Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM EVALUASI SENSORI

UJI TRESHOLD

TIM PENYUSUN :

Oleh :

Gabriella Balqis A. (1633010025)


Atma Widya S. (1633010026)
Diska Lailatus S. (1633010027)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAWA TIMUR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggunaan uji inderawi untuk berbagai keperluan industri pangan
telah meluas dan berkembang. Uji inderawi merupakan pengujian terhadap
sifat karakteristik bahan (pangan) menggunakan indera manusia. Sehingga
dalam aplikasinya diperlukan suatu kepekaan yang tajam. Salah satu bagian
dari uji inderawi adalah uji threshold. Metode pengujian threshold merupakan
salah satu metode untuk pengujian panelis dalam penentuan sensitivitas.
Metode ini digunakan untuk menentukan tingkat konsentrasi terendah suatu
substansi yang dapat dideteksi (absolutethreshold) atau perubahan
konsentrasi terkecil suatu substansi yang dapat dideteksi perubahannya
(differencethreshold). Biasanya substansi yang mau dikaji dilarutkan dalam
air murni, dan panelis diminta untuk menilai sample mana yang berbeda
dengan air, dalam hal ini air murni juga disajikan sebagai pembanding
(Sapta,2010).
Selain itu metode ini juga dapat digunakan untuk mengenal macam-
macam stimulusnya (recognition threshold), misalnya asin, manis, dan lain-
lain. Recognitionthreshold umumnya lebih tinggi dari pada absolutethreshold.
Metode ini kadang-kadang juga digunakan untuk seleksi panelis, namun
beberapa peneliti menganggap cara ini kurang tepat dipakai, karena
keberhasilan dalam menguji larutan murni tidak dapat dipakai sebagai kriteria
keberhasilan dalam menguji sampel yang mengandung bermacam-macam
zat dengan konsentrasi yang berbeda, selain itu ada kelemahannya, yaitu
pada penentuan threshold biasanya yang disajikan adalah larutan satu
macam substansi, sedangkan dalam makanan, rasa makanan merupakan
campuran berbagai rasa. Hubungan yang terpenting dengan pencecap
adalah kecenderungan indera rasa pengecap untuk melayani sensasi utama
tertentu yang terletak di daerah khusus. Rasa manis dan asin terutama
terletak pada ujung lidah, rasa asam pada dua pertiga bagian samping dan
rasa pahit pada bagian posterior lidah dan palatum molle. Rasa asin dibentuk
oleh garam terionisasi yang kualitas rasanya berbeda-beda antara garam
yang satu dengan yang lain karena garam pembentuk sensasi rasa lain
selain rasa asin. Garam akan menimbulkan rasa ketika ion natrium (Na+)
masuk melalui kanal ion lateral (sisi) sel rasa.
Hubungan antara rangsangan fisik dan kesan atau tanggapan
psikologis tidak selalu mudah mengukurnya. Hal ini disebabkan oleh karena
besaran tanggapan psikologis tidak selamanya mudah diukur. Tanggapan
psikologis dihasilkan dari kemampuan fisio-psikologis seorang panelis.
Kemampuan-kemampuan inilah yang menjadi andalan seseorang untuk
menjadi seorang panelis. Kemampuan psikologis dapat dikelompokkan
menjadi lima tipe, yaitu kemampuan mendeteksi, kemampuan mengenal
(recognition), kemampuan membedakan (discrimination), kemampuan
membandingkan (scalling) dan kemampuan hedonik.
Aplikasi uji treshold dalam industri pangan adalah untuk
menseleksi panelis atau karyawan yang akan ditempatkan di bagian quality
control ataupun research and development. Aplikasi lainnya adalah apabila
kita akan mebuat formulasi baru untuk suatu produk dengan tingkatan
konsentrasi yang berbeda maka dapat dilakukan uji treshold untuk dapat
mengetahui sejauh mana konsumen mengetahui perubahan pengenalan
rangsangan yang berasal dari produk baru yang akan kita buat.

