Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu sektor kesehatan yang mempunyai

misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh

masyarakat. Mutu pelayanan sangat tergantung pada kemampuan sumber

daya manusia (SDM). Peranan tenaga di rumah sakit sangat besar dan

pengadaannya tidak bisa di lakukan dengan cepat, bila tenaga telah tersedia

maka masih perlu adanya penyesuaian sebelum bisa digunakan secara optimal.

Tetapi bila terdapat kekurangan tenaga akan menurunkan produktivitas dan

mutu pelayanan. Unit Pelayanan Gizi Rumah Sakit merupakan salah satu

unit penunjang umum, yang juga memerlukan SDM yang berkualitas untuk

menjamin produksi layanan yang bermutu tinggi.1

Pelayanan gizi yang baik menjadi salah satu penunjang rumah sakit

dalam penilaian standar akreditasi untuk menjamin keselamatan pasien.

Semakin baik pelayanan gizi yang diberikan oleh rumah sakit, maka semakin

baik pula standar akreditasi rumah sakit tersebut. Profesionalisme tenaga gizi

dalam memberikan pelayanan gizi diatur berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2013 tentang

penyelenggaraan pekerjaan dan praktek tenaga gizi. Dalam upaya menjamin

pelaksanaan pelayanan gizi yang optimal di rumah sakit diperlukan adanya

perencanaan kebutuhan tenaga di instalasi gizi.1


2

Perencanaan kebutuhan tenaga di Instalasi Gizi khusus nya pada tenaga

pengolah makanan Rumah Sakit perlu dilakukan karena produk makanan

yang dihasilkan adalah makanan yang bermutu, baik mutu fisik maupun mutu

cita rasanya. Kegiatan ini difokuskan pada kegiatan pengolahan makanan

yang meliputi waktu yang digunakan tenaga untuk mengolah makanan dan

kegiatan yang dilakukan pada saat proses pengolahan makanan tersebut.

Perencanaan kebutuhan tenaga pengolah makanan di Instalasi Gizi dapat

dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya menggunakan metode

Workload Indicators of staffing Need (WISN).2

Workload Indicators of staffing Need (WISN) adalah metode perhitungan

kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan beban kerja yang dilaksanakan oleh

tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja fasilitas pelayanan

kesehatan . Metode WISN mudah dioperasikan, secara teknis mudah

diterapkan, komprehensif dan realistis sehingga dapat diterapkan untuk

menghitung setiap jenis tenaga di fasilitas pelayanan kesehatan, baik di

puskesmas maupun di rumah sakit. 3

Penelitian mengenai tenaga kesehatan di instalasi gizi dengan

menggunakan metode WISN pernah dilakukan oleh beberapa peneliti,

diantaranya oleh Suharyono et al yang melakukan penelitian pada tenaga

pekerja di unit layanan gizi pelayanan kesehatan Sint Carolus. Hasil

perhitungan dengan metode WISN menunjukkan jumlah optimal tenaga

pekerja di unit pelayanan gizi Sint Carolus sebanyak 7 orang, sedangkan yang

dipekerjakan saat ini berjumlah 13 orang. Kelebihan pemenuhan kebutuhan

tenaga pekerjaa di unit layanan gizi pelayanan kesehatan Sint Carolus


3

memberikan konsekuensi biaya tenaga kerja yang tinggi dan menimbulkan

ketidakefisienan dalam pengelola keuangan.4

Berdasarkan hasil penelitian di Instalasi Gizi RSUP dr. Kariadi Semarang

jumlah optimal kebutuhan tenaga kerja pengolah makanan berdasarkan

pendekatan perhitungan penggunaan waktu kerja produktif sebanyak 28

orang dan berdasarkan perhitungan metode WISN adalah sebanyak 32 orang

tenaga pemasak. Berdasarkan kedua pendekatan tersebut, maka rata-rata

jumlah optimal kebutuhan tenaga pemasak adalah sebanyak 30 orang.

Sedangkan yang tersedia jumlah tenaga pemasak yang ada di Instalasi Gizi

dr. Kariadi Semarang berjumlah 28 orang. Hal ini berarti terdapat

kekurangan tenaga pemasak sebanyak 2 orang. 5

Rumah Sakit Islam Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi merupakan rumah sakit

swasta dengan tipe rumah sakit termasuk tipe C. Berdasarkan Pedoman Gizi

Rumah Sakit (PGRS) standar jumlah tenaga gizi di Rs tipe C adalah 30 orang

yang terdiri dari 18 orang Registered Dietition (RD) yang bertanggung jawab

terhadap pelayan asuhan gizi dan pelayanan makanan/dietetik, dan 12 orang

Teknikal Registered Dietition (TRD) yang bertanggung jawab membantu RD

dalam melakukan asuhan gizi dan pelayanan makanan/dietetik serta

melaksanakan kewenangan sesuai dengan kompetensi.1

Unit pelayanan gizi RSI Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi sampai tahun 2019

memiliki tenaga sebanyak 19 orang yang terdiri dari tenaga gizi dan tenaga

non gizi, yaitu 1 kepala instalasi gizi yang juga menjadi koordinator unit gizi

serta ahli gizi ruangan (lulusan S1 Gizi yang telah mendapatkan gelar
4

Registered Dietition), 3 orang ahli gizi ruangan (lulusan DIII Gizi), serta 15

orang lainnya tenaga yang bekerja dibagian logistik, pengolahan dan

penanggung jawab produksi (lulusan SMK Tata Boga).

Jumlah tenaga non gizi di Instalasi Gizi RSI Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi

berjumlah 15 orang yang terbagi menjadi shift pagi (jam07.30-14.30), shift

sore (14.30-20.00) dan shift malam (20.00-07.30). Untuk tenaga non gizi,

tidak semua bekerja dibagian pengolahan makanan tetapi tersebar dibagian

produksi yang lain seperti bagian persiapan dan penerimaan bahan makanan,

produksi dan distribusi makanan. Sedangkan tenaga yang bekerja khusus

untuk mengolah/memasak makanan berjumlah 6 orang terdiri dari pengolah I

dan pengolah II, yang terbagi menjadi tiga shift dalam satu hari kerja.

