Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rabies berasal dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di Indonesia dikenal sebagai
penyakit anjing gila. Rabies merupakan suatu penyakit hewan menular akut yang bersifat
zoonosis (dapat menular ke manusia). Secara resmi, kasus rabies di Indonesia pertama kali
dilaporkan oleh Esser tahun 1884 pada seekor kerbau. Tahun 1889 oleh Penning dilaporkan
terjadi pada seekor anjing, dan kejadian pada manusia dilaporkan oleh Eilerts de Haan pada
tahun 1894. Semua kejadian kasus ini terjadi di Jawa Barat

Rabies juga disebut anjing gila merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
(otak) disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit zoonosa
(zoonosis) yaitu penyakit infeksi yang ditularkan oleh hewan ke manusia melalui pajanan atau
Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) yaitu anjing, kera, musang, anjing liar, dan kucing.
Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi yang akan ditularkan ke manusia
lewat gigitan atau air liur. Virus ini dapat mengakibatkan dampak buruk bagi manusia berupa
kematian dan gangguan ketentraman hidup masyarakat (Depkes RI, 2013).

Tidak ada terapi untuk penderita yang sudah menunjukkan gejala rabies; penanganan hanya
berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal jantung dan gagal nafas. Walaupun tindakan
perawatan intensif umumnya dilakukan. Perawatan intensif hanyalah metode untuk
memperpanjang dan bila mungkin menyelamatkan hidup pasien dengan mencegah komplikasi
respirasi dan kardiovaskuler yang sering terjadi. Oleh karena itu diperlukan tindakan
penanganan yang efektif dan efisien baik penanganan profilaksis pra pajanan maupun
penanganan pasca pajanan, sehingga akibat buruk virus ini dapat diminimalkan.3-6

Penyakit rabies endemik di semua benua, kecuali Antartika. Namun 95% kasus rabies
dilaporkan dari benua Asia dan Afrika. Menurut World Health Organization (WHO) rabies
terjadi di 92 negara dan bahkan bersifat endemik di 72 negara. Diperkirakan 55.000 orang di
dunia meninggal akibat rabies setiap tahunnya dan menurut WHO lebih dari 99% kasus rabies
pada manusia terjadi akibat dari gigitan anjing yang terinfeksi. Rabies merupakan masalah
kesehatan masyarakat di dunia, termasuk Indonesia dimana 24 provinsi endemis rabies dari 34
provinsi dan 10 provinsi bebas rabies (WHO, 2016).

Berdasarkan hasil laporan dari tim surveyor puskesmas DTP cililin, terjadi peningkatan pada kasus
Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) pada kabupaten bandung barat. Yaitu daerah batulayang, di wilayah
kerja puskesmas DTP Cililin pada tahun 2019, Kondisi ini membuat resah masyarakat di wilayah kerja
puskesmas DTP Cililin terutama desa batulayang.

Banyaknya penularan rabies oleh anjing, karena sistem pemeliharaan anjing yang ada di cililin
seperti anjing peliharaan yang dibebasliarkan, tidak divaksin dan juga kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap penyakit rabies itu sendiri. Faktor – faktor resiko penyakit rabies di cililin
adalah jumlah anjing yang dipelihara, kontak dengan anjing, status vaksinasi rabies, pemeriksaan
kesehatan anjing.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengetahuan, sikap dan prilaku masyarakat pada kasus GHPR (Gigitan Hewan
Penular Rabies) di Desa Batulayang?

1.3 Manfaat Penelitian


a. Bagi Puskesmas DTP Cililin

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan prilaku
pada kasus GHPR (Gigitan Hewan Penular Rabies), membuat program pencegahan penularan
rabies dan mengambil keputusan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.

b. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penyakit rabies, pencegahan, dan


penanganannya.

c. Bagi Penulis

Sebagai sarana untuk membantu Puskesmas DTP Cililin dalam memberikan gambaran
mengenai distribusi kasus GHPR (Gigitan Hewan Penular Rabies) di Desa Batulayang serta untuk
melengkapi tugas Mini Project Program Dokter Internsip Indonesia (PIDI).

Anda mungkin juga menyukai