Anda di halaman 1dari 15

PENDEKATAN ENGAGEMENT DALAM

MEMBANGUN KINERJA PEGAWAI


Astrid Yuniar Nurbaity
Heru Sulistyo
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sultan Agung Semarang
ricadona_6771@yahoo.co.id

ABSTRACT

The research was conducted on Kesbangpol dan Linmas Kota Salatiga with the aim to determine
the effect of Quality of Work Life and Employee Engagement on Employee Performance.
The research data obtained through questionnaires to 63 respondents who are employees
of Kesbangpol dan Linmas Kota Salatiga using census. The results of the data obtained is
processed using Partial Least Square (PLS) with PLS Smart Program. The results show that
quality of working life contributing positively and significantly to Employee Engagement and
Employee Performance, also Employee Engagement contribute positively and significantly to
Employee Performance.

Keyword: Quality of Work Life, Employee Engagement , Employee Performance.

PENDAHULUAN dari aspek kelembagaan dan belum secara


Manifestasi reformasi birokrasi antara eksplisit mengeluarkan kebijakan untuk
lain adalah perubahan pola pikir dan pola mengukur kinerja perorangan karyawan
tindak (paradigma) para pegawai terutama secara limitatif dan tegas. Ketimpangan
pada ranah pelayanan masyarakat konstitusional ini menyebabkan terdapatnya
melalui peningkatan kinerjanya. Aparatur karyawan yang secara faktual bekerja,
pemerintahan daerah sebagai bagian sementara pada saat yang sama karyawan
integral dari aparatur pemerintahan lain tidak memeroleh tanggung jawab yang
Indonesia harus mampu beradaptasi jelas berdasarkan pembagian tugas yang
dengan setiap perubahan yang terjadi jelas pula.
baik pada skala lokal, nasional maupun Dalam sebuah organisasi pemerintahan,
mondial. Sebagaimana yang diharapkan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) bi-
pada sistem dan budaya pemerintahan, asanya mementingkan kinerja kelembagaan
birokrasi kepegawaianpun harus mampu secara institusional dan kolektif, tetapi tidak
menerjemahkan semangat reformasi mengukur kinerja secara perorangan (per-
nasional itu dalam dimensi pemberdayaan sonal performance measurement). Kondisi
moril, komitmen dan pelayanan serta pola di atas kelihatannya nyaman untuk semen-
tindak dan pola pikir baru sesuai dengan tara waktu tetapi tidak sehat bagi organisasi
perkembangan kebutuhan pelaksanaan dalam pengembangan budaya organisasi
pemerintahan, yang handal untuk jangka panjang.
Dalam konteks peningkatan kinerja, Kinerja pada dasarnya dipengaruhi oleh
Pemerintah sangat serius, persoalannya tiga faktor yaitu, faktor individual; faktor
adalah bahwa instrument penilaian kinerja Psikologis dan faktor Organisasi. Louis A.
yang ada pada lembaga birokrasi hanya Allen (1958) menyatakan bahwa betapapun
menyentuh organisasi pemerintahan daerah baiknya pemberian fasilitas, organisasi,

44 EKOBIS Vol.14, No.2, Januari 2013 : 44 - 58


pengawasan dan penelitiannnya, bila customer satisfaction – loyalty, safety and to
manusia tidak dapat menjalankan tugasnya a lesser degree, productivity and profitability
dengan minat besar dan kegembiraan, maka criteria (Harter, Schmidt & Hayes, 2002).
tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Dalam model EE sebagaimana yang
Para peneliti lain juga menemukan bahwa pernah dikembangkan oleh Schmidt (2004)
ada hubungan yang signifikan dan positif tergambarkan bahwa EE terbentuk didorong
antara perilaku kognitif karyawan dan oleh adanya kualitas kehidupan kerja (Work
kinerja (Osroff, 1992; dikutip oleh Luthans place well being). (http://www.employment-
dan Peterson (2002); antara kepribadian studies.co.uk). Dalam model ini, Schmidt
dan kinerja (Barrick dan Mount, 1991); menekankan dasar pembentukan EE, bahwa
dikutip dalam Luthans dan Peterson, 2002); organisasi harus mendasarkan diri pada
antara emosi dan kinerja (Straw, Sutton dan kebijakan perekrutan dan mempertahankan
Pelled, 1994; sebagaimana dikutip Luthans tenaga kerja yang tepat yakni tenaga kerja
dan Peterson, 2002). dengan berbagai kompetensi spesifik,
Dengan demikian, tingkatan kinerja yang pengetahuan dan pengalaman yang
diharapkan untuk mencapai keunggulan dibutuhkan organisasi, meningkatkan
kompetitif tersebut adalah ketika pegawai kesejahteraan pegawai sehingga dapat
memberi kemampuan terbaik yang mereka menghasilkan Work place well being yang
miliki, senang dengan pekerjaannya serta pada gilirannya membentuk EE.
kuatnya faktor sense of belonging. Dengan Kualitas kehidupan kerja berfokus pada
kalimat berbeda, faktor human capital menjadi pentingnya penghargaan (recognizing)
faktor determinan utama untuk memprediksi kepada sumber daya manusia (SDM) di
perilaku kerja pegawai, sekaligus menjadi lingkungan kerja (Luthan, 1995). Kualitas
parameter kognitif yang sangat afirmatif kehidupan kerja merupakan teknik manaje-
sifatnya. Kondisi-kondisi tersebut kemudian men yang mencakup gugus kendali mutu,
melahirkan istilah employee Engagement job enrichment, suatu pendekatan untuk
(EE), yang secara terminologis mengandung bernegosiasi dengan karyawan, hubungan
aspek rasa saling percaya (trust), loyalitas industrial yang serasi, manajemen partisi-
dan dedikasi terhadap pekerjaan serta patif dan bentuk pengembangan organisa-
kebanggaan terhadap organisasi dan sional (French, 1990). Dengan demikian,
semangat bekerja sama yang diperlihatkan. kualitas kehidupan kerja pada dasarnya
Penelitian EE dibangun oleh kelompok merupakan praktik manajemen yang bertu-
Peneliti Gallup (Endres dan Smoak, 2008), juan menciptakan budaya kerja yang mam-
di mana EE telah diklaim dapat memprediksi pu memotivasi setiap karyawan untuk da-
peningkatan produktivitas pada karyawan, pat mengembangkan diri dan memberikan
profitabilitas, mempertahankan karyawan, kontribusi optimal bagi pencapaian sasaran
kepuasan konsumen serta keberhasilan organisasi selanjutnya. Kualitas kehidupan
untuk organisasi (Bates, 2004; Baumruk, kerja yang baik dan kondusif akan mendo-
2004; Richman, 2006) sehingga topik ini rong munculnya EE (pegawai yang memiliki
menjadi isu yang hangat diperbincangkan antusias, keinginan, kemampuan dan usaha
kalangan akademisi dan profesional. Kahn yang tinggi untuk mencapai performance
(1992) menyatakan bahwa EE memengaruhi yang tinggi dalam pekerjaan, dia menik-
kualitas kerja karyawan, meningkatkan mati dan percaya akan pekerjaannya serta
kepuasan kerja, mengurangi jumlah merasa bernilai atas apa yang dikerjakan-
ketidak-hadiran karyawan dan menurunkan nya sehingga merasa sangat terikat deng-
kecenderungan untuk berpindah pekerjaan an organisasinya tersebut). Masalah yang
(Schaufeli dan Bakker, 2004). EE juga hendak diteliti dalam penelitian ini adalah
berdampak pada employee turn over, bagaimana meningkatkan kinerja pegawai

