BLOK RESPIRASI
KEL 2
PRODI KEDOKTERAN
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyusun laporan ini untuk memenuhi dan melengkapi
salah satu kewajiban kami dalam Sistem Respirasi. Dalam laporan ini kami membahas
mengenai diskusi dalam Modul Dasar-Dasar Sistem Respirasi.
Laporan ini disusun berdasarkan pengkajian penyusun terhadap berbagai sumber buku dan
studi kepustakaan para ahli serta kemampuan penyusun dalam menyusun laporan. Pada
kesempatan ini, kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Risky A, Sp. P yang
telah memfasilitasi kegiatan tutorial.
Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini. Kami menyadari bahwa dalam penyajian dan
pembahasan materi laporan yang kami susun ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
kesempurnaan penulisan laporan ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih. Semoga laporan mengenai Modul Dasar-Dasar
Sistem Respirasi ini dapat bermanfaat.
Daftar Isi
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Tujuan Penulisan
BAB II ISI
2.1. Skenario
2.7. Pertanyaan
2.8. Pembahasan
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Lampiran
BAB I PENDAHULUAN
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang konsep-
konsep dasar Anatomi, Histologi, Fisiologi dan Biokimia Sistem Respirasi, sehingga dapat
menjelaskan Peran Sistem Respirasi pada manusia sehat dan yang mengalami gangguan
sistem respirasi.
1.1. Menyebutkan bagian-bagian dinding toraks: Tulang, otot dan selaput yang
membungkus paru
2.2. Menjelaskan tentang struktur dan fungsi sel-sel dari masing-masing organ
respirasi
2.1 Skenario
Skenario 1
Nina, perempuan, usia 20 tahun, bersama adiknya Tino, laki – laki usia 17 tahun pergi ke
senayan untuk olah raga lari pagi.
Setelah berlari sekitar 200 langkah, Nina sudah lelah dan nafasnya terengah – engah (cepat
dan dalam), sedangkan Tino masih dapat berlari dengan santai.Nina memang tidak biasa
berolah raga dan kebetulan pagi itu ia sedang kurang sehat dan sering bersin.
Perempuan, 20 th
Laki-laki, 17 th
7. Jelaskan kenapa Nina pada saat berlari merasa cepat lelah dan napasnya terengah
engah setelah 200 langkah?
8. Jelaskan kenapa Tino masih bisa berlari santai setelah 200 langkah?
2.6 Pembahasan
1. Definsi Respirasi
Respirasi adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara atmosfer dan sel tubuh,
meliputi ventilasi (inspirasi dan ekspirasi), difusi oksigen dari alveolus ke darah dan karbon
dioksida dari darah ke alveolus, serta transport oksigen ke sel tubuh dan karbon dioksida dari
sel tubuh.
Anatomi
• Lubang hidung
• Sinus
• Faring
• Laring
• Trakhea
• Bronkus
• Bronkiolus
Cavum Nasalis
Histologi
Bagian konduksi terletak baik di luar maupun dalam paru, memiliki fungsi selain merupakan
saluran udara, juga menyaring benda-benda berbentuk yang terdapat di dalam udara
(inspirasi), membasuh dan melembabkan udara serta menghangatkan/menyejukkan udara,
tergantung suhu udara sekeliling.
Respiratorik (tempat berlangsungnya pertukaran gas) terdapat didalam paru, yang terdiri atas
bronkiolus respiratorius, ductus alveolaris dan alveoli.
Pada bagian konduksi hampir seluruh bagian dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia sel
goblet.
4. Sel basal.
Rongga Hidung
Terdiri atas vestibulum dan fossa nasalis luar/vestibulum bagian paling anterior dan paling
lebar terdapat banyak kelenjar sebasea dan keringat dan vibrisa (rambut). Epitel berlapis tidak
bertanduk dalam/fosanasalis (kavum nasi), dua bilik kavernosa dan dipisahkan oleh septum
nasi, dinding lateral tonjolan tulang konka (superior, inferior, media).
• Konka media dan konka inferior ditutupi oleh epitel respirasi
Sel penyokong berbentuk silindris, tinggi ramping, Inti sel lonjong terletak di
tengah, dan lebih superfisial dari inti sel sensorik
Sel basal berbentuk kerucut, kecil, dengan inti berbentuk lonjong, gelap dan
tonjolan sitoplasma bercabang, terletak di antara sel-sel penyokong di bagian dasar
Sel olfaktorius diantara sel-sel penyokong, sel bipolar dengan sebuah badan sel,
sebuah dendrit yang menonjol ke permukaan, dan sebuah akson yang masuk lebih
dalam ke lamina propria.
