Pendahuluan
Kelenjar liur dibagi 2 yaitu kelenjar liur mayor dan minor. Kelenjar liur mayor terdiri dari
kelenjar parotis, kelenjar submandibula dan kelenjar sublingual. Kelenjar liur minor terdiri dari
600-1000 kelenjar yang tersebar sepanjang saluran pencernaan dan pernafasan atas.1
Tumor kelenjar liur paling sering mengenai kelenjar parotis yaitu berkisar 80% kemudian diikuti
kelenjar submandibula lebih kurang 10%-15%. Kelenjar sublingual dan kelenjar liur minor lebih
kurang 5%. Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur utama yang terbesar dan menempati
ruangan di depan prosesus mastoid dan liang telinga luar. Tumor ganas parotis pada anak jarang
didapat. Tumor paling sering pada anak adalah karsinoma mukoepidermoid, biasanya jenis
derajat rendah. 1, 2
Massa dalam kelenjar liur dapat menjadi ganas seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi
tumor ganas yang biasanya terjadi pada orang dengan usia lebih dari 40 tahun adalah 25 % tumor
parotis, 50 % tumor submandibula, dan satu setengah sampai dua pertiga dari seluruh tumor
kelenjar liur minor adalah ganas. Walaupun sangat jarang, tumor ini bisa metastase tulang,
kelenjar getah bening, paru, rongga mulut, faring kulit hati dan banyak lagi organ lain.
Pembahasan
Kelenjar terbentuk dari sel-sel yang secara khusus tersusun untuk menyebabkan sekresi. Kelenjar
endokrin tidak memiliki duktus atau sapuran tempat sekresinya mengalir melalui epitel.
Sebaliknya kelenjar tersebut berhubungan langsung dengan sistem sirkulasi melalui kapiler, yang
memungkinkan penyebaran sekresinya di seluruh tubuh. Contoh kelenjar endokrin adalah tiroid.
Kelenjar eksokrin terletak jauh dari permukaan epitel. Namun demikian, kelenjar eksokrin ini
dilengkapi dengan duktus yang membawa sekresinya ke permukaan jaringan. Misalnya, kelenjar
saliva adalah suatu kelenjar eksokrin.
1
Kelenjar liur atau kelenjar saliva adalah kelenjar yang mensekresikan cairan saliva,terbagi
menjadi dua golongan, yaitu mayor dan minor.Kelenjar saliva mayor terdapat tiga pasang, yaitu
kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Kelenjar saliva minor terutama
tersebar dalam rongga mulut, sinus paranasal, submukosa, trakea, dan lain lain.
Kelenjar saliva mensekresikan saliva ke dalam rongga oral. Saliva terdiri dari cairan encer yang
mengandungi enzim dan cairan kental yang mengandung mukus. Ada tiga pasang kelenjar saliva
yang terdiri dari kelenjar parotid, kelenjar submandibular dan kelenjar sublingual.
Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva yang terbesar, terletak agak ke bawah dan di depan telinga
dan membuka melalui duktus parotis (Stensen) menuju suatu elevasi kecil (papila) yang terletak
berhadapan dengan gigi molar kedua pada kedua sisi. Kelenjar submandibular kurang lebih
sebesar kacang kenari dan terletak di permukaan dalam pada mandibula serta membuka melalui
duktus Wharton menuju ke dasar mulut pada kedua sisi frenulum lingua. Kelenjar sublingual
pula terletak di dasar mulut dan membuka melalui duktus sublingual kecil menuju ke dasar
mulut.
Nervus fasialis mempersarafi inervasi motorik ke otot mimik wajah. Karena melewati kelenjar
parotis, nervus dibagi menjadi divisi superior dan inferior. Divisi superior biasanya termasuk
ramus temporalis, zigomatikus dan bukal. Divisi inferior termasuk ramus marginalis,
mandibularis dan servikalis.3
1. Sekresi serous yang mengandung ptyalin (suatu α-amilase), yang merupakan enzim
untuk mencernakan serat
2. Sekresi mucus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan dan perlindungan
permukaan
Kelenjar parotis seluruhnya menyekresi tipe serous, dan kelenjar sublingualis dan
submandibularis menyekresi tipe mukus maupun serous.Kelenjar bukalis hanya mensekresi
mukus. Saliva mempunyai pH antara 6,0 dan 7,4, suatu kisaran yang menguntungkan untuk kerja
pencernaan dan ptyalin.Pada kondisi basal, sekitar 0,5 mililiter saliva, hampir seluruhnya dari
2
tipe mucus, disekresikan setiap detik sepanjang waktu kecuali selama tidur, saat sekresi menjadi
sangat sedikit. Sekresi ini sangat berperan penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan
rongga mulut.
