Anda di halaman 1dari 4

TINGKAT KEMATIAN

Penyakit menular adalah penyebab kematian utama sampai pada pertengahan abad ke dua puluh.
Akan tetapi, tingkat kematian karena penyakit menular kemudian menurun dan tingkat kematian
karena penyakit kronis meningkat sehingga menjadikan penyakit kronis sebagai penyebab utama
kematian orang-orang pada usia middle adulthood.

Pada middle age, kebanyakan kematian disebabkan oleh suatu kondisi yang mudah
diidentifikasi, sedangkan pada old age, kematian lebih mungkin terjadi akibat efek-efek dari
beberapa kondisi kronis (Pizza & dkk., 2011). Dalam beberapa tahun, penyakit jantung menjadi
penyebab kematian paling utama pada middle adulthood, diiuti kanker, dan penyakit
kardiovaskular (Kochanek & dkk., 2011). Tingkat kematian laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan pada semua penyakit yang menyebabkan kematian (Kochanek & dkk., 2011).

SEKSUALITAS

Climacteric adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan transisi pada midlife di mana
tingkat kesuburan menurun.

Menopause

Menopause biasanya terjadi pada usia empatpuluhan akhir sampai usia limahpuluhan awal, yakni
ketika periode menstruasi wanita menurun. Menopause kemudian dikaitkan dengan peningkatan
risiko kanker payudara (Mishra & dkk., 2009).

Perimenopause adalah periode transisi dari periode menstruari menuju tidak ada periode
menstruasi sama sekali. Perimenopause biasanya terjadi pada usia empatpuluhan namun bisa
juga terjadi pada usia tigapuluhan. (Martin & dkk., 2014). Salah satu studi yang dilakukan pada
wanita berusia 30-an sampai 50-an menunjukkan bahwa perasaan depresi, sakit kepala,
moodiness, dan jantung berdebar kencang adalah gejala-gejala menopause yang sering
didiskusikan wanita dengan penyedia layanan kesehatan (Lyndaker & Hulton, 2004).

Pada saat menopause, produks hormon estrogen oleh ovarium menurun drastis, dan penurunan
ini menciptakan gejala-gejala yang membuat beberapa wanita tidak nyaman— seperti hot
flashes, mual, kelelahan, dan jantung berdebar kencang (Bro
& dkk., 2014). Namun, studi lintas budaya menunjukkan adanya pengalaman menopause yang
berbeda (Lerner-Geva & dkk., 2010; Sievent & Obermeyer, 2012). Sebagai contoh, hot flashes
jarang terjadi pada wanita-wanita Mayan (Beyene, 1986). Sangat sulit untuk menentukan sejauh
mana variasi lintas budaya ini disebabkan oleh faktor genetik, pola makan, reproduksi, atau
budaya.

Menopause secara keseluruhan bukanlah pengalaman negatif bagi sebagian besar wanita yang
awalnya pernah dianggap demikian (Henderson, 2010). Beberapa wanita tidak mengalami
permasalahan fisik atau psikis parah yang berhubungan dengan menopause. Namun, hilangnya
kesuburan adalah suatu penanda yang sangat penting bagi wanita—di mana itu berarti wanita
harus membuat keputusan akhir mengenai keturunan.

Sampai saat ini, hormone replacement therapy (HRT) sering diresepkan sebagai pengobatan
untuk efek samping dari menopause. Hormone replacement therapy (HRT) menambah
penurunan tingkat produksi hormon reproduksi oleh ovarium (Terry & Tehranifar, 2013). HRT
bisa mengandung beragam bentuk hormone estrogen, biasanya berkombinasi dengan progestin.

Institut Kesehatan Nasional menyarankan bahwa wanita-wanita yang tidak pernah melakukan
histerektomi dan wanita-wanita yang sedang melakukan konsultasi hormon dengan dokternya
untuk menentukan apakah mereka harus melanjutkan pengobatannya. Jika mereka menggunakan
HRT untuk menghilangkan gejala menopause jangka pendek, manfaatnya mungkin lebih besar
daripada risikonya (Santen dkk., 2014). Banyak wanita paruh baya mencari alternatif untuk HRT
seperti olahraga teratur, suplemen makanan, obat herbal, terapi relaksasi, akupunktur, dan
meditasi nonstreiodal (Al-Safi & Santoro, 2014; Buhling dkk., 2014; Velders & Diel, 2013;
Ward-Ritacco dkk., 2014).

