PEMBAHASAN
Dari berbagai buku Anglo Amerika, Akuntansi Sektor Publik diartikan sebagai mekanisme akuntansi swasta
yang diberlakukan dalam praktik-praktik organisasi publik. Dari berbagai buku lama terbitan Eropa Barat,
akuntansi sektor publik disebut Akuntansi Pemerintah atau Akuntansi Keuangan Publik. Berbagai
perkembangan terakhir sebagai dampak keberhasilan penerapan accrual base di Selandia Baru pemahaman ini
berubah, Akuntansi Sektor Publik didefinisikan sebagai Akuntansi Dana Masyarakat. Dana masyarakat
diartikan sebagai dana yang dimiliki oleh masyarakat bukan individual yang biasanya dikelola oleh organisasi-
organisasi sektor publik dan juga pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta.
Jadi, Akuntansi Sektor Publik dapat didefinisikan sebagai mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang
diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di
bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek
kerjasama sektor publik dan swasta. Intinya organisasi sektor publik adalah organisasi-organisasi yang
menggunakan dana masyarakat, sehingga perlu melakukan pertanggungjawaban ke masyarakat, dan
mempunyai karakter yang menunjukkan variasi sosial, ekonomi, politik, dan karakteristik menurut undang-
undang.
Auditing sektor publik merupakan pelaksanaan berbagai jenis pemeriksaan pada organisasi sektor publik.
Secara umum auditing atau pemeriksaan didefinisikan sebagai suatu proses yang sistematik untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara obyektif atas asersi manajemen mengenai peristiwa dan tindakan ekonomi,
kemudian membandingkan kesesuaian asersi manajamen tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Auditing sektor publik memiliki peran penting dalam perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance). Melalui auditing sektor publik, dapat dilakukan tindakan pendeteksian dan pencegahan atas
berbagai praktik korupsi, penyelewengan, pemborosan, dan kesalahan dalam pengelolaan sumber daya publik
serta penyelamatan aset-aset negara. Auditing sektor publik merupakan salah satu pilar penting dalam
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Tetapi auditing sektor publik saja tidak cukup, sebab auditor
memiliki keterbatasan kewenangan. Kewenangan auditor sebatas melakukan pemeriksanaan, memberikan opini
serta menyampaikan temuan-temuan audit dalam laporan hasil pemeriksaan. Oleh karena itu, auditing sektor
publik harus didukung oleh aparat penegak hukum yang lain seperti kejaksaan, kepolisian, dan kehakiman.
Auditor sektor publik juga tidak memiliki kewenangan dalam mengawasi perencanaan. Terkait dengan hal
ini, auditor sektor publik harus didukung oleh lembaga legislatif yang berwenang melakukan fungsi
pengawasan terhadap eksekutif sejak tahap perencanaan, pelasanaan, maupun pertanggungjawaban. Dengan
demikian untuk mewujudkan good governance, maka semua lembaga negara baik eksekutif, legislatif,
yudikatif, penegak hukum, dan auditor harus bersih, kompeten, dan profesional.
Akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah pusat maupun daerah sebagai
organisasi sektor publik merupakan tujuan penting dari reformasi akuntansi dan administrasi sektor publik.
Seiring dengan tuntutan masyarakat agar organisasi sektor publik meningkatkan kualitas, profesionalisme dan
akuntabilitas publik dalam menjalankan aktivitasnya, diperlukan audit yang tidak hanya terbatas pada keuangan
dan kepatuhan saja, tetapi perlu diperluas dengan melakukan audit terhadap kinerja sektor publik.
Audit yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang dilakukan pada sektor
swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang institusional dan hukum, dimana
audit sektor publik pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran yang lebih
luas dibanding audit sektor swasta. Secara umum, ada tiga jenis audit dalam audit sektor publik, yaitu audit
keuangan (financial audit), audit kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja (performance audit). Audit
keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan pengendalian keuangan berjalan secara
efisien dan tepat serta transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat secara benar. Audit kepatuhan adalah audit
yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran untuk pelayanan masyarakat telah disetujui
dan telah sesuai dengan peraturan undang-undang. Audit yang ketiga adalah audit kinerja yang merupakan
perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan
pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang
diaudit.
Audit sektor publik tidak hanya memeriksa serta menilai kewajaran laporan keuangan sektor publik,
tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintahan terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Disamping itu, auditor sektor publik juga memeriksa dan menilai sifat-sifat hemat (ekonomis), efisien serta
keefektifan dari semua pekerjaan, pelayanan atau program yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian, bila
kualitas audit sektor publik rendah, akan mengakibatkan risiko tuntutan hukum (legitimasi) terhadap pejabat
pemerintah dan akan muncul kecurangan, korupsi, kolusi serta berbagai ketidakberesan.
Kualitas audit sektor publik pemerintah ditentukan oleh kapabilitas teknikal auditor dan independensi
auditor. Kapabilitas teknikal auditor telah diatur dalam standar umum pertama, yaitu bahwa staf yang ditugasi
untuk melaksanakan audit harus secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk tugas
yang disyaratkan, serta pada standar umum yang ketiga, yaitu bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan
laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Independensi
auditor diperlukan karena auditor sering disebut sebagai pihak pertama dan memegang peran utama dalam
pelaksanaan audit kinerja, karena auditor dapat mengakses informasi keuangan dan informasi manajemen dari
organisasi yang diaudit, memiliki kemampuan profesional dan bersifat independen. Untuk meningkatkan sikap
independensi auditor sektor publik, maka kedudukan auditor sektor publik harus terbebas dari pengaruh dan
campur tangan serta terpisah dari pemerintah, baik secara pribadi maupun kelembagaan.
