Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIPOID DI


RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT TK.II PELAMONIA

Oleh :

LIFIAH NUR

NH0117066

CI Lahan CI Institusi

(...................................) (...................................)

NIP/NIDN NIP/NIDN

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

NANI HASANUDDIN MAKASSAR

2019
LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM TIPOID

1.1 Konsep Penyakit/Kasus


1.1.1 Definisi Kasus
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut
yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam
sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch
dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang
terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Apriyadi E, 2018).
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri
ditandai dengan demam insidious yang berlangsung lama, sakit kepala yang
berat, badan lemah, anoreksia, dan bradikardi. (Dr. H. Masriadi, 2017).
1.1.2 Etiologi
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri
Gram-negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora,
fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari
oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid
faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic (Nurarif
& Kusuma, 2015).
1.1.3 Patofisiologi
Penularan salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yaitu
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Finger (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Kuman salmonella masuk melalui
mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus yang melepaskan zat pirogen dan
menimbulkan infeksi. Infeksi ini bisa merangsang pusat mual dan muntah di
medulla oblongata dan akan menskresi asam lambung berlebih sehingga
mengakibatkan mual dan timbul nafsu makan berkurang. Apabila nafsu makan
berkurang maka terjadi intake nutrisi tidak adekuat dan terjadi perubahan
nutrisi. Selain itu juga kuman yang masih hidup akan masuk kejaringan limfoid
dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke
peredaran darah (bakterimia primer) dan menuju sel-sel retikuloendotelial, hati,
limfa dan organ-organ lainnya. (Dr. H. Masriadi, 2017).
1.1.4 Manifestasi Klinis
a. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
b. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak bertentangan
akan menyebakan syok, stupor dan koma
c. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
d. Nyeri kepala, nyeri perut
e. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
f. Pusing, bradikardi, nyeri otot
g. Batuk
1.1.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan
leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula
ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung
jenis leukosit demam typhoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
b. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi
hasil negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Telah mendapat terapi antibiotik.
2. Volume darah yang timbul kurang.
3. Riwayat vaksinasi.
c. Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita tersangka typhoid yaitu :
1. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H (flagella kuman).
3. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan.
Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
1. Pengobatan dini dengan antibiotik.
2. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
3. Waktu pengambilan darah.
4. Darah endemik atau non endemik.
5. Riwayat vaksinasi.
6. Reaksi anamnestik.
7. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang
dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
1.1.6 Penatalaksanaan
1. Non farmakologi
a. Bed rest
b. Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan kahirnya nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah
serat.
2. Farmakologi
a. Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau IV selama 14 hari.
b. Bila ada kontraindikasi kloamfenikol diberikan ampisilin dengan dosis
200mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intarvena saat
belum dapat minum obat selama 21 hari atau amokcisilin dengan dosis
100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 hari. Pemberian oral/intravena
selama 21 hari kontrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 2-3 kali pemberian oral selama 14 hari.
c. Pada kasus berat dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50
mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sekali
sehari, intarvena selama 5-7 hari.
d. Pada kasus yang diduga megalami MDR, maka pilihan antibiotika
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
1.2 Rencana Keperawatan
1.2.1 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Hipertermi
b. Gangguan Pola Tidur
c. Resiko ketidakseimbagan cairan

1.2.2 Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC SIKI

- Pantau hidrasi(turgor - Identifikasi


penyebab
kulit, kelembapan hipertermia
membran mukosa) - Monitor suhu
tubuh
- Pantau tekanan - Sediakan
darah,denyut nadi, dan lingkungan yang
dingin
1 Hipertermi frekuensi pernapasan - Anjurkan tirah
- Kaji ketatapan jenis baring
- Kolaborasi
pakaian yang pemberian cairan
digunakan, sesuai elektrolit
intravena (bila
dengan suhu perlu)
lingkungan
- Atur posisi klien yang
dia sukai
- Pengaturan
- Motivasi melakukan
posisi
ROM aktif atau pasif
2 Gangguan Pola Tidur - Manajemen
- Atur suhu lingungan
lingkungan
yang sesuai
- Terapi aktivitas
- Ganti pakaian secara
berkala
- Berikan perawatan
kulit dibagian edema - Pencegahan

- Berikan makanan infeksi


Resiko
tinggi kalori dan tinggi - Manajemen
3 ketidakseimbangan
protein nutrisi
cairan
- Berikan obat-obatan - Terapi

melalui IV dan intravena

monitor reaksi obat


DAFTAR PUSTAKA

Amina Huda Nurarif, S. N., & Hardi Kusuma, S. N. (2015). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda Ni-Noc. Yogyakarta:
Medication publishing.

Apriadi E, & Sarwili Indri. 2018. Perilaku Hygiene Seseorang dengan Kejadian
Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia.

https://id.scribd.com/doc/311110353/Lp-Thypoid-Anak

https://www.academia.edu/31676390/Thypoid

https://thepoohaskepthypoid.blogspot.com/2013/11/demam-thypoid.html?m=1

Masriadi, S. S. (2017). Epidemologi Penyakit Menular. Depok: PT Rajagrafindo


Persada

Anda mungkin juga menyukai