Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular saat ini menjadi perhatian yang sangat penting pada
sektor kesehatan masyarakat, karena memiliki predikat sebagai penyebab tingginya
angka kesakitan dan kematian. Berdasarkan Global Status Report on Non-
communicable Disease (WHO, 2011), sebanyak 63% kematian di dunia disebabkan
oleh penyakit tidak menular, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, kanker, dan
penyakit pernafasan, dan 80%-nya terjadi di negara berpendapatan menengah ke
bawah (lower-middle income). Perbandingan kasus kematian akibat penyakit tidak
menular di negara-negara berdasarkan pendapatannya dapat dilihat pada Gambar 1.

low-income lower-middle-income upper-middle-income high-income

Mortality related to NCDs included in the national health reporting system


Mortality data is population based
Year of last report on mortality data 2007 or later

Gambar 1. Prevalensi kematian akibat penyakit tidak menular di negara-negara


anggota WHO berdasarkan pendapatannya oleh Bank Dunia, 2010
(Sumber: WHO, 2011)

Penyakit tidak menular merupakan penyakit dengan kasus kematian


terbanyak di wilayah Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara, dan
Pasifik Barat. WHO memperkirakan, secara global, kasus kematian akibat

1
penyakit tidak menular akan meningkat sebanyak 15% dalam kurun waktu 1 dekade
(2010 – 2020). Peningkatan kasus kematian tertinggi berada di wilayah Afrika, Asia
Tenggara, dan Mediterania Timur dengan persentase lebih dari 20%.
Penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian utama di dunia
adalah penyakit kardiovaskuler (17 juta kematian atau 48% dari kematian akibat
penyakit tidak menular), kanker (7,6 juta kematian atau 21% dari kematian akibat
penyakit tidak menular), penyakit pernafasan, termasuk asma dan PPOK (4,2 juta
kematian), dan diabetes (1,3 juta kematian). Lebih dari 80% kematian akibat
penyakit kardiovaskuler dan diabetes terjadi di negara berpendapatan menengah ke
bawah.
Berdasarkan gambar di atas, penyakit tidak menular yang menyebabkan
kematian tertinggi di dunia adalah penyakit kardiovaskuler. Tingginya angka
mortalitas tersebut disebabkan oleh faktor risiko utama, yaitu peningkatan tekanan
darah. Peningkatan tekanan darah seseorang akan meningkatkan risiko terkena
stroke dan penyakit jantung koroner (WHO, 2011). Tekanan darah tinggi atau
hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang > 140/90 mmHg
(Essop & Naidoo, 2009). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi
2, yaitu: hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer/esensial merupakan
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan telah mendominasi 95% kasus-
kasus hipertensi. Sementara itu, hipertensi sekunder (5%) adalah hipertensi yang
disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit parenkim ginjal, penyakit
renovaskuler, endokrin, sindrom Cushing, dan hipertensi gestasional (Gray, 2002).
Sebanyak 15-37% dari populasi dewasa di dunia telah mengalami hipertensi.
Secara umum, penduduk kota/urban lebih banyak mengalami hipertensi daripada
penduduk desa/rural (WHO, 2002). Dalam beberapa kelompok umur, Chobanian et
al. (2004) mengatakan bahwa risiko penyakit kardiovaskuler akan meningkat 2 kali
jika terjadi peningkatan tekanan darah sebesar 20/10 mmHg, dimulai dari 115/75
mmHg. Jika tidak terkendali, hipertensi akan menyebabkan stroke, infarc
myocardial, gagal jantung, gagal ginjal, dan kebutaan (WHO, 2002).
Data WHO (2011) juga menunjukkan bahwa hipertensi diperkirakan
menyebabkan 7,5 juta kematian atau 12,8% dari total kematian tahunan. Sementara
itu, menurut Brown et al. (2009), penurunan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg
berhubungan dengan penurunan risiko terkena komplikasi penyakit kardiovaskuler.
Hipertensi

Konsumsi rokok

Diabetes

Kurang olahraga

Obesitas

0 2 4 6 8 10 12 14
Persentase

Gambar 3. Faktor risiko penyebab kematian di dunia, 2010 (Sumber:


