Anda di halaman 1dari 9

Mekanisme Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

Pengarang : Muhammad

Tatacara atau prosedur peilhan Presiden dan Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar 1945
setelah amandemen IV, yaitu;
a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (pasal 6A
ayat 1), setelah amandemen III;
b. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum (pasal 6A ayat 2), setelah
amandemen III;
c. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh
persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di
setiap propinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah propinsi di Indonesia, dilantik menjadi
Presiden dan Wakil Presiden (pasal 6A ayat 3), setelah amandemen III;
d. Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon
yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat
secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden
dan Wakil Presiden.(pasal 6A ayat 4), setelah mandemen IV;
e. Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam Undang-
undang (pasal 6A ayat 5), setelah amandemen III.
f. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan (pasal 7), setelah
amandemen I.
g. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau
berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presidperaturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
Bangsa”. (pasal 9 ayat 1), setelah amandemen I.
h. Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan
sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan dengan
sungguh-sungguh dihadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh
Pimpinan Mahkamah Agung. (pasal 9 ayat 2), setelah amandemen I.17
Sedangkan tatacara pencalonan dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menurut TAP MPR
No.VI/MPR/1999, yaitu;
a. Pasal 8
1. Fraksi dapat mengajukan calon Presiden.
2. Calon Presiden dapat juga diajukan oleh sekurang-kurangnya 70 orang anggota Majelis yang
terdiri atas satu Fraksi atau lebih.
3. Masing-masing anggota Majelis hanya boleh menggunakan salah satu cara pengajuan calon
sebagaimana tersebut dalam ayat 1 dan 2 pasal ini.
b. Pasal 9
Calon Presiden sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ketetapan ini. Dapat diajukan secara tertulis
kepada Pimpinan Majelis dengan melampirkan persetujuan dari calon yang bersangkutan.
c. Pasal 10en dan Wakil Presiden: “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undangundang
Dasar dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
Janji Presiden dan Wakil Presiden : “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-undang dan
1. Pengajuan usulan tersebut pada pasal 8 ketetapan ini, harus sudah diterima oleh Majelis
selambat-lambatnya 12 jam sebelum Rapat Paripurna Pemilihan Presiden dibuka.
2. Pimpinan Majelis meneliti persyaratan calon dan persyaratan pencalonan Presiden.
d. Pasal 11
Pimpinan Majelis mengumumkan nama calon Presiden yang telah memenuhi persyaratan kepada
Rapat Paripurna Majelis.
e. Pasal12
1. Calon Presiden yang telah diusulkan kepada Pimpinan Majelis, pencalonannya dapat ditarik
kembali oleh yang bersangkutan dan atau oleh pihak yang mengusulkan melalui Pimpinan Majelis.
2. Apabila penarikan kembali dilakukan sebelum calon-calon Presiden diumumkan oleh pimpinan
Majelis, maka dimungkinkan untuk dilakukan. Penggantian calon yang bersangkutan dengan tetap
memenuhi persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam pasal 8, 9, 10 dan 11 ketetapan ini.
3. Apabila penarikan kembali itu dilakaukan setelah calon-calon Presiden diumumkan oleh
Pimpinan Majelis, maka tidak dimungkinkan untuk dilakukan penggantian.
f. Pasal 13
1. Apabila calon yang diajukan lebih dari satu orang, maka pemilihan dilakukan dengan pemungut
suara secara rahasia.
2. Apabila calon yang diusulkan ternyata hanya satu orang, maka calon tersebut disahkan oleh
Rapat Paripurna Majelis menjadi Presiden.
g. Pasal 14
Dalam hal ini dilakukan pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 1 ketetapan
ini, maka calon Presiden yang memperoleh suara sekurang-kurangnya lebih dari separuh jumlah
anggota Majelis yang hadir untuk ditetapkan sebagai Presiden terpilih.
h. Pasal 15
Dalam hal ini penghitungan suara ternyata tidak ada calon yang memperoleh suara lebih dari
separuh sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ketetapan ini, maka terhadap tiga calon yang
memperoleh suara lebih banyak dari calon yang lain, diadakan pemungutan suara ulang secara
rahasia.
i. Pasal 16
Dalam hal pemungutan suara ternyata tidak ada calon yang memperoleh suara lebih dari separuh
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ketetapan ini, maka terhadap dua calon memperoleh suara
ulang secara rahasia.
j. Pasal 17
Apabila hasil penghitungan suara berdasarkan pasal 16 ketetapan ini, ternyata masing-masing
calon memperoleh jumlah suara yang sama banyaknya, atau ternya tidak ada yang memperoleh
suara lebih dari separuh jumlah Anggota Majelis yang hadir, maka diadakan pemungutan suara
ulang secara rahasia.
k. Pasal 18
Apabila hasil penghitungan suara yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ketetapan
ini ternyata masing-masing calon memperoleh jumlah suara yang sama banyaknya atau tidak ada
calon yang memperoleh suara lebih dari separuh jumlah Anggota Majelis yang hadir, maka
pemilihan diulang dengan penundaan selambatlambatnya
1 x 24 jam.
l. Pasal 19
Apabila hasil penghitungan suara yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ketetapan
ini, ternyata masing-masing calon masih tetap memperoleh jumlah suara yang sama banyaknya
atau belum ada calon yang memperoleh suara lebih dari separuh, maka pengusul harus mengajukan
calon Presiden yang lain untuk dilakukan pemilihan ulang dan pemungutan suara dilakukan secara
rahasia
Mekanisme Pemberhentian
Presiden

Sovia Hasanah, S.H.


