Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar GGK

1.1.1 Pengertian GGK

Gagal ginjal kronis (Chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal


progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (Urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009:47).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin,
2011:166).
Menurut Mary Baradero, (2008:124) gagal ginjal kronik terjadi
apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam
yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal
ireversibel, kerusakan vaskular akibat diabetes melitus, dan hipertensi yang
berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan pembentukan jaringan
parut pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal secara progresif.
Menurut Muhammad, (2012:16) menyatakan gagal ginjal kronis
adalah proses kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Gagal
Ginjal Kronik (Chronic renal failure) adalah perkembangan gagal ginjal
yang progresif dan ditandai dengan fungsi nefron yang berkurang. Dapat
disimpulkan pula bahwa pada penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan
fungsi ginjal secara perlahan-lahan. Dengan demikian, gagal ginjal
merupakan stadium terberat dari ginjal kronis. Oleh karena itu, penderita
harus menjalani terapi pengganti ginjal, yaitu cuci darah (Hemodialisis) atau
cangkok ginjal yang memerlukan biaya mahal.
1.1.2 Etiologi

Menurut Muttaqin, (2011:166) begitu banyak kondisi klinis yang bisa


menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apa pun sebabnya,
respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan Gagal Ginjal
Kronis adalah:
1.1.2.1 Penyakit dari ginjal
1. Penyakit pada saringan (Glomerulus): glomerulonefritis.
2. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3. Batu ginjal: nefrolitiasis.
4. Kista di ginjal: polcystis kidney.
5. Trauma langsung pada ginjal.
6. Keganasan pada ginjal.
7. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
1.1.2.2 Penyakit umum di luar ginjal
1.Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2. Dyslipidemis.
3. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
4. Preeklamsi.
5. Obat-obatan.
6. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (Luka bakar).

1.1.3 Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:1448) patofisiologi gagal ginjal kronik
dimulai dari fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (Akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat.Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(Jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif,
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetus
risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan
penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi
asidosis metabolik sering denga ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam yang berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi amonia dan mengabsorpsi
natrium bikarbonat. Penurunan ekskresi fosfat dan asma organik lain juga
terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal
yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina, dan sesak
napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain
pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat maka yang lain akan turun. Menurunnya
filtrasi melelui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun
demikian, pada gagal ginjal tubuh berespons secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan akibatnya, kalsium ditulang menurun,
menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu,
metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat di ginjal menurun
seiring dengan berkembang gagal ginjal. Penyakit tulang uremik, sering
disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat,
dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal dan
perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami
peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada
mereka yang tidak mengalami kondisi ini.
Menurut Muhammad (2012:34) tahap-tahap gagal ginjal kronik, pada
tahap awal gagal ginjal kronik ditandai dengan adanya penurunan cadangan
ginjal, kemudian terjadi indufisiensi ginjal, gagal ginjal dan tahap akhir
penyakit ini diakhiri dengan uremia. Berikut tahap-tahap perkembangan
penyakit gagal ginjal kronis selengkapnya:

a. Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal/Faal Ginjal antara 40-75%)


Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh
penderita, diantaranya:
1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.
2) Laju flitrasi glomerulus 40-50% normal.
3) BUN dan Kreatinin serum masih normal.
4) Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal
yang paling ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik.
Oleh karena itu, penderita juga belum merasakan gejala apapun.
Bahkan, hasil pemeriksaan laboraturium menunjukan bahwa faal
ginjal masih berada dalam batas normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood urea
nitrogen) masih berada dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui setelah pasien
diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam
waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti.
b. Stadium II (Indufisiensi Ginjal/Faal Ginjal antara 20-50%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh
penderita, diantaranya:
1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.
3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.
4) Anemia dan azotemia ringan
5) Nokturia dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas
seperti biasa, walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, dan gangguan jantung.
Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah
gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan
dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih
berat pun dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi
telah rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai
meningkat melampaui batas normal.
c. Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh
penderita, diantaranya:
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
2) BUN dan kreatinin serum meningkat.
3) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
4) Poliuria dan nokturia.
5) Gejala gagal ginjal.
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan, antara
lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing,
sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan
mengalami penurunan kesadaran hingga koma. Oleh karena itu,
penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.
d. Stadium IV (End-stage Meal Disease/ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh
penderita, diantaranya:
1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.
3) BUN dan kreatinin tinggi.
4) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
5) Berat jenis urine tetap 1,010.
6) Oliguria.
7) Gejala gagal ginjal.
Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah
hancur. Nilai GFR 10% dibawah batas normal dan kadar kreatinin
hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain
itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat
secara mencolok.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup
mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh.
Biasanya, penderita menjadi oliguria (Pengeluaran kemih kurang
dari 500 ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan dalam
bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

