Anda di halaman 1dari 23

Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.

2 Tahun 2017

NIKAH SIRI DAN PROBLEMATIKANYA

DALAM HUKUM ISLAM

Dwi Putra Jaya212

Abstract

Marriage recording aims to realize marital order in society. It is an effort regulated by

legislation, to protect the dignity and sanctity (mitsaq al-ghalidz) of marriage, and more

particularly of women in domestic life. Through the marriage certificate proven by the marriage

certificate, each of which the husband and wife shall obtain a copy, in the event of a dispute or

quarreling between them, or one irresponsible, the other may make any legal remedy in order to

retain or obtain the rights of the individual, respectively. Because by the deed, the husband and

wife have authentic proof of their legal deeds. Among Islamic societies there are still two views

on the existing legal or regulatory norms, especially marriage rules. Thus, when looking at the

reality of Muslims in particular, there are still many cases of unregistered marriages. Thus there

is a dichotomy between religious law and state law. The type of this research is library research

(library research).

Keywords: Nikah siri, Problem, Islamic Law

212
Dosen Fakultas Hukum Universitas Dehasen Bengkulu dan Dosen DLB IAIN Bengkulu fakultas

Syari’ah
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

A. Pengertian dan Dasar Hukum menyetubuhi istri. Defenisi yang


Perkawinan hampir sama dengan di atas juga
1. Pengertian Nikah dikemukakan oleh Rahmad Hakim,
Pernikahan merupakan bahwa kata nikah berasal dari bahasa
sunatullah yang umum dan berlaku Arab nikahun yang merupakan
pada semua mahkluknya, baik pada masdar atau asal kata dari bahasa
manusia, hewan maupun tumbuh- Arab dari kata kerja (fiil madhi)
tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang nakaha, sinonimnya tazawwaja
di pilih oleh Allah SWT sebagai jalan kemudian diterjemahkan dalam
bagi mahkluknya untuk berkembang bahasa Indonesia sebagai
biak dan melestarikan hidupnya213. perkawinan. Kata nikah sering juga
Perkawinan merupakan satu dipergunakan sebab telah masuk
perintah agama kepada yang mampu dalam bahasa Indonesia215.
untuk melaksanakannya, karena Dari sudut ilmu bahasa atau
dengan perkawinan dapat semantik perkataan perkawinan
mengurangi maksiat penglihatan, berasal dari kata kawin yang
memelihara diri dari perbuatan zina. merupakan terjemahan dari bahasa
Dan perkawinan bertujuan untuk Arab, nikah. Di samping kata nikah,
mewujudkan kehidupan rumah dalam bahasa Arab lazim juga
tangga yang sakinah, mawaddah dan dipergunakan kata ziwaaj untuk
rahmah, perlu diatur dengan syarat maksud yang sama. Kata nikah
dan rukun tertentu, agar tujuan mengandung dua pengertian, yaitu
disyari’atkannya perkawinan bisa dalam arti sebenarnya (haqiqat) dan
tercapai. dalam arti kiasan (majaz). Dalam
Nikah menurut bahasa adalah pengertian yang sebenarnya kata
al-jam’u dan al-dhamu yang artinya nikah itu berarti berkumpul,
214
kumpul . Makna nikah (Zawaj) bisa sedangkan dalam arti kiasan berarti
diartikan dengan aqdu al-tazwij, yang aqad atau mengadakan perjanjian
artinya aqad nikah. Juga bisa perkawinan216.
diartikan (wathu al zaujah) bermakna Para ilmu fiqh sendiri, yaitu para
imam, masih berbeda pendapat
213
Slamet Abidin dan Aminudin, Fiqh
215
Munakahat I (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. Rahmad Hakim, Hukum Perkawinan
9 Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 11.
214 216
H.MA Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Kamal Muchtar, Azas-Azas Hukum Islam
Munakahat, (Rajawali Pers, Grafindo Persada, Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
2009), h. 7. Cet Pertama, 1974), h.11.
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

tentang arti kiasan tersebut, apakah tujuan mencapai keluarga yang


dalam pengertian wathaa atau penuh kasih sayang, kebajikan dan
dalam pengertian aqad sebagaimana saling menyantuni, keadaan seperti
yang disebut di atas, imam Asy-Syafi’i ini disebut sakinah218.
misalnya, memberikan pengertian Menurut hukum perkawinan
nikah itu dengan mengadakan Islam terdapat beberapa unsur yakni,
perjanjian perikatan, sedangkan Abu orang yang mengikatkan diri di dalam
Hanifah mengartikan watthaa atau pernikahan adalah laki-laki dan
setubuh217 perempuan yang menurut dalam
Kekuatan untuk bersetubuh ini nash al-Quran terdapat beberapa
tidaklah selalu ada pada seorang dan kaidah dasar yang wajib dipatuhi.
lagi tidak merupakan suatu syarat Sedangkan status antara laki-laki dan
untuk hidup bersama. Ini terbukti perempuan yang sudah
dari kenyataan bahwa melangsungkan akad nikah
diperbolehkannya suatu perkawinan meningkat menjadi suami istri yang
yang dinamakan “In Extrimis”, yaitu keduanya memiliki hak dan
pada waktu salah satu pihak sudah kewajiban yang telah diatur di dalam
hampir meninggal dunia. Islam..
Menurut hukum Islam yang Perkawinan adalah suatu
dimaksud dengan perkawinan adalah perjanjian yang suci antara seorang
akad yang menghalalkan pergaulan laki-laki dengan seorang wanita
dan membatasi hak dan kewajiban untuk membentuk keluarga
219
serta bertolong-tolongan antara bahagia . Jadi perkawinan itu
seorang laki-laki dan seorang adalah suatu aqad (perjanjian) yang
perempuan yang antara keduanya suci untuk hidup sebagai suami istri
bukan muhrim. Apabila ditinjau yang sah, membentuk keluarga
secara rinci, perbuatan pernikahan bahagia dan kekal, yang unsur
atau perkawinan adalah aqad yang utamanya adalah:
bersifat luhur dan suci antara laki-laki a. Perjanjian yang suci antara
seorang pria dengan seorang
dan perempuan yang menjadi sebab
wanita.
sahnya sebagai suami istri dan
dihalalkan hubungan seksual dengan 218
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1985), h. 2.
219
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan,
217
Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan
Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam,
(Bandung; Remaja Rosdakarya, 1991), h. 3. (Jakarta ; Sinar Grafika, 1995), h. 45.
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