Tenaga pengolah setiap harinya memproduksi makanan yang terdiri dari

makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair, diit khusus

dan snack. Rata-rata pelayanan dalam memproduksi makanan ialah 120

orang/hari dengan berbagai bentuk makanan dan diet khusus. Jumlah

rata-rata item hidangan yang harus di produksi oleh tenaga pengolah setiap

harinya baik dari makanan biasa, makanan lunak, diit khusus, tambahan

keluarga dan sambal permintaan berjumlah 13 item hidangan dengan volume

produksi rata-rata tiap shift 1560 porsi . Volume produksi tersebut harus

diselesaikan tenaga pengolah makanan adalah 7 jam/hari.

Beban kerja tersebut harus diselesaikan oleh tenaga pengolah makanan

dalam waktu 7 jam, dimana tenaga pengolah makanan di tiap shift berjumlah

2 orang. Pengolah I bertugas memproduksi lauk hewani, lauk nabati


5

sedangkan pengolah II bertugas memproduksi nasi, bubur, sayur dan snack.

Menurut penulis, jumlah tenaga pengolah belum optimal, beban kerja

tersebut tidak bisa hanya dilakukan oleh 2 orang tenaga pengolah karena

beban kerja terlalu berat apabila harus di selesaikan dalam waktu 7 jam.

Selain itu, jika di lihat dari jumlah tenaga gizi menurut tipe rumah sakit

dengan tipe C, standar jumlah tenaga gizi di RSI Yarsi ibnu sina adalah 30

orang, sedangkan jumlah tenaga gizi yang ada sebanyak 4 orang, sehingga

dapat di simpulkan bahwa Rumah Sakit ini masih kekurangan tenaga gizi

sebanyak 26 orang. Kurangnya jumlah tenaga gizi di Rumah Sakit ini bisa

saja juga diikuti dengan kurangnya jumlah tenaga kerja lainnya yang bisa

saja berdampak menurunkan produktivitas dan mutu pelayanan.

Dari uraian diatas penulis ingin menganalisis kebutuhan tenaga

pengolah makanan berdasarkan beban kerja menggunakan metode Workload

Indicators of staffing Need (WISN) di Instalasi Gizi RSI Yarsi Ibnu Sina

Bukittinggi tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

“Berapa jumlah kebutuhan tenaga pengolah makanan berdasarkan beban

kerja menggunakan metode Workload Indicators of staffing Need (WISN) di

Instalasi Gizi RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi tahun 2019 ? “

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
6

Menganalisis jumlah kebutuhan tenaga pengolah makanan berdasarkan

beban kerja menggunakan metode Workload Indicators of staffing Need

(WISN) di Instalasi Gizi RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya ketenagaan pelayanan gizi di Instalasi Gizi RSI Ibnu Sina Yarsi

Bukittinggi tahun 2019.

b. Diketahuinya jenis dan jumlah waktu kegiatan tenaga pengolah makanan di

Instalasi Gizi RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi tahun 2019.

c. Diketahuinya jumlah kebutuhan tenaga pengolah makanan di Instalasi Gizi

RSI Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi tahun 2019.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman bagi penulis serta

mampu mengaplikasikan ilmu yang di dapat selama perkuliahan dibidang

kesehatan khususnya sistem penyelenggaraan makanan institusi.

2. Bagi Institusi

Untuk mengembangkan dan menyempurnakan proses penyelenggaraan

makanan berkaitan dengan analisis jumlah kebutuhan tenaga gizi di Rumah

Sakit Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2019.


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketenagaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit

1. Kualifikasi Tenaga Gizi di Rumah Sakit

Tenaga gizi dalam pelayanan gizi rumah sakit adalah profesi gizi yang

terdiri dari Registered Dietisien (RD) dan Teknikal Registered Dietisien

(TRD). RD bertanggung jawab terhadap pelayanan asuhan gizi dan pelayanan

makanan dan dietetik, sedangkan TRD bertanggung jawab membantu RD

dalam melakukan asuhan gizi dan pelayanan makanan serta dietetik dan

melaksanakan kewenangan sesuai dengan kompetensi.1

Berdasarkan penelitian Badan Pendayagunaan Sumber Daya Manusia

kesehatan tahun 2012 mengenai kebutuhan tenaga gizi dengan metode


8

perhitungan analisis beban kerja atau WISN (Work Load Indicator Staf Need)

diperoleh jumlah gizi sebagai berikut :

Tabel 1
Kebutuhan Tenaga Gizi Berdasarkan Kelas Rumah Sakit
No Rumah Sakit Registered Teknikal Kebutuhan
Dietisien (RD) Registered Tenaga Gizi
Dietisien (TRD)
1. Kelas A 56 16 72
2. Kelas B 22 15 37
3. Kelas C 18 12 30
4. Kelas D 9 14 25
Sumber : 1

Jumlah tenaga di rumah sakit dibutuhkan satu ahli gizi dan dua tenaga

menengah gizi untuk setiap 75-100 tempat tidur dan untuk 5-6 tempat tidur

dibutuhkan satu tenaga pengolah serta tiap 60-75 tempat tidur dibutuhkan

satu prakarya pembersih.6

Dalam melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit. Selain tenaga gizi,

dibutuhkan juga tenaga pendukung meliputi tenaga jasa boga, logistik,

pranata komputer, tenaga administrasi dan tenaga lainnya.1

2. Kebutuhan Tenaga Pelayanan Gizi

a. Kepala Unit Pelayanan Gizi

Adalah penanggung jawab umum organisasi unit pelayanan gizi di

sebuah rumah sakit yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit berdasarkan

ketentuan dan peraturan kepegawaian yang berlaku. Dalam memenuhi standar

akreditasi dan terlaksananya pelayanan gizi rumah sakit, dibutuhkan


9

pimpinan pelayanan gizi/dietetik yaitu seorang Registered Dietisien (RD) dan

diutamakan yang telah memperoleh pendidikan manajemen.1

Tugas dan fungsi kepala unit pelayanan gizi di rumah sakit meliputi :

1) Menyusun perencanaan pelayanan gizi

2) Menyusun rencana evaluasi pelayanan gizi

3) Melaksanakan pengawasan dan pengendalian

4) Melaksanakan pengkajian data kasus

5) Melaksanakan penelitian dan pengembangan

b. Koordinator unit pelayanan gizi

Koordinator unit-unit melaksanakan tugas untuk mengkoordinasikan :

1) Perencanaan dan evaluasi pelayanan gizi

2) Pengawasan dan pengendalian dalam penyelenggaraan pelayanan gizi

3) Pemantauan proses pelayanan

4) Pengkajian data kasus

c. Pelaksana

Pelaksana yang dimaksud adalah tenaga pelayanan yang bertugas sebagai

juru masak, perbekalan, pramusaji, pranata komputer dan ketatausahaan.