Pathway
Menurut Muttaqin, Arif (2011:168)

Stadium I Penurunan cadangan ginjal

Laju filtrasi glomerulus 40-50%


normal

BUN dan Kreatinin


serum masih normal

Pasien asimtomatik

Stadium II Mekanisme kompensasi dan adaptasi dari nefron


menyebabkan kematian nefron meningkat

Destruksi struktur ginjal secara progresif

Penumpukan toksik uremik di dalam darah


ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Peningkatan volume cairan


Stadium III

GFR menurun

Sekresi eritropoetin menurun

Penurunan nafsu Produksi Hb turun


makan

Suplay oksigen turun Intoleransi Aktivitas


Resiko gangguan
nutrisi

Gangguan perfusi
jaringan

Nefron tidak berfungsi


Stadium IV

GFR kurang dari 10% normal

BUN dan Kreatinin tinggi

Sekresi protein terganggu

Gangguan keseimbangan Sindrom urea


asam basa

Gangguan integritas kulit

Gambar 2.1 Pathway Gagal Ginjal Kronis


1.1.4 Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer (2001:1450) manifestasi klinis gagal ginjal kronik yaitu:


a. Kardiovaskuler
Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital, pembesaran
vena leher.
b. Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Pulmoner
Krekels, sputum kental, napas dangkal, pernapasan kussmaul.
d. Gastrointestinal
Napas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual
dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal.
e. Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Muskuloskeletal
g. Kram otot, kekakuan otot hilang, dan fraktur tulang.
h. Reproduktif
Amenore, dan atrofi testikuler.

1.1.5 Komplikasi

Menurut Smeltzer (2001:1449), komplikasi gagal ginjal kronik yang


memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:

a. Hiperkalemia
Diakibatkan penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diet berlebihan.
b. Perikarditis
Efusi perikardial, dan temponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi
Disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi sistem renin
angioaldosteron.
d. Anemia
Disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan
pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan darah selama
hemodialisa.
e. Penyakit Tulang
Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah, metabolisme
vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

1.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Muttaqin (2011:172), pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan


gagal ginjal kronik adalah:
1) Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
2) Uremia dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3) Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
4) Hipokaslemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin
D3 pada GGK.
5) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal (Resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
6) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian
hormon insulin dan menurunya lipoprotein lipase.
7) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal
ginjal.
8) Foto polos abdomen
Untuk menilai bentuk dan besar ginjal (Adanya batu atau adanya suatu
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
9) Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai
risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut,
diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
10) USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandungan
kemih, dan prostat.
11) Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (Vaskular,
parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
12) EKG
Untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (Hiperkalemia).

1.1.7 Penatalaksanaan Medis

Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan dari penatalaksanaan medis pada pasien


dengan gagal ginjal kronik untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi.
a. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan
perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi
dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat
adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan
darah, hiperkalemia juga dapat di diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila
terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi
intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
c. Koreksi anemia
Usaha pertama harus di tunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
d. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus di
hindari.natrium bikarbonat dapat di berikan peroral atau perenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan,
jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat
juga mengatasi asidosis.
e. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator
dilakukan mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus
hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
f. Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka
seluruh faal ginjal dengan ginjal yang baru.

1.1.8 Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Price (2005:965) prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif


sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas ekskresi
yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu, terapi diarahkan pada
pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi, yaitu:
a. Pengaturan diet protein
Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik.
Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan
dan memperlambat terjadinya gagal ginjal. Kemungkinan mekanisme yang
terkait dengan fakta bahwa asupan rendah protein mengurangi beban
ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron intak.
b. Pengaturan diet kalium
Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal lanjut,
dan juga menjadi penting untuk membatasi asupan kalium dalam diet.
Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-
obatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium. Makanan atau obat-
obatan ini mengandung tambahan garam (Yang mengandung amonium
klorida dan kalium klorida), ekspektoran, kalium sitrat, dan makanan
seperti sup, pisang dan jus buah murni. Pemberian makanan atau obat-
obatan yang tidak diperkirakan akan menyebabkan hiperkalemia yang
berbahaya.
c. Pengaturan diet natrium dan cairan
Pengaturan Natrium dalam diet memiliki arti penting dalam gagal
ginjal. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi
cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif.
Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal
lanjut, karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat
diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksikasi cairan.
Asupan yang kurang optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan
pemburukan fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah
keluaran urine dalam 24 jam lebih dari 500 ml.
BAB II
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Manajemen Keperawatan