Pelaksanaan audit pada organisasi sektor publik harus ada dasar hukumnya. Berikut adalah beberapa peraturan
perundangan yang terkait dengan pelaksanaan audit sektor publik:
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 23 Ayat (1) E menyatakan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab tentang Keuangan Negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
Kemudian dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, pemeriksaan keuangan negara diatur dalam Pasal
30 dan Pasal 31. Pemeriksaan keuangan negara secara lebih khusus diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Dasar pemikiran UU No. 15
Tahun 2004 adalah bahwa untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 1 Tahun 2004 perlu dilakukan pemeriksaan oleh satu
badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 23E UUD 1945.
Sebelum UU No. 15 Tahun 2004 dikeluarkan, BPK diatur dalam UU No. 5 Tahun 1973 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan masih belum memiliki landasan operasional yang memadai dalm pelaksaan tugasnya
untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Agar BPK dapat melaksanakan fungsinya
secara efektif maka dikeluarkanlah UU No. 15 Tahun 2004 yang mengatur hal-hal pokok yang berkaitan
dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Dengan landasan hukum UU No. 15 Tahun 2004, BPK diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan
atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. BPK juga memiliki kebebasan dan kemandirian dalam
penentuan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan , penentuan waktu dan metode
pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan hasil pemeriksaan.
Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) merupakan instansi pemerintah atau lembaga audit yang dibentuk
dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (audit intern). Berada dibawah lingkungan pemerintahan pusat
dan/ pemerintahan daerah.
Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) berdasarkan pada Peraturan Menteri
Negara Pendaya gunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/03/2008,
Kode Etik APIP ini terdiri dari 2 (dua) komponen, yaitu: Prinsip-prinsip perilaku
auditor dan aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut prinsip-prinsip dan aturan perilaku
auditor :
1. Integritas
Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan
bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi
pengambilan keputusan yang andal.
2. Obyektivitas
Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan,
mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi. Auditor APIP membuat penilaian seimbang
atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain
dalam mengambil keputusan.
o Mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya yang apabila tidak diungkapkan
mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit
o Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin mengganggu
atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin
menyebabkan terjadinya benturan kepentingan
o Menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupunpertimbangan
profesionalnya.
3. Kerahasiaan
Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak
mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan
4. Kompetensi
Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas.
o Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan Standar Audit.
o Terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil
pekerjaan.
o Menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan,
keahlian, dan keterampilan yang dimiliki.
2. Pelanggaran
Tindakan yang tidak sesuai dengan Kode Etik tidak dapat diberi toleransi meskipun dengan
alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi, atau diperintahkan oleh pejabat
yang lebih tinggi. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain
melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis. Pimpinan APIP harus
melaporkan pelanggaran Kode Etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi.
Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran Kode Etik ditangani oleh Badan
Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil dan
disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan Profesi diangkat dan diberhentikan
oleh pimpinan APIP.
3. Pengecualian
Dalam hal-hal tertentu yang menurut pertimbangan profesionalnya, seorang auditor
dimungkinkan untuk tidak menerapkan aturan perilaku tertentu. Permohonan pengecualian atas
penerapan Kode Etik tersebut harus dilakukan secara tertulis sebelum auditor terlibat dalam
kegiatan atau tindakan yang dimaksud. Persetujuan untuk tidak menerapkan Kode Etik
hanya boleh diberikan oleh pimpinan APIP.
Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode Etik akan dikenakan sanksi oleh
pimpinanAPIP atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Bentuk-bentuk sanksi yang
direkomendasikan oleh Badan Kehormatan Profesi antara lain berupa :
a. Teguran tertulis.
Dalam beberapa hal, pelanggaran terhadap Kode Etik dapat dikenakan sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Seperti :
a. Hukuman ringan berupa teguran tertulis dan dicatat dalam Daftar Induk Pegawai (DIP);
1. Diberhentikan sementara sebagai Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun, paling lama
5 (lima) tahun; atau
2. Diberhentikan sebagai Pemeriksa.
5. Lembaga-Lembaga APIP
b) BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) adalah aparat pengawasan intern
pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BPKP melakukan
pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang
meliputi:
Proyek Hambalang dimulai sekitar tahun 2003. Secara kronologis, proyek ini
bermula pada Oktober Tahun 2009. Saat itu Kemenpora (Kementerian Pemuda
dan Olah Raga) menilai perlu ada Pusat Pendidikan Latihan dan Sekolah Olah
Raga pada tingkat nasional. Oleh karena itu, Kemenpora memandang perlu
melanjutkan dan menyempurnakan pembanugnan proyek pusat pendidikan
pelatihan dan sekolah olahraga nasional di Hambalang, Bogor. Selain itu juga
untuk mengimplementasikan UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional.
1. APBN murni 2010 sebesar Rp 125 miliar yang telah diajukan pada tahun
2009
2. APBNP 2010 sebesar Rp 150 miliar
3. Pagu definitif APBN murni 2011 sebesar Rp 400 miliar
Pada 6 Desember 2010 keluar surat persetujuan kontrak tahun jamak dari
Kemenkeu RI nomor S-553/MK.2/2010. Pekerjaan pembangunan
direncanakan selesai 31 Desember 2012. Penerimaan siswa baru diharapkan akan
dilaksanakan tahun 2013-2014.