1) Juru Masak
10

Juru masak yaitu tenaga pengolah makanan yang bertugas mulai dari

persiapan bahan makanan hingga pendistribusian.

2) Logistik (Tenaga urusan gudang atau perbekalan)

Tenaga urusan gudang atau perbekalan bertugas pada unit penyimpanan

bahan makanan untuk menjamin ketersediaan dan kesiapan bahan

makanan sesuai dengan pesanan harian, serta kondisi fisik bahan

makanan yang bermutu sesuai dengan standart yang ditetapkan.

3) Pramusaji dan Prakarya

Pramusaji adalah staf dibawah koordinator unit gizi yang diberi tugas

sebagai pelaksana untuk menyiapkan makanan pasien sesuai dengan

pesanan dan dietnya serta sebagai pelaksana pengantar makanan ke

pasien dan memiliki kriteria pendidikan SMK Boga/SMA.

4) Operator Komputer

Operator komputer bertugas terutama pada unit perencanaan dan evaluasi

mendukung formulasi dan akurasi perencanaan anggaran serta kebutuhan

bahan makanan.

5) Tata Usaha

Tugas tata usaha meliputi registrasi pesanan, pembukuan keuangan,

penyimpanan laporan berkala, penyimpanan laporan khusus serta

pengaturan hal-hal yang berkaitan dengan kepegawaian.1

B. Jenis kegiatan Tenaga Pengolah Makanan Dalam Pelayanan Gizi di

Rumah Sakit
11

Menurut pedoman PGRS untuk tenaga pelaksana atau petugas gizi yang

bertugas sebagai juru masak yaitu tenaga pengolah makanan yang bertugas

mulai dari tahap persiapan hingga pendistribusian memiliki pendidikan

sebagai berikut :

1. Rumah Sakit Kelas A : SMK Tata Boga atau SMU Kursus Masak

2. Rumah Sakit Kelas B : SMK Tata Boga atau SMU Kursus Masak

3. Rumah Sakit Kelas C : SMU/SLTP Kursus Masak.

Kegiatan pokok yang dilakukan oleh pengolah makanan selama jam kerja

terdiri dari kegiatan pokok langsung dan kegiatan pokok tidak langsung.7

a. Kegiatan pokok langsung

Adalah kegiatan yang tidak mungkin dihindari dan menjadi kegiatan

wajib yang harus dilakukan tenaga pengolah makanan selama jam kerja

karena berhubungan dengan kebutuhan dan kepentingan pasien.

Kegiatan langsung Pengolah I, antara lain :

1) Menyiapkan bahan makanan/bumbu

2) Menyiapkan alat yang akan digunakan

3) Mencampurkan bahan makanan dengan bumbu

4) Memasak lauk nabati

5) Memasak lauk hewani

6) Menghidangkan makanan
12

7) Mencuci peralatan yang sudah digunakan

8) Membersihkan kompor dan lingkungan kerja pengolahan

9) Pertukaran shift petugas pengolahan makanan

Kegiatan pokok Pengolah II, antara lain :

1) Menyiapkan alat yang akan digunakan

2) Menyiapkan snack pagi

3) Memasak nasi

4) Menyediakan santan

5) Memasak sayuran

6) Menghidang makanan

7) Mencuci peralatan yang sudah digunakan

8) Membersihkan kompor dan lingkungan kerja pengolahan

9) Distribusi makanan ke pramusaji

10) Pertukaran shift petugas pengolahan makanan

b. Kegiatan Tidak Langsung

Adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga pengolah makanan

untuk melakukan semua kegiatan yang berpengaruh tidak langsung

terhadap makanan yang dihasilkan.

Kegiatan tidak langsung Pengolah I dan Pengolah II, antara lain :


13

1) Melihat siklus menu

2) Membaca jumlah bahan makanan sesuai dengan diit pasien

3) Mengobrol

4) Menerima telpon

5) Sholat

6) Kekamar mandi

7) Makan dan minum

C. Kebutuhan Tenaga Pengolah Makanan Berdasarkan Beban Kerja

menggunakan Metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN)

1. Gambaran Umum Metode WISN

Berdasarkan panduan manual yang dikeluarkan oleh WHO, Workload

Indicators of Staffing Need (WISN) merupakan sebuah standar pengukuran

kebutuhan tanaga kesehatan berdasarkan indikator beban kerja yang pertama

kali diuji cobakan tahun 1998. metode WISN adalah alat manajemen sumber

daya yang menghitung kebutuhan staf berdasarkan beban kerja untuk kategori

staf tertentu dan jenis fasilitas kesehatan. Alat ini dapat diterapkan secara

nasional, regional, difasilitas kesehatan tunggal, bahkan sebuah unit atau

bangsal di rumah sakit. Metode WISN memiliki kelebihan yaitu mudah

digunaan baik secara teknis, komphrehensif, realistis serta memberikan

kemudahan dalam menentukan variasi kebutuhan SDM dalam berbagai tipe

layanan kesehatan seperti puskesmas maupun rumah sakit. Namun metode

WISN memiliki kelemahan, dimana sangat diperlukan adanya kelengkapan


14

data yang nanti nya akan dianalisa secara statistik dan akan mempengaruhi

akurasi hasil WISN.3

2. Beban Kerja

Merupakan aspek pokok yang menjadi dasar untuk perhitungan

kebutuhan tenaga kerja. Beban kerja perlu ditetapkan melalui

program-program unit kerja yang selanjutnya dijabarkan menjadi target

pekerjaan untuk setiap jabatan. Analisis beban kerja merupakan salah satu

cara dalam perencanaan kebutuhan sumber daya manusia.8

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

2007 tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan

Penyusunan Serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja, disebutkan bahwa

