Anda di halaman 1dari 3

Seperti yang saya bisa dapatkan bahwa, secara langsung sebenarnya mengindikasikan bahwa

bangsa Indonesia menghadapi persoalan serius, yang salah satunya adalah dalam hal
penegakan moral/etika/akhlak. Di sinilah sebenarnya umat Islam seharusnya dapat
memberikan sumbangannya secara maksimal. Misalnya, kaum muslim perlu menyadari betul
bahwa kesalehan seseorang tidak hanya dalam bentuk kesalehan ritual saja, tetapi juga
kesalehan sosial. Sungguh ironi besar jika bangsa yang mayoritas muslim ini sering disinyalir
sebagai bangsa yang berbudaya korupsi, kolusi, dan nepotisme tingkat tinggi, dan juga
bangsa yang masyarakatnya anarkis karena mengedepankan cara-cara kekerasan dalam setiap
penyelesaian masalah dan konflik.

Oleh karena itu, masalah utama dalam implementasi nilai-nilai luhur Pancasila salah satunya
adalah masalah implemntasi moralitas/etika/akhlak terutama yang menyangkut ketulusan
berbangsa dan bernegara. Nilai luhur Pancasila akan hilang ketika nilai-nilai dasar Pancasila
hanya dijadikan retorika sosial-politik manis, kosong, dan menipu saja oleh sebagian
masyarakat Indonesia, terutama para pejabat di negeri ini. Jadi, sesungguhnya yang perlu kita
lakukan adalah fokus terhadap implementasi nilai-nilai luhur Pancasila, bukan malah
memperdebatkannya secara teoritikal atau bahkan menggantinya dengan mengimpor
ideologi, keyakinan, atau ajaran yang lain.

Kita perlu menghargai perjalanan sejarah bangsa yang telah merumuskan Pancasila sebagai
dasar negara yang tidak mudah itu. Kita harus menghormati para founding fathers kita yang
telah berkorban secara total dan secara bijaksana mencari titik temu tentang ideologi yang
disepakati bersama. Sebagai eklektisitas negara sekuler dan negara Islam, Pancasila tidak
hanya menonjolkan semangat demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) yang memberi ruang
kepada kebebasan individu dan menarik peran negara untuk mengaturnya, tetapi juga
meletakkan bingkai Ketuhanan Yang Maha Esa, yang sesuai prinsip ketauhidan dalam Islam
dan kemanusiaan yang bermartabat dan berkeadilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Berbicara mengenai Budaya dan Agama, keduanya merupakan satu proses yang berjalan
seturut perjalanan waktu yang ada. Budaya lahir dari perjalanan panjang umat manusia di
dunia ini, membentuk suatu system budaya dan menghasilkan karya yang bersifat kebendaan
atau dalam bentuk ajaran hidup dan sudah dijalankan oleh generasi muda dalam suatu budaya
dan dimasukkan dalam bentuk kearfian lokal suatu masyarakat. Sementara menurut
sejarahnya, Agama juga tidak lepas dari suatu budaya dimana Agama itu lahir dan
berkembang. Misalnya, agama islam lahir di tanah Arab, dan hingga saat ini cirri khas dari
budaya Arab sangat kental dalam ajaran iman agama Islam, baik itu dalam tulisan di kitab
suci dan dalam tata cara peribadatan umat muslim (misalnya: shalat, berzikir, dll).