b. Membentuk keluarga bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang


dan sejahtera (ma’ruf, sakinah,
Maha Esa221.
mawaddah dan rahmah).
c. Kebahagian yang kekal abadi Pengertian perkawinan seperti
penuh kesempurnaan baik
yang tercantum dalam Undang-
moral material maupun
spiritual. Undang Perkawinan No.1 Tahun
1974 Pasal 1, bila diperinci yaitu:
Pernikahan dapat dikatakan  Perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria
sebagai perjanjian pertalian antara
dengan seorang wanita sebagai
manusia laki-laki dan perempuan suami istri.
yang berisi persetujuan secara  Ikatan lahir bathin itu ditujukan
untuk membentuk keluarga
bersama-sama menyelenggarakan (rumah tangga) yang bahagia
kehidupan yang lebih akrab yang kekal dan sejahtera.
 Ikatan lahir batin dan tujuan
menurut syarat-syarat dan hukum bahagia yang kekal itu
susila yang dibenarkan Tuhan berdasarkan pada Ketuhanan
Yang Maha Esa.
pencipta alam.220
Arti nikah menurut bahasa arab
Jadi menurut perundang-
adalah berhimpun atau wata’.
undangan, perkawinan itu adalah
Menurut syara’ adalah suatu aqad
ikatan antara seorang pria dengan
yang memperbolehkan seorang
seorang wanita. Berarti
pria dan wanita bergaul bebas
perkawinan sama dengan
(wata’) dan dalam upacara aqad 222
perikatan (verbind tennis) .
nikah dipergunakan kata-kata
Menurut Kompilasi Hukum
nikah tazwij atau terjemahannya.
Islam dalam pasal 2 pernikahan
Dalam Undang-Undang
yaitu akad yang sangat kuat atau
Republik Indonesia No.I tahun
mitsaqan ghalidzan untuk
1994 pada pasal I dinyatakan
mentaati perintah Allah dan
bahwa: perkawinan adalah ikatan
melaksanakannya merupakan
lahir dan batin antara seorang laki-
ibadah.
laki dan seorang wanita sebagai
2. Dasar Hukum
suami istri dengan tujuan
Perkawinan
membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal
221
Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Perkawinan, ... h. 12.
222
Djoko Prakoso dan Iketut Murtike, Asas-
220
Beni Ahmad Salbani, Fiqh Munakahat, asas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta;
(Bandung; Pustaka Setia, 2009), h. 127. Bina Aksara, 1987), h. 3
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

Sebagai akibat hukum, Dengan demikian, dapat


perkawinan mempunyai akibat diketahui secara jelas tingkatan
hukum. Adanya akibat hukum ini maslahat taklif perintah, taklif
penting sekali hubungannya takhyir, dan taklif larangan. Dalam
dengan sahnya perbuatan hukum taklif larangan, kemaslahatannya
itu. Suatu perkawinan yang adalah menolak kemafsadatan dan
menurut hukum dianggap tidak sah mencegah kemudaratan. Disini
umpamanya, maka anak yang lahir perbedaan tingkat larangan sesuai
dari perkawinan itu juga akan dengan kadar kemampuan
merupakan anak yang tidak sah. merusak dan dampak negatif yang
Hukum nikah (perkawinan), ditimbulkan. Kerusakan yang
yaitu hukum yang mengatur ditimbulkan perkara, haram tentu
hubungan antara manusia sengan lebih besar dibanding pada
sesamanya yang menyangkut kerusakan pada perkara makruh.
penyaluran kebutuhan biologis Meski pada masing-masing perkara
antar jenis, dan hak serta haram dan makruh masih terdapat
kewajiban yang berhubungan perbedaan tingkatan sesuai
dengan akibat perkawinan dengan kadar kemafsadatannya,
tersebut. keharaman dalam perbuatan zina,
Perkawinan yang merupakan misalnya tentu lebih berat
sunnatullah pada dasarnya adalah dibandingkan keharaman
mubah tergantung tingkat merangkul atau mencium wanita
maslahatnya. Oleh karena itu, bukan muhrim. Meskipun kedua-
Imam Izzudin Abdussalam duanya sama-sama perbuatan
membagi maslahat menjadi tiga haram. Oleh karena itu, meskipun
bagian : perbuatan itu asalnya adalah
a. Maslahat yang diwajibkan mubah, namun dapat berubah
oleh Allah Swt.
menurut ahkamal khamsah
b. Maslahat yang disunnahkan
oleh syar’i. (hukum yang lima) menurut
c. Maslahat Mubah.223
perubahan keadaan:
a. Nikah Wajib
b. Nikah Haram
c. Nikah Sunnah
d. Nikah Mubah
223
H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih e. Nikah mubah
Munakahat, Kajian Fiqih Nikah Lengkap,..., h. Menurut pasal 26,
11
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

Dalam buku hukum perkawinan adanya usaha masyarakat Indonesia


bagian kedua tentang hukum membuat UU yang sifatnya
perkawinan pasal 3 yaitu: Nasional, hal ini mengugat

a. Perkawinan itu hukumnya masyarakat Indonesia heterogen


sunnah menurut pendapat dalam segala aspek. Seperti dalam
kebanyakan ulama (jumhur).
aspek agama terdapat dua
b. Menurut Daud (Ahli zahir),
hukumnya wajib bagi orang kelompok besar agama yang diakui
yang kuasa dan mampu. yakni agama samawi dan agama
c. Setengah ulama berpendapat,
bahwa hukum perkawinan itu non samawi. Hukum perkawinan
ada yang wajib, ada yang yang berlaku bagi tiap-tiap agama
sunnat dan ada yang haram.
Perkawinan itu haram bagi tersebut satu sama lain ada
seseorang yang tidak perbedaan, dengan demikian
menunaikan kewajibannya
hukum perkawinan secara otentik
terhadap istri, baik nafkah lahir
maupun nafkah bathin.224 di atur dalam UU No. 1 Tahun
1974.
Dewasa ini di Indonesia telah Menurut hukum adat pada
dibentuk hukum perkawinan yang umumnya di Indonesia perkawinan
berlaku bagi seluruh rakyat itu bukan saja berarti sebagai
Indonesia yakni Undang-Undang perkataan perdata, tetapi juga
Nomor 1 tahun 1974 tentang merupakan perikatan adat dan
perkawinan. Undang-Undang ini sekaligus merupakan perikatan
dimuat didalam Lembaran Negara kekerabatan dan ketetanggaan, jadi
Republik Idonesia Tahun 1974 terjadinya suatu ikatan perkawinan
Nomor 1: Sedangkan penjelasannya bukan semata-mata membawa
dimuat di dalam tambahan akibat terhadap hubungan-
lembaran Negara Republik hubungan keperdataan, seperti hak
Indonesia nomor 3019, di dalam dan kewajiban suami istri, harta
bagian umum penjelasan tersebut bersama, kedudukan anak, hak dan
telah dimuat beberapa hal mendasar kewajiban orang tua, tetapi juga
yang berkaitan dengan masalah menyangkut hubungan-hubungan
perkawinan. adat istiadat kewarisan,
Sebelum adanya UU No 1 kekeluargaan, kekerabatan dan
tahun 1974 diberlakukan di Negara ketetanggaan serta menyangkut
Republik Indonesia diundangkan upacara-upacara adat dan
keagamaan, baik dalam hubungan
224
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan manusia kepada Tuhannya (Ibadah)
Dalam Islam Menurut Mazhab Syafi’i, Hanafi,
Maliki, Hambali (Hida Karya Agung, 1996), h. 3. maupun hubungan manusia kepada
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

