Anda di halaman 1dari 11

e.

Kelembagaan lokal sebagai pembentuk modal sosial masyarakat lokal

Di dalam perkembangan pembangunan lembaga istilah lokal sulit

didefinisikan. Pada tataran makro lokal adalah lawannya dari global. Sehingga

istilah lokal dapat digunakan untuk menyebut peradaban suatu negara sedang

global untuk menyebut peradaban pada tataran antarnegara (regional dan

internasional). Lokal menurut pemahaman UU No. 22 Tahun 1999 adalah pada

tataran mikro artinya istilah lokal untuk menyebut kawasan daerah tingkat

satu/propinsi, daerah tingkat dua/ kabupaten atau kota, dan dimungkinkan lokal

untuk menyebut yang lebih spesifik yaitu kecamatan dan desa. Jadi institusi lokal

merupakan asosiasi komunitas setempat yang bertanggung jawab atas proses

kegiatan pembangunan setempat (Esman dan Uphoff, 1982:9), seperti rukun

tetangga, arisan trah, kelompok pengajian, kelompok ronda dan sejenisnya. Yang

jelas institusi ini memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah setempat.

Institusi lokal dalam komunitas harus dilihat sebagai suatu sistem yang

saling silang menyilang (cross-cutting affliation) dan institusi lokal telah

menyediakan jaring pengaman sosial (sosial safety net) ketika komunitas lokal

berada dalam situasi krisis. Kehadiran institusi lokal bukan atas kepentingan

pribadi/individu tetapi atas kepentingan bersama, sehingga institusi lokal lama

kelamaan menduduki pada posisi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan

lokal. Rasa saling percaya warga komunitas lokal yang digalang dan diasah

melalui institusi ini semakin hari semakin didambakan sebagai modal sosial

(sosial capital).

Institusi lokal ternyata mampu menjadi bingkai etika komunitas lokal

(Purwo Santoso, 2002: 6). Institusi lokal pada dasarnya adalah regulasi perilaku
kolektif, di mana sandarannya adalah etika sosial, sehingga institusi lokal mampu

menghasilkan kemampuan mengatur diri sendiri dari kacamata normatif.

Di atas telah dibahas pengertian institusi lokal dan modal sosial maka

berikut akan kita telusuri dimana titik temu antara institusi lokal dengan modal

sosial. Kita pahami bahwa institusi lokal merupakan salah satu modal sosial

sehingga institusi lokal di mana saja keberadaannya tetap mempunyai nilai positif

bagi komunitas yang bersangkutan. Ternyata institusi lokal dijadikan dasar

berpijak masyarakat lokal oleh karenanya modal sosial dapat berkembang dan

mengalami erosi dan melemah serta menguatnya modal sosial pada masyarakat

dapat dipotret melalui institusi lokal.

 Potret Positif modal sosial dapat digambarkan dalam formulasi kepercayaan

(trust) yang meliputi kohesi sosial, empati, transparansi, militan (inklusif) yang

kesemuanya itu akan berdampak pada memunculkan kontrol sosial baru,

revitalisasi modal sosial baru, perlu membangun kerjasama dengan pihak luar,

demokrasi dan desentralisasi. Norma harus diwujudkan dalam bentuk

kesetaraan dan kemitraan sehingga tidak muncul perbedaan perlakuan

antarwarga, dalam alokasi ini akan muncul kendala kebudayaan luar, anomalis

primordialisme dan vested interest sehingga perlu dipersiapkan jawaban

kedepan guna membenteng tantangan yang akan muncul.

 Potret Negatif modal sosial dapat digambarkan dalam formulasi melemahnya

modal sosial sehingga modal sosial mengalami erosi dalam bentuk: interaksi

sosial, ditandai dengan pelanggaran norma, krisis kepemimpinan,

kerenggangan hubungan sosial dan dehumanisasi. Kondisi ini disebabkan oleh

lemahnya kontrol sosial, sentimen kelompok, meningkatnya semangat


individualisme dan merebahnya nilai budaya material. Bila kondisi ini

dibiarkan maka akan berakibat pada anomalis, pembangkangan, konflik dan

perilaku menyimpang. Komunitas, muncul sikap baru dari komunitas dalam

bentuk apatis, pragmatis, pengingkaran dan budaya potong kompas

(menerobos). Sikap ini muncul karena disebabkan oleh tidak ada kepercayaan,

rendahnya rasa handarbeni, egoisme, menghalalkan segala cara dan pelayanan

birokrasi yang rendah. Jika kondisi ini tidak segera diantisipasi, maka yang

muncul adalah stagnan (kemandegan), menurunkan partisipasi, pelanggaran

nilai sosial dan dimungkinkan terjadi KKN.

