Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PBL

MODUL DASAR-DASAR RESPIRASI

BLOK RESPIRASI

Tutor : Dr. Risky A, Sp. P

KEL 2

Taufik ismail 2018730107

Izza ihsan 2018730051

Muhammad rasyid irawan 2018730063

Siti haniwidiya 2018730103

Siti mardiana 2018730104

Annisa gholiza putri 2018730009

Rafiedah ishmah maimunah 2018730085

Ratri qirana putri s 2018730057

Shafira aulia khairunnisa 2018730077

PRODI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyusun laporan ini untuk memenuhi dan melengkapi
salah satu kewajiban kami dalam Sistem Respirasi. Dalam laporan ini kami membahas
mengenai diskusi dalam Modul Dasar-Dasar Sistem Respirasi.

Laporan ini disusun berdasarkan pengkajian penyusun terhadap berbagai sumber buku dan
studi kepustakaan para ahli serta kemampuan penyusun dalam menyusun laporan. Pada
kesempatan ini, kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Risky A, Sp. P yang
telah memfasilitasi kegiatan tutorial.

Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini. Kami menyadari bahwa dalam penyajian dan
pembahasan materi laporan yang kami susun ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
kesempurnaan penulisan laporan ini.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih. Semoga laporan mengenai Modul Dasar-Dasar
Sistem Respirasi ini dapat bermanfaat.
Daftar Isi

Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

1.2.Tujuan Penulisan

BAB II ISI

2.1. Skenario

2.2. Kata Sulit

2.3. Kata Kunci

2.6. Mind Map

2.7. Pertanyaan

2.8. Pembahasan

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran

Lampiran
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Modul ini diberikan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran semester dua yang
merupakan bagian dari pembelajaran Sistem Respirasi. Tujuan pemberian modul ini
adalah untuk melatih kemampuan mahasiswa dalam menggali ilmu dasar pada sistem
respirasi, dimana pada modul ini diberikan satu skenario yang menunjukkan suatu
gejala normal pada sistem respirasi, yang banyak ditemukan. Mahasiswa diharapkan
mendiskusikan bukan hanya pada inti masalah tapi juga semua hal yang berhubungan
dengan permasalahan tersebut, yaitu tentang anatomi, histologi, fisiologi, serta proses
biokimia yang terjadi. Sebelum menggunakan modul ini, tutor dan mahasiswa harus
membaca TIU & TIK terlebih dahulu sehingga diharapkan diskusi tidak menyimpang
dari tujuan pembelajaran dari modul serta tercapainya kompetensi yang diharapkan.
Bahan untuk diskusi dapat diperoleh dari bahan referensi. Kuliah pakar akan
diberikan setelah sidang pleno, untuk mengisi kekurangan atau yang belum terbahas,
yang diberikan oleh masing-masing dosen pemberi kuliah. Penyusun mengharapkan
modul ini dapat membantu mahasiswa dalam patomekanisme dan menegakkan
diagnosa penyakit sistem respirasi serta penanganannya.

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan Instruksi Umum (TIU)

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang konsep-
konsep dasar Anatomi, Histologi, Fisiologi dan Biokimia Sistem Respirasi, sehingga dapat
menjelaskan Peran Sistem Respirasi pada manusia sehat dan yang mengalami gangguan
sistem respirasi.

Tujuan Instruksi Khusus (TIK)

1. Menyebutkan anatomi sistem respirasi

1.1. Menyebutkan bagian-bagian dinding toraks: Tulang, otot dan selaput yang
membungkus paru

1.2. Menggambarkan susunan anatomi dari organ-organ respirasi 1.3..Menjebutkan


bagian-bagian saluran napas

2. Menyebutkan histologi sistem respirasi

2.1. Menyebutkan histologi bagian-bagian sistem respirasi

2.2. Menjelaskan tentang struktur dan fungsi sel-sel dari masing-masing organ
respirasi

3. Menjelaskan fisiologi sistem respirasi


3.1. Menjelaskan mekanik pernapasan

3.2. Menjelaskan ventilasi, difusi dan perfusi sistem respirasi

3.3. Menjelaskan pengendalian pernapasan

4. Menjelaskan proses biokimia pada sistem respirasi

4.1. Menjelaskan peran paru pada pengaturan asam basa tubuh


BAB II ISI

2.1 Skenario

Skenario 1

Nina, perempuan, usia 20 tahun, bersama adiknya Tino, laki – laki usia 17 tahun pergi ke
senayan untuk olah raga lari pagi.

Setelah berlari sekitar 200 langkah, Nina sudah lelah dan nafasnya terengah – engah (cepat
dan dalam), sedangkan Tino masih dapat berlari dengan santai.Nina memang tidak biasa
berolah raga dan kebetulan pagi itu ia sedang kurang sehat dan sering bersin.

