KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Thalasemia berasal dari kata yunani,yaitu thalassa yang berarti laut.yang dimaksud
laut tersebut adalah laut tengah,karena penyakit ini mula-mula ditemukan di sekitar laut
tengah.Thalasemia merupakan kelainan genetic yang ditandai oleh penurunan atau tidak
adanya sintesis atau beberapa rantai polipeptida globin.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi
satu jenis rantai polipeptida terganggu.secara garis besar sindrom thalasemia dibagi dalam
dua golongan besar yaitu jenis alfa dan beta sesuai kelainan berikutnya produksi rantai
polipeptida.thalasemia berbeda dengan abnormal.pada thalasemia letak salah satu asam
amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino
lainnya.Gabungan antara thalasemia dengan Hb abnormal mungkin berupa Hb S,Hb C,Hb
D dan Hb E yang terakhir ini sering terdapat diindonesia.
Deskripsi klinis dibuat untuk membagi sindrom ini dalam beberapa tingkatan
menurut beratnya penyakit atau gejala klinis dan prognosis: Thalasemia mayor,thalasemia
minor,intermedia,minimal,dan sebagainya.pada waktu itu belum diketahui dengan jelas
penyebabnya.Perkembangan ilmu biologi molekuler analisis restriction endonuclease
dapat mengungkapkan patofisiologi sindrom thalasemia dengan dalam efek genetic
molecular.
Thalasemia adalah kelainan congenital,anomaly pada eritropoesis yang diturunkan
diman hemoglobin dan eritrosit sangat kurang,oleh karennya akan terbentuk eritrosit yang
relative mempunyai fungsi yang sedikit berkurang .Thalasemia merupakan kelompok
kelainan genetic heterogen yang timbul akibat berkurangnnya kecepatan sintesis rantai
alpha atau beta.
Penderita thalasemia tidak mampu memproduksi salah satu dari protein tersebut
dalam jumlah yang cukup,sehingga sel darah merahya tidak terbentuk dengan
sempurna,akibatnya hemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah yang
cukup.Hal ini mengakibatkan anemia yang dimulai sejak usia anak-anak hingga
sepanjang hidup penderitanya. Thalasemia diturunkan oleh orang tua yang carrier kepada
anaknya.Sebagai contoh,jika Ayah dan Ibu memiliki gen pembawa sifat thalasemia
aadalah sebesar 50%,kemungkinan menjadi penderita thalasemia mayor 25 % dan
kemungkinan menjadi anak normal yang bebas thalasemia hanya 25%. (Ns.Andra Saferi
Wijaya& Ns Yessie Mariza Putri, 2013)
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah hingga umur erirosit menjadi pendek (kurang dari
100 hari). Thalamesia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif,secara molekuler di bedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan
secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor. (Padila, 2013)
B. Etiologi
Thalasemia alfa disebabkan oleh delesi gen (terhapus karena kecelakaan genetic)
yang mengatur produksi tetramer globin,sedangkan pada thalasemia beta Karena adanya
mutasi gen tersebut. Individu normal yang mempunyai 2 gen alfa yaitu alfa thal 2 dan alfa
thal 1 terletak pada bagian pendek kromoson 16 (aa/aa).hilangnya 1 gen tidak
memberikan gejala klinis sedangkan hilangnya 2 gen hanya memberikan menifestasi
ringan atau tidaj memberikan gejala klinis yang jelas.Hilangnya 3 gen ( penyakit Hn H)
memberikan anemia moderat dan gambran klinis thalasemia alfa intermedia.Afinitas Hb
H terhadap oksigen sangat terganggu dan destruksi eritrosit lebih cepat.Delasi ke 4 gen
alfa (homosigot alfa thal 1,Hb Barts ihydrops fetails) adalah tidak kompatibel dengan
kehidupan akhir inta-uterin atau neonatal,tanpa transfuse darah.