Faring (naso-oro)
Nasofaring adalah bagian pertama faring, yang berlanjut sebagai orofaring ke arah kaudal,
yaitu bagian posterior rongga mulut. Dilapisi oleh epitel respiratorik pada bagian yang
berkontak dengan palatum mole. Orofaring dilapisi epitel selapis gepeng
Laring
merupakan bagian yang menghubungkan faring dan trakea. Pada lamina propia (bagian dari
mukosa) terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang
mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara (epiglottis) yang merupakan
juluran dari tepian laring yang disusun oleh sel epitel selapis gepeng dan sel silindris
Trakea
Merupakan saluran kaku yang panjangnya 10 – 12 cm dan bergaris tengah 2 – 2,5 cm. Trakea
mempunyai dinding relatif tipis, lentur, dan berkemampuan untuk memanjang saat bernafas
dan gerakan badan.
Bronkus
Bercabang-cabang dengan setiap cabang yang mengecil diamemter sekitar 5 mm. mukosa
bronkus besar secara structural mirip dengan ,ukosa trakea, kecuali susunan kartilago dan otot
polosnya, lamina propia mengandung serat elastin dan kelenjar serosa dan mukosa.
Bronkiolus
Jalan nafas intralobular berdiameter 5 mm atau kurang, terbentuk setelah generasi kesepuluh
percabangan dan tidak memiliki kartilago maupun kelenjar dalam mukosa. Tidak punya sel
goblet, ada otot polos yang tebal, bronkiolus epitelnya bertingkat silindris bersilia, ada sel
clara, punya banyak otot elastis.
Bronchiolus Respiratorius
Pada dinding bronkiolus respiratorius diselingi oleh alveolus tempat terjadinya pertukaran
gas.
Bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel selapis kubis yang dilanjutkan dengan epitel
selapis gepeng.
Duktus Alveolaris
Duktus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Pada
dindingnya mengandung banyak alveolus.
Sakus alveolaris adalah sekelompok alveoli yang bermuara ke dalam suatu ruangan.
Alveoli bentuknya polihedral atau heksagonal. Masing masing alveolus dilapisi epitel selapis
gepeng yang sangat halus tapi sempurna.
Pada potongan tipis dapat dilihat adanya celah pada septum sehingga memungkinkan
hubungan antara dua alvioli yang saling berdampingan
Olfactory epithelium:
Respiratory epithelium:
4. Ventilasi
~Inspirasi
Aktif karena kontraksi otot-otot pernafasan yang akan meningkatkan volume intratorakal
~Ekspirasi
Pasif karena tidak dapatkan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal
•Pertukaran gas terjadi di dalam alveoli ketika udara inspirasi masuk dan terjadi
difusi dengan pembuluh darah kapiler
•Tidak semua udara inspirasi mencapai alveoli dan berpartisipasi dalam pertukaran gas
•Volume udara pada akhir inspirasi yang tetap ada di dalam saluran nafas
5. Difusi
Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian
berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah.
Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau
mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi
walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi.
Contoh yang sederhana adalah peristiwa respirasi adanya gas yang mengalir dari
udara ke paru paru , ke alveolus dan berpidah lagi ke pembuluh darah dan berakhir ke
sel
Saluran dari trachea hingga bronchiolus itu secara pasti membuat gas gas pernafasan
akan berjalan menerus berdifusi karena perbedaan tekanan tidak mungkin berhenti
ditempat
dari sinilah keelokan Tuhan kemudian menciptakan kantung kantung kecil alveoli
agar difusi gas gas sementara bisa berhenti dan mengumpul tidak berjalan terus
karena berupa lorong
adanya alveoli sangat baik seperti terminal untuk menaik turunkan penumpang
gas pernafasan yang berhenti memungkinkan terjadinya pengikatan / berdifusi ke
dalam pembuluh darah dan memasukkan gas pernafasan ke dalam tubuh sehingga
bisa berguna
Gas gas pernafasan yang masuk dan keluar , atrium dan alveoli (kira-kira 300 juta
pada kedua paru-paru
Dinding alveoli sangat tipis, dan di antara banyak dinding itu terdapat berbagai
kapiler yang cukup kuat.