2.2 Kata Sulit : Tidak ada

2.3 Kata Kunci :

Perempuan, 20 th

Napas cepat dan dalam setelah berlari 200 langkah

Tidak biasa berolahraga

Kurang sehat dan sering bersin

Laki-laki, 17 th

Berlari dengan santai setelah 200 langkah

2.4 Mind Map


2.5 Pertanyaan

1. Jelaskan apa itu dasar respirasi?

2. Bagaimana anatomi dan histologi dari sistem respirasi?

3. Bagaimana fisiologi dan biokimia pada sistem respirasi?

4. Jelaskan ventilasi pada respirasi?

5. Jelaskan difusi pada respirasi?

6. Jelaskan perfusi pada respirasi?

7. Jelaskan kenapa Nina pada saat berlari merasa cepat lelah dan napasnya terengah
engah setelah 200 langkah?

8. Jelaskan kenapa Tino masih bisa berlari santai setelah 200 langkah?

9. Apa faktor yang memengaruhi pada proses pernapasan?

2.6 Pembahasan

1. Definsi Respirasi

Respirasi adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara atmosfer dan sel tubuh,
meliputi ventilasi (inspirasi dan ekspirasi), difusi oksigen dari alveolus ke darah dan karbon
dioksida dari darah ke alveolus, serta transport oksigen ke sel tubuh dan karbon dioksida dari
sel tubuh.

2. Anatomi dan Histologi Sistem Respirasi

Anatomi

Saluran napas atas terdiri:

• Lubang hidung

• Sinus

• Faring

• Laring

• Trakhea

• Bronkus

• Bronkiolus
Cavum Nasalis
Histologi

Bagian konduksi terletak baik di luar maupun dalam paru, memiliki fungsi selain merupakan
saluran udara, juga menyaring benda-benda berbentuk yang terdapat di dalam udara
(inspirasi), membasuh dan melembabkan udara serta menghangatkan/menyejukkan udara,
tergantung suhu udara sekeliling.
Respiratorik (tempat berlangsungnya pertukaran gas) terdapat didalam paru, yang terdiri atas
bronkiolus respiratorius, ductus alveolaris dan alveoli.

Pada bagian konduksi hampir seluruh bagian dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia sel
goblet.

Terdiri dari 5 jenis sel :

1. Sel silindris bersilia.

2. Sel goblet mukosa.

3. Sel sikat (brush cells) sbg reseptor sensorik

4. Sel basal.

5. Sel granul kecil.

Rongga Hidung

Terdiri atas vestibulum dan fossa nasalis luar/vestibulum bagian paling anterior dan paling
lebar terdapat banyak kelenjar sebasea dan keringat dan vibrisa (rambut). Epitel berlapis tidak
bertanduk dalam/fosanasalis (kavum nasi), dua bilik kavernosa dan dipisahkan oleh septum
nasi, dinding lateral tonjolan tulang konka (superior, inferior, media).
• Konka media dan konka inferior ditutupi oleh epitel respirasi

• Konka superior  epitel olfaktorius (bertingkat silindris)

• Epitel olfaktorius disusun oleh :

Sel penyokong  berbentuk silindris, tinggi ramping, Inti sel lonjong terletak di
tengah, dan lebih superfisial dari inti sel sensorik

Sel basal berbentuk kerucut, kecil, dengan inti berbentuk lonjong, gelap dan
tonjolan sitoplasma bercabang, terletak di antara sel-sel penyokong di bagian dasar

Sel olfaktorius diantara sel-sel penyokong, sel bipolar dengan sebuah badan sel,
sebuah dendrit yang menonjol ke permukaan, dan sebuah akson yang masuk lebih
dalam ke lamina propria.

Faring (naso-oro)
Nasofaring adalah bagian pertama faring, yang berlanjut sebagai orofaring ke arah kaudal,
yaitu bagian posterior rongga mulut. Dilapisi oleh epitel respiratorik pada bagian yang
berkontak dengan palatum mole. Orofaring dilapisi epitel selapis gepeng

Laring

merupakan bagian yang menghubungkan faring dan trakea. Pada lamina propia (bagian dari
mukosa) terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang
mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara (epiglottis) yang merupakan
juluran dari tepian laring yang disusun oleh sel epitel selapis gepeng dan sel silindris
Trakea

Merupakan saluran kaku yang panjangnya 10 – 12 cm dan bergaris tengah 2 – 2,5 cm. Trakea
mempunyai dinding relatif tipis, lentur, dan berkemampuan untuk memanjang saat bernafas
dan gerakan badan.

Bronkus

Bercabang-cabang dengan setiap cabang yang mengecil diamemter sekitar 5 mm. mukosa
bronkus besar secara structural mirip dengan ,ukosa trakea, kecuali susunan kartilago dan otot
polosnya, lamina propia mengandung serat elastin dan kelenjar serosa dan mukosa.
Bronkiolus

Jalan nafas intralobular berdiameter 5 mm atau kurang, terbentuk setelah generasi kesepuluh
percabangan dan tidak memiliki kartilago maupun kelenjar dalam mukosa. Tidak punya sel
goblet, ada otot polos yang tebal, bronkiolus epitelnya bertingkat silindris bersilia, ada sel
clara, punya banyak otot elastis.

Bronchiolus Respiratorius

Pada dinding bronkiolus respiratorius diselingi oleh alveolus tempat terjadinya pertukaran
gas.

Respirasi dijumpai mulai dari bronkiolus respiratorius sampai alveolus.

Bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel selapis kubis yang dilanjutkan dengan epitel
selapis gepeng.
Duktus Alveolaris

Duktus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Pada
dindingnya mengandung banyak alveolus.