sesama manusia (muamalah) dalam Perkawinan menurut hukum


pergaulan hidup agar selamat di agama adalah perbuatan suci
dunia dan selamat di akhirat. (Sakramen samaskara) yaitu suatu
Oleh karena itu Ter Haar perkataan antara dua pihak dalam
dalam Hilman Hadikusuma memenuhi perintah dan anjuran
menyatakan bahwa perkawinan itu Tuhan YME, agar kehidupan
adalah urusan kerabat, urusan berkeluarga dan berumah tangga
keluarga, urusan masyarakat, serta berkerabat bertetangga
urusan martabat dan urusan pribadi berjalan dengan baik sesuai dengan
(Ter Haar: 1990: 158) dan begitu ajaran agama masing-masing.
pula ia menyangkut urusan Hukum agama telah menetapkan
keagamaan sebagaimana dikatakan kedudukan manusia dengan iman
Van Vollenhoven bahwa dalam dan taqwanya, apa yang seharusnya
hukum adat banyak lembaga- dilakukan dan apa pula yang tidak
lembaga hukum dan kaidah-kaidah seharusnya mereka lakukan. Oleh
hukum yang berhubungan dengan karena itu pada dasarnya setiap
tatanan dunia diluar dan di atas agama tidak dapat membenarkan
225
kemampuan manusia . perkawinan yang berlangsung tidak
Sejauh mana ikatan seagama.
perkawinan itu membawa akibat Jadi perkawinan menurut
hukum dalam perikatan adat seperti agama Islam adalah perikatan
tentang kedudukan suami dan antara wali perempuan (calon istri)
kedudukan istri, begitu pula dengan calon suami perempuan itu,
tentang kedudukan anak dan bukan perikatan antara seorang pria
pengangkatan anak, kedudukan dengan seorang wanita saja sebagai
anak tertua, anak penerus dimaksud dalam pasal 1 UU No.1
keturunan, anak adat, anak asuh tahun 1974 atau menurut hukum
dan lain-lain dan harta perkawinan Kristen. Kata wali berarti bukan
yaitu harta yang timbul akibat saja bapak tetapi juga termasuk
terjadinya perkawinan, tergantung datuk (mbah), saudara-saudara pria,
pada bentuk dan sistem perkawinan anak-anak pria, saudara-saudara
adat setempat. bapak yang pria (paman) anak-anak
pria dari paman, semuanya menurut
garis keturunan pria (patrilineal)
225
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan
yang beragama Islam. Hal tersebut
Indonesa Menurut Perundang-Undangan
Hukum Adat, Hukum Agama, (Bandung; menunjukkan bahwa ikatan
mandar Maju, 1990), h, 9
perkawinan dalam Islam berarti
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

pula perikatan kekerabatan bukan 3. Memenuhi panggilan agama,


memelihara diri dari kejahatan
perikatan perseorangan.
dan kerusakan.
B. Tujuan dan Hikmah 4. Menumbuhkan kesungguhan
untuk bertanggung jawab
Perkawinan menerima hak serta kewajiban,
1. Tujuan Perkawinan juga bersungguh-sungguh
untuk memperoleh harta
Perkawinan adalah merupakan kekayaan yang halal, serta
tujuan syari’at yang dibawa 5. Membangun rumah tangga
untuk membentuk masyarakat
Rasulullah Saw, yaitu penataan hal yang tentram atas dasar cinta
ihwal manusia dalam kehidupan dan kasih sayang227.
duniawi dan ukhrawi, dengan
pengamatan sepintas lalu, pada Perkawinan juga untuk menata
batang tubuh ajaran fiqih dapat dilihat keluarga sebagai subjek untuk
adanya empat garis dari penataan itu membiasakan pengalaman-
yaitu: pengalaman ajaran agama, fungsi
a. Rub‟al ibadat, yang menata keluarga adalah menjadi pelaksana
manusia selaku mahkluk pendidikan yang paling
dengan khaliknya
b. Rub‟al muamalat, yaitu menata menentukan. Sebab keluarga salah
manusia dalam lalu lintas satu diantara lembaga pendidikan
pergaulannya dengan
sesamanya untuk memenuhi informal, Ibu bapak yang dikenal
hajat hidupnya sehari-hari. mula pertama oleh putra putrinya
c. Rub‟al munakahat, yang
menata hubungan manusia dengan segala perlakuan yang
dalam lingkungan keluarga dan diterima dan dirasakannya dapat
d. Rub‟al jinayat, yang menata
pengamanan dalam suatu tertib menjadi dasar pertumbuhan
pergaulan yang menjamin pribadi/kepribadian sang putra putri
ketentraman226.
itu sendiri.
Perkawinan pun adalah makna
Zakiah Darajat dkk,
dan jiwa dari kehidupan
mengemukakan lima tujuan
berkeluarga yang meliputi:
dalam perkawinan yaitu:
a. Membina cinta kasih sayang
1. Mendapatkan dan yang penuh romantika dan
melangsungkan keturunan kedamaian
2. Memenuhi hajat manusia b. Understanding dan toleransi
menyalurkan sahwatnya dan yang tulus ikhlas yang
menumpahkan kasih diletakkan atas dasar nilai-nilai
sayangnya. kebenaran, keadilan dan
demokrasi.

226
Ali Yafie, Pandangan Islam Terhadap
Kependudukan dan Keluarga Berencana,
227
(Jakarta; Lembaga Kemaslahatan Keluarga Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Fikih (Jakarta:
Nahdhatul ULama dan BKKBN, 1982), h. 1. Depag RI, 1985), Jilid 3, h. 64
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

Sulaiman Al-Mutarraj, dalam dengan melangsungkan tali


pernikahan maka hubungan
bukunya bekal pernikahan,
keduanya bisa saling mengenal
menjelaskan bahwa ada 15 tujuan dan sekaligus mengasihi.
14. Memperbanyak keturunan umat
perkawinan yaitu:
Islam dan menyemarakkan
1. Sebagai ibadah dan bumi melalui proses
mendekatkan diri pada Allah pernikahan.
Swt, nikah juga dalam rangka 15. Untuk mengikuti panggilan
taat kepada Allah Swt dan iffah dan menjaga pendangan
Rasul-Nya. kepada hal-hal yang
2. Untuk „iffah (Menjauhkan diri diharamkan228
dari hal-hal yang dilarang, 2. Hikmah
ihsan (membentengi diri dan
mubadho‟ah/bisa melakukan Perkawinan
hubungan intim)
3. Memperbanyak umat Islam mengajarkan dan
Muhammad Saw.
4. Menyempurnakan agama menganjurkan nikah karena akan
5. Menikah termasuk sunnahnya
para utusan Allah berpengaruh baik bagi pelakunya
6. Melahirkan anak yang dapat
memintakan pertolongan Allah sendiri, masyarakat,dan seluruh
untuk ayah dan ibu mereka saat
masuk surga. umat manusia. Adapun hikmah
7. Menjaga masyarakat dari
keburukan, runtuhnya moral pernikahan adalah:
perzinahan dan lain sebagainya.
8. Legalitas untuk melakukan a. Nikah adalah jalan alami yang
hubungan intim, menciptakan paling baik dan sesuai untuk
tanggung jawab bagi suami menyalurkan dan memuaskan
dalam memimpin rumah naluri seks dengan kawin badan
tangga, memberikan nafkah dan jadi segar, jiwa jadi tenang,
membantu istri di rumah. mata terpelihara dari melihat
9. Mempertemukan tali keluarga yang haram dan perasaan
yang berbeda, sehingga tenang menikmati barang yang
memperkokoh lingkaran berharga.
keluarga. b. Nikah jalan terbaik untuk
10. Saling mengenal dan membuat anak-anak menjadi
menyayangi. mulia, memperbanyak
11. Menjadikan ketenangan keturunan, melestarikan,
kecintaan dalam jiwa suami dan melestarikan hidup manusia,
istri serta memelihara nasib yang
12. Sebagai pilar untuk oleh Islam sangat diperhatikan
membangun rumah tangga sekali.
Islam sesuai dengan ajarannya. c. Naluri kabapakan dan keibuan
Terkadang bagi orang yang akan tumbuh saling melengkapi
tidak menghiraukan kalimat dalam suasana hidup dengan
Allah Swt, maka tujuan anak-anak dan akan tumbuh
nikahnya akan menyimpang. pula perasaan ramah, cinta dan
13. Suatu tanda kebesaran Allah
Swt, kita lihat orang yang 228
Sulaiman Al-Mufarraj, Bekal Pernikahan,
sudah menikah, Awalnya Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah, Sya’ir, Wasiat,
mereka saling tidak mengenal Kata Mutiara, Alih Bahasa, Kuais Mandiri Cipta
satu sama lainnya, tetapi Persada (Jakarta; Qistthi Press,2003), h. 5
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