Saliva membantu mencegah proses kerusakan jaringan mulut yang dapat disebabkan oleh bakteri
dengan cara membantu membuang bakteri patogen juga partikel-partikel makanan yang memberi
dukungan metabolik bagi bakteri dan saliva juga mengandung beberapa faktor yang
menghancurkan bakteri, salah satunya adalah ion tiosianat dan lainnya adalah enzim proteolitik
terutama lisosim. Terakhir, saliva juga mengandung sejumlah besar antibodi protein yang dapat
menghancurkan bakteri rongga mulut, termasuk yang menyebabkan karies gigi.4
Setiap hari satu sampai dua liter air liur diproduksi dan hampir semuanya ditelan dan
direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan dalam mulut merangsang
serabut saraf yang berakhir pada nukleus pada traktus solitaries dan pada akhirnya merangsang
nukleus saliva pada otak tengah. Pengeluaran air liur juga dirangsang oleh penglihatan,
penciuman melalui impuls dari kerja korteks pada nukleus saliva batang otak.Aktivitas simpatis
yang terus menerus menghambat produksi air liur seperti pada kecemasan yang menyebabkan
mulut kering.Obat-obatan yang menghambat aktivitas parasimpatis juga menghambat produksi
air liur seperti obat antidepresan, tranquillizers, dan obat analgesik opioid dapat menyebabkan
mulut kering (Xerostomia).
Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi kalium, bikarbonat, kalsium,
magnesium, ion fosfat dan air. Jadi produk akhir dari kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan
yang bersifat basa yang kaya akan kalsium dan fosfat. Komposisi ini penting untuk mencegah
demineralisasi enamel gigi.5
3) Anamnesis
Pasien yang datang ke dokter seperti biasa harus ditanyakan identitasnya, kemudian apakah
keluhan yang membawa mereka datang berobat. Keluhan yang biasa didapatkan adalah berupa
benjolan yang soliter dan tidak nyeri di pre/infra/retro aurikuler. Benjolan biasanya semakin
membesar sehingga bisa menyebabkan telinga terangat dan biasanya sudah berlaku selama
beberapa bulan.
3
Jika terdapat rasa nyeri yang sedang sampai berat biasanya terjadi keganasan. Terjadinya
paralisis nervus facialis pada 2-3% kasus keganasan parotis. Pasien bisa mengadu adanya
disfagia, sakit tenggorokan, dan gangguan pendengaran. Dan dapat pula terjadi pembesaran
kelenjar getah bening apabila terjadi metastasis .
Pasien biasanya akan mengeluh sukar membuka mulut, sukar makan dan menelan. Bisa juga
terjadi perubahan pada bentuk muka atau merasa nyeri pada beberapa bagian wajah. Selain itu
dalam anamnesis perlu ditanyakan bagaimana progresivitas penyakitnya adakah semakin parah
atau membaik.
Pasien turut ditanyakan kemungkinan ada riwayat sakit sebelum ini, riwayat sakit manahun dari
keluarga dan apakah dia sudah bertemu dokter atau belum. Seandainya sudah apakah obat yang
sudah dikonsumsi dan efeknya adakah semakin membaik atau memburuk.
4) Pemeriksaan fisik
Pada saat pasien datang, hendaklah melihat keadaan umum pasien secara keseluruhan. Kemudian
periksa tanda-tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi nafas, nadi dan suhu pasien untuk
melihat kemungkinan ada kelainan. Kemudian periksa mata untuk adakah terdapat anemis atau
ikterus. Periksalah kepala, thorax dan abdomen. Selain itu periksa juga adakah tanda-tanda
kearah metastasis jauh ke organ lain seperti paru, tulang dan lain-lain.