1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan nilai ambang batas dan nilai
ambang pengenalan pada sampel atau produk.

1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu menentukan nilai ambang batas dan nilai ambang
pengenalan pada sampel produk.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ambang Rasa dan Macamnya


Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada
proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-
psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda
karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda
tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat
indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan
karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau
menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan
(Lawless,1998).
Ambang rangsangan atau threshold adalah suatu konsentrasi bahan
terendah yang mulai dapat menghasilkan kesan yang wajar. Ambang
rangsangan terdiri dari 4 macam yaitu :
1) Ambang Mutlak
Ambang mutlak yaitu jumlah benda perangsang terkecil yang
dapat menghasilkan kesan atau tanggapan. Misalnya konsentrasi yang
terkecil dari larutan garam yang dapat dibedakan rasanya dari cairan
pelarutnya yaitu air murni. Pengukuran ambang mutlak didasarkan pada
konvensi bahwa setengah (50%) dari jumlah panelis dapat mengenal atau
dapat menyebutkan dengan tepat akan sifat sensoris yang dinilai.
2) Ambang Pengenalan
Ambang pengenalan juga disebut recognition threshold. Ambang
pengenalan dapat dikacaukan dengan ambang mutlak. Jika pada ambang
mutlak mengenai kesan yang mulai diperoleh atau dirasakan maka pada
ambang pengenalan meliputi pengenalan atau identifikasi jenis kesan
(Mailgard,1999). Dalam hal ini jika kesan kesan itu berupa rasa asin,
misalnya rasa asin itu betul-betul mulai dapat diidentifikasi oleh pencicip.
Pada ambang mutlak mungkin rasa asin itu belum diidentifikasi dnegan
tepat, baru dapat diketahui adanya rasa yang berbeda denganbahan
pelarutnya.
Perbedaan ini menyangkut juga metode pengukurannya yang
berbeda dengan ambang pengenalan dan ambang mutlak. Pengukuran
ambang pengenlan didasarkan pada 75% panelis dapt mengenali
rangsangan. Jadi ambang pengenalan dapat diidentifikasikan sebagai
konsentrasi atau jumlah perbandingan terendah yang dapat dikenali
dengan betul.