Pendekatan Engagement………. (Astrid Yuniar Nurbaity dan Heru Sulistyo) 45


melalui kualitas kehidupan (QWL) kerja dan pendidikan yang memadai untuk jabatannya
engagement pegawai. Tujuan penelitian ini dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan
adalah mendeskripsikan dan menganalisis sehari-hari, maka akan lebih mudah
kualitas kehidupan kerja dalam memenga- mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh
ruhi EE, kualitas kehidupan kerja pegawai karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada
dalam memengaruhi kinerja pegawai dan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya
EE dalam memengaruhi kinerja (the right man in the right place, the right
man on the right job).
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Faktor motivasi
Kinerja Pegawai
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude)
Kinerja perorangan dengan kinerja lem-
seorang pegawai dalam menghadapi situasi
baga (institutional performance) atau kinerja
(situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi
perusahaan terdapat hubungan yang erat,
yang menggerakkan diri. pegawai yang
dengan kalimat berbeda, bila kinerja pega-
terarah untuk mencapai tujuan organisasi
wai baik maka kemungkinan besar kinerja
(tujuan kerja) sikap mental merupakan
perusahaan (organisasi) juga baik. Kinerja
kondisi mental yang mendorong diri pegawai
seorang pegawai akan baik bila ia mem-
untuk berusaha mencapai prestasi kerja
punyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia
secara maksimal. Sikap mental seorang
bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai
pegawai harus sikap mental yang siap
dengan perjanjian dan mempunyai harapan
secara psikophisik (siap secara mental, fisik,
(expectation) masa depan lebih baik (Pra-
tujuan dan situasi) artinya, seorang pegawai
wirosentono, 1999). Kinerja pada individu
harus siap mental, mampu secara fisik,
juga disebut dengan job performance, work
memahami tujuan utama dan target kerja
outcome, task performance (Baron and
yang akan dicapai, mampu memanfaatkan
Greenberg, 1990). Sementara apabila ditin-
dan menciptakan situasi kerja.
jau secara khusus, kinerja karyawan adalah
Asad (1997) menjelaskan bahwa
sebuah evaluasi dari kontribusi karyawan
perbedaan performance kerja antara orang
terhadap pencapaian tujuan organisasi. Se-
yang satu dengan orang yang lainnya
cara konseptual hal ini berguna untuk men-
didalam suatu situasi kerja adalah karena
guji kinerja karyawan dalam hal (1) perilaku
perbedaan karakteristik dari individu.
atau aktivitas yang dilakukan oleh karyawan,
Orang yang sama dapat menghasilkan
dan (2) outcome yang bisa diatribusikan bagi
performance kerja yang berbeda di dalam
usaha-usaha mereka. (Baldauf, dkk, 2001).
situasi yang berbeda. Salah satu teori
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
yang paling banyak digunakan adalah
kinerja pegawai adalah hasil kerja secara
teori Weisbord. Kelebihan dari teori ini
kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh
adalah kemampuan dalam memahami dan
seorang pegawai sesuai dengan tanggung-
memvisualisasikan kenyataan. Weisbord
jawab yang diberikan kepadanya selama
melukiskan teorinya sebagai suatu layar
periode waktu tertentu. Menurut Mangkune-
radar yang di dalamnya terkandung pijatan
gara (2000) bahwa faktor yang mempengar-
yang mampu menangkap suatu gejala
uhi pencapaian kinerja adalah:
tentang masalah atau isu baik dan buruk.
Faktor kemampuan Teori ini menentukan adanya enam bagian
Secara psikologis, kemampuan (ability) (kotak) yang menjadi fokus bahasan yaitu:
pegawai terdiri dari kemampuan potensi kepemimpinan, komunikasi, tujuan, struktur,
(IQ) dan kemampuan reality (knowledge mekanisme, tata Kerja. Menurut teori ini yang
dan skill). Artinya pegawai yang memiliki penting adalah menemukan kesenjangan
IQ di atas rata-rata (IQ. 110 - 120) dengan antara dimensi formal suatu organisasi