sayang yang merupakan sifat- Rukun yaitu sesuatu yang mesti


sifat baik yang
ada yang menentukan sah atau tidaknya
menyempurnakan kemanusiaan
seseorang. suatu pekerjaan (ibadah) dan sesuatu itu
d. Menyadari tanggung jawab istri
dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti
dan menanggung anak-anak
menimbulkan sikap rajin dan membasuh muka untuk wudhu dan
sungguh-sungguh dalam
takbiratul ihram untuk sholat229.
memperkuat bakat dan
pembawaan seseorang. Ia akan Syarat yaitu sesuatu yang mesti
bekerja, karena dorongan
ada yang menentukan sah dan tidaknya
tanggung jawab dan memikul
kewajibannya sehingga ia akan suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu
banyak bekerja dan mencari
itu tidak termasuk dalam rangkaian
penghasilan yang dapat
memperbesar jumlah kekayaan pekerjaan itu. Seperti menutup aurat
dan memperbanyak alam yang
untuk sholat atau menurut Islam calon
dikaruniakan Allah bagi
kepentingan hidup manusia. pengantin laki-laki atau perempuan
e. Pembagian tugas dimana yang
harus beragama Islam.
satu mengurusi rumah tangga,
sedangkan yang lain bekerja Sah, yaitu suatu pekerjaan
diluar, sesuai dengan batas-
(ibadah) yang memenuhi rukun dan
batas tanggung jawab antara
suami istri dalam menangani syaratnya230. Pernikahan yang
tugas-tugasnya.
didalamnya terdapat akad, layaknya
f. Perkawinan dapat
membuahkan, di antaranya tali akad-akad lain yang memerlukan
kekeluargaan, memperteguh
adanya persetujuan kedua belah pihak
kelanggengan rasa cinta antara
keluarga dan memperkuat yang mengadakan akad. Adapun rukun
hubungan masyarakat, yang
nikah adalah:
memang oleh Islam direstui,
ditopang, ditunjang, karena a. Mempelai laki-laki
masyarakat yang saling
menunjang lagi saling b. Mempelai perempuan
menyayangi merupakan
masyarakat yang kuat lagi c. Wali
bahagia. d. Dua orang saksi

e. Sighat ijab Qabul231.


C. Rukun dan Syarat
Perkawinan
Dari kelima rukun nikah
Perkawinan dianggap sah
tersebut, yang paling penting
apabila terpenuhi syarat dan rukunnya.
229
Rukun nikah menurut Mahmud Yunus Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1976), cet ke 1, Juz 1, h.
merupakan bagian dari segala hal yang 9; Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat,
terdapat dalam perkawinan yang wajib (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 45-46
230
H.M.A Tihami, Sohari Sahrani, Fikih
dipenuhi, kalau tidak terpenuhi pada Munakahat,...., 2009. h. 12
231
saat berlangsung, perkawinan dianggap Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih
Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.
batal. 68.
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

adalah ijab kabul antara yang 5. Tidak terdapat halangan


mengadakan dengan yang
perkawinan
menerima akad. Sedangkan yang
c. Wali nikah,
dimaksud dengan syarat
perkawinan adalah syarat yang syarat-syaratnya:
berlainan dengan rukun-rukun
1. Laki-laki
perkawinan, yaitu syarat-syarat
2. Dewasa
bagi calon mempelai, wali, saksi
dan ijab Kabul. 3. Mempunyai hak perkawinan
Untuk memperoleh
4. Tidak terdapat halangan
gambaran yang jelas mengenai
perwaliannya
syarat rukun perkawinan menurut
hukum Islam. Syarat-syarat d. Saksi Nikah
perkawinan mengikuti rukun-
syaratnya :
rukunnya, seperti dikemukakan
1. Minimal dua orang laki-laki
Kholil Rahman.
a. Calon mempelai 2. Hadir dalam ijab kabul
pria, syarat-syaratnya:
3. Dapat mengerti maksud akad
1. Beragama Islam
4. Islam
2. Laki - Laki
5. Dewasa
3. Jelas Orangnya
e. Ijab kabul,
4. Dapat memberikan
syaratnya:
persetujuan
1. Adanya pernyataan mengawinkan
5. Tidak terdapat halangan
dari wali
perkawinan
2. Adanya pernyataan penerimaan
b. Calon mempelai
dari calon mempelai pria
wanita, syaratnya:
3. Memakai kata-kata nikah, tazwij
1. Beragama, meskipun Yahudi
atau terjemahan dari kata nikah
atau Nasrani
atau
2. Perempuan
tazwij
3. Jelas orangnya
4. Antara ijab dan kabul
4. Dapat dimintai persetujuannya
bersambungan
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

5. Antara ijab dan qabul jelas 1. Tidak ada halangan syarak,


yaitu tidak bersuami, bukan
maksudnya mahram, tidak sedang
dalam iddah.
6. Orang yang terkait dengan ijab 2. Merdeka, atas kemauan
sendiri
qabul tidak dalam sedang ihram 3. Jelas orangnya, dan
4. Tidak sedang berihram
haji/ Syarat-syarat wali:

umrah 1. Laki-laki
2. Baligh
7. Majelis ijab qabul itu harus 3. Waras akalnya
4. Adil
dihadiri minimum empat 5. Dapat mendengar dan
melihat
orang, itu calon mempelai 6. Bebas dan tidak dipaksa
7. Tidak sedang mengerjakan
pria atau wakilnya, wali dan ihram
8. Memahami bahasa yang
mempelai wanita atau dipergunakan untuk ijab
kabul233.
wakilnya, dan dua orang
Rukun dan syarat-syarat
232
saksi . perkawian tersebut, wajib dipenuhi

Dalam buku fikih apabila tidak terpenuhi maka


perkawinan yang dilangsungkan
munakahat kajian fikih nikah
tidak sah. Disebutkan dalam kitab
lengkap, H.M.A Tihami dan Al-Fiqh „ala al-Mazhab al-

Sahrani, syarat-syarat calon Arba‟ah, “Nikah Fasid yaitu nikah


yang tidak memenuhi rukunnya.
mempelai wali, saksi dan ijab
Dan hukum nikah fasid dan nikah
Kabul adalah: batil adalah sama, yaitu tidak sah.

Syarat-syarat suami: Kompilasi hukum Islam


menjelaskan rukun nikah dalam
1. Bukan mahram dari calon
istri pasal 14 yaitu:
2. Tidak terpaksa atas 1. Calon suami
kemauan sendiri 2. Calon istri
3. Orangnya tertentu, jelas 3. Wali nikah
orangnya. 4. Dua orang saksi
4. Tidak sedang ihram 5. Ijab dan Kabul234.

Syarat-syarat istri: 233


Peunoh Dali, Hukum Perkawiann Islam,
(Jakarta; Bulan Bintang, 1995), h. 74.
234
Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Perkawinan, Direktorat Jendral
232
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Bimbingan Masyarakat Islam, Departemen
h. 72 Agama Republik Indonesia, 2009.
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

D. Syarat-syarat sahnya cukup diperoleh dari orang tua


perkawinan
yang masih hidup atau dari
Pada tanggal 2 Januari 1974
telah disahkan oleh presiden R.I, suatu orang tua yang mampu

Undang-Undang No.1 tahun 1974 menyatakan kehendak. Maka


dengan peraturan pelaksanaannya PP.
izin diperoleh dari wali, orang
No.9 tahun 1975. Maka terhadap
segenap warga Negara Indonesia yang yang memelihara atau keluarga

ingin melaksanakan suatu perkawinan yang mempunyai hubungan


berlakulah perkawinan yang jelas
darah dalam garis keturunan
diatur dalam UU. No.1 tahun 1974
dengan pelaksanaannya PP. No.9 tahun lurus ke atas selama mereka

1975 tersebut. masih hidup dan dalam


Menurut Undang-undang No.1
keadaan dapat menyatakan
tahun 1974, syarat-syarat perkawinan
diatur dalam pasal 1 sampai pasal 12. kehendaknya.

Pasal 6 Undang-Undang No.1 Tahun 4. Dalam hal kedua orang tua telah
1974 berbunyi:
meninggal atau dalam keadaan
1. Perkawinan harus didasarkan atas
tidak mampu untuk
persetujuan calon mempelai
menyatakan kehendak maka
2. Untuk melangsungkan
izin diperoleh dari wali, orang
perkawinan seseorang belum
yang memelihara atau keluarga
mencapai umur 21 (dua
yang mempunyai hubungan
puluh satu) tahun harus
darah dalam garis keturunan
mendapat izin kedua orang tua
lurus ke atas selama mereka
3. Dalam hal salah seorang dari
masih hidup dan dalam
orang tua telah meninggal atau
keadaan dapat menyatakan
dalam keadaan tidak mampu
kehendaknya.
untuk menyatakan
5. Dalam hal ada perbedaan
kehendaknya, maka izin
pendapat antara orang-orang
dimaksud ayat (2) pasal ini
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

yang disebut dalam ayat (2), Seorang jejaka yang belum


mencapai umur genap delapan
(3) dan (4), pasal ini atau salah
belas tahun, seperti pun seorang
seorang atau lebih diantara
gadis yang belum mencapai umur
mereka tidak menyatakan genap lima belas tahun, tak
diperbolehkan mengikat dirinya
pendapatnya, maka pengadilan
dalam perkawinan, sementara itu
dalam daerah hukum tempat
dalam hal adanya alasan-alasan
tinggal orang yang akan yang penting presiden berkuasa
meniadakan larangan ini dengan
melangsungkan perkawinan
memberi dispensasi.
atas permintaan orang
Pasal 35 KUH
tersebut dalam ayat (2), (3) Perdata berbunyi:
Untuk mengikat diri dalam
dan (4) pasal ini.
perkawinan, anak-anak kawin yang
belum dewasa harus memperolah
Yang dimaksud dengan izin dari kedua orang tua mereka.
persetujuan kedua calon mempelai Jika hanya satu saja di antara
adalah adanya persetujuan bebas, mereka memberi izinnya dan orang
tanpa ada paksaan lahir dan bahin tua yang lain dipecat dari
dari pihak manapun untuk kekuasaan orang tua atau
melaksanakan perkawinan. Syarat- perwalian atas diri si anak, maka
syarat perkawinan yang ada dalam pengadilan negeri yang sama
KUH Perdata adalah diatur dalam dalam daerah hukumnya, anak itu
pasal 27, 28, 29 dan 35. mempunyai tempat tinggalnya,
Pasal 27 KUH Perdata atas permintaan anak, berkuasa
berbunyi: memberi izin untuk kawin setelah
Dalam waktu yang sama seorang laki- mendengar atau memanggil
laki hanya diperbolehkan dengan sah akan mereka yang
mempunyai satu oang perempuan izinnya diperlukan, dan akan para
sebagai istrinya, seorang keluarga sedarah dan semenda235.
perempuan hanya satu orang laki- Bagi orang Indonesia yang
laki sebagai suaminya:. beragama Kristen, mengenai
Pasal 28 KUH 235
Subekti dan Tjitrosudibio.R, KUH Perdata,
Perdata berbunyi: (Jakarta: Pradnya Paramita,1970), h. 19-20.
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