WHO, 2011)
Berdasarkan gambar di atas, pada tahun 2010, hipertensi merupakan faktor
risiko utama yang menjadi penyebab kematian di dunia sebesar 13%. Faktor risiko
yang lain, yaitu konsumsi rokok (9%), diabetes (6%), kurang olahraga (5%), dan
obesitas (5%). Oleh karena itu, pengelolaan tekanan darah seseorang menjadi sangat
penting untuk menurunkan risiko kematian.
Penyakit hipertensi esensial merupakan penyakit yang tidak disebabkan oleh
1 faktor saja, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berperan terhadap
peningkatan tekanan darah. Beberapa faktor risiko hipertensi esensial adalah
obesitas, dislipidemia, asupan tinggi natrium, gaya hidup (kebiasaan merokok dan
konsumsi alkohol), faktor stres/emosi, umur, jenis kelamin dan kurangnya asupan
kalium (Chobanian et al., 2004). Selain dari faktor tersebut, genetika/riwayat
keluarga juga memiliki peran penting terhadap kejadian penyakit hipertensi esensial
(Bakris et al., 2005). Hipertensi sering disebut dengan pembunuh yang diam-diam
(silent killer), karena penderita hipertensi mengalami kejadian tanpa gejala
(asymtomatic) selama beberapa tahun dan kemudian mengalami stroke atau gagal
jantung yang fatal.
Proses penuaan di negara berpendapatan menengah dan bawah, termasuk
Indonesia, akan meningkatkan jumlah kematian karena penyakit tidak menular
utama untuk 25 tahun ke depan (WHO, 2002). Salah satu faktor risiko hipertensi
adalah stres. Stres akan menstimulasi saraf simpatetik, sehingga meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung. Keadaan ini akan
mengakibatkan tekanan darah meningkat. Berdasarkan penelitian Katari et al. (1976)
yang disitasi oleh Misti (2009), adanya kecenderungan meningkatnya prevalensi
hipertensi pada orang yang tinggal di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah
pedesaan, sebesar 14,2%. Angka ini dikaitkan dengan kehidupan perkotaan yang
penuh ketegangan, seperti pekerjaan dan penghasilan serta kecemasan lain yang
tidak jelas penyebabnya.
Menurut Suyono (2001), stres dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya
hipertensi. Selama hampir 50 tahun ini, stres psikologis sebagai pemicu terjadinya
berbagai kelainan kardiovaskuler sering dikaitkan dengan kepribadian tipe A yang
memiliki karakteristik selalu tergesa-gesa, ambisius, agresif, kompetitif,
ketidaksabaran, ketegangan otot, waspada, bergaya bicara cepat dan empatik, sinis,
permusuhan, dan potensi kemarahan yang tinggi (Sher, 2005).
Selain stres, beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian
hipertensi antara lain umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, kebiasaan merokok,
aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan obesitas (WHO, 2005). Menurut Sugiharto
(2007), risiko hipertensi meningkat secara bermakna sejalan dengan bertambahnya
usia (> 55 tahun) dengan OR : 4. Menurut WHO (1996), pada usia dini tidak
ditemukan adanya perbedaan tekanan darah antara laki-laki dan perempuan. Namun,
pada saat remaja, laki-laki cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan ini tampak lebih jelas pada usia dewasa
muda dan menengah, namun perbedaan tersebut akan berbalik pada usia tua (Essop
& Naidoo, 2008). Hal tersebut disebabkan oleh hormon estrogen yang dapat
melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler.
Menurut Zhang et al. (2005), kebiasaan merokok merupakan faktor risiko
kejadian stroke dan penyakit kardiovaskluer. Pada faktor risiko aktivitas fisik, Misti
(2009) menyatakan bahwa orang yang tidak melakukan aktivitas fisik akan berisiko
1,4 kali terkena hipertensi. Konsumsi alkohol merupakan faktor risiko terjadinya
hipertensi (Essop & Naidoo, 2008) dan kematian dini serta kecacatan di dunia
(WHO, 2011). Sebanyak 2,3 juta kematian di dunia pada tahun 2004 terjadi karena
konsumsi alkohol. Menurut penelitian Stranges et al. (2004), konsumsi alkohol
setiap hari mempunyai risiko 1,75 kali, seminggu sekali berisiko 1,65 kali, dan
sebulan sekali tidak berisiko menderita hipertensi. Menurut Kaplan & Stamler
(1983), obesitas akan meningkatkan kerja jantung dan dapat menyebabkan
hipertropi dalam jangka lama dan tekanan darah cenderung naik. Hal ini sejalan
dengan penelitian Misti (2009) yang menyimpulkan bahwa orang yang mengalami
obesitas berisiko 2,56 kali untuk terkena hipertensi.
Akhir-akhir ini, tipe kepribadian baru mulai dipelajari, yaitu tipe kepribadian
D (distressed personality). Tipe kepribadian ini merupakan hasil investigasi dari tipe
koping/cara penyesuaian stres oleh pasien laki-laki yang menderita penyakit jantung
koroner. Menurut Denollet (2005), kepribadian tipe D didefinisikan sebagai hasil
interaksi antara negative affectivity (NA) dan social inhibition (SI). Orang dengan
tipe ini ditandai dengan perasaan murung, cemas, dan takut untuk bersosialisasi
dengan orang lain. Selain itu, ciri khas tipe ini adalah memiliki hubungan pribadi
lebih sedikit dengan orang lain dan cenderung merasa kurang nyaman dengan orang
asing.
NA didefinisikan sebagai kecenderungan seseorang untuk mengalami emosi
yang negatif, seperti perasaan depresi, kecemasan, kemarahan, dan perasaan
bermusuhan. Sementara itu, SI diartikan sebagai upaya menghindari untuk terlibat
dalam interaksi sosial, seperti perasaan tegang, tidak nyaman, dan tidak aman ketika
bertemu orang lain (Denollet, 2005). Berdasarkan penelitian Denollet et al. (1996)
yang disitasi oleh Sher (2005), kematian akibat penyakit jantung meningkat 4 kali
lipat pada pasien yang memiliki tipe kepribadian D. Tipe D merupakan prediktor
independen hipertensi, kematian jantung, dan infark miokard.
Berdasarkan data WHO (2011), kasus kematian akibat penyakit tidak
menular tertinggi, salah satunya berada di kawasan Asia Tenggara. Selain dibebani
dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit tidak menular,
negara-negara tersebut juga masih dibebani dengan kasus penyakit menular. Salah
satu negara yang mengalami beban ganda tersebut adalah Indonesia. Hipertensi
merupakan penyebab kematian utama ketiga di Indonesia untuk semua umur (6,8%),
setelah stroke (15,4%) dan tuberkulosis (7,5%) (Depkes RI, 2008). Selain itu,
hipertensi menduduki peringkat kedua penyakit tidak menular yang banyak diderita
di Indonesia (Depkes RI, 2008).
Hasil dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia
menunjukkan 1,8 – 28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah penderita
hipertensi (Arief, 2008). Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia sebesar 31,7% (Depkes
RI, 2008). Cakupan diagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan hanya mencapai
24%, atau dengan kata lain sebanyak 76% kejadian hipertensi dalam masyarakat
belum terdiagnosis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit tidak menular?
2. Apa saja jenis penyakit tidak menular?
3. Bagaimana pencegahan penyakit tidak menular?
4. Bagaimana pengobatan penyakit tidak menular?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari penyakit tidak menular
2. Mengetahui jenis jenis penyakit tidak menular
3. Memahami pencegahan penyakit tidak menular
4. Memahami pengobatan penyakit tidak menular
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a. Pengertian penyakit tidak menular


Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia.
penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak dapat ditularkan kepada orang lain.
Penyakit tidak menular biasnya terjadi karena faktor keturunan dan gaya hidup yang
tidak sehat. Meskipun bersentuhan dengan si penderita Anda tidak akan tertular
penyakit tersebut.

b. Macam macam penyakit tidak menular

1. Diabetes

Diabetes melitus merupakan penyakit di mana kadar gula dalam darah meningkat. Hal
ini di sebabkan oleh adanya gangguan pada fungsi insulin. Bagi para penderita diabetes melitus,
tubuh mereka tidak bisa memproduksi atau merespons hormon insulin yang di hasilkan oleh
pankreas. Penyakit yang tidak menular ini mengharuskan bagi setiap penderitanya agar tidak
mengonsumsi makanan yang mengandung zat karbohidrat terlalu banyak tetapi dalam kadar
yang seimbang. Jika para penderita diabetes melitus mengonsumsi asupan karbohidrat yang
melebihi takaran, maka penyakit diabetes melitus yang di deritanya akan semakin parah. Hal
ini di karenakan sedikitnya hormon insulin dan sistem kinerja dari hormon insulin itu sendiri
mengalami gangguan yang berperan sebagai pembantu pengubah zat karbohidrat menjadi
energi. Pada orang yang sehat, karbohidrat yang dikonsumsi akan diolah menjadi energi
dengan bantuan insulin, tapi jika pada orang yang menderita penyakit diabetes melitus, mereka
kesulitan mengubah karbohidrat menjadi energi karena hormon insulin dan sistem kinerja
insulin terganggu.

2. Rematik

Rematik adalah penyakit yang tidak menular, yang menyerang sendi, otot, tulang dan
struktur di sekitarnya. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita,
dewasa ataupun anak-anak. Rematik yang dikenal luas di masyarakat merupakan jenis penyakit
rematik yang menyerang sendi atau yang dikenal dengan istilah arthritis. Penyakit rematik
secara umum ditandai dengan gejala peradangan pada sendi berupa kemerahan, bengkak, terasa
panas dan sendi sulit digerakkan. Rematik merupakan penyakit menahun dengan gejala
serangan silih berganti. Ada masa ketika sendi menjadi lebih meradang secara tiba-tiba yang
disebut dengan flare, ada kalanya remisi atau masa-masa dengan sedikit peradangan. Rematik
dapat menyebabkan kerusakan dan cacat permanen di persendian. Terdapat lebih dari 100 jenis
penyakit rematik. Rematik yang paling banyak dikenal adalah Osteoarthritis (jenis penyakit
rematik akibat gangguan immunitas tubuh/autoimmun), Gout arthritis/asam urat (jenis
penyakit rematik akibat menumpuknya zat asam pada sendi), osteoporosis dan penyakit lupus
sistemik.

Hingga saat ini penyebab penyakit rematik belum diketahui secara pasti, namun diduga
dipicu oleh kombinasi berbagai faktor termasuk kerentanan genetik, infeksi virus atau
perubahan hormonal. Rematik dapat memberikan dampak yang sangat luas hingga membuat
penderitanya mengalami kecacatan.

3. Sariawan

Sariawan atau stomatitis aftosa (stomatitis aphtosa) adalah suatu kelainan pada selaput
lendir mulut berupa luka pada mulut yang berbentuk bercak berwarna putih kekuningan dengan
permukaan agak cekung. Sariawan merupakan penyakit kelainan mulut yang paling sering
ditemukan. Sekitar 10% dari populasi menderita penyakit yang tidak menular ini, sementara
wanita lebih mudah terserang daripada pria. Ada beberapa faktor yang diduga menjadi
penyebab munculnya penyakit tidak menular ini, seperti luka tergigit, mengonsumsi makanan
atau minuman panas, alergi, kekurangan vitamin C dan zat besi, kelainan pencernaan,
kebersihan mulut tidak terjaga, faktor psikologi, dan kondisi tubuh yang tidak fit.
Stomatitis Aphtous/Ulcer bukan hanya disebabkan karena kekurangan Vitamin C, namun
sebaliknya SA dikenal disebabkan oleh alergi citrus atau alergi makanan yang mengandung
asam, kondisi imun yang lemah, obat-obatan tertentu, trauma fisik (ataupun penggunaan gigi
palsu baru).

Penyakit kekurangan vitamin C sendiri adalah Scurvy atau kegagalan proses sintesis
kolagen yang ditandai dengan gusi mudah berdarah, pendarahan kulit (purpura). Perlu
diketahui juga jika sariawan terjadi di tempat yang sama selama dua minggu hingga satu bulan,
hal itu dapat dijadikan indikasi adanya kanker rongga mulut.
4. Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah
di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari
biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah melibatkan dua
pengukuran, sistolik dan diastolik, tergantung apakah otot jantung berkontraksi (sistole) atau
berelaksasi di antara denyut (diastole). Tekanan darah normal pada saat istirahat adalah dalam
kisaran sistolik (bacaan atas) 100–140 mmHg dan diastolik (bacaan bawah) 60–90 mmHg.
Tekanan darah tinggi terjadi bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih. Penyakit
yang tidak menular ini terbagi menjadi hipertensi primer (esensial) atau hipertensi sekunder.
Sekitar 90–95% kasus tergolong hipertensi primer, yang berarti tekanan darah tinggi tanpa
penyebab medis yang jelas. Kondisi lain yang memengaruhi ginjal, arteri, jantung, atau sistem
endokrin menyebabkan 5-10% kasus lainnya (hipertensi sekunder).

Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk stroke, infark miokard (serangan jantung),
gagal jantung, aneurisma arteri (misalnya aneurisma aorta), penyakit arteri perifer, dan
penyebab penyakit ginjal kronik. Bahkan peningkatan sedang tekanan darah arteri terkait
dengan harapan hidup yang lebih pendek. Perubahan pola makan dan gaya hidup dapat
memperbaiki kontrol tekanan darah dan mengurangi risiko terkait komplikasi. Meskipun
demikian, obat seringkali diperlukan pada sebagian orang bila perubahan gaya hidup saja
terbukti tidak efektif atau tidak cukup.

5. Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit yang tidak menular dari orang ke orang. Penyakit tulang
ini mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.

6. Depresi

Depresi atau dalam istilah medis disebut gangguan depresi mayor, gangguan suasana
hati yang dapat memengaruhi pola pikir, perasaan, dan cara menghadapi aktivitas sehari-hari.
Saat mengalami depresi seseorang akan merasa sedih, putus harapan, kehilangan ketertarikan
pada hal-hal yang dulunya disukainya, atau menyalahkan diri sendiri.
c. Pencegahan penyakit tidak menular

Meningkatnya Penyakit Tidak Menular (PTM) tidak saja berdampak pada


meningkatnya morbiditas, mortalitas, dan disabilitas di kalangan masyarakat, melainkan
juga berdampak pada meningkatnya beban ekonomi baik di tingkat individu maupun di
tingkat negara pada skala nasional. Sebab, PTM berakibat pada 63% atau 57 juta kematian
di seluruh dunia setiap tahun. Total biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi penyakit
diabetes di Amerika pada tahun 2007 mencapai 218 milyar dolar. Sementara itu, World
Economic Forum menyatakan bahwa total pengeluaran dunia untuk mengatasi PTM adalah
lebih dari US $ 30 triliun untuk 20 tahun ke depan.
Demikian disampaikan oleh Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A., MPH, pada
acara Seminar Nasional Pangan dan Gizi (SEMNAS PAGI) 2013, dengan tema Inovasi
Pangan dan Gizi Mewujudkan Generasi Sehat, Cerdas, dan Kuat untuk Meningkatkan Daya
Saing, di Jakarta (25/6). Sementara itu, data terkini menunjukkan bahwa sekitar 60 persen
kematian pada kelompok usia dewasa disebabkan PTM, seperti : penyakit jantung, stroke,
kanker, diabetes melitus dan penyakit saluran pernafasan.

Literatur terkini mengungkapkan kompleksitas penyebab masalah PTM ada dua kelompok
besar faktor risiko penyakit tidak menular. Pertama, adalah faktor risiko yang tidak dapat
dikendalikan, yaitu faktor usia, Kedua, penyakit metabolik lain pada usia dewasa. Anak-
anak yang dilahirkan dengan gangguan pertumbuhan mempunyai risiko lebih besar untuk
mengalami gangguan metabolik, terutama gangguan metabolik lemak, protein dan
karbohidrat yang akan meningkatkan risiko PTM di usia dewasa. Anak yang dilahirkan
normal dan tumbuh baik pada masa kanak-kanak, akibat faktor gaya hidup yang tidak sehat,
seperti makan tidak seimbang dan aktivitas rendah akan meningkat faktor risikonya
terhadap PTM.

Analisa data Susenas tahun 2011 menunjukkan bahwa secara umum pola makan kita belum
seimbang. Hal ini ditandai dengan kelebihan lemak dan minyak, rendah sayur dan buah,
rendah pangan hewani serta meningkatnya konsumsi pangan olahan. Selanjutnya,
dilaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan pola makan sayur dan buah, minyak dan lemak
antara keluarga yang berpenghasilan rendah dan tinggi.
Majelis Kesehatan Sedunia atau World Health Assembly telah menyepakati Resolusi
Nomor 62/ 2011 tentang Comprehensive Implementation Plan 2015-2025 dengan salah
satu sasaran mencegah meningkatnya prevalensi obesitas. Terkait dengan upaya ini,
Pemerintah telah menyusun Rencana Strategis Penerapan Makanan Seimbang dan
Aktivitas Fisik, sebagai implementasi strategi global tentang Diet and Physical Activities.

Prinsip-prinsip pencegahan PTM, sebagai berikut :


 Pertama, mengutamakan preventif, promotif melalui berbagai kegiatan edukasi dan
promotif-preventif,dengan tidak mengesampingkan aspek kuratif-rehabilitatif
melalui peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan.

 Kedua, melaksanakan pencegahan pada seluruh siklus hidup manusia, sejak dalam
kandungan, hingga bayi, balita, anak sekolah, remaja, dewasa, diikuti perbaikan
budaya hidup bersih dan sehat. Yang dimaksud seluruh siklus hidup adalah sejak
hamil, lahir, anak sekolah, remaja, dewasa, usia lanjut sesuai dengan masalah pada
kelompok usia tersebut. Pada kelompok usia 1000 hari pertama, fokus pencegahan
diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar gizi dan kesehatan agar tidak terjadi
gangguan pertumbuhan.