Inspeksi dari warna kulit untuk melihat sekiranya ada perubahan warna, struktur, perkiraan
ukuran, dan sampai intaoral, melihat adakah pendesakan tonsil/uvula. Palpasi untuk menilai
konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar. Raba bagian yang membengkak dan
menilai pembesaran serta ada nyeri tekan atau tidak. Raba konsistensi tumor; kenyal atau keras.
Perhatikan juga ia melekat pada jaringan sekitar atau tidak dan palpasi apakah ada pembesaran
kelenjar getah bening leher ipsilateral dan kotralateral.
Lakukan juga pemeriksaan fungsi n. VII, VIII, IX, X, XI, XII. Pemeriksaan nervus kranialis
adalah seperti berikut1:
4
N.I : olfaktorius (daya penciuman) : pasien memejamkan mata, disuruh membedakan bau
pelbagai minyak aromatik. Lebih penting dinilai bahwa pasien dapat mendeteksi bau-bauan yang
berbeda daripada menyebutkan bau apa secara spesifik.
N.II : optikus (tajam penglihatan) : dengan snellen card, funduscope, dan periksa lapang
pandang.
N.III : okulomorius (gerakan kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata) : tes
putaran bola mata, menggerakkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak
mata.
N.IV : trochearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam) : sama seperti N.III
N.V : trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks
kedip) : menggerakkan rahang ke semua sisi, pasien memejamkan mata, sentuh dengan kapas
pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul.Reaksi suhu dilakukan dengan
air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
N.VII : facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah) : senyum, bersiul,
mengerutkan dahi, mengangkat alis maja, menutup kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan
lidah untuk membedakan gula dengan garam.
5
N.IX : glosofaringeus (sensasi rasa 1/3 posterior lidah) : membedakan rasa manis dan asam (gula
dan garam).
N.X : vagus (refleks muntah dan menelan) : menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah
/ air, disuruh mengucap “ah…!”. Apakah gerakan ovula simetris dan tertarik ke atas.
N.XI : accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus) : palpasi dan catat
kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien
melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien
memutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
N.XII : hipoglosus (gerakan lidah) : pasien suruh menjulurkan lidah dan menggerakkan dari sisi
ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien
melawan tekanan tadi. Kelemahan unilateral mengakibatkan deviasi lidah ke arah lesi.2
5) Pemeriksaan penunjang
a) Foto polos
b) USG
- untuk membedakan massa padat dan kistik.
- evaluasi kelainan vaskuler dan pembesaran jaringan lunak dari leher dan wajah,
termasuk kelenjar saliva dan kelenjar limfe.
c) CT scan/ MRI
- pada tumor yang mobilitas terbatas, untuk mengetahui luas ekstensi tumor lokoregional.
CT scan perlu dibuat pada tumor parotis lobus profundus untuk mengetahui perluasan ke
orofaring
- Sidikan CT seluruh tubuh, pada tumor ganas untuk deteksi metastase jauh.
6
d) Pemeriksaan laboratorium rutin,
- darah, urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/Kreatinin, globulin, albumin, serum
elektrolit, faal homeostasis
- untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi.
6) Diagnosis kerja
Neoplasma kelenjar saliva yang paling banyak ditemukan (60% dari semua tumor parotis)
adalah adenoma pleomorfik. Tumor ini memperlihatkan diferensiasi epitel dan mesenkim
campuran, dengan sarang-sarang epitel yang terdispersi di dalam matriks miksoid, hialin,
kondroid yang beragam, atau memperlihatkan diferensiasi tulang-tulang. Adenoma
pleomorfik merupakan massa diskret yang dapat digerakkan, tumbuh dengan lambat dan
tidak nyeri. Angka rekurensinya mencapai 25% jika tidak dilakukan eksisi dengan abik.
Transformasi ke arah keganasan (adenokarsinoma atau adenokarsinoma yang tidak
berdiferensiasi) terjadi pada 10% tumor sesudah lebih dari 15 tahun.
Karsinoma mukoepidermoid merupakan tumor kelenjar saliva primer ganas yang paling
sering ditemukan yaitu sekitar 15% dari semua neoplasma kelenjar saliva adalah karsinoma
mukoepidermoid. Tumor ini berukuran sampai 8 cm dan kapsulnya tidak berbatas tegas.