Masih dijumpai otot polos pada dindingnya

Alveoli dan Sakus Alveolaris

Sakus alveolaris adalah sekelompok alveoli yang bermuara ke dalam suatu ruangan.

Alveoli bentuknya polihedral atau heksagonal. Masing masing alveolus dilapisi epitel selapis
gepeng yang sangat halus tapi sempurna.

Pada potongan tipis dapat dilihat adanya celah pada septum sehingga memungkinkan
hubungan antara dua alvioli yang saling berdampingan
Olfactory epithelium:

Lebih tebal dari epithel respirasi

Bowman’s glands,murni serous di bawah epithel

Banyak serabut saraf

Tidak ada goblet cells

Respiratory epithelium:

 Lebih tipis dari olfactory epithelium

 Banyak glandula mukosa sekresi mukus

 Tanpa serabut saraf

 Banyak goblet cells

3. Fisiologi dan Biokimia Respirasi

4. Ventilasi

Peristiwa masuk dan keluar udara ke dalam paru-paru

~Inspirasi

Aktif karena kontraksi otot-otot pernafasan yang akan meningkatkan volume intratorakal

~Ekspirasi

Pasif karena tidak dapatkan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal

Dapat diukur dengan spirometer


Ventilasi Alveolar dan Ruang Rugi

•Pertukaran gas terjadi di dalam alveoli ketika udara inspirasi masuk dan terjadi
difusi dengan pembuluh darah kapiler

•Tidak semua udara inspirasi mencapai alveoli dan berpartisipasi dalam pertukaran gas

•Volume udara pada akhir inspirasi yang tetap ada di dalam saluran nafas

konduksi disebut ruang rugi anatomis

5. Difusi

 Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian
berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah.

 Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau
mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi
walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi.

 Contoh yang sederhana adalah peristiwa respirasi adanya gas yang mengalir dari
udara ke paru paru , ke alveolus dan berpidah lagi ke pembuluh darah dan berakhir ke
sel

 Saluran dari trachea hingga bronchiolus itu secara pasti membuat gas gas pernafasan
akan berjalan menerus berdifusi karena perbedaan tekanan tidak mungkin berhenti
ditempat

 dari sinilah keelokan Tuhan kemudian menciptakan kantung kantung kecil alveoli
agar difusi gas gas sementara bisa berhenti dan mengumpul tidak berjalan terus
karena berupa lorong

 adanya alveoli sangat baik seperti terminal untuk menaik turunkan penumpang
 gas pernafasan yang berhenti memungkinkan terjadinya pengikatan / berdifusi ke
dalam pembuluh darah dan memasukkan gas pernafasan ke dalam tubuh sehingga
bisa berguna

 Gas gas pernafasan yang masuk dan keluar , atrium dan alveoli (kira-kira 300 juta
pada kedua paru-paru

 masing-masing alveolus mempunyai diameter kira-kira 0,25 mm).

 Dinding alveoli sangat tipis, dan di antara banyak dinding itu terdapat berbagai
kapiler yang cukup kuat.

 Konsekwensinya pertukaran gas antara udara alveoli dan darah volmonaris terjadi di
seluruh membrana terminal paru-paru.

 Membrana ini disebut membrana respirasi atau membrana vulmonaris.

Kapasitas Difusi Membrana Respirasi

 Kemampuan seluruh membrana respirasi untuk terjadinya pertukaran gas antara


alveoli dan darah pulmonaris dapat diekspresikan dengan istilah kapasitas difusi

 kapasitas difusi yang dapat didefinisikan sebagai volume gas yang berdifusi melalui
membran

 Setiap menit untuk setiap perbedaan tekanan 1 mm Hg, kapasitas difusi O2 laki-laki
muda dewasa pada waktu istirahat rata-rata 21 ml per menit per mm Hg.

 Rata-rata perbedaan tekanan O2 menembus membrana respirasi selama dalam


keadaan normal yaitu dalam keadaan bernafas tenang (tidal respiration) kira-kira 11
mm Hg.

 Peningkatan tekanan itu menghasilkan kira-kira 230 ml O2 berdifusi normal melalui


membrana respirasi setiap menit dari alveolus ke darah
 dan itu sama dengan kecepatan tubuh menggunakan O2 pada setiap selnya

 kapasitasnya membawa O2 ke dalam darah sering tidak cukup sehingga menyebabkan


kematian seseorang jauh lebih cepat daripada ketidakseimbangan yang serius dari
difusi CO2.

Faktor yang Mempengaruhi Difusi Gas

 Prinsip dan formula terjadinya difusi gas melalui membrana respirasi sama dengan
difusi gas melalui air dan berbagai jaringan. Jadi, faktor yang menentukan betapa
cepat suatu gas melalui membrana tersebut adalah :

ketebalan membrana

luas permukaan membrana

koefisien difusi gas dalam substansi membrana

perbedaan tekanan antara kedua sisi membrana.

 Sering terjadi kecepatan difusi melalui membrana tidak proporsional terhadap


ketebalan membrana sehingga setiap faktor yang meningkatkan ketebalan melebihi 2
– 3 kali dibandingkan dengan yang normal dapat mempengaruhi secara sangat nyata
pertukaran gas pernafasan normal.