3) Ambang Pembedaan
Ambang pembedaan juga disebut difference threshold,yang
berbeda dengan ambang pengenalan dan juga ambang mutlak. Ambang
pembedaan merupakan perbedaan terkecil dari rangsangan yang masih
dapat dikenali. Besarnya ambang pembedaan tergantung dari jenis
rangsangan, jenis penginderaan dan besarnya rangsangan itu sendiri.
Ambang pembedaan menyangkut dua tingkat kesan rangsangan yang
sama. Jika dua rangsangan tersebut terlalu kecil bedanya maka akan
menjadi tidak dapat dikenali perbedaannya. Sebaliknya jika dua tingkat
rangsangan itu terlalu besar akan dengan mudah dikenali.
Difference threshold dapat ditentukan dengan menggunakan
standar lebih dari satu, biasanya sekitar empat standar. Masing-masing
standar akan dibandingkan dengan sampel-sampel pada interval
konsentrasi tertentu. Perbedaan konsentrasi yang dapat dideteksi dengan
benar oleh 75% panelis adalah perbedaan konsentrasi yang
mencerminkan difference threshold (Kartika,dkk.,1988).
Ambang pembedaan berbeda besarnya tergantung dari beberapa
faktor. Disamping tergantung pada jenis rangsangan dan jenis
penginderaan juga tergantung pada besarnya rangsangan itu sendiri.
4) Ambang Batas
Ambang batas juga disebut terminal threshold yang merupakan
rangsangan terbesar yang jika kenaikan tingkat rangsangan dapat
menaikan intensitas kesan. Apabila pada ketiga ambang tersebut diatas
diterapkan batas terendah maka pada ambang batas diterapkan batas
atas. Kemampuan manusia memperoleh kesan dari adanya rangsangan
tidak selamanya sebanding dengan besarnya rangsangan yang diterima.
Rangsangan yang terus menerus dinaikan pada suatu saat tidak akan
menghasilkan kenaikan intensitas kesan. Rangsangan terbesar jika
kenaikan tingkat rangsangan menaikkan intensitas kesan disebut ambang
batas. Ambang batas juga bisa ditentukan dngan menetapkan
rangsangan terkecil yaitu jika kenaikan tingkat rangsangan tidak lagi
mempengaruhi bertingkat intensitas kesan.
2.2 Pentingnya Uji Threshold
Pentingnya dilakukan uji threshold menurut Afrianto (2008), untuk
menentukan tingkat konsentrasi terendah suatu substansi yang masih dapat
dideteksi (absolute treshold) atau perubahan konsentrasi terkecil suatu
substansi yang masih dapat dideteksi perubahannya (difference threshold),
dan juga untuk mengenal macam stimulus (recognition threshold), seperti
asin, manis atau asam. Recognition threshold umumnya lebih tinggi daripada
absolute threshold (Kartika,1988).
Pentingnya uji threshold dalam bidang teknologi pangan adalah
pemeriksaan mutu kualitas, pengendalian proses, dan pengembangan
produk. Menurut Susiwi (2009), aplikasi uji threshold adalah apabila kita akan
membuat suatu formulasi baru untuk suatu produk denga tingkatan
konsentrasi yang berbeda maka dapat dilakukan uji threshold untuk dapat
mengetahui sejauh mana konsumen mengetahui perubahan pengenalan
rangsangan yang berasal dari produk baru yang akna dibuat. Sehingga
begitu banyak aplikasi dan pentingnya uji threshold bagi produk pangan hasil
pertanian.
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepekaan
Untuk menjadi panelis harus memenuhi beberapa criteria. Kriteria
panelis menurut Soekarto (1981), yaitu panelis salah satunya harus memiliki
kepekaan dan konsistensi yang tinggi. Oleh sebab itu kepekaan panelis
penting dalam pengujian organoleptik. Menurut Setyaningsih et al. (2010),
beberapa faktor yang mempengaruhi kepekaan panelis yakni
1) Jenis kelamin, umumnya wanita lebih peka, lebih mudah mengemukakan
apa yang dirasakan.
2) Usia, pada umumnya, kemampuan seseorang dalam merasa, mencium,
mendengar dan melihat semakin berkurang seiring dengan bertambahnya
usia.
3) Kondisi fisiologis, misalnya kondisi lapar atau kenyang.
4) Faktor genetis, persepsi sensori seseorang dapat dipengaruhi oleh