Secara histologik, terlihat untaian, lembaran atau susunan kistik sel-sel skuamosa, mukosa
atau intermediatdengan vakuola yang berisi mukus. Tumor dengan derajat rendah dapat
melakukan invasi lokal dengan angka rekurensi 15%, tumor dengan derajat tinggi memiliki
angka rekurensi sebesar 25% dan angka kelangsungan hidup 5 tahun sebesar 50%.
Karsinoma adenoid kistik relatif jarang ditemukan, separuh dari neoplasma ini terjadi pada
kelenjar minor. Tumor sel asinus merupakan 2-3% dari semua tumor kelenjar saliva dan
paling sering tumbuh pada kelenjar parotis. Sel-sel tumor ini menyerupai sel-sel asinus
serosa pada kelenjar saliva yang normal.6
7
7) Diagnosis banding
Parotitis8
Parotitis merupakan penyakit infeksi yang biasa terjadi pada anak-anak dan pada 30-40%
kasusnya merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus. Infeksi terjadi pada
anak-anak kurang dari 15 tahun sebelum penyebaran imunisasi. Penyebaran virus terjadi dengan
kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini
sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemi secara umum.
Pada umumnya parotitis epidemika dianggap kurang menular jika dibanding dengan morbili
atau varicela, karena banyak infeksi parotitis epidemika cenderung tidak jelas secara klinis.
Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi walaupun jarang
terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa meningoencepalitis, artritis, pancreatitis,
miokarditis, ooporitis, dan orchitis.
Parotitis epidemika ialah infeksi akut yang disebabkan dengan tanda khas berupa pembengkakan
dari kelenjar air liur yang disertai nyeri, yang kadang-kadang dapat engenai kelenjar gonad,
meningen, ankreas dan organ lainnya. Gejala umum pada anak, biasanya masa prodormal jarang
terjadi, tetapi mungkin bersama dengan demam, nyeri otot (terutama leher), nyeri kepala dan
malaise. Suhu tubuh biasanya naik sampai 38,5 – 39,5 oC. Kemudian timbul pembengkakan
kelenjar parotis yang mula – mula unilateral tetapi dapat menjadi bilateral.
Pada awalnya hanya pembengkakan hanya terjadi pada rongga antar tepi posterior mandibula
dan mastoid, kemudian meluas dalam deretan yang melengkung ke bawah dan ke depan, yang di
batasi oleh zygoma.Bengkak lebih mudah diliat dengan pandangan daripada dipalpasi karena
sudah terjadi udema kulit dan jaringan lunak yang sudah meluas. Bengkak maksimal yang terjadi
hanya dalam beberapa jam, tetapi puncaknya terjadi pada 1-3 hari. Bengkak tersebut mendorong
lobus telinga ke atas dan keluar serta sudut mandibula tidak dapat dilihat.
Biasanya bengkak tersebut dapat hilang dalam 3 – 7 hari dimana daerah pembengkakan tersebut
terasa nyeri baik spontan maupun pada perabaan, terlebih apabila penderita makan atau minum
seusatu yang asam. Hal ini merupakan gejala khas dari penyakit parotitis epidemika.
8
Tumor submandibula
kelenjar submandibula berbentuk pipih panjang, terletak di dasar mulut dan superior terhadap
muskulus digastrik. Ia terbentuk dari banyak kelenjar kecil dan terletak di area sublingual.
Sekretnya berupa campuran cairan yang serous dan mucous. Sekretnya dialirkan ke dalam
rongga mulut melalui duktus Warthon. Kira-kira 70% volume saliva dihasilkan oleh kelenjar ini.
Duktus sublingual ada dua jenis, besar dan kecil. Kebanyakan adalah duktus kecil, bermuara di
mukosa bawah lidah, duktus besar mengikuti sisi medial badan kelenjar mengikuti duktus
submandibular, keduanya kebanyakan bersatu bermuara di papilla di bawah lidah.
Neoplasma kelenjar liur merupakan kasus yang jarang. Angka kejadian berkisar antara 3%-6%
dari seluruh neoplasma kepala dan leher. Tumor yang paling sering menyerang kelenjar liur
adalah mengenai kelenjar parotis yaitu berkisar 80% kemudian diikuti kelenjar submandibula
lebih kurang 10%-15% dan kelenjar sublingual dan kelenjar liur minor lebih kurang 5%.