Konsekwensinya pertukaran gas antara udara alveoli dan darah volmonaris terjadi di
seluruh membrana terminal paru-paru.
kapasitas difusi yang dapat didefinisikan sebagai volume gas yang berdifusi melalui
membran
Setiap menit untuk setiap perbedaan tekanan 1 mm Hg, kapasitas difusi O2 laki-laki
muda dewasa pada waktu istirahat rata-rata 21 ml per menit per mm Hg.
Prinsip dan formula terjadinya difusi gas melalui membrana respirasi sama dengan
difusi gas melalui air dan berbagai jaringan. Jadi, faktor yang menentukan betapa
cepat suatu gas melalui membrana tersebut adalah :
ketebalan membrana
Dalam hal koefisien difusi masing-masing gas kaitannya dengan perbedaan tekanan
ternyata CO2 berdifusi melalui membrana kira-kira 20 kali lebih cepat dari O2
Dalam hal perbedaan tekanan gas, tekanan gas parsial menyebabkan gas mengalir
melalui membrana respirasi. misalnya diudara PO2 160 mmHg di Alveolus hanya 105
mmHg , maka terjadilah aliran dari udara ke alveolus , begitu seterusnya
Dengan demikian, bila tekanan parsial suatu gas dalam alveoli lebih besar
dibandingkan dengan tekanan gas dalam darah pada O2 maka terjadilah difusi O2 dari
alveoli ke arah darah
Tetapi bila tekanan gas dalam darah lebih besar dibandingkan dengan dalam alveoli
seperti halnya CO2 maka difusi terjadi dari darah ke dalam alveoli.
GRADIEN TEKANAN PARSIAL Perbedaan dalam tekanan parsial antara darah
kapiler dan struktur sekitar dikenal sebagai gradien tekanan parsial. Terdapat gradien
takanan parsial antara udara alveolus dan darah kapiler paru. Demikian juga, terdapat
gradien tekanan parsial antara darah kapiler sistemik dan jaringan sekitar. Suatu gas
selalu berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari daerah de dengan tekanan
parsial tinggi ke daerah dengan tekanan parsial yang lebih rendah, serupa dengan
difusi menuruni gradien konsentrasi.
O2 masuk dan CO2 keluar dari darah di paru secara pasif menuruni gradien tekanan
parsial. Kita pertama-tama akan membahas besar PO2 dan PCO2 alveolus, dan
kemudian melihat gradien tekanan parsial yang memindahkan kedua gas ini antara
alveolus dan darah kapiler paru yang datang.
PO2 DAN PCO2 ALVEOLUS Komposisi udara alveolus tidak sama dengan
komposisi udara atmosfer karena dua alasan. Pertama, segera setelah udara atmosfer
masuk ke saluran napas, pajanan ke saluran napas yang lembap menyebabkan udara
tersebut jenuh dengan H2O. Seperti gas lainnya, uap air menimbulkan tekanan parsial.
Pada suhu tubuh, tekanan parsial uap H2O adalah 47 mm Hg. Hum idifikasi udara
yang dihirup ini pada hakikatnya "mengencerkan" tekanan parsial gas-gas inpsirasi
sebesar 47 mm Hg karena jumlah tekanan-tekanan parsial harus sama dengan tekanan
atmosfer 760 mm Hg. Dalam udara lembap, PH2O = 47 mm Hg, PN2 = 563 mm Hg,
dan PO2 = 150 mm Hg. Kedua, PO2 alveolus juga lebih rendah daripada PO2
atmosfer karena udara segar yang masuk (setara dengan rata rata 350 mL dari bagian
volume tidal 500 mL) bercampur dengan sejumlah besar udara lama yang tersisa di
paru dan ruang mati pada akhir ekspirasi sebelumnya (kapasitas residual fungsional
paru rerata setara dengan 2200 mL). Pada akhir inspirasi, hanya sekitar 13% udara di
alevolus yang merupakan udara segar. Akibat pelembapan dan pertukaran udara
alveolus yang rendah ini, PO2 alveolus rerata adalah 100 mm Hg, dibandingkan
dengan PO2 atmosfer yang 160 mm Hg. Logis jika kita berpikir bahwa PO2
alveolus akan meningkat selama inspirasi karena datangnya udara segar dan menurun
selama ekspirasi. Namun, fluktuasi yang terjadi kecil saja, karena dua sebab. Pertama,
hanya sebagian kecil dari udara alveolus total yang dipertu- karkan setiap kali
bernapas. Volume udara inspirasi kaya-O2 yang relatif kecil cepat bercampur dengan
volume udara alveolus yang tersisa (dengan PO2 lebih rendah) yang jumlahnya jauh
lebih banyak. Karena itu, O2 udara inspirasi hanya sedikit men ingkatkan kadar PO2
alveolus total. Bahkan peningkatan PO2 yang kecil ini berukrangoleh sebab lain.