substansi tertentu, misalnya orang yang peka terhadap rasa pahit dan
asin
5) Kondisi psikologis, dapat mempengaruhi kepekaan indra seseorang.
Selain itu hal yang sangat mempengaruhi panelis pada saat
pengujian menurut Kartika, dkk., (1988), diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Motivasi
Untuk memperoleh hasil pengujian yang berguna sangat
tergantung pada terpeliharanya tingkat motivasi yang memuaskan.
Kriteria motivasi yang baik tidaklah sangat spesifik, tetapi motivasi yang
jelek ditandai dengan pengujian yang terburu-buru, melakukan pengujian
semaunya, dan partisipasinya dalam pengujian tidak sepenuh hati.
Dengan tidak adanya pengalaman serta pengujian yang waktunya tidak
tentu, maka minat sebagai penguji timbul secara spontan, sedangkan bila
pengujian terlalu sering minat akan menurun karena kebosanan .
2) Sensivitas Physiologis
Untuk menjaga sensitivitas panelis, perlu adanya pencegahan terhadap
ample-faktor yang dapat mencampuri fungsi indera terutama fungsi rasa
dan pembauan. Panelis yang akan melakukan pengujian diusahakan
tidak melakukan pengujian dalam periode waktu 1 jam setelah makan,
bila panelis merokok, tunggulah sampai 20 menit, jangan melakukan
pengujian saat sedang sakit khususnya yang mengganggu fungsi indera,
tidak boleh makan makanan yang pedas, pada pengujian bau tidak
menggunakan wangi-wangian atau lipstick, dan pada pengujian rasa
disarankan untuk berkumur-kumur atau minum air tawar sebelum
pengujian. Pada saat pengujian usahakan agar panelis tidak menerima
informasi –informasi yang dapat mempengaruhi penilaian atau
terpengaruh oleh panelis lain dimana akan menyebabkan pengujian tidak
berjalan dengan baik
3) Kesalahan Psikologis
Ada beberapa sifat psikologis panelis yang dapat mempengaruhi
pengujian, diantaranya tendensial sentral, contrat effect, halo effect dan
sugesti.
Menurut Winarno (2004), rasa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah:
a. Senyawa Kimia
Berbagai senyawa kimia menimbulkan rasa yang berbeda. Rasa
asam disebabkan oleh donor proton, misalnya asam pada cuka,
buah-buahan, sayuran dan garam asam seperti cream of tartar.
Intensitas rasa tergantung pada ion H+ yang dihasilkan dari hidrolisis
asam.
Rasa asin dihasilkan oleh garam-garam anorganik, yang umum
adalah NaCl murni. Rasa manis juga ditimbulkan oleh senyawa organi
kalifatik yang mengandung gugus OH seperti alcohol, beberapa asam
amino, aldehid, dan gliserol. Rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-
alkaloid. Misalnya kafein, teobromin, kuinon, glikosida, senyawa fenol
seperti naringin, garam-garam Mg, NH4 dan Ca.
b. Suhu
Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cacapan untuk
menangkap rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang
bila suhu tubuh dibawah 20oC atau diatas 30oC.
c. Konsentrasi
Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap
suatu rasa agar masih bisa dirasakan. Batas ini disebut threshold, dan
batas ini juga tidak sama pada setiap orang dan threshold seseorang
terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Prosentase nuta rasa
pada wanita adalah 22%, sedangkan pada pria 25-29%.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat Dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Nampan
b. Gelas plastic kecil
c. Sendok kecil
d. Kuisioner
3.1.2 Bahan
a. Larutan manis (Sukrosa, glukosa, fruktosa dan sakarin) konsentrasi
0%; 0,05%; 0,1%; 0,2%; 0,3%; 0,4%; 0,5%; 0,6%;0,7%; 0,8%; 1%.
b. Larutan asam (asam sitrat dan jeruk nipis) konsentrasi 0%; 0,01%;
0,012%; 0,014%; 0,016%; 0,02%; 0,022%, 0,024%, 0,026%.
c. Larutan pahit (kopi bubuk) konsentrasi 0%; 0,003%; 0,004%; 0,005%;
0,006%; 0,007%; 0,008%; 0,009%;0,01%; 0,015%.
d. Larutan asin (garam) konsentrasi 0%; 0,02%; 0,04%; 0,06%; 0,08%;
0,1%; 0,12%; 0,14%; 0,16%; 0,18%; 0,2%.