 Ketiga, menerapkan Pedoman Gizi Seimbang, yang difokuskan pada peningkatan


konsumsi sayur dan buah, pangan hewani, dengan mengurangi lemak serta minyak
dan membatasi gula dan garam.

 Keempat, menggerakkan masyarakat untuk melakukan aktivitas fisik dan


menimbang berat badan secara teratur.

 Kelima, melibatkan semua sektor, baik Pemerintah maupun masyarakat, untuk


secara nyata melakukan sinergi dalam melakukan PTM.

Regulasi yang telah dan akan dikeluarkan Pemerintah terkait dengan PTM sebagai
berikut:
 Pertama, untuk menjamin agar bayi memperoleh haknya untuk mendapatkan ASI
Eksklusif sebagaimana diamanatkan Undang Undang Nomor 36 tahun 2009, telah
dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI
Eksklusif.

 Selain itu, telah diterbitkan pula dua Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu tentang
penyediaan fasilitas khusus menyusui di tempat umum dan tempat kerja; serta
tentang penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya. Menkes menghimbau
agar seluruh organisasi profesi bidang kesehatan untuk benar-benar memahami dan
menjalankan peraturan tersebut.

 Kedua, peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan
yang mengandung zat adiktif berupa tembakau bagi kesehatan yang antara lain
mengatur perlindungan kesehatan masyarakat dari bahaya penggunaan bahan yang
mengandung karsinogenik dan adiktif.

 Ketiga, peraturan Menteri Kesehatan nomor 30 tahun 2013 tentang pencantuman


informasi kandungan gula, garam dan lemak serta pesan kesehatan untuk pangan
olahan dan pangan siap saji.

 Keempat, telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang


Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, yang menekankan pada peningkatan
pemenuhan kebutuhan dasar pangan, gizi dan kesehatan pada ibu hamil sampai
anak usia 2 tahun.

 Kelima, dalam waktu dekat Menteri Kesehatan akan mengeluarkan Peraturan


Menteri Kesehatan tentang Angka Kecukupan Gizi dan Pedoman Gizi Seimbang
sesuai dengan rekomendasi Widyakarya Pangan dan Gizi tahun lalu.
d. Pengobatan penyakit tidak menular

1. Diabetes

Pengobatan untuk diabetes antara lain:

 Insulin

Saat ini tidak ada obat yang dapat menyembuhkan diabetes, jadi insulin adalah salah satu cara
terbaik untuk mengontrol gula darah Anda. Anda dapat menyuntikkan insulin di rumah sekitar
2 – 3 kali sehari.

 Pola makan sehat

Diet yang sehat dapat membantu untuk mengontrol tingkat glukosa anda. Anda dapat meminta
bantuan ahli nutrisi untuk membimbing Anda menjalani diet ini.

 Olahraga

Rajinlah berolahraga untuk membantu mengontrol gula darah Anda. Anda juga harus merawat
kaki Anda dan memeriksakan mata Anda secara berkala untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut.

Jika seseorang didiagnosis mengidap diabetes, Maka penderita harus menemui dokter setiap
tiga bulan sekali, sehingga penderita dapat:

 Memeriksa kulit dan tulang pada kaki


 Memeriksa apakah punggung kaki terasa kaku (serangan saraf diabetes)
 Memeriksa tekanan darah
 Memeriksa bagian belakang mata dengan menggunakan sinar khusus
 Melakukan tes HbA1C (setiap 6 bulan jika diabetes sudah terkontrol dengan baik)

Tes ini dapat membantu untuk mengontrol diabetes dan mencegah masalah lain yang
disebabkan oleh diabetes. Di samping itu, penderita harus menjalani tes setahun sekali:

 Memeriksa tingkat kolesterol dan trigliserida


 Menjalani tes satu tahun sekali untuk memastikan bahwa ginjal bekerja dengan baik
(microalbuminuria and serum creatinine)
 Menemui dokter gigi setiap 6 bulan untuk memeriksa seluruh gigi penderita. Pastikan dokter
gigi mengetahui penderita memiliki penyakit diabetes
2. Rematik

Pengobatan rematik akan lebih mudah jika kondisinya belum parah atau menyebar luas.

1. Obat rematik

Cara mengobati rematik yang pertama ialah dengan mengonsumsi obat-obatan. Jenis obat yang
direkomendasikan oleh dokter tergantung pada tingkat keparahan gejala dan berapa lama Anda
menderita penyakit ini. Adapun jenis obat yang diresepkan meliputi:

 Pereda nyeri NSAID (Obat antiinflamasi nonsteroid), seperti ibuprofen atau naproxen
untuk mengurangi rasa sakit dan mengurangi peradangan akibat rematik. NSAID yang lebih
kuat juga tersedia dengan resep dari dokter. Obat ini memiliki risiko efek samping yaitu
telinga berdenging, iritasi pada perut, masalah jantung, serta kerusakan hati dan ginjal.
 Steroid. Obat kortikosteroid seperti prednison mampu mengurangi peradangan dan nyeri
serta memperlambat kerusakan sendi. Efek samping dari obat-obatan steroid ini berisiko
pada penipisan tulang, penambahan berat badan, dan diabetes. Dokter umumnya
meresepkan obat ini untuk meredakan gejala rematik akut.
 Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD). Obat ini dapat memperlambat
perkembangan penyakit rematik dan membantu menyelamatkan sendi dan jaringan lainnya
dari kerusakan permanen. DMARDs umum termasuk methotrexate (Trexall, Otrexup,
Rasuvo), leflunomide (Arava. Efek sampingnya meliputi kerusakan hati, gangguan pada
sumsum tulang, dan infeksi paru-paru.
 Biologic agents, dikenal juga sebagai obat pengubah respons biologis atau DMRAD
biologis. Prosedur ini menggunakan protein rekayasa genetika yang berasal dari gen
manusia. Cara ini telah terbukti membantu memperlambat perkembangan rheumatoid
arthritis saat pengobatan lain gagal. Abatacept (Orencia), adalimumab (Humira), anakinra
(Kineret), certolizumab (Cimzia), etanercept (Enbrel), golimumab (Simponi), infliximab
(Remicade), rituximab Rituxan), tocilizumab (Actemra) dan tofacitinib (Xeljanz), termasuk
ke dalam jenis obat ini. Obat jenis ini paling efektif jika dipasangkan dengan DMRAD
nonbiologis seperti methotrexate. Cara kerjanya dengan menargetkan bagian dari sistem
imun yang memicu peradangan pada sendi dan jaringan lainnya. Namun, obat jenis ini juga
dapat menambah risiko infeksi.