dalam perencanaan tenaga kerja baik mikro atau makro dihitung berdasarkan

beban kerja yang kemudian dituangkan dalam rencana tenaga kerja yang

disusun dalam jangka lima tahun. Setiap tahunnya dilakukan penilaian untuk

menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dari masing-masing lembaga

atau pun institusi.9

Hasil dari perhitungan analisis beban kerja sangat bermanfaat sebagai

alat ukur terhadap kebutuhan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi

sebagai dasar dalam norma waktu penyelesaian pekerjaan, tingkat efisiensi

kerja, prestasi kerja, penyusunan formasi pegawai dan penyempurnaan sistem

prosedur kerja. Analisis beban kerja juga dapat digunakan sebagai tolak ukur

bagi pegawai/unit organisasi dalam melaksanakan kegiatannya yaitu berupa

norma waktu penyelesaian pekerjaan, tingkat efisiensi kerja, standar beban


15

kerja, prestasi kerja, menyusun formasi pegawai setiap unit kerja serta

penyempurnaan sistem prosedur kerja dan manajemen lainnya.9

3. Prosedur Perhitungan Kebutuhan Tenaga Kerja berdasarkan beban

kerja dengan Menggunakan Metode Workload Indicators of Staffing

Need (WISN)

Metode perhitungan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan beban kerja

(WISN) adalah suatu metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan

berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori

SDM kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini

meliputi 5 langkah, yaitu : 3

1) Menetapkan waktu kerja tersedia

Menetapkan waktu kerja tersedia tujuannya adalah diperolehnya waktu

kerja tersedia masing-masing kategori SDM yang bekerja di rumah sakit

selama kurun waktu satu tahun.

Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja tersedia adalah

sebagai berikut :

a) Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit atau

Peraturan daerah setempat. (A)

b) Cuti Tahunan, sesuai dengan ketentuan SDM memiliki hak cuti setiap

tahun. (B)
16

c) Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di RS untuk

mempertahankan dan meningkat kompetensi/profesionalisme setiap kategori

SDM memiliki hak untuk mengikuti pelatihan/kursus/seminar/lokakarya

dalam hari kerja. (C)

d) Hari libur Nasional, berdasarkan keputusan bersama Menteri terkait

tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002-2003

ditetapkan 15 hari kerja dan 14 hari kerja untuk cuti bersama. (D)

e) Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata-rata ketidakhadiran kerja (selama

kurun waktu 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk atau tanpa

pemberitahuan/izin. (E)

f) Waktu kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di RS atau Peraturan

Daerah. (F)

Berdasarkan data tersebut selanjutnya dilakukan perhitungan untuk

menetapkan waktu tersedia dengan rumus sebagai berikut :

Waktu Kerja Tersedia = { A- (B+C+D+E)} × F

Keterangan :

A = Hari kerja D = Hari libur nasional

B = Cuti tahunan E = Ketidakhadiran Kerja

C = Pendidikan dan pelatihan F = Waktu Kerja

2) Menetapkan unit kerja dan kategori SDM


17

Tujuannya adalah diperolehnya unit kerja dan kategori SDM yang

bertanggung jawab dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan

perorangan pada pasien, keluarga dan masyarakat didalam dan diluar RS.

Data dan informasi yang dibutuhkan untuk penetapan unit kerja dan

kategori SDM adalah sebagai berikut :

a) Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi

masing-masing unit dan sub-unit kerja.

b) Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan

fungsional.

c) Data pegawai berdasarkan pendidikan yang bekerja pada tiap unit

kerja di RS.

d) PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan

e) Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan jabatan fungsional

SDM kesehatan.

f) Standar profesi, standar pelayanan dan Standar Operasional Prosedur

(SOP) pada tiap unit kerja RS.

Fungsi utama rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan

yang mengutamkan pelayanan kesehatan perorangan meliputi pelayanan

kesehatan kuratif, rrehabilitatif secara serasi dan terpadu dengan pelayanan

preventif dan promotif. Berdasarka fungsi utama tersebut, unit kerja RS dapat

dikelompokkan sebagai berikut :


18

1. Unit kerja fungsional langsung, adalah unit dan sub-unit kerja yang

langsung terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan didalam

dan diluar RS, misalnya: Instalasi Rawat Inap/Jalan, Instalasi Gawat

Darurat, Instalasi Farmasi/Apotik dan lain sebagainya.

2. Unit kerja fungsional penunjang, adalah unit dan sub-unit kerja yang

tidak langsung berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan,

yaitu :

a) pelayanan kesehatan perorangan di RS, misalnya : Instalasi Tata

Usaha Rawat Inap/Jalan, Instalasi Pemeliharaan Sarana RS.

b) Pelayanan kesehatan promotif didalam dan diluar RS, misalnya :

Unit Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM-RS).

3) Menyusun standar beban kerja

Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun

per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun

berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya (rata-rata waktu)

dan waktu yang tersedia per-tahun yang dimiliki oleh masing-masing kategori

tenaga.

Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja

masing-masing kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut :

a) Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja RS sebagaimana

hasil yang telah ditetapkan pada langkah kedua.

b) Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku di RS.


19

c) Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk

melaksanakan/menyelesaikan berbagai pelayanan RS.

d) Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja RS meliputi :

1) Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing-masing kategori

SDM.

2) Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan

pokok.

3) Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori SDM.

Kegiatan Pokok

Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan sesuai standar

pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) untuk menghasilkan

pelayanan kesehatan/medik yang dilaksanakan oleh SDM kesehatan dengan

kompetensi tertentu.

Rata-rata Waktu

Rata-rata waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan suatu kegiatan pokok, oleh masing-masing kategori SDM

pada tiap unit kerja. Kebutuhan waktu untuk menyelesaikan kegiatan sangat

bervariasi dan dipengaruhi standar pelayanan, standar operasional prosedur

(SOP), sarana dan prasarana medik yang tersedia serta kompetensi SDM.

Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman

selama bekerja dan kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rata-rata waktu

yang cukup akurat dan dapat dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan


20

berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan

pokok oleh SDM yang memiliki kompetensi, kegiatan pelaksanaan standar

pelayanan, standar operasional prosedur (SOP) dan memiliki etos kerja yang

baik.

Standar Beban Kerja

Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun

per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun

berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya (waktu rata-rata)

dan waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.