 Khusus pada olahragawan, luas permukaan membrana respirasi sangat mempengaruhi


prestasi dalam pertandingan maupun latihan.

 Luas permukaan paru-paru yang berkurang dapat berpengaruh serius terhadap


pertukaran gas pernafasan pada manusia , misalnya kakunya alveolus pada penderita
TBC

 Dalam hal koefisien difusi masing-masing gas kaitannya dengan perbedaan tekanan
ternyata CO2 berdifusi melalui membrana kira-kira 20 kali lebih cepat dari O2

 Dan Koefisien difusi O2 dua kali lebih cepat dari N2.

 Dalam hal perbedaan tekanan gas, tekanan gas parsial menyebabkan gas mengalir
melalui membrana respirasi. misalnya diudara PO2 160 mmHg di Alveolus hanya 105
mmHg , maka terjadilah aliran dari udara ke alveolus , begitu seterusnya

 Dengan demikian, bila tekanan parsial suatu gas dalam alveoli lebih besar
dibandingkan dengan tekanan gas dalam darah pada O2 maka terjadilah difusi O2 dari
alveoli ke arah darah

 Tetapi bila tekanan gas dalam darah lebih besar dibandingkan dengan dalam alveoli
seperti halnya CO2 maka difusi terjadi dari darah ke dalam alveoli.
 GRADIEN TEKANAN PARSIAL Perbedaan dalam tekanan parsial antara darah
kapiler dan struktur sekitar dikenal sebagai gradien tekanan parsial. Terdapat gradien
takanan parsial antara udara alveolus dan darah kapiler paru. Demikian juga, terdapat
gradien tekanan parsial antara darah kapiler sistemik dan jaringan sekitar. Suatu gas
selalu berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari daerah de dengan tekanan
parsial tinggi ke daerah dengan tekanan parsial yang lebih rendah, serupa dengan
difusi menuruni gradien konsentrasi.

 O2 masuk dan CO2 keluar dari darah di paru secara pasif menuruni gradien tekanan
parsial. Kita pertama-tama akan membahas besar PO2 dan PCO2 alveolus, dan
kemudian melihat gradien tekanan parsial yang memindahkan kedua gas ini antara
alveolus dan darah kapiler paru yang datang.

 PO2 DAN PCO2 ALVEOLUS Komposisi udara alveolus tidak sama dengan
komposisi udara atmosfer karena dua alasan. Pertama, segera setelah udara atmosfer
masuk ke saluran napas, pajanan ke saluran napas yang lembap menyebabkan udara
tersebut jenuh dengan H2O. Seperti gas lainnya, uap air menimbulkan tekanan parsial.
Pada suhu tubuh, tekanan parsial uap H2O adalah 47 mm Hg. Hum idifikasi udara
yang dihirup ini pada hakikatnya "mengencerkan" tekanan parsial gas-gas inpsirasi
sebesar 47 mm Hg karena jumlah tekanan-tekanan parsial harus sama dengan tekanan
atmosfer 760 mm Hg. Dalam udara lembap, PH2O = 47 mm Hg, PN2 = 563 mm Hg,
dan PO2 = 150 mm Hg. Kedua, PO2 alveolus juga lebih rendah daripada PO2
atmosfer karena udara segar yang masuk (setara dengan rata rata 350 mL dari bagian
volume tidal 500 mL) bercampur dengan sejumlah besar udara lama yang tersisa di
paru dan ruang mati pada akhir ekspirasi sebelumnya (kapasitas residual fungsional
paru rerata setara dengan 2200 mL). Pada akhir inspirasi, hanya sekitar 13% udara di
alevolus yang merupakan udara segar. Akibat pelembapan dan pertukaran udara
alveolus yang rendah ini, PO2 alveolus rerata adalah 100 mm Hg, dibandingkan
dengan PO2 atmosfer yang 160 mm Hg. Logis jika kita berpikir bahwa PO2
alveolus akan meningkat selama inspirasi karena datangnya udara segar dan menurun
selama ekspirasi. Namun, fluktuasi yang terjadi kecil saja, karena dua sebab. Pertama,
hanya sebagian kecil dari udara alveolus total yang dipertu- karkan setiap kali
bernapas. Volume udara inspirasi kaya-O2 yang relatif kecil cepat bercampur dengan
volume udara alveolus yang tersisa (dengan PO2 lebih rendah) yang jumlahnya jauh
lebih banyak. Karena itu, O2 udara inspirasi hanya sedikit men ingkatkan kadar PO2
alveolus total. Bahkan peningkatan PO2 yang kecil ini berukrangoleh sebab lain.
Oksigen secara terus-menerus berpindah melalui difusi pasif menuruni gradien
tekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah. O2 yang tiba di alveolus dalam
udara yang baru diinspirasi hanya mengganti O2 yang berdifusi keluar alveolus
masuk ke kapiler paru. Karena itu, PO2 alveolus relatif tetap konstan pada sekitar 100
mm Hg sepanjang siklus pernapasan. Karena P02 darah paru seimbang dengan PO2
alveolus, darah yang meninggal- kan paru juga cukup konstan pada nilai yang sama
ini. Karena itu, jumlah O2 dalam darah yang tersedia ke jaringan hanya bervariasi
sedikit selama siklus pernapasan. Situasi serupa tetapi terbalik terjadi pada CO2, yang
secara terusmenerus diproduksi oleh jaringan tubuh sebagai produk sisa meta- bolism
dan secara tetap ditambahkan ke darah di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru,
CO2 berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari darah ke dalam alveolus dan
kemudian dikeluarkan dari tubuh sewaktu ekspirasi. Seperti O2, Pco2 alveolus relatif
tetap konstan sepanjang siklus pernapasan tetapi dengan nilai yang lebih rendah yaitu
40 mm Hg.