Kenegaraan
Bung Pokrol

Pertanyaan

Bisa tidak sih Presiden diberhentikan karena sebuah kasus? Apa syarat pemberhentian presiden?
Apakah pemberhentian itu sama dengan impeachment?

Ingin Masalah Anda Segera Tuntas?

Percayakan masalah hukum Anda ke ahlinya. Hubungi konsultan hukum profesional, hanya
Rp299.000,- per 30 menit.
Konsultasikan Masalah Anda

Powered by:

Ulasan Lengkap

Intisari:

Istilah Impeachment dan pemberhentian Presiden merupakan hal yang berbeda.

Impeachment hanya merupakan sarana yang memberikan kemungkinan dilakukannya


pemberhentian seorang presiden atau pejabat tinggi Negara dari jabatannya sebelum masa
jabatannya berakhir. Dikatakan kemungkinan karena proses impeachment tidak selalu
harus berakhir dengan pemberhentian presiden atau pejabat tinggi Negara tersebut.

Ada dua alasan Presiden dapat di berhentikan dalam masa jabatannya, yaitu:

1. Melakukan pelanggaran hukum berupa:


a. Penghianatan terhadap negara;
b. Korupsi;
c. Penyuapan;
d. Tindak pidana berat lainnya; atau
e. Perbuatan tercela.
2. Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden

Bagaimana mekanisme nya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di
bawah ini.

Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Impeachment dan Pemberhentian Presiden

Sebelum kami menjawab pertanyaan Anda, istilah impeachment dan pemberhentian Presiden
merupakan hal yang berbeda.

Achmad Roestandi dalam buku Mahkamah Konstitusi Dalam Tanya Jawab (hal. 168)
menjelaskan impeachment berasal dari kata impeach yang dalam bahasa Inggris sinonim
dengan kata accuse atau charge berarti menuduh atau mendakwa.

Lebih lanjut dijelaskan impeachment hanya merupakan sarana yang memberikan


kemungkinan dilakukannya pemberhentian seorang presiden atau pejabat tinggi Negara
dari jabatannya sebelum masa jabatannya berakhir. Dikatakan kemungkinan karena proses
impeachment tidak selalu harus berakhir dengan pemberhentian presiden atau pejabat tinggi
Negara tersebut.

Achmad Roestandi (hal. 177) lebih lanjut menjelaskan berdasarkan Pasal 7A, 7B, dan 24C
ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) pejabat yang dapat di-impeach adalah:
a. Presiden
b. Wakil Presiden
c. Presiden dan Wakil Presiden

Alasan-Alasan Pemberhentian Presiden

Pasal 7A UUD 1945 mengatur sebagai berikut:

“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila
terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun
apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden.”

Berdasarkan Pasal 7A UUD 1945 tersebut, Hamdan Zoelva dalam buku Impeachment
Presiden (hal. 51) mengemukakan dua alasan Presiden dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya, yaitu:

1. Melakukan pelanggaran hukum berupa:


a. Penghianatan terhadap negara;
b. Korupsi;
c. Penyuapan;
d. Tindak pidana berat lainnya; atau
e. Perbuatan tercela.
2. Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.

Mekanisme pemberhentian presiden

1. Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (“DPR”) kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”) hanya
dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi
(“MK”) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.1[1]

1[1] Pasal 7B ayat (1) UUD 1945


Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna
yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.2[2]

2. MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil-adilnya terhadap


pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh MK.3[3]

3. Apabila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan


pelanggaran hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR.4[4]

4. MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling
lama 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut.5[5]

5. Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil
dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah
anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir,
setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan
dalam rapat paripurna MPR.6[6]

Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

2[2] Pasal 7B ayat (3) UUD 1945

3[3] Pasal 7B ayat (4) jo. 24C ayat (2) UUD 1945

4[4] Pasal 7B ayat (5) UUD 1945

5[5] Pasal 7B ayat (6) UUD 1945

6[6] Pasal 7B ayat (7) UUD 1945


Undang-Undang Dasar 1945.

Referensi:

1. Achmad Roestandi. Mahkamah Konstitusi Dalam Tanya Jawab. Jakarta: Sekretariat


Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. 2006.
2. Hamdan Zoelva. Impeachment Presiden. Jakarta: Konstitusi Press. 2005.

Anda mungkin juga menyukai