syarat-syarat perkawinannya di perkawinan kalau hendak


menikah diwajibkan mendapat
atur dalam ordonani perkawinan
izin orang tuanya lebih dulu.
Indonesia Kristen (HOCI) pada 2. Jikalau salah seorang daripada
orang tuanya sudah meninggal
pasal-pasal 2, 3, 4, 9, 10 dan 11.
atau tidak mungkin
Adapun pasal-pasal menyatakan kehendaknya,
maka hanyalah dikehendaki
tersebut berbunyi sebagai
izin dari orang tuanya yang
berikut; seorang lagi itu.
“Pasal 2 HOCI
berbunyi: Pasal 10 HOCI
Sifat mewujudkan nikah adalah harus berbunyi:
ada kehendak sendiri (kebebasan Jikalau dalam orang-orang
persetujuan) dari kedua orang yang tersebut dalam pasal 9 dan 10 yang
bakal jadi suami istri. dimestikan adanya izin dari mereka
Pasal 4 HOCI untuk nikah itu, terjadi perselisihan
berbunyi: pendapat atau diantaranya ada
1. Pemuda yang umurnya belum seorang atau lebih dari seorang
cukup delapan belas tahun dan
yang tidak menyatakan
pemudi yang umurnya belum
cukup lima belas tahun tidak kehendaknya, maka Pengadilan
boleh menikah.
Negeri yang wilayah kekuasaannya
2. Jika umur mereka yang bakal
menjadi suami istri tidak meliputi tempat tinggal anak yang
diketahui tidak boleh mereka
belum dewasa itu, atas permintaan
nikah kecuali sekiranya dapat
ditentukan dengan kepastian anak itu, dapat mengizinkan anak
bahwa umur mereka sudah
itu menikah sesudah mendengar
cukup seperti yang tersebut
dalam ayat (1) pasal ini, dan atau memanggil dengan patut, wali
sekali-sekali tidak boleh kalau
atau pemeliharanya, begitu pula
ternyata mereka belum lagi
membawa adat. keluarga sedarahnya dan keluarga
3. Kalau ada sebab musabab yang
semendanya236.
penting maka residen kepada
afdeling di tanah gubernemen Syarat-syarat perkawinan
Jawa dan Madura dan Kepala
yang telah disebutkan dalam UU
Gewest di daerah yang lain
boleh memberi kelonggaran No.1 tahun 1974, HOCI serta KUH
atau kebebasan (dispensasi)
Perdata pada prinsipnya adalah
atas larangan itu.
Pasal 9 HOCI sama, hanya ada sedikit perbedaan
berbunyi:
236
1. Anak-anak yang belum dewasa Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen
yang dilahirkan dari suatu Jawa, Minahasa dan Ambon, cet 6, 1993. jo. 36-
607 jo LN 1946, h. 136.
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

yaitu dalam masalah umur untuk perkawinan dalam hal mengatur


kawin. seorang calon suami
Dalam UU No.1 tahun 1974 memungkinkan untuk meminta izin
batas umur untuk kawin pria adala kawin lebih dari seorang
19 tahun sedang wanita adalah 16 (poligami).
tahun, bila dibandingkan dengan Sahnya suatu perkawinan
batas umur pada HOCI dan KUH ditinjau dari sudut keperdataaan,
Perdata untuk pria adalah 16 tahun apabila perkawinan itu sudah
dan untuk wanita adalah 15 tahun. dicabut atau didaftarkan pada
Dalam HOCI dan KUH Perdata kantor catatan sipil, selama
prinsip monogamy adalah mutlak, perkawinan itu belum terdaftar,
sedang ditentukan perkawinan maka perkawinan itu belum
nasional mengenai asas monogamy dianggap sah menurut ketentuan
tidak mutlak adalah diperlunak hukum, walau telah memenuhi
dengan ketentuan yang ada pada prosedur atau tata cara menurut
pasal 3 ayat (2) dan UU No.1 tahun ketentuan agama.
1974 dan peraturan pemerintah Apabila diteliti ketentuan
No.9 tahun 1975. mengenai sahnya suatu
Pasal 3 ayat (2) UU perkawinan dalam UU perkawinan
No.1 tahun 1974 adalah nasional adalah sebagai berikut:
berbunyi: 1. Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum
Pengadilan dapat memberi izin
masing-masing agamanya dan
kepada seorang suami untuk kepercayaannya itu.
2. Tiap-tiap perkawinan dicatat
beristri lebih dari seorang apabila
menurut peraturan-peraturan
dikehendaki oleh pihak-pihak yang perundang-undangan yang
belaku.
bersangkutan237.
Dalam penjelasan pasal 2
Jadi dalam UU No.1 tahun
ayat (1) dikatakan, bahwa tidak ada
1974 pada asasnya perkawinan
perkawinan diluar hukum masing-
adalah monogami, tetapi tidak
masing agama dan kepercayaannya
menutup kemungkinan apabila
itu, sesuai dengan Undang-Undang
seorang suami ingin kawin lagi
dasar 1945. yang dimaksud hukum
dengan harus dipenuhinya
masing-masing agamanya dan
ketentuan-ketentuan hukum
kepercayaanya itu termasuk
237
Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam, ketentuan perundang-undnagan
(Departemen Agama, Jakarta: 2004), h. 481
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

yang berlaku bagi golongan agama Istilah nikah siri adalah


dan kepercayaannya itu sepanjang kata yang berasal dari bahasa Arab
tidak bertentangan dengan atau yang secara umum telah diserap
tidak ditentukan lain dalam UU ini. dalam bahasa Indonesia.
Jadi mereka yang memeluk Pernikahan siri yang dalam kitab
agama Islam, maka yang fiqh disebut (‫السزى‬ ‫)الشواج‬
menentukan sah tidaknya sebagai rangkaian dari dua kata
perkawinan itu adalah ketentuan-
yaitu (‫ )الشوج‬dan (‫)السزى‬. Istilah
ketentuan hukum Islam. Hal yang
nikah (‫ )الشواج‬merupakan bentuk
sama yang terdapat pada agama
masdar (‫)سوخ‬ yang menurut
Nasrani dan Hindu Bali yaitu
hukum agama merupakan yang bahasa berarti pernikahan.

menjadi dasar dari pelaksanaan Sedangkan istilah siri ) ‫) السزى‬


sahnya suatu perkawinan. merupakan bentuk masdar dari
Hazairin menjelaskan kata) ‫(سز‬ yang secara bahasa
masalah tidak ada perkawinan di berarti rahasia. Berdasarkan
luar hukum masing-masing pengertian tersebut, maka
agamanya dan kepercayaannya itu padanan kata az-zawaj dan as-siri
dalam buku yang berjudul Tinjauan
(‫السزى‬ ‫)الشواج‬ dapat diartikan
mengenai Undang-Undang No.1
pernikahan yang dilakukan secara
Tahun 1974 tentang perkawinan.
sembunyi/rahasia238

Kata (ُ‫(السز‬ makna


E. NIKAH SIRI DAN etimologinya perkara yang
PROBLEMATIKANYA dirahasiakan. Bentuk jamaknya
Dalam hukum perkawinan
َ ‫)اَُ س‬. Bila dikatakan (‫َش ْي َئ‬
(‫ْزار‬ ‫)اَ َس َّز‬
tidak disebutkan secara khusus
berarti merahasiakan dan
tentang pernikahan siri. Namun
menyembunyikan. Sedang kata
sebagai kenyataan, pernikahan siri
(‫ )السزِّ ية‬artinya budak wanita yang
dapat dikaitkan dengan
menjadi hak milik dan kepentingan
pelanggaran seseorang terhadap
untuk melakukan hubungan badan.
kewajiban untuk mencatatkan
Berbentuk dari wazan (format
pernikahannya secara resmi di
lembaga pencatat nikah.
kata) ‫ف ْعلِيَة‬ yang berasal dari kata

238
Burhanuddin, Nikah Siri, Menjawab
Semua Pertanyaan tentang Nikah Siri, h. 13
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

(‫(السز‬. Sebab acapkali seorang Nikah siri tidak hanya

lelaki merahasiakan dan menutup- dikenal pada zaman sekarang saja,

nutupi dari istri resminya dan tetapi juga telah ada pada zaman

menempatkan budak wanita itu di sahabat. Istilah itu berasal dari

rumah lain239. ucapan Umar bin Khattab pada

Pengertian nikah siri secara saat memberitahu bahwa telah

terminologi adalah pernikahan terjadi pernikahan yang tidak

yang diperintahkan agar dihadiri saksi, kecuali hanya

dirahasiakan. Dalam versi lain seorang laki-laki dan seorang

pernikahan yang dilangsungkan perempuan. Dalam suatu riwayat

tanpa tasyhir (pengumuman masyhur, sahabat Umar bin

kepada publik). Khattab ra menyatakan :