 GRADIEN PO2 DAN PCO2 MELINTASI KAPILER PARU Sewaktu melewati paru,
darah mengambil O2 dan menyerahkan CO2 dengan difusi menuruni gradien tekanan
parsial yang terdapat antara darah dan alveolus. Ventilasi secara terus-menerus
mengganti O2 alveolus dan mengeluarkan CO2 sehingga gradien tekanan parsial
antara darah dan alveolus dipertahankan. Darah yang masuk ke kapiler paru adalah
darah vena sistemik yang dipompa ke dalam paru melalui arteri-arteri paru. Darah ini,
yang baru kembali dari jaringan tubuh, relatif kekurangan O2, dengan PO2 40 mm
Hg, dan relatif kaya CO2, dengan PCO2 46 mm Hg. Sewaktu mengalir melalui
kapiler paru, darah ini terpajan ke udara alveolus (> Gambar 13-22). Karena PO2
alveolus pada 100 mm Hg adalah lebih tinggi daripada PO2 40 mm Hg di darah yang
masuk ke paru, O2 berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari alveolus ke
dalam darah hingga tidak lagi terdapat gradien. Sewaktu meninggalkan kapiler paru,
darah memiliki PO2 sama dengan PO2 alveolus, yaitu 100 mm Hg. Gradien tekanan
parsial untuk CO2 memiliki arah berlawanan. Darah yang masuk ke kapiler paru
memiliki Pco2 46 mm Hg, sementara PCO2 alveolus hanya 40 mm Hg. Karbon
dioksida berdifusi dari darah ke dalam alveolus hingga PCO2 darah seimbang dengan
PCO2 alveolus. Karena itu, darah yang meninggalkan kapiler paru memiliki PCO2
40 mm Hg. Setelah meninggalkan paru, darah, yang kini memiliki PO2 100 mm Hg
dan PCO2 40 mm Hg, kembali ke jantung dan kemudian dipompa ke jaringan tubuh
sebagai darah arteri sistemik. Perhatikan bahwa darah yang kembali ke paru dari
jaringan tetap mengandung O2 (PO2 darah vena sistemik = 40 mm Hg) dan bahwa
darah yang meninggalkan paru tetap mengandung CO2 (PO2 darah arteri sistemik =
40 mm Hg). Tambahan O2 yang dibawa oleh darah melebihi yang normalnya
diserahkan ke jaringan mencerminkan cadangan O2 yang dapat segera diambil oleh
sel-sel jaringan seandainya kebutuhan O2 mereka meningkat. CO2 yang tersisa di
darah bahkan setelah darah melewati paru berperan penting dalam keseimbangan
asam-basa tubuh karena CO2 menghasilkan asam karbonat. Selain itu, PCO2 arteri
penting untuk merangsang perna- pasan. Mekanisme ini akan dibahas kemudian.
Jumlah O2 yang diserap di paru menyamai jumlah yang diekstraksi dan digunakan
oleh jaringan. Ketika jaringan melakukan metabolis- me secara lebih aktif (misalnya
sewaktu olahraga), jaringan mengek- traksi lebih banyak O2 dari darah, mengurangi
PO2 vena sistemik lebih rendah daripada 40 mm Hg—sebagai contoh, ke PO2 30 mm
Hg. Ketika darah ini kembali ke paru, terbentuk gradien PO2 yang lebih besar
daripada normal antara darah yang baru datang dan udara alveolus. Perbedaan PO2
antara alveolus dan darah kini mencapai 70 mm Hg (PO2 alveolus 100 mm Hg dan
PO2 darah 30 mm Hg), dibandingkan gradien PO2 normal sebesar 60 mm Hg (P02
alveolus 100 mm Hg dan P02 darah 40 mm Hg). Karena itu, terdapat lebih banyak O2
yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah menuruni gradien tekanan parsial yang
lebih besar sebelum P02 darah setara dengan P02 alveolus. Penambahan transfer O2
ke dalam darah ini mengganti peningkatan jumlah O2 yang dikonsumsi, sehingga
ambilan O2 menyamai pemakaian O2 meskipun konsumsi O2 meningkat. Seining
dengan lebih banyak O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah karena
peningkatan gradien tekanan parsial, ventilasi juga dirangsang sehingga O2 lebih
cepat masuk ke dalam alveolus dari udara atmosfer untuk mengganti O2 yang
berdifusi ke dalam darah. Demikian juga, jumlah CO2 yang dipindahkan ke alveolus
dari darah menyamai jumlah CO2 yang diserap di jaringan.