3.2 Cara Kerja

Disiapkan seri larutan dengan konsentrasi berbeda untuk masing-


masing rasa dasar

Diberi kode 3 digit secara acak

Disiapkan Kuisioner
Disajikan kepada panelis dengan urutan
acak

Uji sample satu persatu dengan cara di cicipi, setiap pindah sample
berikutnya harus didahului kumur dengan air minum

Tentukan ambang batas dan ambang


pengenalan maing-masing sample.

Sajikan grafik hubungan antar konsentrasi


dengan persen reaksi positif panelis
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Larutan sukrosa
Manis Tidak Manis
0 9,38% 90,63%
0,05 3,13% 96,88%
4.1.2 Larutan glukosa
0,1 3,13% 96,88%
0,2 Manis
12,50% Tidak 87,50%
Manis
0
0,3 9,38%
9,38% 90,63%
90,63%
0,05
0,4 15,63%
18,75% 84,38%
81,25%
0,1
0,5 12,50%
43,75% 87,50%
56,25%
0,2
0,6 15,63%
43,75% 84,38%
56,25%
0,3
0,7 15,63%
34,38% 84,38%
65,63%
0,4
0,8 18,75%
65,63% 81,25%
34,38%
0,5
1 9,38%
87,50% 90,63%
12,50%
0,6 21,88% 78,13%
0,7 31,25% 68,75%
0,8 32,26% 67,74%
1 21,88% 78,13%

4.1.3 Larutan Fruktosa


Manis Tidak Manis
0 0% 100%
0,05 12,90% 87,10%
0,1 19,35% 80,65%
0,2 12,90% 87,10%
0,3 22,50% 77,50%
0,4 38,70% 61,30%
0,5 41,93% 58,07%
0,6 61,29% 38,71%
0,7 48,38% 51,62%
0,8 70,96% 29,04%
1 100% 0%

4.1.4 Larutan sakarin


Manis Tidak Manis
0 0% 100%
0,05 54,83% 45,17%
4.1.5 Larutan Garam
0,1 93,54% 6,46%
0,2 100%O X 0%
0
0,3 0,00%
100% 100,00%
0%
0,02
0,4 9,38%
100% 90,63%
0%
0,04
0,5 46,88%
100% 53,13%
0%
0,6
0,06 100%
46,88% 0%
53,13%
0,7
0,08 100%
68,75% 0%
31,25%
0,8
0,1 100%
87,50% 0%
12,50%
0,121 100%
84,38% 0%
15,63%
0,14 93,75% 6,25%
0,16 96,88% 3,13%
0,18 84,38% 15,63%
0,2 100,00% 0,00%

4.1.6 Larutan kopi


O X
0 0,00% 100,00%
0,003 12,50% 87,50%
0,004 59,38% 40,63%
0,005 25,00% 75,00%
0,006 68,75% 31,25%
0,007 25,00% 75,00%
0,008 71,88% 28,13%
0,009 65,63% 34,38%
0,01 93,75% 6,25%
0,015 65,63% 34,38%

4.1.7 Larutan Asam sitrat


O X
0 6,25% 93,75%
0,01 6,25% 93,75%
0,012 3,13% 96,88%
0,014 3,13% 96,88%
0,016 15,63% 84,38%
0,018 81,25% 18,75%
0,020 90,63% 9,38%
0,022 84,38% 15,63%
0,024 100,00% 0,00%
0,026 100,00% 0,00%

4.1.8 Larutan jeruk nipis


O X
0 12,50% 87,50%
0,01 9,38% 90,63%
0,012 12,50% 87,50%
0,014 12,50% 87,50%
0,016 3,13% 96,88%
0,018 6,25% 93,75%
0,020 34,38% 65,63%
0,022 28,13% 71,88%
0,024 21,88% 78,13%
0,026 12,50% 87,50%