46 EKOBIS Vol.14, No.2, Januari 2013 : 44 - 58


dengan propertis informalnya. Semakin meliputi: catatan organisasi, para supervisor,
besar jurang kesenjangan ini, berarti akan para karyawan sendiri, rekan kerja , para
semakin besar pula kemungkinan kegagalan karyawan dan para pelanggan.
organisasi dalam menjalankan tugasnya.
Hal ini berarti bahwa apabila tidak ditemukan Employee Engagement (EE)
kesenjangan yang berarti pada suatu Dalam literatur akademik, banyak definisi
dimensi maka pengaruh dimensi tersebut yang menjelaskan arti dari EE. Harter,
pada keberhasilan organisasi adalah nyata. Schmidt dan Hayes (2002) mendefinisikan
Penilaian kinerja individu mencakup EE sebagai bentuk keterlibatan individual dan
empat unsur utama, yaitu: hasil kerja, kepuasannya sebagai bentuk antusiaisme
perilaku, kompetensi dan potensi. Hasil melakukan pekerjaan. Kahn (1990)
kerja merupakan keberhasilan karyawan menyatakan engagement adalah mengenai
dalam pelaksanaan kerja. Perilaku diartikan perhatian karyawan dan penyerapan
sebagai aspek tindak tanduk pegawai dalam terhadap perannya, lebih lanjut menurut
melaksanakan pekerjaan. Kompetensi Paradise (2008), EE adalah hasil dari
adalah kemahiran pegawai sesuai tuntutan kondisi pekerjaan yang mendukung. Konrad
jabatan. Unsur potensi merupakan (2006, sebagaimana dikutip dalam Endres
pengamatan terhadap kemampuan pegawai dan Smoak, 2008) menyatakan bahwa EE
di masa depan. Menurut Cascio (1992) tiga komponen yaitu: aspek kognitif, aspek
aspek penting dalam penilaian kinerja adalah emosional dan aspek perilaku. Aspek kognitif
faktor – faktor penilaian itu sendiri. Beberapa berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki
prinsip dalam memilih faktor – faktor karyawan terhadap organisasi, pemimpin
yang menjadi penilaian, yaitu : relevance serta lingkungan kerja. Aspek emosional
(kesesuaian antara faktor penilaian dengan berkaitan dengan apa yang dirasakan
tujuan sistem penilaian), acceptability (dapat karyawan terhadap tiga faktor tersebut
diterima pegawai), reliability (faktor penilaian serta sikap negatif dan positif mereka
harus dapat dipercaya dan diukur karyawan), terhadap organisasi danPimpinan mereka.
sensitivity (dapat membedakan kinerja yang Aspek perilaku dari EE sebagai komponen
baik atau yang buruk) serta practicality penambah nilai untuk organisasi dan terdiri
(mudah dipahami dan diterapkan). Menurut dari upaya yang sifatnya sukarela yang
Miner (1988) dimensi kinerja adalah ukuran diberikan karyawan melalui pekerjaannya.
– ukuran dan penilaian dari perilaku yang Semakin populernya penggunaan
aktual di tempat bekerja, meliputi kualitas konsep EE dalam praktik dan penelitian
output, kuantitas output, waktu kerja, kerja disebabkan karena ada kesepakatan umum
sama dengan rekan kerja. Certo (1985) mengenai dampak positif yang signifikan
menyatakan bahwa prosedur penilaian dari EE dalam kinerja organisasi. Harter et
kinerja merupakan tanggung jawab atasan al. (2002) menyatakan bahwa ada hubungan
langsung. Atasan langsung mempunyai EE terhadap hasil bisnis. Pada dasarnya,
tanggung jawab untuk memberikan EE merupakan konstruk level individu,
penilaian terhadap kinerja karyawan. Para EE adalah salah satu cara mengetahui
supervisor mempunyai tanggung jawab pengaruh emosi terhadap kehidupan
utama dalam penilaian kinerja karyawan. karyawan dalam pekerjaan yang akan
Selain supervisor para karyawan, rekan memengaruhi performa organisasi secara
kerja, diri sendiri, dan para pelanggan perlu positif. Karena itu, EE dianggap sesuatu
dilibatkan dalam prosedur penilaian kinerja yang dapat memberikan perubahan pada
karyawan. Jackson and Schuler (2003) individu, tim dan organisasi.
menyatakan bahwa pada masa sekarang Dari hasil penelitian IES Tahun 2003
terdapat beberapa sumber data kinerja, yaitu menemukan bahwa pegawai yang ”terikat”

Pendekatan Engagement………. (Astrid Yuniar Nurbaity dan Heru Sulistyo) 47


atau “engaged” memiliki ciri utama pada keadaan menyenangkan terhadap
penunjukan sikap positif dan bangga lingkungan pekerjaan bagi setiap karyawan
kepada organisasi, kepercayaan terhadap dengan tujuan mengembangkan lingkungan
hasil produk / layanan organisasi, persepsi yang aman, nyaman dan harmonis baik bagi
bahwa organisasi memberi kesempatan karyawan maupun produksinya
bagi karyawan untuk berkinerja dengan Menurut Bernardin dan Russel (1993)
sebaik-baiknya, kesediaan bertindak Quality of Work Life (QWL) is the degree
dengan rendah hati dan menjadi anggota to which individuals are able to satisfy their
tim yang baik, pemahaman pekerjaan important personal need (e.g. need for
dan kesediaan untuk bekerja semaksimal independent) while imployed by the firm.
mungkin. Skinner, Wellborn & Connell (1990) yaitu tingkat individu-individu yang merasa
menyebutkan bahwa engagement adalah puas atas kebutuhan-kebutuhan penting
kebutuhan dasar manusia yang memediasi/ mereka –seperti kebutuhan untuk bebas,
menghubungkan antara lingkungan dan di mana mereka bekerja dalam suatu
kinerja. Emosi positif yang dihasilkan ketika perusahaan.
kebutuhan dasar manusia terpenuhi di Dari definisi tersebut dapat dipahami
tempat kerja, terlayani secara luas baik bahwa QWL ditentukan oleh bagaimana
dalam perhatian, pengamatan dan tindakan pekerja merasakan perannya dalam setiap
pegawai dalam area yang berhubungan organisasi. Peran di sini diartikan sebagai
dengan kesejahteraan bisnis.. bagian dari cara yang sistematis di mana
Work Engagement secara positif karyawan berpartisipasi di dalam setiap
berhubungan dengan karakteristik pekerjaan pengambilan keputusan yang menyangkut
seperti yang mungkin biasa disebut sebagai masalah sikap dan terkait dengan pekerjaan,
sumber daya, motivator atau pemberi energi kegiatan dan organisasi mereka, sehingga
seperti dukungan sosial dari rekan kerja peran tersebut mampu memberikan rasa
dan atasan, umpan balik kinerja, pelatihan, tanggung jawab dan sense of belonging
otonomi pekerjaan, variasi tugas dan fasilitas terhadap setiap pekerjaan yang muncul
pelatihan (Demerouti et al., 2001; Salanova dari kesepakatan dan keputusan bersama
et al., 2001, 2003; Schaufeli, Taris & Van (Wheter dan davis, 1996).
Rhenen, 2003; Schaufeli & Bakker, in press). Menurut French (dalam Arifin, 1999),
Sedangkan Baker,A.B.,&Leiter,M.P. (Eds.) QWL secara sempit adalah teknik
(2010) menyatakan bahwa Engagement manajemen yang mencakup gugus kendali
didorong oleh sumber daya di dalam diri mutu, job enrichment, suatu pendekatan
individu seperti optimisme, self-efficacy dan untuk bernegosiasi dengan serikat pekerja,
resilience yang berfungsi sebagai kontrol upaya manajemen untuk memelihara
terhadap lingkungan dan dampak yang kebugaran mental para karyawan, hubungan
dihasilkannya untuk mencapai kesuksesan. industri yang serasi, manajemen partisipatif
Hal ini karena engaged employees dan sebagai salah satu bentuk intervensi
memiliki beberapa karakteristik individu dan pengembangan organisasional.
yang membedakan mereka dari less Perkembangan selanjutnya adalah QWL
engaged employee, seperti extraversion, merupakan bentuk filsafat yang diterapkan
conscientiousness dan emotional stability, manajemen dalam mengelola organisasi
sehingga Psychological capital juga memiliki dan sumber daya pada khususnya.
hubungan dengan EE. Untuk meningkatkan QWL terdapat
sembilan (9) aspek SDM di lingkungan
perusahaan yang perlu diciptakan, dibina
Kualitas Kehidupan Kerja QWL dan dikembangkan yaitu: 10. Komunikasi
Pada dasarnya, perbaikan QWL mengacu

