Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Rabies juga disebut penyakit anjing gila merupakan penyakit infeksi akut pada sistem saraf
pusat (otak) disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini merupakan penyakit zoonosa (zoonosis)
yaitu penyakit infeksi yang ditularkan dari hewan ke manusia melalui pajanan atau Gigitan Hewan
Penular Rabies (GHPR) yaitu anjing, kera, musang, anjing liar, kucing. Penularan rabies juga
biasanya terjadi melalui gigitan hewan yang telah terinfeksi, pencemaran luka segar atau selaput
lendir dengan saliva atau otak hewan yang telah terinfeksi.1

2.2 Epidemiologi

Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak. Tahun
2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia ini terdapat
sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies. Rabies bisa terjadi disetiap musim
atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras.7

Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi,
meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, SumateraBarat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung), Pulau Sulawesi(Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan
dan SulawesiTenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
danKalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi adalah Propinsi Maluku
(Kota Ambon dan Pulau Seram).8

2.3 Etiologi

Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae , genus Lyssa.
Virus berbentuk peluru dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut dan pada potongan
melintang berbentuk bulat atau elips (lonjong). Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian
tengah,memiliki membran selubung (amplop) di bagian luarnya yang pada permukaannya terdapat
tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat
kandungan lemak yang tinggi (glikoprotein). Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm,
tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm.2

Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70%, yodium, fenol dan
klorofrom. Virus juga akan mati dengan deterjen, sabun, etanol 45%, solusi yodium.4 Virus dapat
bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50%. Pada suhu 600ºC virus mati dalam
waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40ºC dapat tahan
selama bebarapa tahun.

Gambar 1. Gambar Struktur Virus Rabies.

Keterangan : Virus rabies dengan bentuk seperti peluru yang dikelilingi


oleh paku-paku glikoprotein. Glikonukleoproteinnya tersusun dari
nukleoprotein, phosphorylated atau phosphoprotein dan polimerase.
Diagram melintang ini menunjukkan lapisan konsentrik yaitu amplop
dengan membran ganda, protein m dan digulung dalam RNA.

2.4 Patogenesis
Gambar 2. Perjalanan Penyakit Rabies

Virus rabies masuk ke dalam tubuh melalui luka atau kontak langsung dengan selaput
mukosa. Virus srabies tidak bisa menembus kulit yang utuh. Virus rabies membelah diri dalam
otot atau jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan
neuromuskuler. Setelah virus menempel pada reseptor nikotinik asetilkolin lalu virus menyebar
secara sentripetal melalui serabut saraf motorik dan juga serabut saraf sensorik tipe cepat dengan
kecepatan 50 sampai 100 mm per hari. Setelah melewati medulla spinalis, virus bereplikasi pada
motor neuron dan ganglion sensoris, akhirnya mencapai otak. Virus melekat atau menempel pada
dinding sel inang. Virus rabies melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin
nikotinat dapat bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis
virus dimasukkan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk kedalam sel inang
dan melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah transkripsi dan
translasi.5

Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar kedalam
semua bagian neuron. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral virus kemudian
bergerak ke perifer. Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ
tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Virus rabies menyebar menuju
multi organ melalui neuron otonom dan sensorik terutama melibatkan jalur parasimpatis yang
bertanggung jawab atas infeksi pada kelenjar ludah, kulit, jantung, dan organ lain. Gambaran
patognomonik dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam
sitoplasma sel ganglion besar hewan yang terinfeksi rabies.7

Gambar 3. Negri body.


Gambar 4. Skema patogenesis infeksi virus rabies.