4) Menyusun Standar Kelonggaran

Penyusunan standar kelonggaran tujuannya adalah diperolehnya faktor

kelonggaran tiap kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu

untuk menyelesaikan suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau

dipengaruhi tinggi rendahnya kualitas atau jumlah kegiatan pokok/pelayanan.

Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan

dan wawancara kepada tiap kategori tentang :

a) Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada

pasien. Misalnya : rapat, penyusunan laporan kegiatan dan lainnya.

b) Frekuensi kegiatan dalam suatu hari, minggu, bulan.

c) Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.

Selama pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja,

sebaiknya mulai dilakukan pencatatan tersendiri apabila ditemukan kegiatan


21

yang tidak dapat dikelompokkan atau sulit dihitung beban kerjanya karena

tidak/kurang berkaitan dengan pelayanan pada pasien untuk selanjutnya

digunakan sebagai sumber data penyusunan faktor kelonggaran tiap kategori

SDM.

Setelah faktor kelonggaran tiap kategori SDM diperoleh, langkah

selanjutnya adalah menyusun standar kelonggaran dengan melakukan

perhitungan berdasarkan rumus dibawah ini :

Standar kelonggaran = rata-rata waktu faktor kelonggaran


Waktu kerja tersedia selama setahun

5) Kebutuhan SDM per unit kerja

Perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja tujuannya adalah

diperolehnya jumlah dan jenis/kategori SDM per unit kerja sesuai beban kerja

selama 1 tahun.

Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per

unit kerja meliputi :

a) Data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya yaitu :

1. waktu kerja tersedia

2. Standar beban kerja

3. Standar kelonggaran

b) Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu

tahun.
22

Kuantitas kegiatan pokok

Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data kegiatan

pelayanan yang telah dilaksanakan disetiap unit kerja RS selama kurun waktu

satu tahun.

Kebutuhan SDM

Untuk perhitungan kebutuhan SDM disetiap instalasi dan unit kerja

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kebutuhan SDM = Kuantitas Kegiatan pokok + standar kelonggaran


Standar beban kerja
23

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ketenagaan Pelayanan Gizi di RSI Yarsi Ibnu Sina

Tabel 1. ketenagaan pelayanan gizi di RSI Yarsi Ibnu Sina


Kelompok Tenaga Tingkat Jumlah Tenaga
Pendidikan
(orang)
Kepala Ruangan Gizi S1 Gizi, RD 1
Ahli Gizi Ruangan DIII Gizi 3
Logistik SMK Tata Boga 1
TJ Produksi SMK Tata Boga 3
Pengolah I SMK Tata Boga 6
Pengolah II SMK Tata Boga 6
24

TOTAL 19

Unit pelayanan gizi RSI Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi sampai tahun 2019

memiliki tenaga sebanyak 19 orang, yaitu 1 kepala instalasi gizi yang juga

menjadi koordinator unit gizi serta ahli gizi ruangan (lulusan S1 Gizi yang

telah mendapatkan gelar Registered Dietition), 3 orang ahli gizi ruangan

(lulusan DIII Gizi), 15 orang tenaga yang bekerja dibagian logistik,

pengolahan dan penanggung jawab produksi (SMK Tata Boga).

Waktu kerja tenaga di Instalasi Gizi terbagi menjadi shift pagi

(jam07.30-14.30), shift sore (14.30-20.00) dan shift malam (20.00-07.30).

Untuk tenaga non gizi, tidak semua bekerja dibagian pengolahan makanan

tetapi tersebar dibagian produksi yang lain seperti bagian persiapan dan

penerimaan bahan makanan, produksi dan distribusi makanan serta pramusaji.

Sedangkan tenaga yang bekerja khusus untuk mengolah/memasak makanan

sberjumlah 3 orang pengolah I dan 3 orang pengolah II, yang terbagi menjadi

tiga shift dalam satu hari kerja. Waktu kerja menggunakan Shift hanya

berlaku untuk tenaga non gizi, sedangkan untuk tenaga gizi hanya

menggunakan satu shift yaitu sfift pagi (07.30-14.30).

B. Jenis Kegiatan dan Jumlah Waktu Kegiatan Pokok Pengolah Makanan

di RSI Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi

Jenis kegiatan pokok tenaga pengolah makanan yang diamati terdiri dari

kegiatan pokok langsung dan kegiatan pokok tidak langsung. Dari hasil

observasi di Instalasi Gizi, di dapatkan jumlah waktu untuk setiap jenis


25

kegiatan pokok tenaga pengolah makanan pada satu shift dalam satu hari

kerja, sebagai berikut :

Tabel 2. jenis dan jumlah waktu kegiatan pokok pengolah I di RSI Yarsi
Ibnu Sina dalam satu hari kerja
Unit Kerja : Instalasi Gizi
Waktu Kerja : 420 menit/hari
Jenis kegiatan pokok Rata-rata waktu (%)
(menit)
Kegiatan Pokok Langsung
Menyiapkan bahan makanan/bumbu 30 7,1
Menyiapkan alat yang digunakan 10 2,3
Mencampurkan bahan makanan 10 2,3
dengan bumbu
Memasak lauk hewani 100 23,8
Memasak lauk nabati 50 11,9
Menghidangkan makanan 10 2,3
Mencuci peralatan yang sudah 30 7,14
digunakan
Membersihkan kompor dan 10 2,3
lingkungan kerja pengolahan
Pertukaran shift petugas pengolah 5 1,1
TOTAL 255 60,74
Kegiatan Pokok Tidak Langsung
Melihat siklus menu 3 0,71
Membaca jumlah bahan makanan 2 0,47
sesuai diit
Mengobrol 10 2,3
Mengangkat telpon 2 0,47
Sholat 15 3,5
Kekamar mandi 5 1,1
Makan dan minum 15 3,5
26