48 EKOBIS Vol.14, No.2, Januari 2013 : 44 - 58


terbuka dalam batas-batas wewenang determinan. Dalam penelitian ini dimensi
dan tanggung jawab; 2). Pemberian QWL yang dipergunakan adalah dimensi
kesempatan untuk memecahkan konflik yang menurut Pieter J Kriel (2007) terdiri dari
dengan perusahaan atau sesama karywan QWL yang memiliki dimensi : (1) trust in the
secara terbuka, jujur dan lain-lain; 3). workplace, (2) democracy in the workplace,
Terjaminnya karier masing-masing dalam (3) cooperation in the workplace dan (4)
menghadapi masa depannya; 4). Partisipasi justice in the workplace.
dalam proses pengambilan keputusan dan
Pengaruh QWL Terhadap EE
pelaksanaan pekerjaan, sesuai dengan
Konrad (2006, sebagaimana dikutip dalam
posisi, wewenang, dan jabatan masing-
Endres dan Smoak (2008) menyatakan
masing; 5). Penumbuhan perasaan bangga
bahwa EE memiliki tiga komponen yaitu:
pada pekerjaan dan tempat kerjanya;
aspek kognitif, aspek emosional dan aspek
6). Kompensasi yang adil, wajar dan
perilaku. Aspek kognitif berkaitan dengan
mencukupi; 7). Keamanan lingkungan kerja;
keyakinan yang dimiliki oleh karyawan
8). Jaminan kelangsungan pekerjaannya;
terhadap organisasi, Pimpinan, serta
9). Pemeliharaan kesehatannya agar dapat
lingkungan kerja mereka. Aspek emosional
bekerja secara produktif.
berkaitan dengan apa yang dirasakan oleh
Dengan demikian, QWL adalah sejumlah
karyawan terhadap tiga faktor tersebut serta
keadaan dan praktek dari organisasi yang
sikap negatif dan positif mereka terhadap
memberi kesempatan kepada pegawai untuk
organisasi dan Pimpinan mereka. Aspek
tumbuh dan berkembang sebagaimana
perilaku dari EE adalah sebagai komponen
layaknya manusia untuk membangun sense
penambah nilai organisasi dan terdiri dari
of belonging.
upaya yang sifatnya sukarela yang diberikan
Beranjak dari Teori Evolutionary
karyawan.
Psychology, Pieter J Kriel (2007) dalam
penelitiannya mengenai hubungan dari
H1 : Kualitas Kehidupan kerja berpengaruh
moral (morality) , etika (ethics) dan Keadilan
secara signifikan terhadap Engagement
(justice) terhadap QWL, menyatakan bahwa
Pegawai.
agar karyawan dapat memeroleh tingkat yang
sehat dari QWL, mereka harus mengalami Pengaruh QWL Terhadap Kinerja
rasa keadilan organisasi yang selaras Pegawai
dengan luas moralitas pribadi mereka. Dimensi QWL seperti lingkungan
Etika menghubungkan antara keadilan di kerja yang mendukung berlangsungnya
tempat kerja dengan moralitas pribadi dan kerja pegawai sehingga bekerja efektif,
keselarasan yang diperlukan antara etika aman dan nyaman, Kompensasi intrinsik
pribadi dan tempat kerja didasarkan oleh dan kompensasi ekstrinsik , mekanisme
Teori Evolutionary Psychology, yaitu : Ethics yang memungkinkan partisipasi pegawai
involve morality and justice that are innate dalam proses kerja serta restrukturisasi
human traits thus requiring an alignment kerja yang memberi kesempatan pegawai
between business ethics and personal mengembangkan potensi dan kariernya.
ethics in order to promote and achieve Menurut penelitian Jaelani Usman (2009)
higher levels of quality of worklife. Dalam dalam Tesisnya yang berjudul : Pengaruh
situasi di mana ada konflik langsung antara QWL Terhadap Semangat Kerja di
moral pribadi dan praktek bisnis, ini sering Pertamina Eksplorasi dan Produksi Rantau
dapat mengakibatkan stres psikologis secara signifikan berpengaruh terhadap
yang signifikan yang memengaruhi kinerja semangat kerja (employee morale) dan
karyawan. Sehingga pengaruh etika, moral kinerja. Penelitian yang dilakukan Md.
dan keadilan terhadap QWL menjadi sangat Zohurul Islam dan Sununta Siengthai

Pendekatan Engagement………. (Astrid Yuniar Nurbaity dan Heru Sulistyo) 49


(2009) dalam Papernya berjudul Quality of meningkatkan kinerja mereka.
work life and organizational performance:
Empirical Evidence From Dhaka Export H3 : engagement berpengaruh secara
Processing Zone menemukan bahwa signifikan terhadap Kinerja Pegawai.
QWL tidak secara signifikan berpengaruh
terhadap kinerja, karena QWL lebih dari METODE PENELITIAN
sekedar interaksi, sikap, aspirasi, kepuasan Metode pemilihan responden dalam
atau ketidakpuasan tetapi juga adanya penelitian ini menggunakan metode sensus
kesesuaian dan ketidaksesuaian budaya yaitu seluruh karyawan Badan Kesbang, Pol
yang berlaku dalam organisasi, yaitu dan Linmas Kota Salatiga yang berjumlah
bagaimana pegawai memandang secara 63 orang. Pengumpulan data Primer
subyektif suatu QWL dalam organisasinya menggunakan metode survei dengan teknik
sangat berpengaruh. kuesioner. Kualitas kehidupan Kerja diukur
dengan menggunakan 4 indikator yang
H2: Kualitas Kehidupan kerja berpengaruh dikembangkan oleh Kriel (2007) antara lain,
secara signifikan terhadap Kinerja Pegawai. trust in the workplace, democracy in the
workplace, cooperation in the workplace,
Pengaruh EE Terhadap Kinerja Pegawai
justice in the workplace. Employee
Harter, Schmidt dan Keyes (2002)
engagement diukur dengan menggunakan
menyatakan bahwa ada dua karakteristik
5 indikator yaitu , sikap positif dan bangga
penelitian dalam studi tentang efek
pada organisasi, kepercayaan terhadap
lingkungan kerja terhadap QWL dan kinerja.
hasil produk/layanan organisasi, organisasi
Yang pertama adalah studi tentang stress
memberi kesempatan untuk berkinerja
dan kesehatan yang mengemukakan theory
dengan baik, bertindak rendah hati dan
of person-environment fit (French; Caplan
menjadi anggota tim yang baik, pemahaman
and Van Harrisson, 1982). Sedangkan
luas akan pekerjaan. Kinerja diukur dengan
studi kedua berpijak pada QWL dan kinerja
4 indikator yang terdiri dari kualitas kinerja,
dimulai dari perilaku, kognitif, dan kesehatan
profesionalitas, kompetensi strategis
sebagai manfaat dari adanya positive
dan ketepatan penyelesaian pekerjaan.
feelings dan positive perception (Isen 1987;
Semuanya diukur dengan skala 1 = sangat
Warr,1999). Studi kedua berpendapat,
rendah hingga skala 5 = sangat tinggi.
keberadaan emotional feelings dan penilaian
positif pegawai dan hubungannya terhadap
HASIL DAN PEMBAHASAN
lingkungan kerjanya memperkuat kinerja.
Hasil Pengukuran Outer Model
Dalam bukunya, Getting Engaged: The New
Model pengukuran dengan indikator
Workplace Loyalty, Penulis Tim Rutledge
reflektif dievaluasi dengan convergent
(wikipedia.com, 2008) menjelaskan bahwa
validity serta composite reliability untuk
pegawai yang benar-benar terikat akan
block indikator. Convergent validity dari
tertarik dan terinspirasi pada pekerjaan
model pengukuran dengan reflektif indikator
mereka (sebagai contoh pernyataan “Saya
dinilai berdasarkan korelasi antara item
ingin melakukan pekerjaan ini”), serta
score dengan construct score yang dihitung
berkomitmen (“Saya berkomitmen terhadap
dengan PLS. Indikator dikatakan valid bila
keberhasilan yang sedang saya kerjakan”),
nilai loading factor lebih dari 0,5 atau nilai
dan mengagumi pekerjaan mereka (“Saya
T statistik lebih besar dari T tabel 1,669 (α =
mencintai apa yang sedang saya kerjakan”)
5%). Hasil selengkapnya ditunjukkan pada
sehingga EE sebagai bentuk pernyataan
Tabel berikut :
positif pegawai terhadap pekerjaan, melebihi
Berdasarkan tabel 4 hasil dari uji
yang diharapkan oleh organisasi akan
convergent validity, 4 indikator EE memiliki

50 EKOBIS Vol.14, No.2, Januari 2013 : 44 - 58


Tabel 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Indikator Variabel Employee Engagement
Uji Validitas Composite
Indikator Loading T-Statistic Ket Reliability

Y1 0.752 8,951 Valid


Y2 0.842 25,303 Valid
Y3 0.698 10,376 Valid
0.864
Y4 0,806 21,123 Valid
Y5 0.633 7,038 Valid
Sumber: data primer yang diolah, 2012
nilai loading factor seluruh indikator lebih dari sama bila dilakukan pengukuran kembali
0,5 dan nilai T statistik seluruh indikator lebih pada subyek yang sama.
besar dari T tabel sebesar 1,669, sehingga Validitas Indikator Reflektif juga dapat
seluruh indikator EE dikatakan valid. dievaluasi melalui Discriminant validity
Uji composite reliability blok indikator dengan membandingkan nilai cross loading
yang mengukur konstruk, menunjukkan dari masing-masing indikator terhadap
hasil memuaskan yaitu sebesar 0,864, konstruknya harus lebih besar dibandingkan
artinya konstruk EE dapat memberikan hasil terhadap konstruk lainnya.
yang relatif sama bila dilakukan pengukuran Discriminant validity variabel reflektif juga
kembali pada subyek yang sama. diukur melalui membandingkan akar AVE
Hasil pengujian convergent validity (Average variance extracted) harus lebih
dan composite reliability konstruk Kinerja besar daripada nilai korelasi variabel laten.
ditunjukkan pada tabel 2 Sebagaimana tergambar dalam tabel 3.
Tabel 5 hasil dari uji convergent validity, Model pengukuran dengan indikator
4 indikator Kepemimpinan memiliki nilai formatif tidak dapat dievaluasi dengan

Tabel 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Indikator Variabel Kinerja


Uji Validitas Composite
Indikator Loading T-Statistic Ket Reliability

Y6 0.607 4,333 Valid


Y7 0.768 11,123 Valid
Y8 0.768 9,278 Valid 0,804

Y9 0.697 5,540 Valid


Sumber: data primer yang diolah, 2012

loading factor seluruh indikator lebih dari 0,5 convergent validity, discriminant validity serta
dan nilai T statistik seluruh indikator lebih composite reliability, karena pada dasarnya
besar dari T tabel sebesar 1,669, sehingga konstruk formatif merupakan hubungan
seluruh indikator Kinerja valid. regresi dari indikator ke konstruk maka cara
Berdasarkan uji composite reliability dari menilainya adalah dengan melihat nilai
blok indikator yang mengukur konstruk, koefisien regresi dan signifikansi koefesien
menunjukkan hasil yang memuaskan yaitu regresi tersebut yang dihitung dengan
sebesar 0,804, artinya bahwa konstruk PLS. Indikator dikatakan valid jika nilai
Kinerja dapat memberikan hasil yang relatif Weight masing - masing Indikator memiliki

Pendekatan Engagement………. (Astrid Yuniar Nurbaity dan Heru Sulistyo) 51


Tabel 3. Nilai Cross loadings masing – masing Indikator Variable Reflektif
Employee
Indikator Kinerja
Engagement
Y1 0.752 0.503
Y2 0.842 0.705
Y3 0.698 0.414
Y4 0.806 0.577
Y5 0.633 0.398
Y6 0.163 0.607
Y7 0.275 0.768
Y8 0.368 0.768
Y9 0.392 0.697
Sumber: data primer yang diolah, 2012

Tabel 4. Hasil Uji validitas dengan membandingkan nilai akar AVE harus lebih tinggi
dari nilai korelasi antar variabel laten
Uji Validitas Korelasi
Variabel AVE √ AVE Ket Variabel Laten

E m p l o y e e
0.562 0,749 Valid
Engagement
0,675
Kinerja 0.509 0,713 Valid
Sumber: data primer yang diolah, 2012

Tabel 5. Hasil Uji Validitas Indikator Variabel Kualitas Kehidupan Kerja


Uji Validitas
Indikator Weight T-Statistic Ket
X1 0.426 5,348 Valid
X2 0.304 3,743 Valid
X3 0.441 4,997 Valid
X4 0.242 2.424 Valid
Sumber: data primer yang diolah, 2012

signifikansi atau nilai T statistik lebih besar Kualitas Kehidupan Kerja valid.
dari T tabel 1,669 (α = 5%).
Hasil pengujian validitas indikator Kualitas Hasil Pengukuran Inner Model (Model
Kehidupan Kerja selengkapnya ditunjukkan Struktural) dan Analisis Jalur Path Model
pada Tabel 5 Hasil tampilan output bootstrapping
Berdasarkan Tabel 8 hasil dari uji berupa grafik hubungan antar variabel
signifikansi nilai koefisien regresi masing- QWL, Employee engagement dan Kinerja
masing indikator terhadap konstruknya, 4 Pegawai ditunjukkan pada gambar 1
indikator Kualitas Kehidupan Kerja memiliki Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui
nilai T statistik lebih besar dari T tabel koefisien jalur masing - masing hubungan
sebesar 1,669, sehingga seluruh indikator variabel secara langsung. Pengaruh Kualitas