 Apabila erosi modal sosial dalam interaksi sosial dan komunitas benar-benar

terjadi, maka institusi lokal akan kehilangan social trust yang ditandai dengan

rasa kecurigaan, rasa tidak aman, menurunnya rasa kebersamaan,

pembangkangan, dan akan menyebabkan rendahnya keterbukaan sehingga

intensitas komunikasi rendah, tingginya manipulasi publik dan dampak yang

paling parah adalah disintegrasi sosial.

Institusi lokal dan modal sosial ternyata mempunyai pengaruh yang sangat

besar terhadap komunitas lokal oleh karena itu perlu ada penguatan terhadap

institusi lokal. Pemupukan institusi lokal dan modal sosial dapat dilakukan

melalui beberapa alternatif berikut:

 Pengorganisasian institusi diarahkan dalam rangka memfasilitasi komunitas

lokal.

 Mengembangkan kerangka fikir re-lingking (menyambung kembali) tindakan

ini diarahkan untuk menyambung kembali titik temu dimensi formal dengan

dimensi nonformal yang ada di dalam masyarakat.


 Perbaikan infrastruktur dalam suasana religius dan cultural

Definisi Kelembagaan memang cukup membingungkan, makna dan

artinya sering dipertukarkan dengan organisasi. "What contstitutes an 'institution'

is a subject of continuing debate among social scientist.... The term institution and

organization are commonly used interchangeably and this contributes to

ambiguityand confusior" (Norman Uphhof. 1986).

Menurut Syahyuti yang dikutip dari

http:llwebsyahyuti.blogspot.com/2007/08/kelembagaan-dan:lembaga-dalam.html,

Sebagian besar literatur hanya membanding-banding apa beda "kelembagaan"

dengan "organisasi". Setidaknya ada empat bentuk cara membedakan yang terlihat

selama ini, yaitu:

(1) Kelembagaan cenderung tradisional, sedangkan organisasi cenderung modern

(Uphoff, 1986). Menurut Horton dan Hunt: "... institution do not have members,

they have followers" (Horton dan Hunt, 1984).

(2) Kelembagaan dari masyarakat itu sendiri dan organisasi datang dari atas.

Tjondronegoro: "... lembaga semakin mencirikan lapisan bawah dan lemah, dan

organisasi mencirikan lapisan tengah dengan orientasi ke atas dan kota"

(Tjondronegoro, SMP. 1999).

(3) Kelembagaan dan organisasi berada dalam satu kontinuum, dimana organisasi

adalah kelembagaan yang belum melembaga (Uphoff, 1986). Pendapat ini sedikit

banyak juga berasal dari dari Huntington yang menyatakan: "Organization and

procedures vary in their degree of institutionalization.....Institutionalization is the

process by which organizations and procedures acquire value and stability"

(Huntington, 1965).
(4) Organisasi merupakan bagian dari kelembagaan (Binswanger dan Ruttan,

1978). Dalam konteks ini, organisasi merupakan organ dalam suatu kelembagaan.

Keberadaan organisasi menjadi elemen teknis penting yang menjamin

beroperasinya kelembagaan.

Meskipun belum sepakat, namun dapat diyakini bahwa kelembagaan

adalah social form ibarat organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam

masyarakat. Kata "kelembagaan" (Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada

sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam

masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways) yang

hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan

berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan

dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan

modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.

Norman T Uphoff' dengan gamblang menggambarkan perbedaan yang

jelas antara Organisasi dan kelembagaan, sebagai berikut:

“Organizations are structures of recognized and accepted roles, Institutions are

complexes of norms an behaviours that persist over time by serving collectively

(socially) valued purposed”. (Organisasi adalah struktur peran yang telah dikenal

dan diterima. Kelembagaan/pranata adalah serangkaian norma dan perilaku yang

sudah bertahan atau digunakan selama periode waktu tertentu - yang relatif lama-

untuk mencapai maksud/tujuan bernilai kolektif/bersama atau maksud-maksud

yang bernilai sosial).