2. Terapi fisik

Terapi fisik dapat menjadi salah satu metode pengobatan yang tepat. Melalui terapi, Anda akan
diajari latihan untuk menjaga sendi tetap fleksibel. Biasanya, terapis juga akan menyarankan
Anda untuk melakukan tugas sehari-hari yang cukup ringan untuk membantu melemaskan
persendian Anda yang kaku. Selain itu, terapis juga akan menganjurkan Anda untuk melakukan
olahraga ringan.

3. Operasi

Jika obat dan terapi fisik gagal mencegah atau memperlambat kerusakan sendi, kemungkinan
besar dokter akan menyarankan pembedahan sebagai cara mengobati rematik. Pembedahan
ditujukan untuk memperbaiki sendi yang rusak sehingga Anda dapat kembali menggunakan
persendian yang sakit seperti sedia kala. Prosedur ini juga mampu mengurasi rasa sakit dan
memperbaiki kelainan bentuk pada bagian tubuh tertentu seperti jari bengkok akibat
peradangan yang ditimbulkan.

Operasi radang sendi pada rematik biasanya melibatkan lebih dari satu prosedur. Adapun
prosedur pembedahan yang biasanya dilakukan yaitu:

 Synovectomy. Pembedahan untuk menghilangkam sinovium ( lapisan sendi) yang


meradang. Prosedur ini bisa dilakukan pada lutut, siku, pergelangan tangan, jari-jari, dan
pinggul.
 Perbaikan tendon. Peradangan dan kerusakan sendi dapat menyebabkan tendon di sekitar
sendi yang putus atau kendur. Melalui prosedur ini dokter akan memperbaiki tendon yang
mengalami kerusakan di sekitar sendi Anda.
 Penggantian sendi total. Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan bagian sendi yang
rusak dan menggantinya dengan prostesis yang terbuat dari logam dan plastik.
 Penggabungan sendi. Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan rasa sakit dan
menstabilkan kembali sendi yang rusak. Cara ini dilakukan jika penggantian sendi total
tidak memungkinkan untuk dilakukan.

3. sariawan

Untuk membantu meringankan rasa sakit dan mempercepat pemulihan, pertimbangkan tips
berikut:

 Kumur mulut . Gunakan air garam atau larutan baking soda (larutkan 1 sendok teh baking
soda dalam ½ cup air hangat).
 Oleskan sedikit susu magnesia pada sariawan beberapa kali sehari.
 Hindari makanan yang kasar, asam atau pedas yang dapat memperparah iritasi dan rasa sakit.
 Letakan es pada sariawan dengan membiarkan es meleleh di bagian luka.
 Sikat gigi dengan lembut, menggunakan sikat yang lembut dan pasta gigi bebas agen busa
seperti Biotene atau Sensodyne ProNamel.

4. Hipertensi

Pengobatan hipertensi penting untuk mengurangi risiko kematian karena penyakit jantung.

Beberapa obat yang sering diresepkan dokter untuk mengatasi hipertensi adalah:

 Diuretik: chlorotiazide, chlorthalidone,


hydrochlorotiazide/HCT, indapamide, metolazone, bumetanide, furosemide, torsemide,
amilorid, triamterene)
 Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor: captopril, enalapril, lisinopril,
benazepril hydrochloride, perindopril, ramipril, quinapril hydrochloride, dan trandolapril)
 Beta-blocker: atenolol, propranolol, metoprolol, nadolol, betaxolol, acebutolol,
bisoprolol, esmilol, nebivolol, dan sotalol)
 Penghambat saluran kalsium: amlodipine, clevidipine, diltiazem,
felodipine, isradipine, nicardipine, nifedipine, nimodipine, dan nisoldipine)
 Alfa-blocker: doxazosin, terazosin hydrochloride, dan prazosin hydrochloride
 Vasodilator: hydralazine dan minoxidil
 Central-acting agents: clonidine, guanfacine, dan methyldopa.

Obat darah tinggi pun harus dikonsumsi rutin dan tepat dosis untuk manfaatnya bisa dirasakan.

5. Osteoporosis

Pengobatan yang dijalani pasien osteoporosis secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu
pengobatan yang bersifat nonhormon dan hormon.
Obat-obatan yang Bersifat Nonhormon
Pengobatan nonhormon meliputi pemberian kalsium dan suplemen vitamin D,
bisphosphomate, dan strontium ranelate.
Kalsium dan suplemen vitamin D
Kalsium dan suplemen vitamin D bermanfaat mengurangi risiko patah tulang pangkal paha.
Usahakan mengonsumsi kalsium sebagai berikut:

 600 IU atau 15 mikrogram untuk orang dewasa di atas 20 tahun.


 800 IU atau 20 mikrogram untuk manula di atas 70 tahun.

Jika Anda tidak mendapat cukup kalsium dalam pola makan Anda, tanyakan tentang
kemungkinan konsumsi suplemen kalsium. Untuk mencegah keretakan tulang atau pengobatan
osteoporosis, Anda memerlukan dosis kalsium sebanyak 1,2 gram per hari dan vitamin D
sebanyak 20 mikrogram. Dosis ini hanya bisa didapatkan terutama dari obat-obatan yang
diformulasikan dalam resep dokter.
Bisphosphonate
Obat yang menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko keretakan ini biasa diberikan
dalam bentuk tablet atau suntikan. Bisphosphonate bekerja dengan memperlambat laju sel-sel
yang meluruhkan tulang (osteoclast). Ada beberapa bisphosphonate berbeda seperti
alendronate, etidronate, ibandronate, risedronate, dan asam zolendronic. Selalu ikuti petunjuk
penggunaan obat yang diberikan dokter mengenai dosis dan cara konsumsi yang benar.
Iritasi pada kerongkongan, kesulitan menelan, dan sakit perut bisa menjadi efek samping yang
timbul dari mengonsumsi bisphosphonate meski belum tentu terjadi pada setiap orang. Efek
samping lain yang sangat jarang terjadi adalah nekrosis pada rahang.
Strontium ranelate
Strontium ranelate dikonsumsi dalam bentuk bubuk yang dilarutkan dalam air. Obat ini bisa
menjadi alternatif jika penggunaan bisphosphonate dirasa tidak cocok. Strontium ranelate
memicu sel-sel yang membentuk jaringan tulang yang baru (osteoblasts) dan menekan kinerja
sel-sel peluruh tulang. Efek samping yang mungkin timbul pada konsumsi strontium ranelate
adalah mual dan diare.
Obat-obatan yang Bersifat Hormon
Pengobatan hormon meliputi pemberian SERMs, terapi penggantian hormon, testosteron,
hormon paratiroid, dan kalsitonin.
Selective estrogen receptor modulators (SERMs)
SERMs adalah obat yang menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko retak, terutama
pada tulang punggung. Satu-satunya bentuk SERMs yang tersedia untuk pengobatan
osteoporosis adalah raloxifene, garam hidroklorida. Raloxifene dikonsumsi tiap hari dalam
bentuk tablet.
Efek samping penggunaan raloxifene adalah:

 rasa panas/berkeringat di malam hari


 kram kaki
 meningkatkan risiko terjadinya gumpalan darah

Terapi penggantian hormon


Terapi berupa hormon estrogen ini ditujukan bagi wanita pada masa menopause untuk menjaga
kepadatan tulang dan mengurangi risiko keretakan selama pengobatan. Meski begitu terapi ini
tidak secara spesifik direkomendasikan untuk pengobatan osteoporosis. Bahkan saat ini hampir
tidak lagi digunakan karena berisiko memicu timbulnya beberapa penyakit lain seperti kanker
payudara, kanker endometrium, kanker ovarium dan stroke. Sebaiknya diskusikan lebih lanjut
mengenai pengaruh dari terapi ini bersama dokter Anda.
Pengobatan testosteron
Pengobatan testosteron khususnya diterapkan kepada para pria pengidap Hipogonadisme atau
ketidakmampuan memroduksi hormon seks dengan normal.
Hormon paratiroid (PTH) (Teriparetida)
Sementara obat-obatan lain lebih memperlambat tingkat penipisan tulang, PTH dapat
meningkatkan kepadatan tulang. Namun pengobatan ini hanya digunakan untuk sebagian orang
yang kepadatan tulangnya sangat rendah dan jika pengobatan lain tidak membawa manfaat.
Hormon paratiroid diberikan dalam bentuk suntikan. Efek samping yang biasa terjadi adalah
mual dan muntah.
Kalsitonin
Kalsitonin adalah hormon yang diproduksi secara alami oleh kelenjar tiroid. Hormon ini
memperkuat kepadatan tulang dengan menghambat sel-sel yang meluruhkan tulang.
Kalsitonin atau salcatonin dikonsumsi tiap hari dalam bentuk semprotan yang dihirup atau
suntikan. Efek samping yang umum dari pengobatan ini adalah mual, muntah, dan diare.

6. Depresi

Depresi akan lebih mudah disembuhkan jika lebih cepat ditangani. Penanganan yang dilakukan
oleh dokter biasanya mencakup psikoterapi, obat-obatan, atau kombinasi keduanya.

Psikoterapi

Beberapa teknik psikoterapi yang dilakukan untuk mengatasi depresi, antara lain:

 Cognitive behavior therapy (CBT). Terapi ini diterapkan pada orang-orang yang
tersandera oleh pola pikir tertentu yang merugikan mereka. CBT akan membantunya
untuk melepaskan diri dari pikiran dan perasaan negatif, serta menggantinya dengan
respons positif. CBT juga dapat membantu pasien untuk mengenali kondisi yang
membuat depresi semakin buruk, sehingga pasien dapat merubah perilaku untuk
mengatasinya. Biasanya CBT dilakukan 6-8 sesi selama 10-12 minggu.
 Problem-solving therapy (PST). PST bisa meningkatkan kemampuan penderita untuk
menghadapi pengalaman yang membuatnya tertekan, khususnya penderita depresi yang
usianya sudah lebih dewasa. Penderita akan diminta untuk mengidentifikasi masalah-
masalah dan mendapatkan solusi-solusi realistis melalui proses yang bertahap.
 Interpersonal therapy (IPT). Prinsip dasar IPT adalah mengatasi masalah yang
muncul saat berhubungan dengan orang lain, yang dapat mengakibatkan atau
memperparah depresi.
 Terapi psikodinamis. Terapi ini mendorong pasien untuk menyelami berbagai
perasaan dan emosi yang ada dalam dirinya, yang kadang tidak disadarinya. Tujuan
dari terapi psikodinamis adalah membantu pasien untuk memahami bahwa apa yang
dirasakannya dan bagaimana dia bersikap, dipengaruhi oleh adanya masalah yang
belum diselesaikan, di pikiran bawah sadarnya.