 EFEK LUAS PERMUKAAN PADA PERTUKARAN GAS Laju pertukaran gas


berbanding lurus dengan luas permukaan tempat pertukaran gas tersebut terjadi.
Selama olahraga, luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran dapat ditingkat- kan
untuk meningkatkan pemindahan gas. Dalam keadaan istirahat, sebagian kapiler paru
biasanya tertutup karena tekanan sirkulasi paru yang rendah biasanya tidak dapat
menjaga semua kapiler agar tetap terbuka. Selama olahraga, saat tekanan tekanan
darah paru meningkat karena bertam- bahnya curah jantung, banyak kapiler paru yang
semula tertutup menjadi terbuka. Hal ini meningkatkan luas peruka- an darah yang
tersedia untuk pertukaran. Selain itu, mem- bran alveolus lebih teregang daripada
normal selama olahraga karena volume tidal yang lebih besar (bernapas dalam).
Peregangan ini menambah luas permukaan alveolus dan mengurangi ketebalan
membran alveolus. Secara kolektif, perubahan-perubahan ini mempercepat pertukaran
gas selama olahraga. Namun, beberapa keadaan patologis dapat sangat mengura- ngi
luas permukaan paru dan, pada gilirannya, menurunkan kecepatan pertukaran gas.
Keadaan yang paling jelas adalah luas permukaan berkurang karena banyak dinding
alveolus yang lenyap sehingga ruang-ruang udara menjadi lebih besar tetapi lebih
sedikit (Gambar 13-23). Berkurangnya luas permukaan untuk pertukaran juga
berkaitan dengan kolapsnya sebagian paru serta juga ditimbulkan oleh pengangkatan
sebagian jaringan paru secara bedah—misalnya dalam mengobati kanker paru.

 EFEK KETEBALAN PADA PERTUKARAN GAS Kurang adekuatnya pertukaran


gas juga dapat terjadi akibat keteba- lan sawar yang memisahkan udara dan darah
bertambah secara patologis. Dengan bertambahnya ketebalan, kecepatan pemindahan
gas berkurang karena gas memerlukan waktu yang lebih lama untuk berdifusi
menembus ketebalan yang lebih besar. Ketebalan meningkat pada (1) edema paru,
yaitu akumulasi berlebi- han cairan interstisium antara alveolus dan kapiler paru
akibat peradangan paru atau gagal jantung kongestif sisi kiri (lihat h. 349); (2) fibrosis
paru, yaitu penggantian jaringan paru oleh jaringan ikat tebal sebagai respons
terhadap iritasi kronik tertentu; dan (3) pneu- monia, yang ditandai oleh akumulasi
cairan peradangan di dalam atau sekitar alveolus. Pneumonia umumnya disebabkan
oleh infeksi bakteri atau virus pada paru, tetapi hal ini juga dapat disebabkan oleh
aspirasi tak-sengaja (tersedak) makanan atau muntahan.

 EFEK KONSTANTA DIFUSI PADA PERTUKARAN GAS Kecepa- tan


pemindahan gas berbanding lurus dengan konstanta difusi, yaitu suatu konstanta yang
berkaitan dengan kelarutan gas tertentu di jaringan paru dan dengan berat molekulnya
(D a sol/ BM). Konstanta difusi untuk CO2 adalah 20 kali lipat daripada untuk O2
karena CO2 jauh lebih mudah larut dalam jaringan tubuh dibandingkan O2. Karena
itu, kecepatan difusi CO2 menembus membran pernapasan 20 kali lebih cepat
dibandingkan dengan O2 untuk gradien tekanan parsial yang sama. Perbedaan dalam
konstanta difusi ini dalam keadaan normal mengimbangi perbedaan dalam gradien
tekanan parsial yang terdapat untuk O2 dan CO2 menembus membran kapiler
alveolus. Gradien tekanan parsial CO2 adalah 6 mm Hg (PCO2 di darah 46 mm Hg;
PCO2 di alveolus 40 mm Hg), dibandingkan dengan gradien 02 sebesar 60 mm Hg
(PO2 di alveolus 100 mm Hg; PO2 di darah 40 mm Hg). Dalam keadaan normal,
jumlah O2 dan CO2 yang diper-tukarkan hampir sama—senilai respiratory quotient.
Meskipun darah dalam volume tertentu menghabiskan waktu tiga perempat detik
melewati jaringan kapiler paru, PO2 dan PCO2 telah mengalami penyeim- bangan
dengan tekananparsial alveolus pada saat darah tersebut baru melintasi sepertiga
panjang kapiler paru. Hal ini berarti bahwa parudalam keadaan normal memilild
cadangan difusi yang besar, suatu kenyataan yang menjadi sangat penting selama
olahraga berat. Waktu yang dihabiskan oleh darah dalam transit di kapiler paru
berkurang seiring dengan meningkatnya aliran darah paru akibat peningkatan curah
jantung yang menyertai olahraga. Bahkan dengan waktu yang lebih sedikit untuk
pertukaran, PO2 dan PCO2 darah dalam keadaan normal dapat seimbang dengan
kadar di alveolus karena cadangan difusi paru tersebut. Pada paru yang sakit ketika
difusi terhambat akibat luas permukaan berkurang atau penebalan sawar udara-darah,
pemindahan O2 biasanya terganggu lebih serius dari pada pemindahan CO2 karena
lebih besarnya konstanta difusi CO2. Pada saat darah mencapai akhir jaringan kapiler
paru, darah tersebut lebih besar kemungkinannya mengalami keseimbangan dengan
PCO2 alveolus daripada dengan PO2 alveolus karena CO2 dapat berdi- fusi lebih
cepat menembus sawar respirasi. Pada keadaan yang lebih ringan, difusi O2 dan CO2
mungkin tetap adekuat saat istirahat teta- pi sewaktu olahraga, ketika waktu transit
paru berkurang, gas-gas darah, khususnya O2, mungkin belum mengalami
penyeimbangan sempurna dengan gas alveolus sebelum darah meninggalkan paru.