4.2 Pembahasan
Nilai ambang mutlak ditunjukkan dengan nilai yang diperoleh dari
persentase 50%, sedangkan untuk nilai ambang pengenalan didasarkan pada
75% panelis dapat mengenali rangsangan.
4.2.1 Larutan gula
Pada jenis pengujian rasa manis ini, diuji menggunakan 4 sumber rasa
manis yang berbeda yaitu glukosa, fruktosa, sukrosa dan sakarin dengan
kadar konsentrasi yang berbeda untuk mendapatkan nilai ambang batas
mutlak dan nilai ambang pengenalan. Terdapat 11 seri sampel dengan
kadar konsentrasi gula yang berbeda-beda, mulai dari 0%; 0,05%; 0,1%;
0,2%; 0,3%; 0,4%; 0,5%; 0,6%; 0,7%; 0,8%; 1%.
Berdasarkan hasil dari uji ambang batas (threshold), pada sampel
sukrosa dan glukosa dengan kadar gula sebesar 0, total persen panelis yang
dapat mendeteksi rasa manis sebesar 9,38%. Sementara pada seri sampel
fruktosa dan sakarin dengan kadar gula sebesar 0, total persen panelis yang
dapat merasakan rasa manis sebesar 0%. Kesalahan ambang rasa pada
sampel sukrosa dan glukosa ini dapat dikarenakan kurangnya konsentrasi
panelis, yang sesuai dengan pernyataan Soekarto (1981), yaitu panelis salah
satunya harus memiliki kepekaan dan konsistensi yang tinggi.
Pada sampel sukrosa dan fruktosa, semakin besar konsentrasi maka rasa
manis yang dirasakan panelis juga semakin besar hingga berada pada 87,5%
dan 100% pada konsentrasi 1,0 sedangkan pada sampel sakarin semakin
besar nilai konsentrasi maka semakin manis pula rasa sampel dan penilaian
panelis konstan 100% mulai dari konsentrasi 0,2. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Winarno (2004), yang menyatakan bahwa setiap orang
mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa
dirasakan. Batas ini disebut threshold, dan batas ini juga tidak sama pada
setiap orang dan threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak
sama.
Berdasarkan hasil uji ambang batas (threshold), maka didapat nilai
ambang batas mutlak jenis sampel larutan sukrosa berada pada sampel
dengan kadar konsentrasi 0,8 dengan total persen panelis yang dapat
merasakan rasa manis sebesar 65,63% diatas 50% panelis. Nilai ambang
batas pengenalan sendiri didapat pada sampel dengan kadar larutan sakarin
sebesar 1 dengan total persen panelis yang dapat merasakan rasa manis
sebesar 87,50%, diatas 75% panelis.
Berdasarkan hasil uji ambang batas (threshold), maka nilai ambang batas
mutlak dan nilai ambang batas pengenalan jenis sampel larutan glukosa tidak
didapatkan nilai karena panelis yang mendeteksi rasa manis pada glukosa
kurang dari 50% dan 75%. Berdasarkan hasil uji ambang batas (threshold),
maka didapat nilai ambang batas mutlak jenis sampel larutan sakarin berada
pada sampel dengan kadar konsentrasi 0,05 dengan total persen panelis yang
dapat merasakan rasa manis sebesar 54,83% diatas 50% panelis. Nilai
ambang batas pengenalan sendiri didapat pada sampel dengan kadar
larutan sakarin sebesar 0,1 dengan total persen panelis yang dapat
merasakan rasa manis sebesar 93,54%, diatas 75% panelis.
Berdasarkan hasil uji ambang batas (threshold), maka didapat nilai
ambang batas mutlak jenis sampel larutan fruktosa berada pada sampel
dengan kadar konsentrasi 0,6 dengan total persen panelis yang dapat
mersakan rasa manis sebesar 61,29% diatas 50% panelis. Nilai ambang
batas pengenalan sendiri didapat pada sampel dengan kadar larutan fruktosa
sebesar 1 dengan total persen panelis yang dapat merasakan rasa manis
sebesar 100%, diatas 75% panelis.
4.2.2 Larutan pahit
Pada jenis pengujian rasa pahit ini, diuji menggunakan larutan kopi bubuk
dengan kadar konsentrasi yang berbeda untuk mendapatkan nilai ambang
batas mutlak dan nilai ambang pengenalan. Terdapat 10 seri sampel dengan
kadar konsentrasi kopi bubuk yang berbeda -beda, mulai dari 0%; 0,003%;
0,004%; 0,005%; 0,006%; 0,007%; 0,008%; 0,009%;0,01%; 0,015%.