Nikah siri yang dikenal oleh ‫هذا نكاح السز وال اجيشه لو‬
masyarakat Indonesia sekarang ini
‫كنت تقدمت لزجمت‬
ialah pernikahan yang dilakukan
dengan memenuhi rukun dan
syarat yang ditetapkan agama, ”ini nikah siri, saya tidak
tetapi tidak dilakukan dihadapan
membolehkannya dan sekiranya
pegawai pencatat nikah sebagai
saya tahu lebih dahulu, maka pasti
aparat resmi pemerintah atau
perkawinan yang tidak dicatatkan akan saya rajam”240.
oleh Kantor Urusan Agama bagi
A. Macam-Macam Nikah Siri
yang beragama Islam atau di
Ada beberapa macam jenis
kantor catatan sipil bagi yang tidak
pernikahan yang berkaitan dengan
beragama Islam, sehingga tidak
nikah siri yakni241 :
mempunyai akta nikah yang
1. Nikah yang ditutup-tutupi
dikeluarkan oleh pemerintah.
2. Pernikahan yang dinyatakan
Perkawinan yang demikian di
kalangan masyarakat selain dikenal resmi dengan selembar kertas
dengan istilah nikah siri atau
tertulis antara kedua
dikenal juga dengan sebutan nikah
mempelai saja.
di bawah tangan.
240
Yusuf Ad-Duwairisy, Nikah Siri, Mut’ah
239
Muhammad Ali Hasan, Pedoman Hidup dan Kontrak, (Jakarta: Darul Haq, 2010), h. 125
241
Rumah Tangga dalam Islam, Cet, I, (Jakarta: Yusuf Ad-Duraiwisy, Nikah Siri, Mut’ah
Prenada Media, 2003), h. 295 dan Kontrak, (Jakarta; Darul Haq, 2010), h. 122
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

3. Nikah Misyar penceraian itu dilakukan di luar


4. Nikah Mut’ah (Nikah Kontrak)
sidang pengadilan. Akibat
5. Nikah Mu’aqqad
6. Nikah Hibah kenyataan tersebut, maka timbul
7. Nikah Friend
semacam dualisme hukum yang
8. Pernikahan Muyassar
(Pernikahan Simpel) berlaku di negara Indonesia, yaitu
9. Nikah Wisata (siyahi)
dari satu sisi pernikahan harus
dicatatkan di Kantor Urusan Agama
B. Faktor-Faktor Penyebab Nikah Siri
(KUA), namun di sisi lain tanpa
Bila diperhatikan secara
dicatatkan pun ternyata tetap sah
mendalam, pernikahan bukan
apabila telah memenuhi ketentuan
merupakan masalah sederhana
syariat agama.
yang mengikat antara seorang laki-
1. Zina akibat ber-khalwat
laki dan seorang perempuan.
2. Nikah untuk bercerai (Mut’ah)242
Pernikahan merupakan kontrak 3. Poligami
4. Kendala Birokrasi
atau akad yang menimbulkan
5. Ingin menjaga diri dari perbuatan
berbagai akibat hukum lainnya, dosa.
6. Karena calon istrinya mantan
seperti kebolehan bagi laki-laki dan
suami PNS atau TNI Polri yang
perempuan melakukan hubungan telah meninggal dunia.
7. Karena kedua mempelai (calon
suami istri (seksual), keharusan
suami atau calon istri) sudah sama-
membina rumah tangga yang sama berusia senja.
harmonis, memperoleh keturunan C. Dampak Nikah Siri
yang sah, serta memunculkan hak Adapun dampak yang
dan kewajiban antara suami dan diakibatkan oleh pernikahan siri
istri. ada 2 (dua), yakni dampak positif
Kebanyakan orang dan dampak positif.
meyakini bahwa pernikahan siri 1. Dampak negatifnya
dipandang sah menurut Islam
adalah :
apabila telah memenuhi rukun dan
syaratnya, meskipun pernikahan a. Berselingkuh menjadi hal yang
wajar
tersebut tidak dicatatkan secara b. Banyaknya timbul poligami yang
resmi di lembaga pencatatan terselubung
c. Tidak ada kejelasan status istri dan
negara. Begitu pula sebaliknya, akibat pernikahannya
suatu perceraian dipandang sah
apabila telah memenuhi rukun dan
242
As-Syibramilsy, Hsyiyah Nihayatil Muhtaj,
syarat-syaratnya meskipun di dalam kitab Al-Minhaj, (Mesir: Musthafa al-
Baby al-Halaby, 1968), h, 214
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

d. Pelecehan seksual terhadap kaum g. Terkandung pahala dan ganjaran


hawa dikarenakan sebagai bagi lelaki, terutama bila
pelampiasan nafsu sesaat yang menjalaninya sebagai ibadah,
apabila telah terjadi pihak bukan sekedar pemuas kenikmatan
perempuan sangat dirugikan, biologis saja, apalagi seorang suami
sehingga timbulah penyesalan, berperan untuk memelihara
hawa nafsu selama ini mengebu- kehormatan wanita dan dirinya
gebu menjadi hilang, dan pikiran sendiri.
jernih justru mendatangi mereka. h. Pernikahan siri bisa menjadi
Karena akibatnya kebanyakan pendorong bagi remaja untuk
suami lari dari tanggung jawab menikah, karena ringannya biaya
e. Pernikahan siri berpotensi dan mudahnya prosedur dengan
menimbulkan pintu lahirnya peraturan-peraturan yang
keragu-raguan dan prasangka mengikat.
buruk menjadi terbuka i. Pernikahan ini berpotensi memberi
f. Nikah siri merupakan jembatan andil pengikisan sekat antara
guna merampas hak istri supaya penolakan terhadap poligami dan
melakukan tawar menawar untuk bertahan dengabn satu istri saja,
melepaskan diri dari pernikahan ini sebab hukum asala dalam
dengan gugatan perceraian. pernikahan adalah boleh poligami
apabila mampu dan tidak takut
berbuat curang dan memberika
2. Dampak positifnya adalah : maklumat kepada kaum wanita
yang tidak rela menghadapi
a. Meminimalisasi adanya seks bebas,
poligami, supaya terbuka hatinya
serta berkembangan penyakit
dan memahamkannya akan
AIDS.
manfaat poligami, hukum dan
b. Pada pernikahan siri tercapai
batasan-batasannya.
tujuan penting dalam pernikahan,
Kesimpulan
yaitu perlindungan kehormatan
suami. Berdasarkan bahasan
c. Jumlah biaya yang digunakan
terdahulu, maka dapat disimpulkan
dalam pernikahan siri biasanya
lebih ringan dibandingkan pada sebagai berikut :
pernikahan resmi.
1. Menurut hukum Islam nikah siri
d. Pernikahan siri dapat menghindari
aturan-aturan resmi yang berlaku dibagi dalam dua bentuk yakni:
pada pernikahan dan norma-
norma. Pertama, pernikahan yang
e. Karakter nikah siri bersesuaian dilangsungkan antara mempelai
dengan watak pekerjaan seseorang
lelaki dalam kondisi dimana laki-laki dan perempuan saja
pekerjaannya menuntut dirinya
tanpa kehadiran wali dan saksi-
untuk bepergian jauh kesuatu
negara dalam jangka waktu saksi serta mereka merahasiakan
tertentu.
f. Melalui cara nikah siri ini, seorang perkawinan tersebut. Kedua,
wanita mendapatkan keuntungan pernikahan yang berlangsung
finansial, dalam bentuk menerima
nafkah, tempat tinggal dan lain- dengan rukun-rukun dan syarat-
lain.
syaratnya yang lengkap, akan tetapi
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