Oksigen secara terus-menerus berpindah melalui difusi pasif menuruni gradien
tekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah. O2 yang tiba di alveolus dalam
udara yang baru diinspirasi hanya mengganti O2 yang berdifusi keluar alveolus
masuk ke kapiler paru. Karena itu, PO2 alveolus relatif tetap konstan pada sekitar 100
mm Hg sepanjang siklus pernapasan. Karena P02 darah paru seimbang dengan PO2
alveolus, darah yang meninggal- kan paru juga cukup konstan pada nilai yang sama
ini. Karena itu, jumlah O2 dalam darah yang tersedia ke jaringan hanya bervariasi
sedikit selama siklus pernapasan. Situasi serupa tetapi terbalik terjadi pada CO2, yang
secara terusmenerus diproduksi oleh jaringan tubuh sebagai produk sisa meta- bolism
dan secara tetap ditambahkan ke darah di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru,
CO2 berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari darah ke dalam alveolus dan
kemudian dikeluarkan dari tubuh sewaktu ekspirasi. Seperti O2, Pco2 alveolus relatif
tetap konstan sepanjang siklus pernapasan tetapi dengan nilai yang lebih rendah yaitu
40 mm Hg.
GRADIEN PO2 DAN PCO2 MELINTASI KAPILER PARU Sewaktu melewati paru,
darah mengambil O2 dan menyerahkan CO2 dengan difusi menuruni gradien tekanan
parsial yang terdapat antara darah dan alveolus. Ventilasi secara terus-menerus
mengganti O2 alveolus dan mengeluarkan CO2 sehingga gradien tekanan parsial
antara darah dan alveolus dipertahankan. Darah yang masuk ke kapiler paru adalah
darah vena sistemik yang dipompa ke dalam paru melalui arteri-arteri paru. Darah ini,
yang baru kembali dari jaringan tubuh, relatif kekurangan O2, dengan PO2 40 mm
Hg, dan relatif kaya CO2, dengan PCO2 46 mm Hg. Sewaktu mengalir melalui
kapiler paru, darah ini terpajan ke udara alveolus (> Gambar 13-22). Karena PO2
alveolus pada 100 mm Hg adalah lebih tinggi daripada PO2 40 mm Hg di darah yang
masuk ke paru, O2 berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari alveolus ke
dalam darah hingga tidak lagi terdapat gradien. Sewaktu meninggalkan kapiler paru,
darah memiliki PO2 sama dengan PO2 alveolus, yaitu 100 mm Hg. Gradien tekanan
parsial untuk CO2 memiliki arah berlawanan. Darah yang masuk ke kapiler paru
memiliki Pco2 46 mm Hg, sementara PCO2 alveolus hanya 40 mm Hg. Karbon
dioksida berdifusi dari darah ke dalam alveolus hingga PCO2 darah seimbang dengan
PCO2 alveolus. Karena itu, darah yang meninggalkan kapiler paru memiliki PCO2
40 mm Hg. Setelah meninggalkan paru, darah, yang kini memiliki PO2 100 mm Hg
dan PCO2 40 mm Hg, kembali ke jantung dan kemudian dipompa ke jaringan tubuh
sebagai darah arteri sistemik. Perhatikan bahwa darah yang kembali ke paru dari
jaringan tetap mengandung O2 (PO2 darah vena sistemik = 40 mm Hg) dan bahwa
darah yang meninggalkan paru tetap mengandung CO2 (PO2 darah arteri sistemik =
40 mm Hg). Tambahan O2 yang dibawa oleh darah melebihi yang normalnya
diserahkan ke jaringan mencerminkan cadangan O2 yang dapat segera diambil oleh
sel-sel jaringan seandainya kebutuhan O2 mereka meningkat. CO2 yang tersisa di
darah bahkan setelah darah melewati paru berperan penting dalam keseimbangan
asam-basa tubuh karena CO2 menghasilkan asam karbonat. Selain itu, PCO2 arteri
penting untuk merangsang perna- pasan. Mekanisme ini akan dibahas kemudian.