Berdasarkan hasil dari uji ambang batas (threshold), pada sampel larutan
kopi bubuk dengan konsentrasi 0, total persen panelis yang dapat mendeteksi
rasa pahit sebesar 0%. Pada sampel kopi bubuk, semakin besar konsentrasi
maka rasa pahit yang dirasakan panelis mengalami persentase yang terus
menerus naik turun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Setyaningsih et al.
(2010), yang menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi
kepekaan panelis yakni faktor genetis, persepsi sensori seseorang dapat
dipengaruhi oleh substansi tertentu, misalnya orang yang peka terhadap rasa
tertentu.
Berdasarkan hasil uji ambang batas (threshold), maka didapat nilai
ambang batas mutlak jenis sampel larutan kopi bubuk berada pada sampel
dengan kadar konsentrasi 0,004 dengan total persen panelis yang dapat
merasakan rasa pahit sebesar 59,38% diatas 50% panelis. Nilai ambang
batas pengenalan sendiri didapat pada sampel dengan kadar larutan kopi
sebesar 0,01 dengan total persen panelis yang dapat merasakan rasa pahit
sebesar 93,75%, diatas 75% panelis.
Hasil uji ambang batas yang bias ini disebabkan karena adanya
kesalahan panelis dalam memberikan respon uji terhadap sampel, contohnya
seperti lupa berkumur dengan air putih untuk menghilangkan rasa yang
tertinggal pada sampel sebelumnya. Kondisi lingkungan saat panelis
melakukan uji juga turut mempengaruhi hasil dari uji ambang batas.
4.2.3 Larutan asin
Pada jenis pengujian rasa asin ini, diuji menggunakan larutan garam
dengan kadar konsentrasi yang berbeda untuk mendapatkan nilai ambang
batas mutlak dan nilai ambang pengenalan. Terdapat 11 seri sampel dengan
kadar konsentrasi larutan garam yang berbeda -beda, mulai dari 0%; 0,02%;
0,04%; 0,06%; 0,08%; 0,1%; 0,12%; 0,14%;0,16%; 0,18%; 0,2%.
Sampel larutan garam dengan konsentrasi 0, total persen panelis yang
dapat mendeteksi rasa asin sebesar 0%. Pada sampel garam, semakin besar
konsentrasi maka rasa asin yang dirasakan panelis mengalami persentase
yang terus meningkat.
Berdasarkan hasil uji ambang batas (threshold), maka didapat nilai
ambang batas mutlak jenis sampel larutan garam berada pada sampel
dengan kadar konsentrasi 0,08 dengan total persen panelis yang dapat
merasakan rasa asin sebesar 68,75% diatas 50% panelis. Nilai ambang batas
pengenalan sendiri didapat pada sampel dengan kadar larutan garam sebesar
0,1 dengan total persen panelis yang dapat merasakan rasa asin sebesar
87,5%, diatas 75% panelis.
Berdasarkan grafik hubungan antara kadar konsentrasi dengan total
persen panelis yang dapat merasakan rasa asin (reaksi positif) yang
diperoleh, dapat diketahui besarnya kadar konsentrasi berbanding lurus
dengan total persen panelis yang dapat mendeteksi rasa asin.
4.2.4 Larutan Asam
Pada jenis pengujian rasa asam ini, diuji menggunakan larutan asam
sitrat dan jeruk nipis dengan kadar konsentrasi yang berbeda untuk
mendapatkan nilai ambang batas mutlak dan nilai ambang pengenalan.
Terdapat 10 seri sampel dengan kadar konsentrasi larutan asam yang
berbeda -beda, mulai dari 0%; 0,01%; 0,012%; 0,014%; 0,016%; 0,02%;
0,022%, 0,024%, 0,026%.
Berdasarkan hasil dari uji ambang batas (threshold), pada sampel larutan
asam sitrat dengan konsentrasi 0, total persen panelis yang dapat mendeteksi
rasa asam sebesar 6,25% sedangkan pada larutan jeruk nipis konsentrasi 0,
total panelis yang dapat mendeteksi rasa asam sebesar 12,5%. Hal ini dapat
disebabkan karena kesalahan panelis pada saat pengujian. Rasa asam yang
sulit dihilangkan dengan air putih yang bersifat netral, sementara panelis
berkumur dengan sedikit air putih sehingga masih menyisakan rasa asam
pada indra pengecap yang digunakan sebagai alat uji ambang batas
(threshold).
Berdasarkan hasil uji ambang batas (threshold), maka didapat nilai