6. Perfusi
Perfusi adalah sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru.
Terdapat kira-kira 6 milyar kapiler yang mengelilingi 3 juta alveoli di kedua paru,
sehingga terdapat 2000 kapiler untuk satu alveolus.
Perfusi paru dibagi menjadi 3 zona yaitu :
1. Zona 1 (apex paru)
Tekanan udara di alveolar dapat melebihi tekanan arteri dan tekanan vena sehingga
dapat menghambat perfusi
2. Zona 2 (middle paru)
Tekanan arteri melebihi tekanan alveolar tetapi tekanan alveolar tetap lebih tinggi
dibandingkan dengan tekanan vena
3. Zona 3 (basis paru)
Tekanan vena melebihi tekanan alveolar
Perfusi paru dibagi menjadi 3 zona karena dipengaruhi oleh gravitasi. Hal ini
dijelaskan dalam sifat hidrostatik kolom cairan dan hukum ohm. Gravitasi
menyebabkan aliran darah pada basis paru 10 kali lebih tinggi daripada di bagian
apeks paru pada posisi berdiri. Pada posisi berbaring distribusi aliran darah akan di
distribusikan secara merata

7. Nina pada saat berlari merasa cepat Lelah & Nafasnya terengah-engah karena
Terengah – Engah berarti irama dalam bernafas tidak stabil. Bagian yang berfungsi
mengatur irama pernafasan seseorang yakni Medulla Oblongata dan Pons Varolli.
1. Dorsal Respiratory Group (DRG)
Menentukan irama dasar pernafasan
Inisiasi inhale O2
Mengendalikan dengan cara meningkatkan dan mengatur volume paru selama
inspirasi, sehingga determinasi terengah – engah atau tidak
Dipengaruhi O2, CO2, dan pH darah dlm tubuh
2. Ventral Respiratory Group (VRG)
Inisiasi Exhale CO2
Membantu merangsang awal pernafasan
Tidak aktif saat bernafas santai (silent), hanya pada saat pernafasan paksa (force)
Pada saat berolah raga (lari), aktifitas otot menjadi banyak sehingga membutuhkan
banyak oksigen, nafas pun menjadi lebih cepat dari biasanya guna metabolisme secara
aerob. Ini menyebabkan seseorang merasa Lelah dalam ketika berolah raga.
Cepat atau lambatnya seseorang merasa Lelah, sangat tergantung dari factor eksternal,
misal, asupan makanan, minuman, latihan, lemak, dan kebiasaan. Hal ini bergantung
pada Endurance seseorang.
Endurance adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu bekerja dalam waktu yang
lama tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah melakukan aktivitas , dan
memiliki cadagan tenaga untuk melakukan aktivitas selanjutnya. Kemampuan
endurance mempengaruhi kinerja jantung dan paru – paru dari seseorang. Dan dapat
dilatih.

8. Tino masih bisa berlari santai karena


 Faktor jenis kelamin
Pria lebih kuat dibanding wanita karena memiliki kadar hormone testosteron yang
relative tinggi sehingga tidak mudah lelah. Sedangkan wanita memiliki kadar
hormone testosterone yang relative lebih rendah dibanding pria. Hormon testosterone
berfungsi untuk membantu sintesis protein yang dibutuhkan agar massa otot
bertambah. Dengan kata lain, kekurangan hormone ini akan menyulitkan wanita
dalam membentuk tubuh dan menjadi mudah lelah. Dan juga umumnya wanita
memiliki presentase lemak tubuh yang lebih tinggi (hormone seks wanita esterogen
mendorong pengendapan lemak)
 Faktor aktivitas
Orang yang sering berolahraga teratur dapat memperbaiki volume maksimal oksigen
(oksigen yang digunakan seseorang permenit untuk mengoksidasi molekul nutrient
yang menghasilkan energi) dengan membuat jantung dan system pernapasan menjadi
lebih efisien sehingga menyalurkan lebih banyak oksigen ke otot yang bekerja. Otot
otot yang berolahraga menjadi lebih siap dalam menerima oksigen yang disalurkan
kepadanya. Jumlah kapiler fungsional meningkat, juga jumlah dan ukuran
mitokondria yang mengandung enzim enzim oksidatif.

9. Faktor yang Mempengaruhi Pernapasan Normal

1. Pengendalian Volunter dari Pernapasan Sejauh ini  kita telah membahas sistem
involunter untuk pengendalian pernapasan. Namun, kita semua tahu bahwa untuk
periode waktu yang singkat, pernapasan dapat diatur secara volunter, dan seseorang
dapat melakukan hiperventilasi atau hipoventilasi sedemikian besarnya sehingga
kekacauan Pco2 pH, dan Po2 yang serius dalam darah dapat terjadi.
2. Efek Reseptor Iritan pada Jalan Napas  Epitel trakea, bronkus, dan bronkiolus
disuplai dengan ujung saraf sensoris, disebut reseptor iritan pulmonal, yang
terangsang oleh berbagai peristiwa. Keadaan ini menyebabkan batuk dan bersin,
seperti yang telah dibahas pada Bab 39. Hal tersebut dapat juga menyebabkan
konstriksi bronkus seperti pada penyakit asma dan emfisema.
3. Fungsi "Reseptor J" Paru  Sebagian kecil ujung saraf sensoris telah dijelaskan
berada dalam dinding alveolus dalam posisi berjejer (juxtaposition) terhadap kapiler
paru oleb sebab itu namanya "reseptor J: Reseptor ini terangsang khususnya bila
kapiler paru menjadi terisi penuh dengan darah atau bila terjadi edema paru pada
kondisi seperti gagal jantung kongestif. Walaupun fungsi reseptor J tidak diketahui,
rangsangan reseptor J tersebut dapat menyebabkan seseorang merasa sesak napas.
4. Edema Otak Mendepresi Pusat Pernapasan  Aktivitas pusat pernapasan dapat
ditekan atau bahkan diinaktifkan oleh edema otak akut yang timbul akibat gegar otak.
Contohnya, kepala dapat terbentur benda padat, setelah itu jaringan otak yang rusak
mengalami pembengkakan, yang menekan arteri serebral terhadap ruang kranial dan
dengan demikian menghambat suplai darah serebral secara parsial.
5. Anestesia  Barangkali penyebab paling sering dari depresi pernapasan dan henti
napas adalah kelebihan dosis anestetik atau narkotik. Contohnya, natrium
pentobarbital adalah anestetik yang menekan pusat pernapasan lebih kuat daripada
obat anestetik lain, seperti halotan. Dulu, morfin dipakai sebagai anestetik, tetapi obat
ini sekarang hanya dipakai sebagai tambahan anestetik karena obat ini sangat
menekan pusat pernapasan sementara daya anestesinya terhadap korteks serebri lebih
lemah.
6. Pernapasan Periodik  Suatu kelainan pernapasan yang disebut pernapasan periodik
terjadi pada beberapa keadaan penyakit. Orang bernapas dalam untuk interval waktu
yang singkat dan kemudian bernapas dangkal atau sama sekali tidak bernapas pada
interval berikutnya, siklus tersebut terjadi secara berulang-ulang. Satu tipe pernapasan
periodik, yaitu pernapasan Cheyne-Stokes, ditandai dengan pernapasan yang
bertambah dan berkurang secara perlahan-lahan, terjadi kira-kira setiap 40 sampai 60
detik, seperti yang dilukiskan.
7. MekanismeDasarPernapasanCheyne-Stokes  Penyebab utama dari pernapasan
Cheyne-Stokes adalah sebagai berikut: Bila seseorang bernapas secara berlebihan,
hingga menghembuskan karbon dioksida terlalu banyak dari darah paru sementara
pada waktu yang bersamaan meningkatkan oksigen darah, keadaan ini memerlukan
waktu beberapa detik sebelum darah paru yang berubah ini dapat diangkut ke otak
dan menghambat ventilasi yang berlebihan.
8. Apnea Tidur  Apnea adalah tidak adanya pernapasan spontan. Apnea kadang dapat
terjadi saat tidur normal, tetapi pada orang yang mengalami apnea tidur, frekuensi
dan durasinya sangat meningkat, dengan episode apnea yang berlangsung selama 10
detik atau lebih lama dan terjadi 300 sampai 500 kali tiap malam. Apnea tidur dapat
disebabkan oleh obstruksi jalan napas atas, khususnya faring, atau oleh gangguan
rangsang pernapasan di sistem saraf pusat.

 Apnea Tidur Obstruktif disebabkan oleh Hambatan Jalan Napas Atas 


Otot-otot faring secara normal menjaga jalan napas tetap terbuka yang
memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru selama inspirasi. Selama
tidur, otot-otot ini biasanya berelaksasi, tetapi jalan napas tetap cukup terbuka
untuk mengalirkan udara yang adekuat. Beberapa individu memiliki saluran
yang sempit, dan relaksasi otot-otot ini selama tidur menyebabkan faring
tertutup sempurna sehingga udara tidak dapat mengalir ke dalam paru-paru.
 Apnea Tidur “Sentral” Terjadi bila Rangsangan Saraf Terhadap Otot
Pernapasan Terhenti Sementara  Pada beberapa orang dengan apnea
tidur, rangsangan sistem saraf pusat terhadap otot-otot ventilasi berhenti
sementara. Gangguan yang dapat menyebabkan penghentian rangsangan
ventilasi saat tidur adalah kerusakan pusat pernapasan di sentral atau kelainan
pada apparatus neuromuskular. Pasien yang terkena apnea tidur sentral dapat
mengalami penurunan ventilasi ketika terbangun.

Anda mungkin juga menyukai