Jumlah O2 yang diserap di paru menyamai jumlah yang diekstraksi dan digunakan
oleh jaringan. Ketika jaringan melakukan metabolis- me secara lebih aktif (misalnya
sewaktu olahraga), jaringan mengek- traksi lebih banyak O2 dari darah, mengurangi
PO2 vena sistemik lebih rendah daripada 40 mm Hg—sebagai contoh, ke PO2 30 mm
Hg. Ketika darah ini kembali ke paru, terbentuk gradien PO2 yang lebih besar
daripada normal antara darah yang baru datang dan udara alveolus. Perbedaan PO2
antara alveolus dan darah kini mencapai 70 mm Hg (PO2 alveolus 100 mm Hg dan
PO2 darah 30 mm Hg), dibandingkan gradien PO2 normal sebesar 60 mm Hg (P02
alveolus 100 mm Hg dan P02 darah 40 mm Hg). Karena itu, terdapat lebih banyak O2
yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah menuruni gradien tekanan parsial yang
lebih besar sebelum P02 darah setara dengan P02 alveolus. Penambahan transfer O2
ke dalam darah ini mengganti peningkatan jumlah O2 yang dikonsumsi, sehingga
ambilan O2 menyamai pemakaian O2 meskipun konsumsi O2 meningkat. Seining
dengan lebih banyak O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah karena
peningkatan gradien tekanan parsial, ventilasi juga dirangsang sehingga O2 lebih
cepat masuk ke dalam alveolus dari udara atmosfer untuk mengganti O2 yang
berdifusi ke dalam darah. Demikian juga, jumlah CO2 yang dipindahkan ke alveolus
dari darah menyamai jumlah CO2 yang diserap di jaringan.
6. Perfusi
Perfusi adalah sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru.
Terdapat kira-kira 6 milyar kapiler yang mengelilingi 3 juta alveoli di kedua paru,
sehingga terdapat 2000 kapiler untuk satu alveolus.
Perfusi paru dibagi menjadi 3 zona yaitu :
1. Zona 1 (apex paru)
Tekanan udara di alveolar dapat melebihi tekanan arteri dan tekanan vena sehingga
dapat menghambat perfusi
2. Zona 2 (middle paru)
Tekanan arteri melebihi tekanan alveolar tetapi tekanan alveolar tetap lebih tinggi
dibandingkan dengan tekanan vena
3. Zona 3 (basis paru)
Tekanan vena melebihi tekanan alveolar
Perfusi paru dibagi menjadi 3 zona karena dipengaruhi oleh gravitasi. Hal ini
dijelaskan dalam sifat hidrostatik kolom cairan dan hukum ohm. Gravitasi
menyebabkan aliran darah pada basis paru 10 kali lebih tinggi daripada di bagian
apeks paru pada posisi berdiri. Pada posisi berbaring distribusi aliran darah akan di
distribusikan secara merata
7. Nina pada saat berlari merasa cepat Lelah & Nafasnya terengah-engah karena
Terengah – Engah berarti irama dalam bernafas tidak stabil. Bagian yang berfungsi
mengatur irama pernafasan seseorang yakni Medulla Oblongata dan Pons Varolli.
1. Dorsal Respiratory Group (DRG)
Menentukan irama dasar pernafasan
Inisiasi inhale O2
Mengendalikan dengan cara meningkatkan dan mengatur volume paru selama
inspirasi, sehingga determinasi terengah – engah atau tidak
Dipengaruhi O2, CO2, dan pH darah dlm tubuh
2. Ventral Respiratory Group (VRG)
Inisiasi Exhale CO2
Membantu merangsang awal pernafasan
Tidak aktif saat bernafas santai (silent), hanya pada saat pernafasan paksa (force)
Pada saat berolah raga (lari), aktifitas otot menjadi banyak sehingga membutuhkan
banyak oksigen, nafas pun menjadi lebih cepat dari biasanya guna metabolisme secara
aerob. Ini menyebabkan seseorang merasa Lelah dalam ketika berolah raga.
Cepat atau lambatnya seseorang merasa Lelah, sangat tergantung dari factor eksternal,
misal, asupan makanan, minuman, latihan, lemak, dan kebiasaan. Hal ini bergantung
pada Endurance seseorang.