Dan juga Berbicara mengenai agama, maka kita akan berbicara mengenai iman atau
keyakinan. Iman hadir dalam bentuk spiritualitas yang menyalakan iman yang kita pegang.
Dalam perjalanan umat manusia yang sudah berjalan cukup lama. Kebudayaan merupakan
suatu proses yang berjalan secara dinamis seturut perubahan waktu yang ada, entah
perubahan itu berrsifat lambat atau malah berjalan secara revolusif. Kebudayaan sebagai
salah satu hasil karya manusia mulai dari jaman dahulu hadir sebagai identitas yang
menjadikan seseorang dari latar belakang budaya tertentu menjadi lebih khusus disbanding
dengan orang lain yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda.
Mau tidak mau, suka atau tidak suka, agama senantiasa mengalami kontroversi dengan
kebudayaan. Memang tidak semuanya bersifat demikian. Kita contohkan dalam ajaran
Agama tertentu, bahwa menggunakan atau memakai peralatan athasil karya dari budaya
merupakan suatau kedosaan di hadapan Tuhan. Yang menjadi pertanyaan adalah apa dan
bagaimana sebenarnya peranan agama itu dalam suatu kebudayaan. Agama merupakan suatu
identitas. Budaya juga merupakan demikian. Dalam prakteknya, banyak orang yang
mengalami gonta ganti agama/keyakinan. Apa latar belakang sehingga mererka
melakukannya? Apakah karena ada tawaran ini dan itu, termasuk tawaran jabatan? Apakah
karena adanya ketidakcocokan dalam hidupnya terhadap agama yang dianut sehingga
berusaha pindah Agama? Apakah karena adanya perkawinan beda Agama sehingga salah
satu dari pasangan mengikuti keyakinan pasangannya? Semua jawaban itu tergantung kepada
individu yang menjalani proses pindah agama/keyakinan.

Mari kita bandingkan lagi dengan hal ini. Apakah seseorang dapat mengubah identitas
budayanya. Contohnya saya yang berlatar belakang budaya bugis, apakah saya dapat menjadi
orang dari suku lain? Saya mempunyai marga sebagai salah satu ciri khusus dari budaya yang
mempunyai marga dan diturunkan kepada generasi selanjutnya. Pernahkah kita menganti
kesukuan kita dan mengubah latar belakang kita menjadi suku lain. Memang ada saja dalam
suatu budaya bahwa terjadinya ketidakjelasan identitas budaya disebabkan oleh bermacam
alasan. Contohnya di jaman dahulu, ada klanya seseorang yang ingin mendapatkan pekerjaan
atau jabatan harus meniadakan marganya karena instansi yang bersangkutan tidak
memperbolehkan seseorang yang mempunyai marga duduk di instansi terkait dengan suatu
jabatan tertentu. Ada saja kasus di dunia pendidikan bahwa seorang anak dari suku yang
mempunyai marga tidak dicantumkan nama marganya di dalam ijazah, karena sejak berada di
bangku Sekolah Dasar si anak itu tidak dicantumkan marganya. Sehingga dalam perjalanan
studinya, marga itu harus ditiadakan supaya adanya kesamaan identitas mulai dari Sekolah
Dasar hingga Perguruan Tinggi. Namun si anak itu mau tak mau, suka atau tidak suka, dia itu
tetap bermarga dan berasal dari salah satu suku yang ada dan merupakan identitas khusus
dalam hidupnya.

Bagaimana dengan agama? Ketika seseorang pindah keyakinan, maka keyakinannya yang
dahulu berlalu begitu saja. Jika dahulu dia beragama X dan sekarang beragama Y, maka
identitas X itu sudah ditiadakan dan itu sah. Sekarang dia mempunyai identitas Y dan
diterima oleh masyarakat dan sah menurut hukum. Apakah segampang itu untuk pindah
keyakinan? Dimanakah fungsi dari agama tersebut? Apakah agama hanya sebagai identitas
suka atau tidak suka? Atau Agama hanya sebagai jalan untuk mendapatkan obsesi kita, entah
karena kita ingin mempunyai istri yang banyak maka kita beralih keyakinan karena di dalam
agama terdahulu tidak diperbolehkanmempunyai istri/suami lebih dari satu.

Ketika timbulnya pertentangan antara kearifan lokal dalam hal ini ajaran budaya terhadap
ajaran agama, terkadang agama dianggap sebagai salah satu perusak nilai budaya. Terkadang
ada nilai budaya yang tidak sesuai dengan ajaran agama (dalam hal ini contohnya untuk
jumlah mahar dalam suatu perkawinan, ajaran hidup dari suatu budaya, dll). Apakah suatu
agama terkadang bersifat tidak netral dengan budaya lain, ketika masyarakat dari suku lain
masuk dalam suatu agama? Contohnya agama X tidak pernah dapat berjalan seiringan dengan
umatnya dari latar belakang suatu budaya tertentu? Maka segala adat istiadat dari suatu
budaya dipandang sebagai suatu keharaman di dalam agama itu.

Sekian dari saya terima kasih…

Anda mungkin juga menyukai