Anda di halaman 1dari 4

Kasus Epilepsi Kejang Umum Tonik Klonik

Seorang laki-laki 22 tahun menemui dokter 4 hari setelah mengalami kejang umum
tonik klonik di kostannya. Kejang terjadi 5 menit menurut teman kostnya. Dia terlihat
bingung dan tidur setelah kejang. Pemeriksaan fisik normal. Hasil MRI ada sclerosis
di lobus temporal kanan. EEG menunjukkan gelombang tinggi pada fronto-temporal.

Selama di klinik, dia mengatakan kehilangan kesadaran singkat dalam beberapa


periode sebelumnya dan terjadi pertengahan tahun lalu dan sekarang terjadi 2-3 hari
setiap minggu.

Apa informasi untuk menentukan terapi farmakologi ?


Apa terapi farmakologi pasien, apa efek samping yang harus diamati ?
Tiga bulan kemudian kejangnya berhenti dan tidak meracau lagi.
Apakah terapi di adjustment dan atau dihentikan ?

Penyelesaian kasus
1. Identitas pasien
Seorang laki-laki 22 tahun menemui dokter 4 hari setelah mengalami kejang
umum tonik klonik di kostannya. Kejang terjadi 5 menit menurut teman kostnya.
Dia terlihat bingung dan tidur setelah kejang.
2. Riwayat pasien
Pasien kehilangan kesadaran singkat dalam beberapa periode sebelumnya dan
terjadi pertengahan tahun lalu dan sekarang terjadi 2-3 hari setiap minggu. Hasil
MRI ada sclerosis di lobus temporal kanan. EEG menunjukkan gelombang tinggi
pada fronto-temporal.
3. Permasalahan
Status epilepticus (SE) didefinisikan sebagai kejang terus menerus yang
berlangsung setidaknya lima menit atau dua atau lebih kejang terpisah di antaranya
ada pemulihan kesadaran yang tidak lengkap. Karena pasien telah mengalami tiga
kali kejang dalam waktu selama 5 menit dan tidak sadarkan diri, kondisinya yang
sekarang memenuhi definisi ini. Pasien mengalami SE kejang umum; ini adalah
tipe yang paling umum dan berhubungan dengan risiko terbesar kerusakan fisik
dan neurologis. SE juga dapat dikarakteristikkan dengan kejang nonconvulsive
yang menghasilkan keadaan terus-menerus dari gangguan kesadaran, atau dengan
kejang parsial (dengan atau tanpa gangguan kesadaran).
Hasil pemeriksaan EEG menunjukkan gelombang tinggi yang abnormal pada
fronto-temporal yang berfungsi dalam tingkah laku, proses berfikir, perhatian
berfikir kreatif, emosi, intektual, inisiatif, mengkoordinasi penggerakan,
penciuman, pergerakan otot, keahlian motoric.
4. Tatalaksana terapi
a. Terapi farmakologi
Pemberian obat antikonvulsan efektif dan cepat secara intravena harus dimulai
sesegera mungkin untuk menghentikan aktivitas kejang pasien. Pengobatan
lebih efektif untuk menghentikan kejang semakin cepat diberikan. Pengobatan
IM atau rektal tidak dianjurkan sebagai pengobatan awal kecuali jika akses IV
tidak memungkinkan. Obat IM tidak mungkin diserap dengan cukup cepat
untuk mencapai konsentrasi SSP yang diperlukan untuk menghentikan kejang
status.
Lorazepam 0,1 mg/kg diberikan intravena pada 2 mg/menit akan menjadi terapi
awal yang sesuai untuk pasien. Lorazepam dapat menyebabkan iritasi vena
yang signifikan, dan harus dilakukan pengenceran dengan volume yang sama
dari larutan salin normal atau air untuk injeksi sebelum pemberian IV.
Lorazepam dapat diulang setelah 5 menit jika aktivitas kejang tidak berhenti.
Efek samping yang paling umum setelah pemberian benzodiazepine IV adalah
sedasi, hipotensi, dan henti pernapasan. Efek samping ini biasanya berumur
pendek dan ketika fasilitas yang memadai tersedia untuk dibantu dan pemberian