Endurance adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu bekerja dalam waktu yang
lama tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah melakukan aktivitas , dan
memiliki cadagan tenaga untuk melakukan aktivitas selanjutnya. Kemampuan
endurance mempengaruhi kinerja jantung dan paru – paru dari seseorang. Dan dapat
dilatih.
1. Pengendalian Volunter dari Pernapasan Sejauh ini kita telah membahas sistem
involunter untuk pengendalian pernapasan. Namun, kita semua tahu bahwa untuk
periode waktu yang singkat, pernapasan dapat diatur secara volunter, dan seseorang
dapat melakukan hiperventilasi atau hipoventilasi sedemikian besarnya sehingga
kekacauan Pco2 pH, dan Po2 yang serius dalam darah dapat terjadi.
2. Efek Reseptor Iritan pada Jalan Napas Epitel trakea, bronkus, dan bronkiolus
disuplai dengan ujung saraf sensoris, disebut reseptor iritan pulmonal, yang
terangsang oleh berbagai peristiwa. Keadaan ini menyebabkan batuk dan bersin,
seperti yang telah dibahas pada Bab 39. Hal tersebut dapat juga menyebabkan
konstriksi bronkus seperti pada penyakit asma dan emfisema.
3. Fungsi "Reseptor J" Paru Sebagian kecil ujung saraf sensoris telah dijelaskan
berada dalam dinding alveolus dalam posisi berjejer (juxtaposition) terhadap kapiler
paru oleb sebab itu namanya "reseptor J: Reseptor ini terangsang khususnya bila
kapiler paru menjadi terisi penuh dengan darah atau bila terjadi edema paru pada
kondisi seperti gagal jantung kongestif. Walaupun fungsi reseptor J tidak diketahui,
rangsangan reseptor J tersebut dapat menyebabkan seseorang merasa sesak napas.
4. Edema Otak Mendepresi Pusat Pernapasan Aktivitas pusat pernapasan dapat
ditekan atau bahkan diinaktifkan oleh edema otak akut yang timbul akibat gegar otak.
Contohnya, kepala dapat terbentur benda padat, setelah itu jaringan otak yang rusak
mengalami pembengkakan, yang menekan arteri serebral terhadap ruang kranial dan
dengan demikian menghambat suplai darah serebral secara parsial.
5. Anestesia Barangkali penyebab paling sering dari depresi pernapasan dan henti
napas adalah kelebihan dosis anestetik atau narkotik. Contohnya, natrium
pentobarbital adalah anestetik yang menekan pusat pernapasan lebih kuat daripada
obat anestetik lain, seperti halotan. Dulu, morfin dipakai sebagai anestetik, tetapi obat
ini sekarang hanya dipakai sebagai tambahan anestetik karena obat ini sangat
menekan pusat pernapasan sementara daya anestesinya terhadap korteks serebri lebih
lemah.
6. Pernapasan Periodik Suatu kelainan pernapasan yang disebut pernapasan periodik
terjadi pada beberapa keadaan penyakit. Orang bernapas dalam untuk interval waktu
yang singkat dan kemudian bernapas dangkal atau sama sekali tidak bernapas pada
interval berikutnya, siklus tersebut terjadi secara berulang-ulang. Satu tipe pernapasan
periodik, yaitu pernapasan Cheyne-Stokes, ditandai dengan pernapasan yang
bertambah dan berkurang secara perlahan-lahan, terjadi kira-kira setiap 40 sampai 60
detik, seperti yang dilukiskan.
7. MekanismeDasarPernapasanCheyne-Stokes Penyebab utama dari pernapasan
Cheyne-Stokes adalah sebagai berikut: Bila seseorang bernapas secara berlebihan,
hingga menghembuskan karbon dioksida terlalu banyak dari darah paru sementara
pada waktu yang bersamaan meningkatkan oksigen darah, keadaan ini memerlukan
waktu beberapa detik sebelum darah paru yang berubah ini dapat diangkut ke otak
dan menghambat ventilasi yang berlebihan.
8. Apnea Tidur Apnea adalah tidak adanya pernapasan spontan. Apnea kadang dapat
terjadi saat tidur normal, tetapi pada orang yang mengalami apnea tidur, frekuensi
dan durasinya sangat meningkat, dengan episode apnea yang berlangsung selama 10
detik atau lebih lama dan terjadi 300 sampai 500 kali tiap malam. Apnea tidur dapat
disebabkan oleh obstruksi jalan napas atas, khususnya faring, atau oleh gangguan
rangsang pernapasan di sistem saraf pusat.