2.1.1 Pengkajian

Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan sistematis


terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan yang
dihadapi oleh masayarakat baik individu, keluarga atau kelompok yang menyangkut
permasalahan pada fisiologis, psikologis, sosial ekonomi, maupun spiritual dapat
ditentukan. Dalam tahap pengkajian ini terdapat lima kegiatan yaitu: pengumpulan
data, pengolahan data, analisis data, perumusan atau penentuan masalah kesehatan
dan prioritas masalah (Mubarak, 2006:73). Menurut Doenges (1999:626) pengkajian
pada pasien gagal ginjal adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise.
Gangguan tidur (Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : nyeri dada (Angina)
Tanda: Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak, tangan.
Disritmia jantung.
Nadi lemah halus, hipertensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang
jarang pada penyakit tahap akhir.
Friction rub pericardial (Respons terhadap akumulasi sisa).
Pucat;kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya Perasaan tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.
Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan
(Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (Pernapasan amonia).
Penggunaan diuretik
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat
malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
8. Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan
kusmaul), Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (Edema
paru).
2.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan baik


yang aktual maupun potensial (Mubaraq, 2006:81). Menurut Smeltzer, (2001:1451-
1456) pasien gagal ginjal kronis memerlukan asuhan keperawatan yang tepat untuk
menghindari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan stress serta cemas
dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa ini. Diagnosa keperawatan
potensial untuk pasien-pasien ini mencakup yang berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, pemasangan jarum infus
dan jarum cimino/hemodialisa.

2.1.3 Intervensi

Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan


yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien
(Mubaraq, 2006:84). Menurut Smeltzer, (2001:1452-1454) perencanaan
keperawatan dari diagnosa diatas adalah:
2.2.3.1 Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal,
haluaranurin, dan respon terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional:Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa
mulut.
2.2.3.2 Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi:
1) Perubahan berat badan.
2) Pengukuran antropometrik.
3) Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein,
tranferin, dan kadar besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien:
1) Riwayat diet.
2) Makanan kesukaaan.
3) Hitung kalori.
Rasonal: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
1) Anoreksia, mual atau muntah.
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
3) Depresi.
4) Kurang memahami pembatasan diet.
5) Stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat
diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi:
telur, produk susu, daging.
Rasional: Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang di perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara
waktu makan.
Rasional: Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan
dan penyembuhan jaringan.
7. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan
rasa kenyang.
8. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara
diet, urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran
untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga
yang dapat digunakan dirumah.

10. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.


Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam
menimbulkan anoreksia dihilangkan.
11. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
12. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
1) Pembentukan edema.
2) Penyembuhan yang lambat.
3) Penurunan kadar albumin serum.
Rasional: Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan
penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema, dan
perlambatan penyembuhan.
2.2.3.3 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil: Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
Intervensi:
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan kemerahan,
eksoriasi.
Rasional: Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan
dekubitus.
2. Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
Rasional: Sirkulasi darah darah yang kurang menyebabkan kulit mudah
rusak dan memudahkan timbulnya dekubitus/infeksi.
3. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
Rasional: Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas
jaringan pada tingkat seluler.
4. Ganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang,
pelindung siku dan tumit.
Rasional: Mengurangi/menurunkan tekanan pada daerah yang edema.
Daerah yang perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan
iskemia jaringan.
5. Jaga keadaan kulit tetap kering dan bersih.
Rasional: Kulit yang basah terus-menerus memicu terjadinya dekubitus.
6. Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering yang
menyerap keringat dan bebas keriput.
Rasional: Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
7. Anjurkan pasien gunakan kompres lembab dan dingin.
Rasional: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko
cedera.
8. Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
Rasional:Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang
dapat membatasi perfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik
jaringan.
2.2.3.4 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan
yang bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Intervensi:
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya,
dan penanganannya:
1) Penyebab gagal ginjal pasien.
2) Pengertian gagal ginjal.
3) Pemahaman tentang fungsi renal.
4) Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
5) Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi).
Rasional: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan
lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Rasional: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan
setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan
konsekuensinya.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.
Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus
berubah akibat penyakit.
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber dikomunitas.
7) Pilihan terapi.
Rasional: Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk
klarifikasi selanjutnya di rumah.
2.2.3.5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan:Berpatisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil:
Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.