52 EKOBIS Vol.14, No.2, Januari 2013 : 44 - 58


Tabel 6. Hasil Pengujian Hipotesis
Koefisien
Hipotesis Pengaruh antar Variabel t -Statistik Keputusan
Estimate

QWL -> Employee


1 0.893 46,986 Signifikan
Engagement

2 QWL -> Kinerja 0,382 2,768 Signifikan

Employee Engagement ->


3 0.335 2,340 Signifikan
Kinerja
Sumber : Data yang diolah Tahun 2012
Keterangan : t (0,05, 63) = 1.669

Kehidupan Kerja (QWL) terhadap Employee EE, 51,4% dijelaskan variabel lain yang
engagement memiliki koefisien jalur sebesar tidak masuk dalam model.
0,893.Pengaruh QWL terhadap Kinerja Jika t statistik lebih besar dari t tabel
pegawai memiliki koefisien jalur sebesar maka hipotesis terbukti dan diterima. Degree
0,382. Pengaruh EE terhadap Kinerja of Freedom (N-1=62), maka t-tabel sebesar
memiliki koefisien jalur sebesar 0,335. 1,669.
Perhitungan R Square menunjukkan bahwa HASIL DAN PEMBAHASAN
R Square EE sebesar 0,797, artinya 79,7% Hipotesis Pertama,

Gambar 1: Analisis Jalur Path

variasi EE dapat dijelaskan oleh variasi QWL, Hipotesis pertama yang berbunyi QWL
20,3% dijelaskan variabel lain yang tidak berpengaruh terhadap EE. Berdasarkan hasil
masuk dalam model. Nilai R Square Kinerja perhitungan uji PLS pada Tabel 4.4.6 yang
Pegawai pada organisasi sebesar 0,486%, menguji hipotesis pertama yaitu pengaruh
artinya 48,6% variasi Kinerja Pegawai pada QWL berpengaruh terhadap EE, diperoleh
organisasi dapat dijelaskan oleh QWL dan hasil uji nilai t - statistik sebesar 46,986

Pendekatan Engagement………. (Astrid Yuniar Nurbaity dan Heru Sulistyo) 53


dan t-tabel sebesar1,669. Sedangkan nilai semakin baik pula kinerjanya. Dengan
koefisien estimasi (β) sebesar 0.893. Jadi ungkapan berbeda, semakin baik EE, maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh akan dapat memberikan dampak yang
positif yang signifikan dari variabel QWL sangat positif terhadap kinerja. Dengan
terhadap EE pada organisasi artinya bahwa demikian, maka hipotesis ketiga terbukti
semakin baik persepsi karyawan tentang EE dan diterima.
yang diterapkan maka akan semakin baik
Pembahasan
pula EE terhadap organisasi. Dengan kalimat
Dari hasil pengujian PLS, hipotesis
berbeda, semakin baik penerapan QWL,
pertama yaitu pengaruh QWL berpengaruh
maka akan dapat memberikan dampak yang
terhadap EE, diperoleh hasil bahwa terdapat
sangat positif terhadap EE pada organisasi.
pengaruh positif yang signifikan dari variabel
Dengan demikian, maka hipotesis pertama
QWL terhadap EE artinya bahwa semakin
terbukti dan diterima.
baik persepsi karyawan tentang yang
Hipotesis Kedua diterapkan, maka akan semakin baik pula
Hipotesis kedua yang berbunyi QWL Engagement karyawan terhadap organisasi.
berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dengan kalimat berbeda, semakin baik
Berdasarkan hasil perhitungan uji PLS pada penerapan Kualitas Kehidupan Kerja yang
Tabel 4.4.6 yang menguji hipotesis kedua dicerminkan dalam indikator Trust in the
yaitu pengaruh QWL terhadap kinerja, workplace (kepercayaan di tempat kerja),
diperoleh hasil uji nilai t–statistik sebesar democracy in the workplace (demokrasi di
2,768 dan t–tabel sebesar 1,669. Sedangkan tempat kerja), cooperation in the workplace
nilai koefisien estimasi (β) sebesar 0.382. (kerjasama di tempat kerja) dan justice in
Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat the workplace atau keadilan di tempat kerja,
pengaruh positif yang signifikan dari variabel maka akan dapat memberikan dampak
QWL terhadap kinerja artinya bahwa semakin yang sangat positif terhadap Engagement
baik persepsi karyawan tentang penerapan karyawan yang dicerminkan melalui tingginya
QWL, maka akan semakin baik pula Kinerja penunjukan sikap positif dan bangga
karyawan. Dengan kalimat berbeda, semakin terhadap organisasi, kepercayaan terhadap
tinggi penerapan nilai-nilai QWL, maka akan hasil produk/layanan organisasi, persepsi
dapat memberikan dampak yang sangat bahwa organisasi memberi kesempatan
positif terhadap Kinerja karyawan. Dengan kepada karyawan untuk berkinerja dengan
demikian, maka hipotesis kedua terbukti baik dan kesediaan untuk bertindak dengan
dan diterima. rendah hati dan menjadi anggota tim yang
baik serta pemahaman yang luas akan
Hipotesis Ketiga
pekerjaan dan kesediaan memenuhi apa
Hipotesis ketiga yang berbunyi EE
yang menjadi kebutuhan dari pekerjaan.
berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Hasil penelitian ini mendukung
Berdasarkan hasil perhitungan uji PLS
penelitian yang pernah dilakukan oleh
pada Tabel 4.4.6 yang menguji hipotesis
Schmidt (2004), Miles,P.,Van den Bos,K.
ketiga yaitu pengaruh EE terhadap kinerja
&Schaufeli,W.B.(2004) serta Konrad dan
karyawan, diperoleh hasil uji nilai t –statistik
Alison M.(2006), namun berbeda dengan
sebesar 2,340 dan t-tabel sebesar 1,669.
hasil penelitian Pieter J Kriel (2007).
Sedangkan nilai koefisien estimasi (β)
Dari hasil pengujian PLS pada hipotesis
sebesar 0.335. Jadi dapat disimpulkan
kedua, yaitu QWL berpengaruh terhadap
bahwa terdapat pengaruh positif yang
kinerja karyawan diperoleh hasil positif
signifikan dari variabel EE terhadap kinerja
dan signifikan, artinya bahwa semakin baik
karyawan artinya bahwa semakin baik
persepsi karyawan tentang penerapan
persepsi karyawan tentang EE, maka akan