TOTAL 52 10,8
Total Keseluruhan 307 71,54

Tabel 3. jenis dan jumlah waktu kegiatan pokok pengolah II di RSI Yarsi
Ibnu Sina dalam satu hari kerja
Unit Kerja : Instalasi Gizi
Waktu Kerja : 420 menit/hari
Jenis kegiatan pokok Rata-rata waktu (%)
(menit)
Kegiatan Pokok Langsung
Menyiapkan alat yang digunakan 5 1,1
Menyiapkan snack pagi 30 7,1
Memasak Nasi 90 21,4
Mempersiapkan santan 15 3,5
Memasak sayuran 30 7,1
Menghidangkan makanan 5 1,1
Mencuci peralatan yang sudah 10 2,3
digunakan
Membersihkan kompor dan 5 1,1
lingkungan kerja pengolahan
Distribusi makanan 20 4,7
Pertukaran shift petugas pengolah 5 1,1
TOTAL 215 50,5
Kegiatan Pokok Tidak Langsung
Melihat siklus menu 2 0,47
Membaca jumlah bahan makanan 2 0,47
sesuai diit
Mengobrol 10 2,3
Mengangkat telpon 2 0,47
Sholat 15 2,3
27

Kekamar mandi 5 1,1


Makan dan minum 15 3,5
TOTAL 51 10,61
Total Keseluruhan 266 61,11

Perhitungan beban kerja digunakan dengan patokan tenaga pengolah

yang kompeten dalam bidangnya, yaitu tenaga pengolah makanan tersebut

terdidik dan terlatih dengan baik, terampil dan pekerjaannya harus

dilaksanakan sesuai standar-standar profesional.3 Beban kerja tenaga

pengolah didapatkan dari hasil pengamatan kegiatan pokok langsung yang

merupakan kegiatan yang tidak mungkin dihindari karena berhubungan

dengan kebutuhan dan kepentingan pasien, serta kegiatan pokok tidak

langsung yang merupakan kegiatan yang berpengaruh tidak langsung

terhadap makanan yang dihasilkan oleh tenaga pengolah. Tabel 3

memperlihatkan beban kerja tenaga pengolah tertinggi pada pengolah I

sebesar 307 menit/hari (71,54%) diikuti pengolah I sebesar 266 menit/hari

(61,11%).

Berdasarkan wawancara mengenai beban kerja tenaga pengolah makanan,

menunjukkan bahwa beberapa tenaga pengolah makanan terutama pengolah I

mengatakan beban kerja di Instalasi Gizi cukup berat, terutama pada tenaga

pengolah yang sedang dalam keadaan hamil. Pekerjaan yang banyak dan

kesulitan mengangkat benda berat seperi panci yang berisi bahan atau

makanan hanya dilakukan oleh dua orang perempuan yang merupakan

masalah yang dihadapi tenaga pengolah makanan.


28

Beban kerja yang terlalu berat atau ringan akan berdampak terjadinya

efisiensi kerja. Beban kerja yang terlalu ringan berarti terdapat kelebihan

tenaga kerja yang menyebabkan organisasi harus mengkaji jumlah tenaga

dengan produktivitas yang sama sehingga terjadi efisiensi biaya. Sebaliknya,

jika terjadi kekurangan tenaga dapat menyebabkan keletihan fisik maupun

psikologis bagi tenaga kerja yang akhirnya tenaga tersebut menjadi tidak

produktif karena terlalu letih.10

Total waktu untuk kegiatan pokok pengolah I sebesar 307 menit/hari dan

pengolah II sebesar 266 menit/hari. Waktu kerja tersedia untuk satu shift

kerja dalam satu hari sebesar 7 jam atau 420 menit, sehingga rerata

penggunaan waktu kerja produktif per hari pengolah I sebesar (71,54%)

diikuti pengolah II sebesar (61,11%), sisanya sebesar 28,4% (pengolah I) dan

sebesar 38,8% (pengolah II) digunakan untuk kegiatan lain.

C. Jumlah Kebutuhan Tenaga Pengolah Makanan Berdasarkan Beban

Kerja Menggunakan Metode WISN

1. Waktu Kerja Tersedia

a) Jumlah hari kerja

Tabel 4. Jumlah hari kerja dalam setahun


Kategori Tenaga Jumlah Jumlah Hari Jumlah Hari
Minggu Kerja Seminggu Kerja
Tenaga Pengolah 52 6 52 minggu x 6
makanan hari kerja
perminggu = 312
hari
29

Di Instalasi Gizi RSI Yarsi Ibnu Sina tenaga gizi dan tenaga lainnya tidak

boleh tidak hadir selama jam kerja. Apabila tidak hadir baik karena alasan

sakit, izin dan tanpa keterangan maka dianggap ketidakhadiran dipotong dari

hak cuti tahunan.

b) Rata-rata waktu yang dapat dipergunakan untuk menghitung waktu kerja

dalam setahun

Tabel 5. Rata-rata waktu yang dipergunakan dalam setahun


Kode Faktor Tahun 2018 Keterangan
Di Instalasi Gizi
A Hari kerja 312 Hari/tahun
B Cuti Tahunan 12 Hari/tahun
C Pelatihan 1 Hari/tahun
D Hari Libur 16 Hari/tahun
Nasional
E Ketidakhadiran 0 Hari/tahun
F Waktu Kerja 7 7 jam
sehari/Tahun
Hari Kerja Tersedia 283 Hari/tahun
Waktu Kerja Tersedia 1981 Jam/tahun
[A-(B+C+D+E) x F] 118.860 Menit/tahun

Di Instalasi Gizi RSI Yarsi Ibnu Sina tenaga gizi maupun tenaga

kesehatan lainnya tidak boleh tidak hadir selama hari kerja (0 hari/tahun), 12

hari cuti tahunan, 1 hari pelatihan dan pembinaan, 16 hari libur nasional

selama tahun 2018 dan 7 jam waktu kerja/tahun. Jumlah kan semua faktor

kecuali waktu kerja tersedia kemudian dikurangi dengan hari kerja yang

tersedia (312-(12+1+16)), setelah itu dikalikan dengan waktu kerja dalam


30

satu hari. Hasilnya menunjukkan hari kerja setahun dari tenaga pengolah

makanan di Instalasi Gizi RSI Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi adalah 283 hari.

Hari kerja pertahun diubah menjadi waktu kerja dalam setahun. Jam kerja

7 jam/hari, jadi hasilnya di Instalasi Gizi RSI Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi

seorang tenaga pengolah makanan memiliki waktu kerja 1981 jam/tahun atau

118.860 menit/tahun.

2. Unit Kerja dan Kategori SDM

Unit Kerja yaitu Unit Pelayanan Gizi.