Perubahan Hormon pada Usia Middle-Aged

Selama masa middle adulthood, sebagian besar pria tidak kehilangan kapasitasnya untuk
memiliki anak, walaupun biasanya ada sedikit penurunan dalam tingkat dan aktivitas hormon
seksual mereka (Blumel dkk., 2014). Mereka mengalami perubahan hormone pada usia 50-an
dan 60-an, tapi tidak sampai pada penurunan estrogen yang dramatis seperti pada wanita.
Produksi hormone testosterone mulai menurun sekitar satu persen setahun selama masa middle
adulthood, dan jumlah sperma biasanya akan menurun perlahan, tapi laki-laki tidak kehilangan
kesuburan mereka pada middle age. Istilah male-hypogonadism digunakan untuk
menggambarkan kondisi di mana tubuh tidak memproduksi hormon testosterone yang cukup
(Mayo Clinic, 2013).

Baru-baru ini, terjadi gelombang minat yang cukup dramatis dalam testosterone replacement
therapy (TRT) (Kaplan & Hu, 2013; Rahnema & lainnya, 2014; Ullah, Riche, & Koch, 20114).
Untuk beberapa dekade, diperkirakan bahwa TRT meningkatkan risiko terjadinya kanker prostat,
namun riset baru-baru ini menunjukkan bahwa tidak demikian halnya, setidaknya ketika diambil
selama satu tahun atau kurang dari satu tahun (Cui dkk., 2014; Khera dkk., 2014). Sekarang telah
diterima bahwa TRT dapat meningkatkan sexual functioning, kekuatan otot dan tulang (Isidori
dkk., 2014; Mayo Clinic, 2013).

Erectile dysfunctioning (ED) (kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi penis)


mempengaruhi sekitar 50 persen pria berusia 40 hingga 70 tahun (Berookhim & Bar-Charma,
2011). Hormon testosterone yang rendah dapat meningkatkan erectile dysfunctioning. Merokok,
diabetes, hipertensi, kadar kolesterol tinggi, obesitas, dan kurang berolahraga juga berhubungan
dengan masalah ereksi pada usia middle aged (Asian dkk., 2014; Tanik dkk., 2014; Weinberg dkk.;
2013). Pengobatan utama untuk laki-laki dengan erectile dysfunctioning tidak hanya berfokus pada TRT,
tapi juga pada Viagara atau obat-obatan semacamnya seperti Levitra dan Cialis (Kim dkk., 2014; Kirby,
Creanga, & Stecher, 2013; McMahon, 2014).

Perilaku Seksual

Meskipun kemampuan pria dan wanita untuk melakukan sexual functioning menunjukkan sedikit
penurunan biologis pada usia middle adulthood, aktivitas seksual biasanya lebih jarang terjadi pada usia
paruh baya daripada pada usia dewasa awal (Waite, Das, & Laumann, 2009). Frekuensi berhubungan seks
paling besar terjadi untuk individu berusia 35 hingga 29 tahun (47 persen berhubungan seks dua kali
seminggu atau lebih) dan menurun untuk individu berusia lima puluhan (23 persen pria berusia 50 hingga
59 tahun mengatakan mereka melakukannya dua kali dalam seminggu atau lebih, dan hanya 14 persen
wanita dalam kelompok usia ini yang melaporkan frekuensi hubungan seksual mereka) (Michael, dkk.,
1996). Riset lain mengatakan bahwa laki-laki pada middle-aged menginginkan seks, lebih sering
memikirkan seks, dan bermasturbasi lebih sering daripada wanita pada middle-aged (Stones & Stones,
2007).
Orang-orang pada usia middle-aged melakukan hubungan seksual lebih jarang daripada yang mereka
lakukan pada usia early adulthood karena tidak lagi sememuaskan itu (Wright, 2006). Hidup dengan
pasangan menciptakan perbedaan dalam apakah orang terlibat dalam aktivitas seksual, terutama untuk
wanita di atas 40 tahun. Pada sebuah studi di MIDUS, 95 persen wanita berusia 40-an yang memiliki
pasangan mengatakan bahwa mereka sexually active dibandingkan dengan 53 persen yang tidak memiliki
pasangan (Brim, 1999).

Kesehatan orang pada usia middle age adalah kunci dalam aktivitas seksual (Field dkk., 2013). Salah satu
studi menemukan seberapa sering seseorang melakukan sexual intercourse, maka kualitas dari kehidupan
seksual mereka, dan ketertarikan mereka terhadap seks berhubungan dengan seberapa sehat fisik mereka
(Lindau & Gavrilova, 2010). Dan sebuah studi tentang orang dewasa lanjut usia 55 tahun dan di atas 55
tahun mengungkapkan bahwa seberapa aktif mereka berhubungan seksual berhubungan dengan kesehatan
fisik dan mental mereka (Bach dkk., 2013).

Anda mungkin juga menyukai