cairan, mereka biasanya dapat dikelola tanpa risiko besar bagi pasien. Depresi
pernapasan terjadi paling umum pada pasien yang menerima beberapa obat IV
untuk kontrol SE.
Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE pertama (lorazepam IV) tidak
dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah
mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.
Pasien yang mengalami kejang umum tonik-klonik dengan jangka panjang
dapat diberikan OAE kedua yang menjadi pilihan adalah asam valproat. Dosis
valproat dewasa 500-1000 mg per hari diberikan 2-3x per hari IV.
Asam valproat telah digunakan klinis untuk pengobatan epilepsi selama lebih
dari 40 tahun dan, sampai tahun 1990-an, telah menjadi satu-satunya obat
dengan spectrum yang sangat luas dari aktivitas terhadap jenis kejang yang
berbeda, baik umum dan fokus. Asam valproat merupakan pilihan sebagai
monoterapi dari kejang tipe tonikklonik. Pada studi percobaan asam valproat
mendapat kategori +C yaitu sangat mungkin pada penderita eplepsi bangkitan
tonik klonik. Valproat bekerja di excitatory synapse, menghambat voltage-
gated Na+ channel sehingga menghambat terjadinya depolarisasi dan memblok
sustained high-frequency repetitive firing suatu neuron.
b. Terapi non farmakologi
Selain dengan terapi menggunakan obat, dapat pula dilakukan terapi
nonfarmakologi. Terapi non-farmakologi untuk epilepsi meliputi:
1) Pembedahan
Merupakan opsi pada pasien yang tetap mengalami kejang meskipun sudah
mendapat lebih dari 3 agen antikonvulsan, adanya abnormalitas fokal, lesi
epileptik yang menjadi pusat abnormalitas epilepsi.
2) Diet Ketogenik
Diet ketogenik adalah diet tinggi lemak, cukup protein, dan rendah
karbohidrat, yang akan menyediakan cukup protein untuk pertumbuhan,
terapi kurang karbohidrat untuk kebutuhan metabolisme tubuh. Dengan
demikian tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi, yang pada
gilirannya akan menghasilkan senyawa keton. Mekanisme diet ketogenik
sebagai antiepilepsi masih belum diketahui secara pasti, namun senyawa
keton ini diperkirakan berkontribusi terhadap pengontrolan kejang. Adanya
senyawa keton secara kronis akan memodifikasi siklus asam trikarbosilat
untuk meningkatkan sintesis GABA di otak, mengurangi pembentukan
reactive oxigene species (ROS), dan meningkatkan produksi energi dalam
jaringan otak. Selain itu, beberapa aksi penghambatan syaraf lainnya adalah
peningkatan asam lemak tak jenuh ganda yang selanjutnya akan
menginduksi ekspresi neural protein uncoupling (UCPs), meng-upregulasi
banyak gen yang terlibat dalam metabolisme energi dan biogenesis
mitokondria. Efek-efek ini lebih lanjut akan membatasi pembentukan ROS
dan meningkatkan produksi energi dan hiperpolarisasi syaraf. Berbagai efek
ini secara bersama-sama diduga berkontribusi terhadap peningkatan
ketahanan syaraf terhadap picuan kejang.
5. Konseling Informasi dan Edukasi (KIE)
- Memberikan informasi tentang obat kepada keluarga dan pasien
- memberikan informasi kepada pasien untuk menghindari factor pencetus
bangkitan
- mengontrol terjadinya bangkitan (Terdapat minimal 2 bangkitan dalam satu
tahun)
- Memberikan informasi, intruksi dan peringatan kepada pasien tenteang efek
terapi obat dan efek samping yang timbul selama pengobatan.

6. Monitoring
- Memonitoring efek terapi dan efek samping dari obat
- Memonitoring kambuhnya kejang
- Memonitoring bangkitan yang terjadi
- Serta monitoring terapi non farmakolgi.

Anda mungkin juga menyukai