Klasifikasi histologi
9
B. Klasifikasi Menurut Grade (WHO)
Low grade malignancies
Acinic cell tumor
Mucoepidermoid carcinoma (grade I atau II)
High grade malignancies
Mucoepidermoid carcinoma (grade III)
Adenocarcinoma;porly differentiated carcinoma; anaplastic carcinoma
Squamous cell carcinoma
Malignant mixed tumor
Adenoid cystic carcinoma
Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen operasi meliputi :
Tipe histologis tumor
Derajat diferensiasi (grade)
Pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium patologis (pTNM)
T = Tumor primer
Ukuran tumor
Adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe
Radikalitas operasi
N = Nodus regional
Ukuran kelenjar getah bening (kgb)
Jumlah kgb yang ditemukan
Level kgb yang positip
Jumlah kbg yang positip
Invasi tumor keluar kapsul kgb
Adanya metastase ekstranodal
10
M = Metastase jauh
Klasifikasi stadium klinis
Penentuan stadium menurut AJCC tahun 2002, berdasarkan klasifikasi TNM:10
TNM Keterangan ST T N M
Tx Tumor primer tak dapat I T1 N0 M0
ditentukan T2
N0 M0
T0 Tidak ada tumor primer
T1 Tumor <2cm, tidak ada ekstensi II T3 N0 M0
ekstraparenkim
T2 Tumor >2cm-4cm, tidak ada III T1 N1 M0
ekstensi ektraparenkim T2
N1 M0
T3 Tumor >4cm-6cm, atau ada IV T4 N0 M0
ekstensi ekstraprenkim tanpa T3
N1 M0
terlibat n.VII T4
N1 M0
T4 Tumor >6cm, atau ada invasi ke Tiap T N2 M0
N.VII/dasar tengkorak Tiap T
N3 M0
Tiap T
Tiap N M1
Nx Metastase kgb tak dapat
ditentukan
N0 Tidak ada metastase kgb
N1 Metastase kgb tunggal <3cm,
ipsilateral
11
M1 Metastase jauh
8) Manifestasi klinis
Kanker parotis dimulai sebagai pembengkakan di bawah sudut rahang yang jika bertambah
besar, akan membuat daun terlinga terangkat. Tidak ada rasa nyeri atau keluhan lain. Ini adalah
kanker merupakan sesuatu yang tumbuh diam-diam tanpa rasa nyeri dan tidak menimbulkan
gejala lain. Sampai akhirnya mimik di belahan wajah sebelah berkurang dan hilang sama sekali,
mata tidak lagi dapat menutup dengan baik, sudut mulut mulai turun dan gerakan di belahan
yang terkena menghilang, belahan wajah yang terkena seakan-akan mati, disebabkan oleh
kelumpuhan otot wajah. Saraf yang memasok otot wajah, saraf otak ke tujuh (saraf fasialis) yang
berjalan melintang lewat kelenjar parotis, sudah digerogoti oleh kanker.12
9) Etiologi
Penyebab pasti dari tumor ini belum diketahui pasti, dicurigai adanya factor keterlibatan
lingkungan dan factor genetic. Paparan radiasi dikaitkan dengan tumor jinak warthin dan tumor
ganas karsinoma mukoepidermoid. Epstein-Barr virus merupakan salah satu factor pemicu
timbulnya limfoepitelial kelenjar liur.
10) Epidemiologi
Dari tumor kelenjar saliva, insidens tumor parotis paling tinggi, yaitu sekitar 80%, tumor
submandibular 10%, tumor sublingual 1%, tumor kelenjar saliva kecil dalam mulut 1%. Sekitar
85% dari tumor kelenjar parotis adalah jinak. Adenoma pleomorfik menempati 45-75% dari
seluruh tumor kelenjar liur dan 65% terjadi di kelenjar parotis.
11) Patogenesis
2. Teori Multiseluler
Menyatakan bahwa pembentukan sel–sel tumor kelenjarludah berkembang dari diferensiasi sel–
sel unitnya. Sebagai contoh,karsinoma sel skuamosa berkembang dari epitel duktus ekskretorius,
dankarsinoma sel asinik berkembang dari sel asinik.11
12) Tatalaksana
Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah pembedahan.Radioterapi sebagai
terapiadjuvant pasca pembedahan yang diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan pada
karsinoma kelenjar liur yang inoperabel.Kemoterapi hanya diberikan sebagai adjuvant, meskipun
masih dalam penelitian, dan hasilnya masih belum memuaskan.