3. Standar Beban Kerja

Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama satu

tahun dari tenaga pengolah makanan.

Standar beban kerja = waktu kerja tersedia


Rata-rata waktu

Tabel 6. Standar beban kerja Pengolah I


Unit Kerja : Instalasi Gizi
31

Waktu Kerja : 118.860 menit/tahun


Jenis kegiatan pokok Rata-rata waktu Standar Beban
Kerja (tahun)
(menit)
Kegiatan langsung
Menyiapkan bahan makanan/bumbu 10 11.886
Menyiapkan alat yang digunakan 5 23.772
Mencampurkan bahan makanan 5 23.772
dengan bumbu
Memasak lauk hewani 30 3.962
Memasak lauk nabati 20 5.943
Menghidangkan makanan 5 23.772
Mencuci peralatan yang sudah 15 7.924
digunakan
Membersihkan kompor dan 10 11.886
lingkungan kerja pengolahan
Pertukaran shift petugas pengolah 5 23.772
TOTAL 110 136.689
Kegiatan tidak langsung
Melihat siklus menu 2 59.430
Membaca jumlah bahan makanan 2 59.430
sesuai diit
Mengobrol 5 23.772
Mengangkat telpon 2 59.430
Sholat 5 23.772
Kekamar mandi 5 23.772
Makan dan minum 10 11.886
TOTAL 31 261.492
TOTAL KESELURUHAN 141 398.181
32

Tabel 7. Standar beban kerja Pengolah II


Unit Kerja : Instalasi Gizi
Waktu Kerja : 118.860 menit/tahun
Jenis kegiatan pokok Rata-rata waktu Standar Beban
Kerja
(menit)
(tahun)
Kegiatan langsung
Menyiapkan alat yang digunakan 5 23.772
Menyiapkan snack pagi 15 7.924
Memasak nasi 30 3.962
Mempersiapkan santan 10 11.886
Memasak sayuran 20 5.943
Menghidangkan makanan 5 23.772
Mencuci peralatan yang sudah 10 11.886
digunakan
Membersihkan kompor dan 5 23.772
lingkungan kerja pengolahan
Distribusi Makanan 15 7.924
Pertukaran shift petugas pengolah 5 23.772
TOTAL 120 144.613
33

Kegiatan tidak langsung


Melihat siklus menu 2 59.430
Membaca jumlah bahan makanan 2 59.430
sesuai diit
Mengobrol 5 23.772
Mengangkat telpon 2 59.430
Sholat 5 23.772
Kekamar mandi 5 23.772
Makan dan minum 10 11.886
TOTAL 31 261.492
TOTAL KESELURUHAN 151 406.105

4. Standar Kelonggaran

Standar kelonggaran didapat dengan terlebih dahulu menyusun faktor

kelonggaran yang merupakan kegiatan yang kurang terkait langsung dengan

kegiatan pokok, frekuensi kegiatan (hari, minggu, bulan, tahun), dan waktu

yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut.


34

Standar kelonggaran = Jumlah rata-rata waktu per faktor kelonggaran


Waktu kerja tersedia

Tabel 8. Standar kelonggaran tenaga pengolah I dan pengolah II di Instalasi


Gizi RSI Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi
Unit Kerja : Instalasi Gizi
Waktu Kerja : 118.860 menit/tahun
Faktor kelonggaran Frekuensi Rata-rata Standar
waktu Kelonggaran
(menit) (menit/tahun)
Rapat 1x/bulan 90 0.009
Pelatihan 1x/tahun 60 0.0005
Istirahat 1x/hari 60 0.14
Libur shift malam 2x/minggu 840 0,73
Total 210 1,87

5. Kebutuhan Tenaga Pengolah Makanan

Tujuan perhitungan kebutuhan tenaga pengolah makanan adalah

diperolehnya jumlah tenaga optimal yang dibutuhkan Instalasi Gizi untuk

mendukung pelayanan gizi secara menyeluruh selama kurun waktu satu

tahun.

Kebutuhan SDM = kuantitas kegiatan pokok + Standar Kelonggaran


Standar beban kerja
35

Tabel 9. Kebutuhan tenaga pengolah I di Instalasi Gizi RSI Yarsi


Ibnu Sina Bukittinggi
Unit Kerja : Instalasi Gizi
Waktu Kerja : 118.860 menit/tahun
Jenis kegiatan pokok Kuantitas Standar Jumlah
Kegiatan Beban Kerja tenaga
Pokok
(menit/tahun)
Kegiatan langsung
Menyiapkan bahan 849 11.886 0,14
makanan/bumbu
Menyiapkan alat yang 283 23.772 0,02
digunakan
Mencampurkan bahan 849 23.772 0,07
makanan dengan bumbu
Memasak lauk hewani 40.752 3.962 10.2
Memasak lauk nabati 33.111 5.943 5,5
Menghidangkan makanan 849 23.772 0,03
Mencuci peralatan yang 283 7.924 0,03
sudah digunakan
Membersihkan kompor dan 283 11.886 0,02
lingkungan kerja pengolahan
Pertukaran shift petugas 283 23.772 0,01
pengolah
TOTAL 136.689 16,02
Kegiatan tidak langsung
Melihat siklus menu 283 59.430 0,007
Membaca jumlah bahan 283 59.430 0,004
makanan sesuai diit
Mengobrol 283 23.772 0,02
Mengangkat telpon 283 59.430 0,007
Sholat 283 23.772 0,03
36

Kekamar mandi 283 23.772 0,01


Makan dan minum 283 11.886 0,06
TOTAL 261.492 0,13
Kebutuhan tenaga pengolah makanan 16,33
Standar kelonggaran 1,87
Total kebutuhan tenaga pengolah makanan 18,2

Tabel 10. Kebutuhan tenaga pengolah II di Instalasi Gizi RSI Yarsi


Ibnu Sina Bukittinggi
Unit Kerja : Instalasi Gizi
Waktu Kerja : 118.860 menit/tahun
Jenis kegiatan pokok Kuantitas Standar Jumlah
Kegiatan Beban Kerja tenaga
Pokok
(menit/tahun)
Kegiatan langsung
Menyiapkan alat yang 283 23.772 0,01
digunakan
Menyiapkan snack pagi 40.183 7.924 5,0
Memasak nasi 40.183 3.962 10,1
Mempersiapkan santan 283 11.886 0,02
Memasak sayuran 1420 5.943 0,2
Menghidangkan makanan 283 23.772 0,01
Mencuci peralatan yang 283 11.886 0,02
sudah digunakan
37