Gen yang mengatur produksi rantai beta terletak disisi pendek kromosom 11. Pada
thalasemia beta,mutasi gen disertai berkurangnya produksi mRNA dan berkurangnya
sintesis globin dengan struktur normal.Dibedakan 2 golongan besar thalasemia beta:
1. Ada produksi sedikit rantai beta (tipe beta plus)
2. Tidak ada produksi rantai beta (tipe beta nol). (Ns.Andra Saferi Wijaya& Ns Yessie
Mariza Putri, 2013)
C. Manifestasi Klinis
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anorexia
5. Diare
6. Sesak napas
7. Pembesaran limfa dan hepar
8. Ikteri ringan
9. Penipisan kortex tulang panjang, tangan dan kaki
10. Penebalan tulang kranial. (Ns.Andra Saferi Wijaya& Ns Yessie Mariza Putri, 2013)
D. Patofisiologi
Pathways
limfadenopati bentukan Hb
Anemia Hemolisis
Fibrosis Hemolisis
F. Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat memperbaiki pembentukan
sel sabit, karena itu pengobatan secara primer ditujukan untuk pencegahan dan
penunjang.
1. Pencegahan, kerena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan
ditekankan pada pencegahan infeksi, deteksi dini, dan pengobatan segara setiap ada
infeksi. Vaksin terhadap pneumokok harus deberikan secara profilaktik karena vaksin
ini dapat mennurunkan insiden infeksi pneumokok
2. Pemberian antibiotic dan hidrasi yang cepat dengan dosis yang benar
3. Pemberian oksigen hanya difokuskan bila klien mengalami hipoksia
4. Pemberian tambahan asam folat setiap hari diperlukan untuk mengisi kekurangan
folat dalam tempat simpanan yang disebabkan oleh adanya hemolisis kronis
5. Analgestik dan sedative dapat menghentikan atau mengurangi lama dan beratnya
krisis
6. Transfuse hanya di perlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitik, transfuse
juga diperlukan selama kehamilan
7. Dukungan keluarga. Sering timbulnya krisis dapat memengaruhi kualitas hidup klien
dan keluarganya. Klien sering kali cacat kerena adanya nyeri berulang yang kronis
dan adanya kejadian-kejadian obstruksi pada pembuluh darah. Pada kelompok klien
ini terdapat insiden yang tinggi terhadap ketergantungan obat, terdapat juga insiden
yang tinggi atas sulitnya mengikuti sekolah atau melakukan pekerjaan. Pendidikan
dan bimbingan yang terus menerus, termasuk bimbingan genetic, penting difokuskan
untuk pencegahan d an pengobatan penyakit sel sabit. (Muttaqin, 2009)
G. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang
berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi,
sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung
dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan,
kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. (Ns.Andra Saferi
Wijaya& Ns Yessie Mariza Putri, 2013)
BAB II
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas : nama ,umur,alamat,diagnose medis,tanggal mrs,keluarga yang dapat
dihubungi, RM
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Anoreksia , lemah, diare, demam, anemia, icterus ringan, bb menurun, perut
membuncit, hepatomegaly, dan spenomegalik
2) Riwayat kesehatan dulu
Apakah klien pernah mengalami anemia
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya salah satu anggota keluarga pernah mengalami penyakit yang sama.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum ;
Tingkat kesadaran : compos mentis, apatis atau koma
TTV : peningkatan pada sistolik, suhu stabil dan nafas pendek
2) Kepala dan rambut : biasanya normal
3) Muka/ wajah :
Wajah seperti mongoloid
Pada mata : konjungvita anemis dan sclera ikterik
Pada bibir sianosis
4) Torak/dada
Paru : nafas pendek, takipnea, ortopenea, dan dispenea
Jantung : bunyi jantung mur-mur sistolik
5) Leher
Tidak ada pembahasan KGB
6) Abdomen
Adanya pembesaran hati dan limfa serta nyeri abdomen
7) Ekstermitas
Perubahan pada tulang ; penipisan korteks tulang punggung
8) Kulit
Warna pucat, terdapat koreng pada tungkai
9) Genetalia
Perubahan pada seks skunder
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Biasanya terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang lambat. (Ns.Andra Saferi
Wijaya& Ns Yessie Mariza Putri, 2013)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk
menghantarkan oksigen/zat nutrisi ke sel.