Antidepresan
Antidepresan adalah obat-obatan untuk mengatasi gejala depresi. Terdapat berbagai macam
obat antidepresan, dengan tingkat keberhasilan dan dampak yang berbeda-beda pada tiap
orang. Karena itu, pasien mungkin akan mencoba beberapa jenis antidepresan sampai
menemukan obat yang sesuai.
Biasanya, obat antidepresan membutuhkan waktu beberapa minggu atau bulan untuk bekerja
dan mulai menghilangkan gejala yang dirasakan penderita depresi. Setelah obat mulai bekerja,
konsumsi obat akan diteruskan sampai 6 bulan hingga 1 tahun, dan dihentikan setelah gejala
depresi benar-benar hilang. Perlu diingat bahwa obat antidepresan tidak boleh dihentikan
sendiri tanpa anjuran dokter, walaupun dirasa sudah membaik, karena berisiko untuk kambuh
dan dapat menimbulkan gejala putus obat, seperti:

 Sakit maag.
 Demam, sakit kepala, pegal linu, dan mual.
 Cemas.
 Pusing.
 Mimpi yang terasa seperti kenyataan.
 Sensasi seperti tersetrum pada tubuh.

Untuk menghindari gejala putus obat, saat menghentikan konsumsi antidepresan, dokter akan
menurunkan dosis obat secara perlahan, sebelum akhirnya dihentikan.
Hampir setengah dari orang yang mengonsumsi antidepresan mengalami efek samping dari
obat, terutama pada awal penggunaan. Oleh karena itu, selama pengobatan dengan
antidepresan, diperlukan pemantauan dokter secara intensif. Dan perlu diingat sekali lagi,
jangan menghentikan penggunaan antidepresan sendiri tanpa anjuran dari dokter, walaupun
timbul efek samping, seperti:

 Mulut kering.
 Konstipasi.
 Pusing dan berkunang-kunang terutama pada siang hari.
 Gangguan penglihatan.
 Gangguan buang air kecil.
 Gangguan aktivitas seksual.
 Insomnia dan gelisah.
 Mudah tersinggung.

Dokter memiliki cara untuk mengatasi efek samping antidepresan, misalnya mengurangi dosis
obat, memberikan obat tambahan untuk membantu mengurangi efek samping, atau mengganti
jenis antidepresan. Contoh-contoh obat antidepresan adalah fluoxetin,
venlafaxine, dan amitriptyline.
Terapi Kejut Listrik
Terapi kejut listrik atau electroconvulsive therapy (ECT) sangat efektif untuk menangani
depresi pada pasien yang tidak respon terhadap obat, mengalami gejala psikosis, serta pasien
dengan percobaan bunuh diri. Namun, keamanan ECT masih menjadi perdebatan, terutama
pada orang yang lanjut usia.
Pencegahan Depresi
Depresi secara umum tidak dapat dicegah. Akan tetapi dengan gaya hidup yang baik dan sehat,
tingkat keparahan dan risiko kambuhnya depresi dapat diturunkan. Beberapa aktivitas yang
dapat membantu seorang penderita depresi dalam mencegah kondisinya bertambah buruk,
antara lain adalah:

 Menjaga interaksi sosial. Penderita depresi cenderung menarik diri dari lingkungan
dan orang sekitarnya. Kondisi ini dapat memperparah depresi. Oleh karena itu, menjaga
interaksi sosial dengan orang-orang terdekat ataupun bertemu dengan orang-orang baru
dapat mencegah depresi berkembang atau muncul kembali.
 Olahraga. Olahraga yang dilakukan secara rutin tidak hanya bermanfaat untuk
menjaga kebugaran. Olahraga juga dapat membantu meredakan depresi, kegelisahan,
dan menjaga emosi tetap stabil. Dianjurkan untuk berolahraga selama 30 menit, 3-5 kali
seminggu.
 Menjaga kesehatan. Kesehatan yang buruk pada penderita depresi akan sangat
berpengaruh pada perkembangan depresi yang dialami. Untuk mencegah depresi
bertambah buruk, penderita harus menjaga kesehatan tubuhnya dengan baik.
Dianjurkan untuk tidur secara cukup, rutin berolahraga, dan menjaga pola makan yang
baik dan sehat.
 Tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Alkohol merupakan minuman yang dapat
mengubah suasana hati. Seseorang yang memiliki risiko mengalami depresi harus
menjaga diri dari minuman beralkohol agar tidak memperburuk suasana hati.
 Merencanakan kehidupan. Merencanakan kehidupan, baik jangka pendek maupun
jangka panjang, dapat membantu seseorang mempersiapkan diri secara mental.
Meskipun tetap akan ada kejadian yang tidak terduga, namun dengan perencanaan yang
baik, tingkat stres akibat kejadian tak terduga dapat ditekan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Penyakit tidak menular saat ini menjadi perhatian yang sangat penting pada
sektor kesehatan masyarakat, karena memiliki predikat sebagai penyebab tingginya
angka kesakitan dan kematian.
Pencegahan penyakit tidak menular dengan cara deteksi dini jika terjadi
gejala gejala yang hamper menunjukkan penyakit tersebut akan menyerang
penderita.

Anda mungkin juga menyukai