suami, isteri, wali dan saksi-saksi Abbas Mahmud, al-Aqqad,


merahasiakan pernikahan dari
Falsafah Al-qur’an, (Cairo Mesir: Dar al-
Hilal, 1985)
pengetahuan masyarakat atau
sejumlah orang. Sedangkan Abdul Hamid Hakim, Mabadi
Awaliyah, (Jakarta: Bulan Bintang,
menurut tinjauan Undang-Undang 1976), cet ke 1, Juz 1,
Nomor I Tahun 1974, nikah siri
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih
terkait dengan pernikahan yang Munakahat, (Jakarta: Prenada Media,
tidak tercatat di Kantor Urusan 2003)

Agama (KUA). Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di


2. Dilangsungkan antara mempelai Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo, 2003)
laki-laki dan perempuan saja tanpa
Ali Yafie, Pandangan Islam
kehadirian wali dan saksi-saksi, Terhadap Kependudukan dan Keluarga
Berencana, (Jakarta; Lembaga
atau dihadiri wali tanpa ada saksi-
Kemaslahatan Keluarga Nahdhatul
saksi, pernikahan ini adalah batal ULama dan BKKBN, 1982)
(tidak sah). Bentuk kedua yaitu
Asmin, Status Perkawinan Antar
pernikahan berlangsung dengan Agama: Ditinjau dari Undang-Undang
rukun-rukun dan syarat-syaratnya
Perkawinan No.1/1974, (Jakarta: Dian
Rakyat, 1986)
yang lengkap, seperti ijab qabul, As-Syibramilsy, Hsyiyah Nihayatil
wali dan saksi-saksi, akan tetapi Muhtaj, di dalam kitab Al-Minhaj,
(Mesir: Musthafa al-Baby al-Halaby,
(suami istri, wali, dan saksi-saksi) 1968)
satu kata untuk merahasiakan
Bahan Penyuluhan Hukum (Jakarta:
pernikahan tersebut dari Departemen Agama RI Direktorat
pengetahuan masyarakat. Dalam Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam, 2001)
hal ini, pada kasus istri yang
dipoligami dengan nikah siri, jika Beni Ahmad Salbani, Fiqh
Munakahat, (Bandung; Pustaka Setia,
terpenuhi semua rukun dan syarat
2009)
nikah, maka pernikahannya tetap
Burhanuddin, Nikah Siri, Menjawab
sah dalam pandangan hukum
Semua Pertanyaan Tentang Nikah Siri
Islam. (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2010
Daftar Pustaka
Departemen Agama

RI, Al-qur’an dan


Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

Terjemahnya (Semarang: Perkawinan dan Perceraian di Iuly dina,


3). Cetakan ke-6, 1974
CV. Toha Putra, 1989)
Hukum Perkawinan Indonesa
Menurut Perundang-Undangan Hukum
Adat, Hukum Agama, (Bandung;
Djoko Prakoso dan
mandar Maju, 1990)
Iketut Murtike, Asas-asas Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan,
Hukum Kewarisan, Hukum Acara
Hukum Perkawinan di Peradilan Agama dan Zakat Menurut
Hukum Islam, (Jakarta ; Sinar Grafika,
Indonesia, (Jakarta; Bina 1995)
Kamal Muchtar, Azas-Azas Hukum
Aksara, 1987) Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta:
Bulan Bintang, Cet Pertama, 1974)
Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan
Perceraian di Malaysia dan Indonesia,
H. Sirajuddin, Legislasi Hukum
(Bandung; Remaja Rosdakarya, 1991)
Islam (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2008)
Mahmud Yunus, Hukum
Perkawinan Dalam Islam Menurut
H.MA Tihami dan Sohari Sahrani,
Mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hambali
Fiqh Munakahat, (Rajawali Pers,
(Hida Karya Agung, 1996)
Grafindo Persada, 2009)
Muhammad Ali Hasan, Pedoman
Hilman Hadikusuma, Hukum
Hidup Rumah Tangga dalam Islam, Cet,
Perkawinan Indonesa Menurut
I, (Jakarta: Prenada Media, 2003)
Perundang-Undangan Hukum Adat,
Hukum Agama, (Bandung; mandar
Ordonansi Perkawinan Indonesia
Maju, 1990)
Kristen Jawa, Minahasa dan Ambon, cet
6, 1993. jo. 36-607 jo LN 194
Himpunan Peraturan

Perundang-undangan Pedoman Pejabat

Perkawinan (Jakarta: Urusan Agama Islam

Departemen Agama RI (Jakarta: Departemen

Direktorat Jenderal Agama RI. Direktorat

Bimbingan Masyarakat Jenderal Bimbingan

Islam, 2009) Masyarakat Islam Dan

Penyelenggaraan Haji.

2005)
Hukum Perkawinan di Indonesia,
Sumur Bandung, hal 7 (Hukum
Dwi Putra Jaya Jurnal Hukum Sehasen Vol.2 No.2 Tahun 2017

Pedoman Pejabat Urusan Agama Subekti dan Tjitrosudibio.R, KUH


Islam, (Departemen Agama, Jakarta: Perdata, (Jakarta: Pradnya
2004) Paramita,1970)
Pedoman Penghulu (Jakarta:
Departemen Agama RI Direktorat Sudarsono, Hukum Perkawinan
Jenderal Bimbingan masyarakat Islam Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1985)
Dan Penyelenggaraan Haji, 2005)
Sulaiman Al-Mufarraj, Bekal
Peunoh Dali, Hukum Perkawiann Pernikahan, Hukum, Tradisi, Hikmah,
Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1995) Kisah, Sya’ir, Wasiat, Kata Mutiara, Alih
Bahasa, Kuais Mandiri Cipta Persada
Rahmad Hakim, Hukum (Jakarta; Qistthi Press,2003)
Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2000) Yusuf Ad-Duraiwisy, Nikah Siri,
Mut’ah dan Kontrak, (Jakarta; Darul
Slamet Abidin dan Aminudin, Fiqh Haq, 2010)
Munakahat I (Bandung: Pustaka Setia,
1999) Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Fikih
(Jakarta: Depag RI, 1985), Jilid 3

Anda mungkin juga menyukai