Membersihkan kompor dan 283 23.772 0,01


lingkungan kerja pengolahan
Distribusi Makanan 283 7.924 0,04
Pertukaran shift petugas 283 23.772 0,01
pengolah
TOTAL 144.613 15,42
Kegiatan tidak langsung
Melihat siklus menu 283 59.430 0,004
Membaca jumlah bahan 283 59.430 0,004
makanan sesuai diit
Mengobrol 283 23.772 0,02
Mengangkat telpon 283 59.430 0,004
Sholat 283 23.772 0,10
Kekamar mandi 283 23.772 0,01
Makan dan minum 283 11.886 0,10
TOTAL 261.492 0,24
Kebutuhan tenaga pengolah makanan 15,6
Standar kelonggaran 1,87
Total kebutuhan tenaga pengolah makanan 17,5

Hasil perhitungan kebutuhan tenaga pengolah I di Instalasi Gizi RSI

Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi berdasarkan beban kerja menggunakan metode


38

WISN ialah 18,2 orang dibulatkan menjadi 18 orang untuk setiap shift kerja

dan sudah termasuk jumlah tenaga pada hari minggu dan hari libur. Jadi

terdapat kekurangan tenaga pengolah I sebanyak 15 untuk semua waktu kerja.

Sebaliknya, Hasil perhitungan kebutuhan tenaga pengolah II ialah 17,5

orang dibulatkan menjadi 17 orang untuk semua shift kerja dan termasuk

jumlah tenaga pada hari minggu dan hari libur. Jadi terdapat kekurangan

tenaga pengolah II sebanyak 14 untuk semua waktu kerja.

Kekurangan tenaga pengolah makanan dapat menyebabkan beban kerja

yang ada meningkat, sehingga mengakibatkan penurunan mutu dan kepuasan

pelayanan rumah sakit. Tapi tidak halnya dengan beban kerja pengolah

makanan, baik pengolah I dan pengolah II di Instalasi Gizi di RSI Yarsi Ibnu

Sina bukittinggi. Hasil menunjukkan proporsi waktu produktif terhadap beban

kerja tenaga pengolah I sebesar (71,54%) diikuti pengolah II sebesar

(61,11%). masih dalam batas normal menurut standar produktivitas yang

berkisar 80%. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penambahan tenaga

pengolah di Instalasi Gizi sifatnya tidak harus segera dilakukan karena

pekerjaan masih dapat dikerjakan dengan baik oleh 3 orang pengolah I dan 3

orang pengolah II.


39

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Unit pelayanan gizi RSI Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi memiliki tenaga

yang terdiri dari kepala instalasi gizi yang juga menjadi koordinator unit gizi

serta ahli gizi ruangan (lulusan S1 Gizi yang telah mendapatkan gelar

Registered Dietition), ahli gizi ruangan (lulusan DIII Gizi), serta tenaga yang

bekerja dibagian logistik, pengolahan dan penanggung jawab produksi (SMK

Tata Boga).

Jenis kegiatan tenaga pengolah di Instalasi Gizi RSI Yarsi Ibnu Sina

Bukittinggi terdiri dari kegiatan pokok langsung yang merupakan kegiatan

yang tidak mungkin dihindari karena berhubungan dengan kebutuhan dan

kepentingan pasien, serta kegiatan pokok tidak langsung yang merupakan

kegiatan yang berpengaruh tidak langsung terhadap makanan yang dihasilkan

oleh tenaga pengolah. Pada pengolah I, waktu yang di perlukan untuk

menyelesaikan kegiatan pokok langsung langsung dan tidak langsung lebih

lama dibandingkan dengan waktu yang diperlukan oleh pengolah II.

Kebutuhan tenaga pengolah makanan di Instalasi Gizi berdasarkan beban

kerja menggunakan metode WISN masih kekurangan sebanyak 15 orang

pengolah I untuk semua waktu kerja, pada pengolah II terdapat kekurangan

tenaga sebanyak 14 orang untuk semua waktu kerja.


40

B. Saran

Beban kerja tenaga pengolah makanan masih dalam batas normal

menurut standar produktivitas yang berkisar 80%, oleh karena itu

penambahan tenaga pengolah di Instalasi Gizi sifatnya tidak harus segera

dilakukan karena pekerjaan masih dapat dikerjakan dengan baik oleh 3 orang

pengolah I dan 3 orang pengolah II, tetapi jika akan dilakukan penambahan

tenaga pengolah maka sebaiknya tenaga pengolah laki-laki, karena pekerjaan

cukup berat dan bahaya terutama pada shift malam.


41

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia, 2013.

2. Yasis, Ilyas. Perencanaan Sumber Daya Rumah Sakit. Pusat Kajian


Kesehatan FKM UI. Depok, 2000.

3. Workload Indicators of staffing need. Geneva: WHO Press, 2010.

4. Suharyono MW, AdisasmitoWBB. Analisis jumlah kebutuhan tenaga pekarya


dengan work sampling di Unit Layanan Gizi Pelayanan Kesehatan. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2006;9(2):72-9.

5. Patrisia, Jocom, dkk. Kebutuhan Riil Tenaga Pemasak di Instalasi Gizi RS


Pancaran Kasih Manado, 2017.

6. Bakri, Bachyar, dkk.. Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi. Jakarta,


2018.

7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 81/Menkes/SK/I/2004 tentang


Pedoman Penyusunan Sumber Daya Manusia di Tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit.
42

8. Harijanto W, dkk. Penentuan Kebutuhan Tenaga di RS HVA Toeloengredjo


dengan Menggunakan Metode WISN untuk efisiensi Sumber Daya Manusia.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2014;28(1):41-6.

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2007. Tata Cara


Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan Serta Pelaksanaan
Perencanaan Tenaga Kerja.

10. Aristi N, Hafiar H. Analisis Beban Kerja Tenaga Pendidik dan Kependidikan
di Fakultas Y Universitas X. Jurnal Kajian Komunikasi. 2014;2(1):53-60.

Anda mungkin juga menyukai