54 EKOBIS Vol.14, No.2, Januari 2013 : 44 - 58


QWL, maka akan semakin baik pula signifikan terhadap EE yang bermakna
kinerja karyawan. Dengan kalimat berbeda, bahwa dengan QWL yang baik maka para
semakin tinggi penerapan nilai-nilai QWL karyawan atau pegawaipun akan merasa
yang dicerminkan melalui indikator Trust in memiliki engagement dengan organisasi
the workplace, democracy in the workplace, atau mengabdi, keterikatan yang lebih dari
cooperation in the workplace dan justice in sekedar relasi antara Organisasi dengan
the workplace, maka akan dapat memberikan para pekerja, keterikatan yang ditandai
dampak yang sangat positif terhadap dengan timbulnya perasaan memiliki dan
kinerja karyawan yang dicerminkan melalui rasa tanggung jawab terhadap masa depan
tingginya kualitas kinerja, profesionalisme Organisasi, dalam kondisi seperti ini, para
dan kapasitas kinerja, kompetensi strategis pegawai biasanya akan sangat empatik
dan teknis pekerjaan yang memadai untuk terhadap organisasi, bagi mereka, baik
menyelesaikan pekerjaan serta ketepatan buruknya atau maju mundurnya Organisasi
waktu dalam penyelesaian pekerjaan. identik dengan prestasi yang diraih ataupun
Hasil penelitian ini mendukung hasil kegagalan yang mereka tuai, bagi karyawan
penelitian dari Jaelani Usman (2009) dan yang memiliki engagement yang tinggi
Schmidt (2004), namun berbeda dengan sebagai dampak dari QWL yang baik maka
hasil penelitian yang pernah dilakukan mereka akan merasa sangat kehilangan
oleh Zohurul Islam dan Sununta Siengthai apabila meninggalkan organisasi yang
(2009). telah berjasa dan memberi andil atas
Hasil penelitian PLS untuk hipotesis kepastian masa depan karier mereka.
ketiga yaitu EE berpengaruh terhadap QWL juga memiliki pengaruh positif yang
kinerja karyawan, diperoleh hasil positif dan signifikan terhadap Kinerja karyawan yang
signifikan. Dengan kalimat lain, semakin memberikan arti bahwa dengan QWL yang
baik tingkat EE yang dicerminkan melalui meningkat, maka kinerjapun akan turut serta
indikator penunjukan sikap positif dan mengalami peningkatan, sebaliknya tanpa
bangga terhadap organisasi, kepercayaan suatu QWL yang baik, maka akan sangat
terhadap hasil produk/layanan organisasi, sulit mengharapkan terwujudnya kinerja
persepsi bahwa organisasi memberi yang tinggi
kesempatan kepada karyawan untuk EE ternyata memiliki pengaruh yang
berkinerja dengan baik dan kesediaan untuk sangat besar terhadap kinerja karyawan
bertindak dengan rendah hati dan menjadi karena bila para pegawai atau karyawan
anggota tim yang baik serta pemahaman telah sangat engaged dengan seluruh
yang luas akan pekerjaan dan kesediaan organisasi dan komponennya (termasuk
memenuhi apa yang menjadi kebutuhan pimpinan dan sesama karyawannya)
dari pekerjaan, akan semakin meningkatkan yang ada maka dapat dipastikan kinerja
kinerja karyawan yang dicerminkan melalui merekapun akan meningkat. Sebagaimana
tingginya kualitas kinerja, profesionalisme diketahui bahwa Engagement tidak hanya
dan kapasitas kinerja, kompetensi strategis melibatkan keterikatan fisik semata terhadap
dan teknis pekerjaan yang memadai untuk organisasi tetapi juga melibatkan aspek pola
menyelesaikan pekerjaan serta ketepatan pikir (pattern of mind), emosional (emotional),
penyelesaian pekerjaan. Hasil penelitian sikap mental (mental attitude) atau yang
ini sesuai dengan penelitian yang pernah menurut Konrad bahwa Engagement terdiri
dilakukan oleh Endres dan Smoak (2008) dari totalitas aspek kognitif, emosional dan
dan Schmith (2004). perilaku secara holistik dan simultan.
Untuk meningkatkan QWL, harus cukup
SIMPULAN DAN SARAN besar trust in the workplace, kepercayaan
QWL memiliki pengaruh positif yang itu meliputi antara lain kepercayaan kepada

Pendekatan Engagement………. (Astrid Yuniar Nurbaity dan Heru Sulistyo) 55


organisasi atau lembaga, kepercayaan lembaga tersebut mampu memberikan
terhadap Pimpinan, sekaligus menjadikan kepastian karier karyawannya. Pimpinan
dirinya pantas untuk diteladani oleh harus membina dan mempertahankan
para karyawan, kepercayaan terhadap kepercayaan di antara karyawannya, dengan
sesama karyawan, visi, misi dan program modal saling percaya itu, akan tercipta QWL
kelembagaan dan kepercayaan bahwa yang sehat, dinamis dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, Louis A. (1958), Management and Organization, McGraw-Hill, Education International


Book Company, USA
Alex S. Nitisemito, (2000), Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed. 3,
Ghalia Indonesia, Jakarta
Arifin, Nur, (1999), Aplikasi konsep Quality of Worklife (QWL) dan Upaya Menumbuhkan
Motivasi Karyawan berkinerja Unggul. Usahawan No. 10 Th. XXVIII.
Baldauf Artur, W. David. Cravens and Piercy F. Nigel, (2001), “Examining Business Strategy
Sales Management, and Salesperson Antecedents of Sales, Organization Effectivenes”.
Journal of Personal Selling & Sales Management, Vol. XXI. No. 2. pp. 109-122.
Baron, R.A., and J. Greenberg, (1990), “Behavior in Organization : Understanding and Managing
The Human Side of Work”, Third Edition. Toronto : Allyn and Bacon.
Bates, R.M. (2004), Getting Engaged. HR Magazine, Vol. 49, No.2, pp.44-51
Baumruk, R. (2004), The missing link: the role of employee engagement in business success.
Workspan, Vol. 47, pp.48-52
Baumeister, R. F., & Leary, M.F. (1995), The need to belong: Desire for interpersonal attachments
as a fundamental human motivation. Psychological Bulletin, 117(3), 497.
Bernadin and Russel, Joice E.A. (1993), Human Resources Management, An Experiential
Approach. By McGraw-Hill, Inc. Newyork, USA
Cascio, Wayne F. (1989), Managing Human Resource. Productivity, Quality of Worklife, Profit.
Second Edition. McGraw-Hill, Inc. Singapura.
Chusway, Barny, (2002), Human Resource Management. Jakarta. PT Gramedia.
Dessler. G, (2000), Human Resources Management, Precentice Hall Inc, New Jersey.
Endres, G.M dan Smoak, L.M. (2008), The human resource craze: human improvement and
employee engagement. Organization Development Journal, Vol.26, No. 1
Filippo B. Edwin, (1983), Personal Management. Sixth Edition. McGraw-Hill. International Book
Company, USA
Fisher, C.D., Schoenfeldt, L.F., dan Shaw, J.B. (2006), Advanced human resource management.
Boston, MA: Houghton Mifflin Customer Publishing.
French, J. R. P., Caplan, R. D., & Van Harrison, R. (1982), The mechanisms of job stress and
strain. New York: Wiley.
Ghozali, Imam (2006), Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least
Square (PLS), Badan Penerbit Undip
Harter, J.K., Schmidt, F.L., dan Hayes, T.L. (2002), Business-unit level relationship between
employee satisfaction, employee engagement, and business outcomes: a meta-analysis.
Journal of Applied Psychology, Vol.87, pp.268-79
Harter, James K., Frank L. Schmidt, and Corey L. M. Keyes, (2003), “Well-Being in the Workplace
and its Relationships to Business Outcomes”. Flourishing: the Positive Person and the