ambang batas mutlak jenis sampel larutan asam sitrat berada pada sampel
dengan kadar konsentrasi 0,018 dengan total persen panelis yang dapat
merasakan rasa asam sebesar 81,25% diatas 50% panelis. Nilai
ambang batas pengenalan sendiri didapat pada sampel dengan kadar larutan
asam sitrat sebesar 0,018 dengan total persen panelis yang dapat merasakan
rasa asam sebesar 81,25%, diatas 75% panelis. Berdasarkan hasil
uji ambang batas (threshold), maka nilai ambang batas mutlak dan nilai
ambang batas pengenalan jenis sampel larutan jeruk nipis tidak didapatkan
nilai karena panelis yang mendeteksi rasa asam pada jeruk nipis kurang dari
50% dan 75%.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
a. Nilai ambang batas mutlak jenis sampel larutan sukrosa berada pada
sampel dengan kadar konsentrasi 0,8 dengan total persen panelis
yang dapat merasakan rasa manis sebesar 65,63% diatas 50%
panelis. Nilai ambang batas pengenalan sendiri didapat pada sampel
dengan kadar larutan sakarin sebesar 1 dengan total persen panelis
yang dapat merasakan rasa manis sebesar 87,50%, diatas 75%
panelis.
b. Nilai ambang batas mutlak jenis sampel larutan kopi bubuk berada
pada sampel dengan kadar konsentrasi 0,004 dengan total persen
panelis yang dapat merasakan rasa pahit sebesar 59,38% diatas 50%
panelis. Nilai ambang batas pengenalan sendiri didapat pada sampel
dengan kadar larutan kopi sebesar 0,01 dengan total persen panelis
yang dapat merasakan rasa pahit sebesar 93,75%, diatas 75%
panelis.
c. Nilai ambang batas mutlak jenis sampel larutan garam berada pada
sampel dengan kadar konsentrasi 0,08 dengan total persen panelis yang
dapat merasakan rasa asin sebesar 68,75% diatas 50% panelis. Nilai
ambang batas pengenalan sendiri didapat pada sampel dengan kadar
larutan garam sebesar 0,1 dengan total persen panelis yang dapat
merasakan rasa asin sebesar 87,5%, diatas 75% panelis.
d. Nilai ambang batas mutlak jenis sampel larutan asam sitrat berada pada
sampel dengan kadar konsentrasi 0,018 dengan total persen panelis yang
dapat merasakan rasa asam sebesar 81,25% diatas 50% panelis. Nilai
ambang batas pengenalan sendiri didapat pada sampel dengan kadar
larutan asam sitrat sebesar 0,018 dengan total persen panelis yang dapat
merasakan rasa asam sebesar 81,25%, diatas 75% panelis.

5.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih disiplin dalam berperan menjadi panelis,
karena bias-bias pada hasil uji disebabkan oleh ketidakdisiplinan para panelis.
Tempat untuk pengujian seharusnya juga sesuai dengan persyaratan khusus
agar panelis dapat berkonsentrasi penuh selama penilaian uji sensoris.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. 2008. Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan Jilid 2 untuk SMK.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta.

Kartika, B dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta :


Universitas Gajah Mada
Kartika, B., Pudji, H. dan Wahyu, S., (1987), Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,

Kirkwood BR, Sterne JA. 2007. Essential Medical Statistics. India : Replika
Press.

Lawless, H, T and Heyman, H. 1998. Sensory Evaluation of Food: Principles and


Pratices Chapman and Hall. London.

Mailgard. 1999. Sensory Evaluation Tecniques. New York : CRC Press

Raharja, Sapta. 2010. Buku Pedoman Mata Kuliah Pengawasan Mutu TIP. Institut
Pertanian Bogor : Bogor

Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri


Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press

Soekarto, S. T., 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan


HasilPertanian. Bogor : IPB-Press.

Susiwi. 2009. Handout Penilaian Oragnoleptik. FPMIPA. Universitas Pendidikan


Indonesia.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai