja pada waktu
sekarang dan masa lalu daripada berbagai harapan untuk masa yang akan
datang. Kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang yang
bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaannya, yang tentu akan
mempengaruhi perilaku organisasi, termasuk ketidakpuasan kerja. Pada
dasarnya kepuasan kerja bertujuan menciptakan kondisi positif di
lingkungan kerja, maka dengan sendirinya kematangan psikologis akan
terbentuk menciptakan kestabilan kinerja.
Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja diantaranya :

26
1. Kesesuaian pekerjaan, misalnya gaji dan umur.
2. Kebijaksaan organisasi, misalnya mutu pengawasan, fasilitas yang
diberikan.
3. Lingkungan kerja misalnya, teman sekerja, kondisi kerja, keamanan
tempat kerja, kesempatan untuk maju, dan komunikasi yang berjalan
di organisasi tersebut.
4. Kinerja, misalnya pegawaiyang lebih puas cenderung lebih efektif dan
efisien kinerjanya dibandingkan organisasi yang memiliki
pegawaiyang mengalami ketidakpuasan kerja.
5. Motivasi, misalnya adanya reward naik jabatan akan menimbulkan
persaingan peningkatan kinerja pegawai.
Sehingga diperlukan suatu upaya yang harus dilakukan oleh organisasi
maupun perusahaan, yaitu meningkatkan pekerjaan yang memberi mereka
peluang untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka,
karyawan lebih suka bekerja tidak jauh dari rumah, dalam fasilitas yang
bersih dan relatif modern, dengan alat dan perlengkapan yang memadai,
karyawan menginginkan sistem panggajian yang mereka anggap
tidak ambigu, dan sejalan dengan harapan mereka, serta karyawan kerja
juga dapat mengisi kebutuhan akan interaksi sosialnya di tempat kerja.

3.2 Saran
Hubungan antara kepuasan kerja dengan prestasi senantiasa harus
dijadikan suatu sistem yang berkelanjutan, dengan tidak melupakan
hubungan dengan usia, mutasi pekerja dan absensi, tingkat jabatan serta
besar kecilnya organisasi. Kepuasan kerja dalam kaitannya dengan
organisasi sebaiknya senantiasa harus melibatkan semua pekerja guna
memperoleh outcome yang memuaskan.

27
DAFTAR PUSTAKA

As’ad, Moch. 2006. Psikologi Industri. Jakarta: Liberty.

Almigo, Nuzsep, 2004. Hubungan Antara Kepuasan Kerja dengan Hubungan


Produktivitas Kerja Karyawan, Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma,
Palembang. Vol 1 No 1, pp. 50-60

Armstrong, Michael. 2006. A Handbook of Human Resource Management


Practice 10th EDITION. London: Kogan Page.

Amin, Budi Astuti, 2006, Kinerja Sebagai Ukuran Keberhasilan, Jurnal


Manajemen &Kewirausahaan Vol. 8, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen
Petra.

Dawson, B. 2005. Motivation leaders to better results. Journal of Rubber and


Plastics, Vol 37, pp. 11 - 15.

Fatmasari, Ayunda, Teori Kepuasan Kerja. (Online :


https://www.academia.edu/4484430/Teori_Kepuasan_Kerja diakses pada
tanggal 21 Mei 2017 pukul 07.43 WIB).

Gungor, Pinar. 2011. The Relationship Between Reward Management System and
Employee Performance with the Mediating Role of Motivation: A
Quantitative Study on Global Banks. Okan University, Istanbul, 34722
Turkey. Vol.1. No 2.pp.1510-1520

28
Hilli, Peter Yohannes. 2013. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kepuasan
Kerja Pegawai Negeri Sipil, Dengan Role Ambiguity Sebagai Variabel
Moderasi (Studi Pada Pegawai Negeri Sipil Di Dinas Pertanian Dan
Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Timur). http://e-
journal.uajy.ac.id/337/3/2MM01556.pdf. Diakses 20 Mei 2017.
Juniantara, I Wayan. Pengaruh Motivasi Dan Kepuasaan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan Koperasi di Denpasar. Skripsi. Universitas Udayana. 2015.

Kholik, A. 2016. Pengaruh Kompetensi Dosen Dan Kepuasan Kerja Dosen


Terhadap Kinerja Dosen Di Universitas Djuanda Bogor.
http://eprints.iain-surakarta.ac.id/138/1/2016TS0030.pdf. Diakses pada 20
Mei 2017.

Keith, Davis, Jhon W. Newstrom, 1995. Perilaku Dalam Organisasi, Edisi Ketujuh
Erlangga. Jakarta.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia


Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pawesti, R., dan Rinandita Wikansari. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap


Intensi Turnover Karyawan Di Indonesia. Jurnal Ecopsy. Volume 3,
Nomor 2, Agustus 2016. Diambil dari
file:///C:/Users/Userr/Downloads/2649-5270-1-SM.pdf. Diakses pada 20
Mei 2017.

Rivai, Veithzal dan Ahmad Fawzi Mohd Basri, 2005. Performance Appraisal.
Cetakan Pertama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sayuti, 2006, Motivasi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Penerbit


Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sutama, D.J. 2007. Identifikasi Faktor-Faktor Motivasi Kerja dan Kepuasan


Kerja Berdasarkan Metode Jds (Job Diagnostic Survey) dan Msq
(Minnesota Satisfaction Questionaire). Skripsi Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Wibowo, 2011. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

29
Wardani, Tri. 2012. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kepuasan Hidup
Karyawan Pada PT. Bank Mandiri (Persero) TBK Unit Consumer Loan
Bussiness Centre Medan. (Online:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34189 diakses pada tanggal 20
Mei 2017 pukul 21.12 WIB).

30

Anda mungkin juga menyukai