2.5 Masa Inkubasi

Inkubasi (masa tunas) dari virus rabies masuk melalu gigtan sampai timbul gejala klinis
berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, pada umumnya 3-8 minggu. Menurut WHO rata-rata
30-90 hari.
Variasi masa inkubasi bisa tergantung oleh letak luka gigitan, semakin dekat dengan otak
seperti di atas bahu, gejala klinis akan cepat timbul, juga kedalaman luka, jenis virus dan jumlah
virus yang masuk.4,5,11 Dipengarui juga oleh daya tahan tubuh penderita, virulensi virus, banyak
gigitan, gigitan terdapat pada wajah karena dekat dengan medulla oblongata dan banyak
mengandung saraf yang halus dan kecil.2

2.6 Gejala Klinis


1. Pada Hewan

Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium:8,9,11

a. Stadium Prodromal

Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung antara 2-3 hari.
Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan mulai
mencari tempat-tempat yang dingin/gelap, menyendiri, reflek kornea berkurang, pupil melebar
dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya. Hewan menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat
berontak bila ada provokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan
suhu badan.

b.Stadium Eksitasi

Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan dapat
berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai garang, menyerang hewan lain ataupun manusia yang
dijumpai dan hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi murung terkesan
lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan mengalami fotofobia atau takut melihat sinar
sehingga bila ada cahaya akan bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan.

c. Stadium Paralisis

Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk dikenali atau
bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan mengalami kesulitan menelan,
suara parau, sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.

2. Pada Manusia

Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium: 8,9

a. Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala,
gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan
selama beberapa hari.

b. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian
disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris.

c. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi
atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau
suara keras. Penderita menjadi bingung, gelisah, dan rasa tidak nyaman. Kebingungan menjadi
semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh
gemetar atau kaku kejang.

d.Stadium Paralisis

Gejala tidak khas, terdapat monoplegi atau paraplegi flaksid, kematian karena kelumpuhan
otot nafas.

2.7 Diagnosis

Diagnosis rabies hanya berdasarkan gejala klinis sangat sulit ditegakan, kecuali terdapat
gejala klinis yang khas yaitu hidrofobia. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dikerjakan:
5,9

1. Darah rutin
Dapat ditemukan peningkatan leukosit (8000-13000/mm)dan penurunan hemoglobin serta
hematokrit.
2. Urinalisis
Dapat ditemukan albuminuria dan sedikit leukosit.
3. Cairan serebrospinal
Rabies Virus–Specific Antibodies dalam serum dan LCS (Rapid fluorescent focus
inhibition test/RFFIT), dapat ditemukan monositosis sedangkan protein dan glukosa dalam
batas normal atau sedikit meninggi.

2.8 Diagnosis Banding

Rabies harus dipertimbangkan sebagai penyebab pada semua penderita dengan gejala
neurologik, psikiatrik atau laringofaringeal yang tak bisa dijelaskan, khususnya bila terjadi
didaerah endemis atau orang yang mengalami gigitan binatang pada daerah endemis rabies.4

Penderita rabies harus dibedakan dengan rabies histerik yaitu suatu reaksi psikologik
orang-orang yang terpapar dengan hewan yang diduga mengidap rabies. Penderita dengan rabies
histerik akan menolak jika diberikan minum (pseudohidropobia) sedangkan pada penderita rabies
sering merasa haus.4 Tetanus dapat dibedakan dengan rabies melalui masa inkubasinya
yang pendek, adanya trismus, kekakuan otot yang persisten diantara spasme, status mental normal,
cairan serebrospinal biasanya normal dan tidak terdapat hidropobia. Ensefalitis dapat dibedakan
dengan metode pemeriksaan virus dan tidak dijumpai hidrofobia.4 Selain itu, intoksikasi obat-
obatan juga dapat menjadi diagnosis banding.2