Ada beberapa tipe kelembagaan (pranata), yaitu:


1. Ada kelembagaan yang bukan organisasi (institutions that are not

organizations)

2. Ada kelembagaan yang juga merupakan organisasi (Institutions that are

organizations)

3. Dan ada organisasi yang bukan kelembagaan (Organizations that are not

institutions)

Bila dicontohkan dalam sistem pengelolaan keuangan dan perbankan dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Undang-undang perbankan sebagai suatu kelembagaan (institution) dalam

rangka penyedian layanan jasa keuangan sudah menjadi kebutuhan warga bahkan

juga masyarakat di dunia. Segala peraturan didalamnya "membingkai" norma dan

perilaku untuk kegiatan simpan pinjam uang, akan tetapi uu Perbankan tidak

memiliki struktur yanbg dikenal seperti Ketua (direktur) dsb. Oleh karena itu UU

perbankan adalah kelembagaan tapi bukanlah organisasi.

2. Adalagi organisasi yang bukan lembaga, yaitu Arisan bu-ibu di suatu RT.

Sudah merupakan organisasi mengingat di dalamnya sudah ada, ketua, sekretaris,

bendahara, dan diakui serta dikenal oleh warga disitu. Akan tetapi keberadaannya

bisa bubar setelah seluruh anggota arisan mendapat giliran memperoleh uang

arisan.

3. Sedangkan satu lagi adalah Bank. Bank bisa disebut sebagai organisasi, karena

di dalamnya ada struktur peran yang sudah dikenal dan diterima oleh semua pihak

seperti adanya Direktur, ada Bagian Kredit dan adapula bagian pelayanan

nasabah. Sebagai sebuah kelembagaan, Bank sebagai penyedia jasa untuk

melakukan "simpan-pinjam" uang, penggunaan jasa Bank sudah menjadi norma


dan perilaku masyarakat luas yang memiliki dan memerlukan uang. Karenanya

Bank adalah kelembagaan yang juga organisasi.

Menyimak hal ini maka sebuah organisasi suatu saat dapat saja menjadi

sebuah kelembagaan, bilamana fungsi dan perannya dalam kaitannya dengan

kepentingan warga diakui luas sebagai suatu norma dan perilaku bersama.

Syahyuti dalam blognya juga menulis bahwa ilustrasi pembeda antara

organisasi dan lembaga/kelembagaan adalah sebagai berikut:

Secara sederhana kita dapat membedakan dengan begini, Kata "kelembagaan"

mesti dikuti oleh kata kerja, contohnya "kelembagaan penyediaan moda!" dst.

Sedangkan, "Organisasi" selalu dikuti oleh kata benda, misalnya lembaga

koperasi, lembaga Gapoktan, dst. Maka, untuk kelembagaan penyediaan input

usahatani misalnya dapat dijalankan lembaga kelompok tani, Gapoktan, KuAT,

koperasi, dan UPJA. Kelembagaan penyediaan jasa informasi dapat dilakukan

oleh petani secara individual, atau melalui lembaga, yaitu bisa kelompok tani, bisa

Gapoktan, bisa Posyanluh Desa, Klinik Agribisnis, atau Kelompencapir.

f. Otonomi komunitas dan Pembangunan dari dalam (development from

within)

Jika masyarakat telah mampu mengatur dirinya sendiri secara otonom,

merencanakan masa depan komunitasnya dan menyelesaikan sejumlah persoalan

dengan potensi yang dimiliki maka Pemerintah dan dunia usaha tinggal

melengkapi bagian-bagian yang memerlukan support, seperti kebijakan,

pelayanan, pendampingan teknis (technical assistance), keahlian, pengetahuan

maupun pendanaan.
Pada bagian-bagian tersebut pemerintah dan dunia usaha memainkan

peran untuk melengkapi segitiga relasi Pemerintah-dunia usaha-masyarakat yang

merupakan ciri utama organisasi masyarakat warga (civil society).

Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, BKM/LKM mengajak masyarakat

miskin untuk meningkatkan kemampuannya, dibantu oleh kelompok peduli di

kelurahan setempat, Pemda dan dunia usaha. Pola semacam ini disebut dengan

pola pembangunan manusia melalui penerapan paradigma pembangunan manusia

secara konsisten. Paradigma tersebut melihat pembangunan sosial sebagai upaya

terstruktur untuk meningkatkan otonomi manusia untuk berbuat dan menentukan

sejarahnya sendiri sehingga pada gilirannya akan terbangun kemandirian. Oleh

sebab itu dalam tautan pemberdayaan sering dirumuskan sebagai membangun dari

dalam ('development from within)

Salah satu kebijakan yang diprogramkan oleh pemerintah adalah

pelayanan kesehatan dan pendidikan. Agar tepat sasaran maka kebijakan tersebut

dirancang berlandaskan pada proses penggalian kebutuhan yang dilakukan

partisipatif. Oleh sebab itu pelayanan pendidikan dan kesehatan yang menunjang

pencapaian target IpM-MDGs diposisikan sebagai kegiatan pendorong

tercapainya kesejahteraan di tingkat masyarakat. Dengan kata lain PNPM Mandiri

Perkotaan berfungsi mensupport dari sisi kebijakan, program, pendampingan

teknis dan dukungan financial untuk memperlancar program penanggulangan

kemiskinan, yang dapat meliputi; 1) peningkatan kapasitas SDM/relawan sektor,

2)pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, 3)pembangunan infrastruktur,

4)peningkatan taraf hidup, daya beli dan pertumbuhan ekonomi masyarakat,

5)membuka lapangan kerja 6)mitigasi dan penanggulangan bencana.


Secara teknis, ketentuan, mekanisme dan pemanfaatan BLM sebagai

wujud dukungan berbagai aktivitas yang menguatkan modal social. Ketentuan

tersebut untuk selanjutnya akan dijabarkan dalam Petunjuk Operasi Baku (POB)

kegiatan Sosial. Secara teknis, PNPM Mandiri Perkotaan mendorong Kegiatan

sebagai kegiatan yang difokuskan untuk menunjang modal sosial, jaringan

kerjasama dan solidaritas sosial tetap bekerja lebih inovatif untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat miskin terkait pembangunan infrastruktur (prasarana

lingkungan), pelayanan pendidikan, kesehatan, peningkatan kapasitas serta

kegiatan pengelolaan ekonomi produktif (bergulir) yang disupport oleh BLM

maupun pendanaan dari berbagai sumber. Seluruh kegiatan di dalam MDGs

tersebut berupaya meningkatkan angka harapan hidup masyarakat miskin,

membuatnya lebih terdidik dan meningkat daya belinya. Ketiga upaya tersebut

diukur menggunakan Indeks tahunan yang dinamakan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) yang dalam Bahasa Inggris disebut Human Development Index

(HDI).

g. Menguatnya Modal Sosial Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Menurut Sjafri Mangkuprawira (Guru Besar Manajemen Sumber Daya

Manusia, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB) Dalam prakteknya,

pengembangan masyarakat merupakan salah satu model pendekatan

pembangunan dengan upaya melibatkan peran aktif masyarakat beserta sumber

daya lokal yang ada. Selain itu dalam pengembangan masyarakat hendaknya

diperhatikan sisi kearifan lokal dimana masyarakat punya tradisi, dan adat-istiadat

sebagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai modal sosial.


Gambar 1. Hubungan modal sosial positif dengan kesejahteraan masyarakat

Gambar 1 menunjukkan bahwa modal sosial yang positif akan memiliki

hubungan positif dengan kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditandai oleh jejaring

sosial yang luas, tingginya saling percaya sesama anggota masyarakat, dan jiwa

kebersamaan yang tinggi. Modal sosial ini akan memerkecil biaya transaksi dan

biaya kendali untuk suatu kegiatan pengembangan masyarakat. Dengan kata lain

akan mampu menciptakan pengelolaan sumber daya optimum dan kemudian

menghasilkan output yang semakin besar bagi kesejahteraan masyarakat.

Berbeda dengan Gambar 1, maka Gambar 2 memperlihatkan bahwa modal

sosial yang negatif akan menurunkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini

disebabkan kurangnya saling percaya sesama warga yang menyebabkan perangkat

kendali semakin berlapis. Hal ini berkait dengan meningkatnya perilaku

kepentingan diri dan menurunnya sifat saling memberi. Mengapa? Karena

timbulnya saling curiga dan antipasti. Akibatnya masyarakat mengalami stagnasi

yang dicirikan oleh rendahnya kreativitas dan inovasi yang ditemukan. Dalam

situasi seperti itu berarti terjadi pemborosan sumber daya dan pada gilirannya

akan menurunkan kesejahteraan masyarakat.


Gambar 2. Hubungan modal sosial negatif dengan kesejahteraan masyarakat

Anda mungkin juga menyukai