Definisi :
Batasan karakteristik
Intervensi keperawatan
Sleep Enhancement
Etiologi
Gangguan pada jantung seperti gagal jantung dan iskemia pada pembuluh coroner
Stroke, kondisi degenerative, demensia, gangguan tidur karena gangguan CNS
Hipotiroid, menopause, siklus menstruasi, kehamilan, dan hipogonadism
Gangguan paru obstruktif, asma, Pickwikian sindrom (Obstructive sleep apnea syndrome).
Penyakit muntahan cairan lambung
Gangguan pada darah
Penggunaan obat seperti dekongestan, koritokosteroid, dan bronkodilator
Kondisi lainnya seperti Demam, nyeri dan infeksi
Kejadian yang mengancam nyawa atau kejadian yang memiliki stress tinggi
Gangguan siklus tidur akibat waktu kerja yang tidak tetap (malam dan pagi)
Lingkungan yang bising, dingin, ataupun terlalu panas.
Gangguan tidur itu sendiri merupakan masalah yang sering muncul pada pasien post stroke.
Mengalami gangguan tidur dapat menimbulkan rasa frustasi. Gangguan tidur dapat membuat
pasien lelah dah terganggu. Gangguan tidur juga meningkatkan risiko pasien post stroke untuk
menderita stroke lainnya (National Stroke Association, 2009)
Sekitar 2/3 dari pasien post stroke memiliki sleep disordered breathing (SDB). Tipe
gangguan tidur ini disebabkan oleh pola nafas yang abnormal. Dengan SDB, tidur pasien
terinterupsi beberapa kali sepanjang malam. SDB juga menimbulkan risiko yang berbahaya
terhadap kesehatan karena dapat meningkatkan tekanan darah, stress jantung dan pembekuan
darah (Nationla Stroke Association, 2009)
Gangguan tidur lainnya yang terjadi pada pasien post stroke adalah sleep wake cycle
disorders. Yang termasuk ke dalam sleep wake cycle disorders adalah insomnia, hipersomnia,
parasomnia dan gangguan irama circadian.
Sekitar 18% pasien post stroke mengalami insomnia. Ada beberapa area tertentu pada
otak yang apabila terkena stroke mempredisposisi terjadinya insomnia post stroke, area-area otak
tersebut antara lain area subkortikal, thalamus, thalamo-mesencephalic dan tegmentopontine.
Hipersomnia atau excessive daytime sleepiness dikarakterisasi oleh ketidakmampuan untuk tetap
terjaga pada periode bangun/”awake” saat siang hari. Hipersomnia terjadi pada 20%-40% pasien
stroke. Lesi stroke yang melibatkan ascending reticular activating system (ARAS) cenderung
untuk menimbulkan hipersomnia, misalnya lesi-lesi yang melibatkan thalamus, subthalamic area,
tegmental, midbrain dan pons bagian atas (Chemerinski et Robinson, 2000).