13
Terapi tambahan yaitu secara radioterapi pasca bedah diberikan pada tumor ganas kelenjar liur
dengan kriteria:
- Radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi bekas insisi sebanyak 50
Gy dalam 5 minggu.
- Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau high grade
malignancy
a. Terapi utama
b. Terapi tambahan
Kemoterapi :
14
b. Untuk jenis karsinoma sel skuamosa (squamous cell carcinoma, mucoepidermoid
carcinoma)
-Methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap 3
1. Terapi utama
2. Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy
15
13) Komplikasi
i. Meningoensefalitis
Lebih sering terjadi pada anak-anak dan hanya 10% kasus terjadi pada penderita yang lebih tua
dari 20 tahun. Angka mortalitasnya dalah sekitar 2%. Orang laki-laki terkena tiga hingga lima
kali lebih sering daripada wanita. Patogenesis yang berperan adalah infeksi primer pada neuron
dan terjadinya ensefalitis pascainfeksi dengan demielinasi. Dapat timbul bersamaan ataupun
sesudah parotitis
i. Pankreatitis
Keterlibatan berat pankreas jarang, tetapi infeksi ringan atau subklinis mungkin lebih sering
daripada yang diketahui. Kenaikan nilai amilase serum adalah yang khas pada parotitis, dengan
atau tanpa manifestasi klinis pankreatitis.
ii. Tiroiditis
Pembengkakan yang nyeri dan difus dapat terjadi pada sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis
dengan perkembangan selanjutnya antibodi antitiroid
iii. Ketulian
Tuli saraf bisa terjadi unilateral, jarang bilateral. Parotitis adalah penyebab utama ketulian saraf
unilateral. Kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
16
14) faktor resiko
Hygenis yang kurang
Infeksi banyak
Terpapar sinar radioaktif
Merokok dan kebiasaan makan sirih
Radiasi matahari yang banyak
Peran alcohol sedikit
15) Prognosis
Prognosis tumor malignan sangat tergantung pada histology, perluasan local dan besarnya tumor
dan jumlah metastasis kelenjar leher. Jika sebelum penanganan tumor malignan telah ada
kehilangan fungsi saraf, maka prognosisnya lebih buruk.
Penutup
17
Daftar pustaka
1. Desen, Wan. Tumor kelenjar liur. Dalam : buku ajar onkologi klinis. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit fkui : 2007; 304-307.
2. Lecture notes neurologi. Ginsberg L. Edisi ke-8. Penerbit erlangga. Jakarta; 2007. h.35-7.
3. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi ke 6. Penerbit buku
kedokteran egc. Jakarta: 2000. h.254-8.
4. Guyton, Hall. Fungsi sekresi dari saluran pencernaan. Dalam : buku ajar fisiologi kedokteran.
Edisi 9. Penerbit buku kedokteran egc: Jakarta; 1013-1014.
5. Satish Keshav. Dalam: the gastrointestinal system at a glance. Australia: Blackwell science
ltd, 2004: 14-15.
6. Richard N. Mitchell, et al. Buku saku dasar patologis penyakit robbins & cotran. Edisi ke-7.
Penerbit buku kedokteran egc; Jakarta. 2006, h.465-7.
7. Berhman, Kliegman, Arvin, Nelson. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 15 volume 2.
Penerbit buku kedokteran egc, Jakarta. 2000; h. 1075-7.
8. Yvonne, M. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta. Indonesia: 2000
9. Robert L. Witt. Salivary gland disease surgical and medical management. Thieme medical
publishers, inc: New york. pg. 124-6.
10. Ayu, S. Adenoma pleomorfik kelenjar parotis. Universitas sumatera utara:2011:3-19
11. Sobin L H & Wittekind Ch (ed). TNM classification of malignant tumours. 6th ed.
Wiley-Liss; New York. 2002, pg. 48-51.
12. Kaplan, Michael J, Johns, Michael E. Malignant neoplasma. In : Cummings, Charles W.eds.
Otolaryngology head and neck surgery 2nd ed. St. Louis: Mosby year book;1993.p.1043-1076.
13. Theriault C, Fitzpatrick PJ: Malignant parotid tumors. Prognostic factors and
18