Anda di halaman 1dari 2

OT adalah seorang gadis berusia 18 tahun.

Ia lahir dari keluarga yang terbilang harmonis,


sebelum ayahnya meninggal dunia di usianya yang ke 10. Sejak saat itu, keluarganya yang
hangat pun berubah menjadi dingin.

Ibu yang sejak dulu menjadi tempat ternyamannya untuk mengadu pun berubah menjadi
seseorang yang tak ia kenal. Ibunya kerap kali pulang larut malam dengan bau alkohol dan asap
rokok pada tubuhnya. Perlakuan kasar baik verbal maupun non-verbal dari sang ibu bukan lagi
sesuatu yang asing bagi OT dan kedua kakaknya. Puncak dari kehancuran keluarganya adalah
ketika sang ibu tiba-tiba menghilang di suatu malam, meninggalkan OT dan kedua kakaknya,
dan tak pernah kembali hingga detik ini.

MP, kakak dari ibu OT, akhirnya membawa keponakan-keponakannya itu ke sebuah kota
kecil di Sumatera Utara dan memulai hidup baru di sana. OT menjadi orang yang benar-benar
berbeda. Ia tumbuh menjadi seorang gadis yang pendiam dan sungkan berinteraksi pada
siapapun, bahkan pada kedua kakaknya. Ia tak pernah keluar rumah dan bermain bersama anak-
anak seusianya.

Di bangku Sekolah Menengah Pertama, OT masih menjadi seseorang yang enggan


bersosialisasi. Ia enggan berbicara jika tidak diminta, raut wajahnya pun selalu tampak dingin
dan tidak bersahabat. Ini membuat teman-teman sekelasnya pun takut mendekatinya. Adapun
yang mencoba mendekatinya hanyalah sekelompok anak laki-laki nakal yang meledek fisiknya
yang saat itu tergolong gemuk.

Belum lagi karena orangtua OT tak pernah datang saat pengambilan rapor bulanan.
Desas-desus OT adalah anak yatim piatu pun menyebar, dan kemudian menjadi bahan olokan
komplotan yang selalu membullynya.

OT benar-benar merasa tak berguna dan tak diinginkan. Tak jarang ia menghabiskan
malamnya dengan menangis dan menyakiti dirinya sendiri dengan cubitan dan benturan pada
kepalanya.

Hingga di tingkat kedua, ia bertemu dengan seorang gadis berinisial R di kelas barunya.
R memiliki kepribadian hampir sama dengan dirinya, pendiam dan selalu menyendiri bersama
gawai di tangannya. R kemudian menjadi teman pertama OT.
Keduanya semakin dekat setelah R berani menceritakan kisah hidupnya pada OT, yang
secara kebetulan, memiliki banyak kemiripan dengan hidupnya sendiri. Kemudian, OT
dikenalkan oleh R pada sebuah permainan di dunia maya yang kerap disebut sebagai Roleplayer
pada salah satu platform media sosial.

Roleplayer adalah sebuah permainan di mana para pemainnya berperan sebagai orang
lain, dalam hal ini adalah public figure, selebritis, dan lain-lain. Pemainnya bebas melakukan apa
saja dan merancang dunianya sendiri dalam linimasa, dengan syarat tidak boleh merusak citra
tokoh yang ia perankan.

OT pun mulai merancang dunianya sendiri. Ia mulai berteman dengan dan berinteraksi
sebebas mungkin dengan akun-akun roleplayer lainnya tanpa ragu, karena tak ada satu pun orang
yang tahu tentang siapa dirinya sebenarnya, tak ada orang yang akan menghina fisik dan
kehidupannya. Dunia barunya membuat ia terlena pada kenyamanan yang tak pernah ia dapat.

Rasa nyaman itu semakin parah saat ia bergabung dengan roleplayer group chat R.
Orang-orang di sana dengan bebas bercerita tentang bagaimana kehidupan nyata tak pernah
berpihak pada mereka. OT awalnya merasa takut dan tak suka dengan pembicaraan itu. Namun,
melihat bagaimana respon mereka terhadap semua cerita, OT berpikir bahwa tak ada salahnya
untuk berbagi.

Akhirnya OT pun berani bercerita. Selanjutnya, respon yang ia dapat adalah sesuatu yang
tak pernah terbayangkan olehnya. Semua orang yang ada di sana memberikan semangat,
motivasi, bahkan pelukan virtual yang entah mengapa terasa nyata dan hangat. Orang-orang itu
hingga kini masih ada, dan tak pernah meninggalkan OT sebagaimana yang mereka janjikan.

Tiap jatuhnya, OT selalu bercerita pada teman-teman mayanya itu. Ketika ia ditolak ujian
masuk universitas, ketika kakak-kakaknya harus pergi merantau demi melanjutkan pendidikan
mereka, ketika setiap malam ia harus terjaga ketika ada suara-suara aneh di kepalanya. Selalu.

Kenyamanannya membuat OT seakan lupa bahwa ia masih hidup di dunia nyata.


Kebenciannya pada dunia nyata semakin menjadi karena ia tak pernah menemukan orang-orang
sehangat yang ia temukan di dunia maya.

Anda mungkin juga menyukai