56 EKOBIS Vol.14, No.2, Januari 2013 : 44 - 58


Good Life: 205–244. doi:10.1037/10594-009.
Isen, A. M. (1987), Positive affect, cognitive processes, and social behavior. In L. Berkowitz
(Ed.), Advances in experimental social psychology (Vol. 20, pp. 203-253). San Diego,
CA: Academic Press.
Indriantoro, Nur. Bambang Supomo, (2002), Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akutansi dan
Manajemen. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
Kahn, W.A. (1990), Psychological conditions of personal engagement and disengagement at
work. Academy of Management Journal, Vol. 33, pp.692-724
Konrad, Alison M. (2006), “Engaging Employees through High-Involvement Work Practices”.
Ivey Business Journal.
http://web.ebscohost.com/ehost/pdf?vid=54&hid=120&sid=5d29fefe-0913-49de-82b6-
9b95ee1a4f09%40sessionmgr105. diakses pada 3 Maret 2010
Kriyantono, Rachmat, (2008), Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada, Media
Group. Jakarta.
Luthans dan Peterson, (2002), Employee Engagement and Manager Self-efficacy: Implication
for Managerial effectiveness and development. Journal of Management Development,
Vol. 4, No.5.
Mangkunegara, Anwar P. (2003), Perencanaan & Pengembangan Sumberdaya Manusia,
Bandung : Refika Aditama.
Mathis. Robert L., dan John H. Jackson, (2000), Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit
Salemba Empat.
Meyer, JP. & Allen, NJ. (1991), A three component conceptualization of organizational
commitment. Human Resource Management Review, 1, 61-89.
Minner, John B. (1998), Industrial and Organizational Psychology. Mc Graw Hill. International
Edition.
Paul. F. Buller, (1995), Successful Partnerships : HR and Strategic Planning at Eight Top Firms,
Academy of Management Executive, Vol9. No.2
Paradise, A. (2008), Influences engagement. T & D, pp. 54-59
Pieter J. Kriel, (2007), The relationship of morality, ethics and justice to Quality of Work-Life.
Presented at the 8th Annual Conference on Quality of Life, Deakin University, Melbourne,
Victoria, Australia.
Rahmatullah, andi (2003), Kedisiplinan dan Ketegasan, Bandung, FE Uninus
Richman, A. (2006), Everyone wants an engaged workforce how can you create it?. Workspan,Vol.
49, pp.36-9
Robins. Stephen P. (1995), ¨Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi¨, PT. Prehallindo,
Jakarta.
Robinson D, Perryman S, Hayday S. (2004), The Drivers of Employee Engagement,. Report
408, Institute for Employment Studies, ISBN: 978-1-85184-336-7.
Schaufeli, W.B., and Buunk, B.P. (1996), Profesional Burnout, Handbook of Work and Health
Psychology., Schabracq, M.J. Winnubst, J.A.M., Cooper, C.L. ( Editor ). Chichester : John
Wiley and Sons Ltd.
Schaufeli, W.B., dan Bakker,A.B. (2004), Job demands, job resources, and their relationship
with burnout and engagement: a multi-sample study. Journal of Organizational Behavior,
Vol. 25, pp.293-315
Schultz, D.P., and Schultz, S.E. (1994), Psycology and Work Today : an Introduction to Industrial
an Organizational Psycology. Sixth Edition, New York : Macmillan Publishing Company.
Sedarmayanti, (2001), Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju,
Bandung

Pendekatan Engagement………. (Astrid Yuniar Nurbaity dan Heru Sulistyo) 57


Skinner, E. A., Wellborn, J. G., & Connell, J. P. (1990), What it takes to do well in school and
whether I’ve got it: A process model of perceived control and children’s engagement and
achievement in school. Journal of Educational Psychology, 82, 22.
Suryadi Perwiro Sentono (2001). Model Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia, Asia
dan Timur Jauh, Bumi Aksara, Jakarta
Sulistyantini, S.R. (1997), Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Burnout pada Perawat di
Rumah Sakit Angkatan Laut Jakarta Pusat. Hasil Penelitian ( tidak diterbitkan). Jogjakarta:
Fakultas Psikologi, UGM.
Titin ekowati, (2009), Quality of Work Life : Upaya Antisipasi Stress di Tempat Kerja. Jurnal,
published in www.um-pwr.ac.id
Werther, William B. JR. and Davis, Keith, (1996), Human Resources and Personal management.
Fifth Edition. McGraw-Hill, Inc Boston, USA
http://en.wikipedia.org/wiki/Employee_engagement diakses pada 31 Maret 2010
The State of Employee Engagement 2008 Asia-Pacific Overview http://blesshing white.com
diakses pada 2 Maret 2010
http://www.employment-studies.co.uk/summary/summary.php?id=408 Employee Engagement
in the Public Sector: A Review of Literature ISBN 07559 66141 diakses pada 25 Maret
2010
http://www.siescoms.edu Employee Engagement Working paper series diakses pada 25 Januari
2010
http://media.gallup.com/documents/whitePaper--Well-BeingInTheWorkplace.pdf. diakses 21
April 2010
CIPD Staff (2008). “Employee Engagement”. CIPD.
http://www.cipd.co.uk/subjects/empreltns/general/empengmt.htm. diakses 22 April 2010

58 EKOBIS Vol.14, No.2, Januari 2013 : 44 - 58

Anda mungkin juga menyukai