2.9 Penatalaksanaan11
Gambar 5. Tata Laksana Rabies
Prosedur 1) Penanganan luka gigitan hewan penular rabies :
o Cuci luka gigitan hewan tersangka rabies dengan air (sebaiknya air
yang mengalir), dengan sabun atau detergent selama 10 – 15
menit.
o Beri antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain).
o Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi
2) Dosis dan cara pemberian vaksin anti rabies :
o Vaksin PVRV ( Purufied Vero Rabies Vaccine) terdiri dari vaksin
kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
 Dosis dan cara pemberiannya sesudah digigit adalah ; Cara
pemberiannya adalah disuntikkan secara intra muskular
(im) didaerah deltoideus / lengan atas kanan dan kiri. Dosis
untuk anak dan dewasa sama yaitu 0,5 ml dengan 4 kali
pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian sekaligus),
hari ke 7 satu kali pemberian dan hari ke 21 satu kali
pemberian.
 Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR
sesudah digigit ; cara pemberiannya sama diatas. Dosis
untuk anak dan dewasa sama yaitu Dasar 0,5 ml dengan 4
kali pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian
sekaligus), hari ke 7 satu kali pemberian dan hari ke 21 satu
kali pemberian. Ulangan 0,5 ml sama pada anak dan
dewasa pada hari ke 90.
3) Dosis dan cara pemberian Serum Anti Rabies ( SAR ).
o Serum heterolog ( Kuda ), mempunyai kemasan bentuk vial 20 ml
( 1ml=100 IU). Cara pemberian ; disuntikkan secara infiltrasi
disekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra
muscular. Dosis 40 Iu/KgBB diberikan bersamaan dengan
pemberian VAR hari ke 0, dengan melakukan skin test terlebih
dahulu.
o Serum homolog, mempunyai kemasan bentuk vial 2 ml ( 1 ml=
150 IU). Cara pemberian ; disuntikkan secara infiltrasi disekitar
luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muscular. Dosis
20 Iu/kgBB diberikan bersamaan dengan pemberian VAR hari ke
0, dengan sebelumnya dilakukan skin test.
- Vaksin Anti Rabies dilakukan lengkap bila:
a. Hewan atau anjing yang menggigit positif rabies
b. Hewan atau anjing liar atau gila yang tidak dapat di observasi atau hewan tersebut
dibunuh.
- Penyuntikan vaksin anti rabies tidak dilanjutkan bila hewan yang menggigit tetap sehat
selama observasi sampai 10 hari.
- Petugas atau tenaga medis harus memakai sarung tangan, pakaian dan masker
- Dokter/perawat harus beri penjelasan mengenai jumlah VAR/SAR, termasuk manfaat
ataupun efek samping yang mungkin timbul.
- Minta persetujuan tindakan sebelum pemberian VAR/SAR
- Selain VAR/SAR, terapi hanya bersifat simptomatis dan suportif seperti pemberian anti
kejang.

2.10 Pencegahan

a. Pemeliharaan hewan piaraan dilaksanakan dengan tanggung jawab dan memperhatikan


kesejahteraan hewan, jangan diliarkan, atau dikeluarkan dari rumah tanpa pengawasan atau tanpa
tali ikatan.

b. Berikan vaksin anti rabies pada hewan peliharaan secara berkala di Pusat Kesehatan Hewan
(Puskewan), Dinas Kesehatan Hewan atau Dinas Peternakan, atau ke dokter hewan.

c. Segera melapor ke puskesmas/Rumah Sakit terdekat apabila digigit oleh hewan tersangka rabies
untuk mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR) sesuai indikasi.

d. Apabila melihat hewan dengan gejala rabies, segera laporkan ke Pusat Kesehatan Hewan
(Puskewan), Dinas Peternakan/yang membawahi bidang peternakan atau Dinas Kesehatan
Hewan.7,9,11

2.11 Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies. Komplikasi neurologik dapat
berupa peningkatan tekanan intracranial, disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi,
hipotensi, hipertemia/hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat lokal maupun
generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium prodromal
sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan alkalosis respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan
depresi pernafasan terjadi pada fase neurologik akut.4

2.12 Prognosis

Tanpa penanganan, penderita hanya bertahan sekitar 8 hari, sedangkan dengan penangan
suportif, penderita dapat bertahan hingga beberapa bulan. Sebelum ditemukan pengobatan,
kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan
jalan nafas, kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Hingga saat ini belum ada laporan kasus
yang dapat bertahan hidup setelah manifestasi dari penyakit rabies timbul. Pada manusia yang
tidak mendapatkan vaksin rabies hampir selalu fatal terutama setelah muncul gejala neurologi,
tetapi bila setelah terpapar virus diberikan vaksin akan mencegah perkembangan virus.8

Anda mungkin juga menyukai