Intervensi:
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan:
1) Anemia.
2) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3) Retensi produk sampah.
4) Depresi.
Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat di
toleransi; bantu jika keletihan terjadi.
Rasional: Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki
harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang
dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
Rasional: Istirahat yang adekuat di anjurkan setelah dialisis, yang bagi
banyak pasien sangat melelahkan.
2.2.3.6 Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan
peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Tujuan: Memperbaiki konsep diri.
Kriteria hasil:
Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak rendah diri.
Intervensi:
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganan.
Rasional: Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga
terhadap penyakit dan penanganan.
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
Rasional: Penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi.
3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
Rasional: Pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial
destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat
penyakit dan penanganan.
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit
dari penanganan:
1) Perubahan peran.
2) Perubahan gaya hidup.
3) Perubahan dalam pekerjaan.
4) Perubahan seksual.
5) Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
Rasional: Pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah
yang diperlukan untuk menghadapinya.
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual.
Rasional: Bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima.
6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan
kemesraan.
Rasional: Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu,
tergantung pada tahap maturitasnya.
2.2.3.7 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
Leukosit dalam batas normal dan pasien tidak mengalami infeksi.
Intervensi:
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu infus
dan jarum cimino (Jarum hemodialisa).
Rasional: Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap
kemungkinan terjadi infeksi.

2. Observasi tanda-tanda vital.


Rasional: Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat di
ketahui dari penyimpangan tanda-tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum
hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional: Mengetahui tanda- tanda infeksi rubor, dolor, kalor, tumor
dan fungsio laesa.
2.1.4 Implementasi

Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan


yang telah disusun (Mubaraq, 2006:87).
2.1.4.1 Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Implementasi:
1. Mengkaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Membatasi masukan cairan.
3. Mengidentifikasi sumber potensial cairan:
1. Medikasi dan cairan yang digunakan.
2. Makanan
4. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
5. Membantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
2.1.4.2 Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik.
Implementasi:
1. Mengkaji status nutrisi:
1) Perubahan berat badan.
2) Pengukuran antropometrik.
3) Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein,
tranferin, dan kadar besi).
2. Mengkaji pola diet nutrisi pasien:
1) Riwayat diet.
2) Makanan kesukaaan.
3) Hitung kalori.
3. Mengkaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
1) Anoreksia, mual atau muntah.
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
3) Depresi.
4) Kurang memahami pembatasan diet.
5) Stomatitis.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
5. Meningkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi:
telur, produk susu, daging.
6. Menganjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium
diantara waktu makan.
7. Mengubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
8. Menjelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan
penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
9. Menyediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan
anjuran untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan
kalium.
10. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
11. Menimbang berat badan harian.
12. Mengkaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
1) Pembentukan edema.
2) Penyembuhan yang lambat.
3) Penurunan kadar albumin serum.
2.1.4.3 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Tujuan: Pasien tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
Implementasi:
1. Menginspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan
kemerahan, eksoriasi.
2. Mengkaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
3. Memantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
4. Mengganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang,
pelindung siku dan tumit.
5. Menjaga keadaan kulit tetap kering dan bersih.
6. Menganjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering
yang menyerap keringat dan bebas keriput.
7. Menganjurkan pasien gunakan kompres lembab dan dingin.
8. Berkolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
2.1.4.4 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan: meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan
yang bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Implementasi:
1. Mengkaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal,
konsekuensinya, dan penanganannya:
1) Penyebab gagal ginjal pasien.
2) Pengertian gagal ginjal.
3) Pemahaman tentang fungsi renal.
4) Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
5) Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi).
2. Menjelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
3. Membantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.
4. Menyediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber di komunitas.
7) Pilihan terapi.

2.1.4.5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk


sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: berpatisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil:
Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.
Implementasi:
1. Mengkaji faktor yang menimbulkan keletihan:
1) Anemia.
2) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3) Retensi produk sampah.
4) Depresi.
2. Meningkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
di toleransi; Membantu jika keletihan terjadi.
3. Menganjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
4. Menganjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
2.1.4.6 Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan
peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Tujuan: memperbaiki konsep diri.
Kriteria hasil:
Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak rendah diri.
Implementasi:
1. Mengkaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganan.
2. Mengkaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
3. Mengkaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
4. Menciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat
penyakit dari penanganan:
1) Perubahan peran.
2) Perubahan gaya hidup.
3) Perubahan dalam pekerjaan.
4) Perubahan seksual.
5) Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
5. Menggali cara elternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan
seksual.
6. Mendiskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan
kemesraan.
2.1.4.7 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Tujuan:pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
Leukosit dalam batas normal dan Pasien tidak mengalami infeksi.
Implementasi:
1. Melakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu infus
dan jarum cimino (Jarum hemodialisa).
2. Mengobservasi tanda-tanda vital.
3. Mengobservasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum
hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Jusman. 2012. Insiden penyakit gagal ginjal kronik.


www//http:jusmanmarbun.blogspot.com..

Muhammad, As’adi. 2012. Serba-serbi Gagal Ginjal. Jogjakarta:DIVA Press.

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta:Salemba Medika.

Nursalam. 2010. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta:Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai