Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pemicu
Bapak Adi 65 tahun datang berobat dengan keluhan timbul koreng
di pipi. Keluhan tersebut dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Mula-mula
seperti tahi lalat makin membesar, kadang gatal, tanpa sengaja digaruk
sehingga timbul luka kadang berdarah. Luka tersebut berwarna kehitaman,
berkerak, kadang berdarah, makin lama makin bertambah lebar. Sudah
berobat ke puskesmas diberi salep tapi tidak ada perubahan.
Selain itu, di wajah juga terdapat bintil-bintil kehitaman menebal, di
leher dijumpai bintil kecoklatan bertangkai, tidak gatal, tidak nyeri, makin
bertambah banyak.
Penderita bekerja sebagai petani. Keluarga ada yang mempunyai
keluhan yang sama..
1.2 Klarifikasi dan Definisi
1. Koreng/Krusta : Suatu lapisan padat di kulit yang terbentuk dari cairan
badan yang mengering atau eksudat.
2. Tahi lalat : Pigmented (colored) spot pada bagian epidermis kulit.
1.3 Kata Kunci
1. Koreng di pipi sejak 6 bulan lalu.
2. Tahi lalat yang semakin membesar dan kadang gatal.
3. Lesi berwarna kehitaman, berkerak, dan bertambah lebar.
4. Bintil kehitaman menebal di wajah.
5. Bintil kecoklatan bertangkai di leher.
1.4 Rumusan Masalah
Apa gangguan kulit yang diderita oleh Bapak Adi?

1
1.5 Analisis Masalah

Bapak Adi, 65 tahun

Keluhan Utama: R. Penyakit Keluhan lain:


Koreng di pipi sejak 1. Tahi lalat yang 1. Bintil kehitaman
6 bulan yang lalu membesar dan menebal di wajah
gatal, luka 2. Bintil kecoklatan
berdarah di leher, tidak
K menjadi hitam gatal, tidak nyeri,
dan berkerak namun
2. Pemakaian Salep bertambah
banyak

DD
1. Karsinoma Sel
Basal Melanoma Nodular Skin Tag
2. Karsinoma Sel
Skuamosa

Pemeriksaan
Penunjang

Diagnosis Kerja

Tata Laksana

1.6 Hipotesis
Bapak Adi mengalami melanoma nodular pada bagian pipi dan skin
tags pada bagian wajah dan leher
1.7 Pertanyaan Diskusi
1.7.1 Melanoma
a. Definisi
b. Etiopatogenesis
c. Epidemiologi
d. Klasifikasi

2
e. Patofisiologi
f. Faktor Resiko
g. Pencegahan
h. Manifestasi Klinis
i. Pemeriksaan Penunjang
j. Diagnosis
k. Tatalaksana
l. Prognosis
1.7.2 Skin Tag
a. Definisi
b. Etiopatogenesis
c. Epidemiologi
d. Klasifikasi
e. Patofisiologi
f. Faktor Resiko
g. Pencegahan
h. Manifestasi Klinis
i. Pemeriksaan Penunjang
j. Diagnosis
k. Tatalaksana
l. Prognosis
1.7.3 Hubungan pekerjaan dengan penyakit yang diderita
1.7.4 Hubungan riwayat keluarga dengan penyakit yang diderita
1.7.5 Tindakan pencegahan pada keganasan kulit
1.7.6 Pengaruh sinar uv terhadap kulit
1.7.7 Diagnosis banding
a. Karsinoma sel basal
b. Karsinoma sel skuamosa
c. Kerastosis Seboroik

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Melanoma
2.1.1 Definisi
Melanoma adalah sel tumor ganas kulit yang berasal dari sel
melanosit atau sel nevus dan sangat mudah bermetastasis.(1)
2.1.2 Etiopatogenesis
Risiko melanoma meningkat pada orang yang sering terpajan
matahari (UV) terutama pada pajanan yang kuat walaupun sekali-
sekali., misalnya pada orang deng hobi ke laut, berenang, atau
berlayar. Pajanan UV pada masa muda berpengaruh dalam
meningkatkan risiko. Sifat lain yang juga meningkatkan
kemungkinan menderita melanoma adalah adanya nevus
displastik,melanoma dalam keluarga, banyak nevus melanositik di
badan (50 buah atau lebih), lentigines, rambut pirang atau
kemerahan, mata biru atau hijau, dan kulit terang serta kulitbmudah
terbakar matahari.(2)
2.1.3 Epidemiologi
Kanker kulit memiliki tiga tipe utama yaitu Karsinoma Sel
basal, Karsinoma Sel Skuamosa dan Melanoma Maligna.
Karsinoma Sel Basal menempati urutan pertama, diikuti Karsinoma
Sel Skuamosa, dan Melanoma Maligna pada urutan ketiga.
Walaupun jumlah insiden Melanoma Maligna lebih kecil dibanding
Karsinoma Sel Basal dan Karsinoma Sel Skuamosa, angka
kematian yang disebabkannya cenderung lebih besar yaitu
menyebabkan 75% kematian akibat kanker kulit. Di Australia, yang
merupakan salah satu negara dengan insiden kanker kulit tertinggi
di dunia, dilaporkan terjadi insiden kanker kulit empat kali lipat
lebih tinggi dibanding Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada.
Melanoma merupakan jenis kanker kulit dengan insiden tertinggi
pada umur 15-44 tahun di Australia.(3)

4
Insiden melanoma telah meningkat secara signifikan di seluruh
dunia selama beberapa dekade terakhir. Satu dari 50 yang lahir di
Amerika Serikat pada tahun 2010 diproyeksikan untuk
mengembangkan melanoma invasif selama masa hidup mereka
(1:39 pria dan 1:58 wanita), peningkatan 2.000% dari tahun 1930.
Dengan dimasukkannya melanoma in situ, risiko seumur hidup
meningkat sampai> 1: 30.1 Diperkirakan 121.840 pria dan wanita
didiagnosis melanoma kulit pada tahun 2009, dimana 68.720
merupakan melanoma invasif dan 53.120 adalah melanoma in situ.
Melanoma invasif pada kulit adalah tempat kelima paling sering
untuk kanker terjadi pada pria dan situs keenam yang paling sering
pada wanita, mewakili sekitar 5% dari semua kanker yang baru
didiagnosis.(4)
Angka kematian untuk melanoma baru-baru ini stabil untuk
wanita, tetapi terus meningkat untuk pria. Hasil survei AS,
epidemiologi, dan hasil akhir (SEER) memperkirakan bahwa pada
tahun 2009, terdapat 8.650 kematian (5.550 pria dan 3.100 wanita)
karena melanoma. Melanoma menyumbang 75% dari semua
kematian akibat kanker kulit. Melanoma adalah salah satu kanker
terkemuka dalam hal rata-rata tahun hidup yang hilang per kematian
akibat penyakit.(4)
Data kematian data insiden paralel, dengan pria yang lebih tua
memiliki tingkat kematian tertinggi. Meskipun tingkat kematian
pada orang tua, terutama pria, meningkat, tingkat kematian
melanoma pada orang yang lebih muda dan wanita telah stabil atau
benar-benar menurun meskipun meningkatnya insiden melanoma
pada wanita muda.2-4 Kaum berpigmen berpigmen terang memiliki
tingkat insiden tertinggi, jauh lebih tinggi dari Hispanik, Asia, dan
Afrika-Amerika.(4)
2.1.4 Klasifikasi
Melanoma dapat diklasifi kasikan menjadi 4 subtipe, yaitu:(5)
1. Superficial Spreading Melanoma (SSM)

5
SSM merupakan subtipe Melanoma yang paling sering
(70% kasus cutaneous melanoma maligna), terutama pada
orang kulit putih. Sering ditemukan pada usia di atas 40
tahun, lebih sering pada wanita dengan predileksi di tungkai
bawah. Pada pria biasanya SSM ditemukan di daerah
punggung atas. SSM awalnya ditandai dengan
perkembangan lambat radial growth phase sebelum
menginvasi dermis (vertical growth phase). Lesi SSM
biasanya dimulai dari bentuk papul dan selanjutnya bentuk
nodus dan ulkus. Warna lesi SSM bervariasi tidak hanya
coklat dan hitam, tetapi juga merah muda, biru, dan abu-
abu. Lesi SSM bersifat asimetris dan batas tidak tegas. Pada
umumnya SSM timbul pada kulit normal (de novo) dan
asimptomatik
2. Nodular Melanoma (NM)
NM merupakan jenis MM kedua terbanyak (15-30%) pada
orang kulit putih. Lesi ini lebih agresif dibanding SSM.
Predileksi di punggung atas untuk laki-laki, dan di tungkai
bawah untuk wanita. Biasanya NM ditemukan pada usia
pertengahan. Lesi NM dapat berupa nodul, polipoid, atau
pedunculated. Lesi berwarna biru atau hitam, dapat merah
muda atau kemerahan. Pertumbuhan NM agresif mulai
dalam beberapa minggu hingga bulan, dapat mengalami
ulserasi dan mudah berdarah hanya karena trauma ringan.
Lesi awal biasanya asimetris, batas tidak tegas dengan
ukuran > 6 mm
3. Lentigo Maligna Melanoma (LMM) LMM merupakan
subtipe MM yang jarang, hanya sekitar 10-15% dari semua
kasus MM. Ciri khas muncul pada daerah pajanan kronis
terhadap matahari terutama wajah, biasanya pada usia 70-
80 tahun. LMM selalu dimulai dari bentuk Lentigo Maligna
in situ. Lentigo Maligna in situ adalah tumor jinak

6
intraepidermal yang pertumbuhannya lambat dalam 5-15
tahun, sebelum berubah menjadi bentuk invasif, yaitu
LMM. Lentigo Maligna in situ diawali dengan makula
pigmentasi yang meluas bertahap hingga diameternya
mencapai beberapa sentimeter, tepi tidak teratur, dan tidak
mengalami indurasi. Hanya 3-5% Lentigo Maligna in situ
yang akan menjadi LMM. Makin besar ukuran lesi Lentigo
Maligna in situ, risiko menjadi LMM juga makin besar
4. Acral Lentiginous Melanoma (ALM)
ALM merupakan subtipe melanoma yang jarang ditemukan
pada orang kulit putih (sekitar 2-8%), sering ditemukan
pada orang kulit hitam (60-72%) dan orang Asia (29-46%).
Predileksi usia >65 tahun, di mana lebih sering pada laki-
laki. ALM biasanya timbul di daerah tidak berambut, yaitu
telapak kaki, telapak tangan, dan daerah subungual. Karena
perkembangan ALM lambat, biasanya ditemukan jika
sudah invasif. Awalnya ALM berupa lesi pigmentasi
dengan tepi tidak beraturan dan tidak tegas, kemudian akan
mengalami fase pertumbuhan vertikal yang ditandai dengan
nodus yang berkembang menjadi ulkus (Gambar 4).
Apabila ALM terletak di matriks kuku, akan tampak garis
pigmentasi memanjang pada kuku dan pigmen dapat
meluas di atas lipatan kuku.
2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi melanoma diperkiran berkaitan dengan proses
melanomagenesis. Walaupun demikian, mekanisme pasti
melanomagenesis atau transformasi melanosit yang normal menjadi
sel melanoma masih belum diketahui secara pasti hingga saat ini.
Diperkirakan terdapat keterlibatan proses bertahap dari mutasi
genetik progresif yang akan:(6)
1. Merubah proliferasi, diferensiasi dan kematian sel,

7
2. Menyebabkan kerentanan terhadap efek karsinogenik
akibat radiasi UV
2.1.6 Faktor Resiko
Faktor risiko terpapar sinar matahari berlebihan dapat dihindari,
sedangkan genetik, usia, atau jenis kelamin merupakan faktor risiko
yang tidak dapat dihindari. Beberapa faktor risiko yang
memudahkan seseorang terkena melanoma, di antaranya:(7)
1. Pajanan sinar ultraviolet (UV)
Merupakan faktor risiko utama pada banyak kasus MM.
Sinar UV bisa berasal dari matahari atau tanning beds. Sinar
matahari merupakan sumber utama penghasil sinar UV,
sehingga orang yang mendapatkan banyak paparan sinar
matahari mempunyai risiko lebih besar menderita kanker kulit.
Ada 3 jenis utama sinar UV, yaitu:
a) Sinar UVA
Sinar ini dapat merusak DNA (DeoxyriboNucleic
Acid)sel kulit bila terpapar terus-menerus dalam jangka
lama dan berperan menimbulkan beberapa jenis kanker
kulit
b) Sinar UVB
Sinar UVB dapat secara langsung merusak DNA sel
kulit; sumber utama sinar UVB adalah matahari yang
menjadi penyebab terbanyak kanker kulit
c) Sinar UVC
Sinar ini tidak dapat melewati atmosfer bumi, oleh
karena itu tidak terkandung dalam pancaran sinar
matahari. Sinar ini normalnya tidak menyebabkan kanker
kulit.
2. Melacynotic Nevi
Melacynotic nevi atau biasa disebut tahi lalat adalah salah
satu tumor berpigmen yang sifatnya jinak. Biasanya baru mulai
terlihat saat anak-anak dan remaja.Melacynotic nevi ini

8
sebenarnya bukan masalah, tetapi jika jumlahnya banyak dan
bentuknya irreguler atau ukurannya besar, kemungkinan
menjadi MM lebih besar.
3. Kulit putih, freckles, rambut berwarna kuning atau merah.
4. Riwayat keluarga menderita MM.
5. Pernah menderita MM sebelumnya.
6. Imunosupresi
Sistem imun dalam keadaan lemah atau sedang mendapat
terapi obat yang menekan sistem imun.
7. Jenis kelamin
Sebelum usia 40 tahun MM banyak ditemukan pada wanita
dan setelah usia 40 tahun MM banyak ditemukan pada pria.
8. Genetik (mutasi gen CDKN2a).
2.1.7 Pencegahan
Kesadaran dan pengetahuan publik tentang melanoma dan
paparan UV membaik, tetapi masih ada kesenjangan substansial
antara pengetahuan dan perilaku. Strategi pencegahan primer harus
fokus pada paparan sinar matahari yang aman, termasuk paparan
sinar UV yang terbatas dan pencegahan sengatan matahari,
terutama di masa kanak-kanak dan remaja ketika risiko terbesar.
Menghindari jam-jam puncak sinar matahari dan penggunaan topi
bertepi lebar, pakaian, dan tabir surya sangat dianjurkan. Selain itu,
deteksi dini dengan pemeriksaan kulit sendiri secara teratur,
kesadaran kulit, dan pengetahuan tentang tanda-tanda awal dan
gejala melanoma juga harus ditekankan kepada pasien, pasangan,
dan anggota keluarga. Tujuan pencegahan sekunder adalah
diagnosis dini, yang sangat mengurangi morbiditas dan mortalitas
terkait melanoma(4)
2.1.8 Manifestasi Klinis
Untuk memudahkan diagnosis melanoma secara dini digunakan
akronim ABCD. A (Asymetry) pada bentuk lesinya. B (Border)
iregular pada batasannya. C (Color) iregular pada warna lesinya

9
yang dapat bermacam-macam, misalnya hitam, kebiruan, coklat,
kemerahan, dan abu-abu. D (Diameter) lesi 6 mm atau lebih.
Kadang-kadang ditambah dengan E (Elevation, Evolution) pada
permukaan atau perkembangan lesinya. Pada tipe melanoma
nodular akronim ini tidak berlaku karena bentuk dan warna dapat
teratur, tetapitumor sudah invasif dan dalam.
Secara klinis, melanoma dibagi menjadi 4 tipe:(8,9)
1. Superficial spreading melanoma (SSM)
Tipe ini merupakan tipe terbanyak, muncul pada decade 4
atau 5, sering tumbuh di badan pada lelaki dan tungkai pada
perempuan. Tempat lainnya adalah kepala dan leher.
Gambaran klinis berupa lesi agak menimbul, hitam,
kecoklatan, atau kemerahan, tepi irregular, garis kulit pada
permukaan lesi menghilang. Perubahan bentuk dapat terjadi
dengan adanya sebagian pertumbuhan dan sebagian regresi
yang berwarna pucat (hipopigmentasi) dengan perluasan keluar
sehingga berbentuk anular. Bila invasif, lesi lebih menimbul dan
terjadi nodus.
2. Nodular melanoma (NM)
Tipe ini banyak dijumpai ada pasien dekade 5 dan 6, laki
laki lebih banyak dari perempuan, tempat yang sering adalah di
kepala, leher dan badan. NM sudah tumbuh invasif sejak awal.
Secara klinis, terlihat tumor yang menimbul, seperti kubah,
dapat bertangkai, warna coklat dan kehitaman. Dapat terjadi
ulkus dan pendarahan.
3. Lentigo maligna melanoma (LMM)
Pertumbuhan LLM lebih banyak ke lateral, perlu waktu
bertahun tahun untuk tumbuh menjadi invasif. LMM sering
tumbuh di wajah, lengan, dan tungkai pada umur yang lebih tua,
yaitu decade 6 dan 7. Pada tahap awal, lesi datar, kecoklatan,
tidak berkilat dan licin. Warna lesi lama-lama berubah lebih
irregular dengan tambahan coklat tua dan kehitaman. Warna

10
merah lebih jarang bila dibandingkan dengan SSM. Nodus akan
terlihat bila mulai tumbuh invasif.
4. Acral lentiginous melanoma (ALM)
Melanoma tipe ini dijumpai terutama di telapak kaki dan
tangan. Secara klini, tampak makula kehitaman dengan bagian
yang menimbul atau nodus.
Bentuk klinis lain yang dapat ditemukan adalah:
1. Melanoma amelanotik yang berupa nodus tanpa pigmen, berwarna
kemerahan, atau sewarna kulit. Melanoma bertangkai yang berupa
nodus dengan tangkai di bawahnya.
2. Unclassified Melanoma yang secara klinis tidak dapat
diklasifikasikan, seperti bentuk-bentuk di atas.
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti Melanoma Maligna adalah pemeriksaan
histopatologi dengan melakukan biopsi jaringan kulit yang
dicurigai mengandung sel-sel kanker tersebut(skin biopsy).
Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya metastasis dari Melanoma Maligna ke organ-organ
tubuh lain.
2.1.10 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fi
sik, pemeriksaan histopatologi (biopsi) kulit, dan radiologi.4 Dari
anamnesis diperoleh informasi kapan lesi kulit tersebut pertama kali
muncul, perubahan ukuran atau bentuknya, gejala gatal, perih,
berdarah dan lainnya, paparan terhadap faktor risiko kanker kulit
termasuk pajanan sinar matahari, riwayat keluarga yang pernah
menderita penyakit sama. Pemeriksaan fi sik dilakukan dengan
bantuan alat dermoskopi. Dengan dermoskopi dapat dinilai ukuran,
warna, dan tekstur lesi.4 Tujuh acuan diagnostik MM dibagi
menjadi kriteria mayor dan kriteria minor.11 Kriteria mayor antara
lain: 1) Perubahan ukuran lesi 2) Bentuk lesi tidak beraturan 3)
Perubahan warna lesi. Kriteria minor antara lain: 1) Lesi

11
berdiameter >7 mm 2) Terdapat proses infl amasi 3) Berkrusta atau
berdarah 4) Ada perubahan sensasi seperti gatal. Jika salah satu
kriteria mayor atau tiga kriteria minor terpenuhi, lesi tersebut
mengarah ke MM dan perlu segera ditindaklanjuti. Setelah
pemeriksaan fi sik lesi, dilanjutkan dengan pemeriksaan
pembesaran kelenjar getah bening di sekitar leher, ketiak, atau di
sekitar lesi. MM biasanya akan bermetastasis ke kelenjar getah
bening terdekat.(7,10)
Langkah selanjutnya adalah biopsi kulit.Biopsi eksisi penting
untuk diagnosis yang akurat dan untuk menentukan microstaging.
Micro-staging didasarkan pada dua kriteria histologik, yaitu
berdasarkan kedalaman infi ltrasi tumor di lapisan kulit (Clark) dan
berdasarkan ketebalan tumor (Breslow).Selain biopsi eksisi, ada
biopsi insisi dan punch biopsy, biasanya untuk lesi besar, lokasi lesi
yang sulit atau inoperable. Pemeriksaan radiologi seperti foto
toraks, CTscan, MRI, dan sebagainya perlu dilakukan bila MM
dicurigai sudah bermetastasis ke organ tubuh lain.(7,10)
2.1.11 Tatalaksana
Terapi pada melanoma terdiri dari terapi pembedahan dan non
pembedahan.4 Terapi pembedahan terdiri dari pembedahan dengan
eksisi, pembedahan dengan menggunakan teknik Mohs
Micrographic Surgery (MMS), curretage and cauter, dan
cryosurgery.(11)
a. Pembedahan dengan eksisi
Pada teknik ini, tumor di eksisi beserta dengan jaringan
normal disekitarnya dengan batas yang telah ditentukan
sebelumnya untuk memastikan seluruh sel kanker sudah
terbuang.
b. Pembedahan dengan teknik Mohs Micrographic Surgery
(MMS)
Mohs Micrographic Surgery (MMS) adalah sebuah teknik
pembedahan yang pertama kali dilakukan oleh Frederic Mohs

12
di tahun 1940. Pada teknik ini , tumor di eksisi beserta dengan
jaringan normal disekitarnya dengan batas yang telah ditentukan
sebelumnya. Indikasi penggunaan teknik Mohs Micrographic
Surgery (MMS) antara lain: Lokasi tumor: terutama di bagian
tengah wajah, sekitar mata, hidung,dan telinga. Ukuran tumor:
berapapun, tapi khususnya >2cm. Subtipe histologi : morfoik,
infiltratif, mikronodular, dan subtipe basoskuamosa. Definisi
batas tumor yang kurang baik melalui klinis. Lesi yang berulang
(rekuren). Ada keterlibatan perivaskular dan perineural.
c. Curretage and Cautery
Merupakan metode tradisional dalam terapi pembedahan
kanker kulit. Metode ini merupakan metode kedua terbanyak
yang dilakukan setelah metode eksisi. Curretage and cautery
bila dilakukan untuk terapi pada lesi yang terdapat di wajah akan
mengakibatkan angka rekurensi yang tinggi, sehingga
merupakan suatu kontraindikasi.
d. Cryosurgery
Cryosurgery menggunakan cairan nitrogen dalam
temperature -50 hingga -60 ºC untuk menghancurkan sel kanker.
Teknik double freeze direkomendasikan untuk lesi yang
terdapat di wajah. Fractional cryosurgery direkomendasikan
untuk lesi yang berukuran besar dan lokasinya tersebar.
Keberhasilan dari teknik ini tergantung dari seleksi jaringan dan
kemampuan operator.
e. Photodynamic therapy
Photodynamic therapy melibatkan penggunaan reaksi
fotokimia dimediasi melalui interaksi agen photosensitizing,
cahaya, dan oksigen. Karena fotosensitizer diarahkan secara
langsung ditargetkan pada jaringan lesi, photodynamic therapy
dapat meminimalkan kerusakan pada struktur sehat berdekatan.
Metode ini efektif untuk lesi pada wajah dan kulit kepala yang
bersifat primer dan superfisial.

13
f. Radiasi
Radiasi menggunakan sinar x dengan energi tinggi untuk
membunuh sel kanker. Dikatakan bahwa, radiasi bukanlah
untuk menyembuhkan kanker, melainkan sebagai terapi adjuvan
setelah pembedahan untuk mencegah rekurensi dari sel kanker
atau untuk mencegah metastasis.
g. Kemoterapi
Kemoterapi adalah metode dengan menggunakan obat-
obatan untuk membunuh sel kanker khusus pada tipe Melanoma
Maligna. Hal ini disebabkan karena sifat dari Melanoma
Maligna yang sering melakukan metastasis ke organ lain.
Beberapa jenis obat kemoterapi yang digunakan adalah
Dacarbazin (DTIC), Cisplatin yang dikombinasikan dengan
Vinblastin, Temozolomid (Temodar), dan Paklitaksel
2.1.12 Prognosis
Prognosis disebabkan oleh berbagai faktor dan secara utama
bergantung pada ketebalan tumor, ada atau tidaknya ulserasi
histologi, dan keterlibatan KGB.(12)
Melanoma harus ditemukan secara dini dengan ketebalan 0,76
mm dan kedalaman masih lapisan Clarck I atau II. Bila makin
dalam dari level ini, kemungkinan metastasis makin besar dan
kemungkinan hidup 5 tahun makin kecil.(2)

Tabel 1 : survival rate pada pasien melanoma berdasarkan penemuan


histologinya(12)

Penemuan histologi Klasifikasi Survival Survival Survival


TNM rate rate rate

1-tahun 5-tahun 10-tahun


(%) (%) (%)
Stage 0
melanoma in situ Tis N0 M0 - 100 100
Stage I
A

14
≤1 mm tanpa ulserasi dan CL T1a N0 M0 - 95 88
II/III
B
≤1 mm dengan ulserasi dan T1b N0 M0 - 91 83
CL IV/V
1.01-2mm tanpa ulserasi T2a N0 M0 - 89 79
Stage II
A
1.01-2mm dengan ulserasi T2b N0 M0 - 77 64
2.01-4mm tanpa ulserasi T3a N0 M0 - 79 64
B
2.01-4mm dengan ulserasi T3b N0 M0 - 63 51
>4mm tanpa ulserasi T4a N0 M0 - 67 54
C
>4mm dengan ulserasi T4b N0 M0 - 45 32
Stage III
A
Single regional nodal T1-4a N1a M0 - 69 63
micrometastasis, tidak ada
ulserasi primer
2–3 microscopic regional T1-4a N2a M0 - 63 57
nodes, tidak ada ulserasi
primer
B
Single regional nodal T1-4b N1a M0 - 53 38
micrometastasis, ulserasi
primer
2–3 microscopic regional T1-4b N2a M0 - 50 36
nodes, ulserasi primer
Single regional nodal T1-4a N1b M0 - 59 48
macrometastasis, tidak ada
ulserasi primer
2–3 macroscopic regional T1-4a N2b M0 - 46 39
nodes, tidak ada ulserasi
primer
metastasis in transit atau lesi T1-4a/b N2c - 30-50
satelit tanpa metastasis KGB M0
C
Single microscopic regional T1-4b N1b M0 - 29 24
node, ulserasi primer
2–3 macroscopic regional T1-4b N2b M0 - 24 15
nodes, ulserasi primer
4 atau lebih nodul metastatik, T manapun N3 - 27 18
M0
matted nodes/gross
extracapsular extension, atau
in-transit metastases ro

15
satellite(s) dan metastatic
nodes

Stage IV
Metastasis jauh kulit, T manapun N 59 19 16
subkutaneus, atau metastasis manapun M1a
nodal dengan nilai LDH
normal
Metastasis paru dengan nilai T manapun N 57 7 3
LDH normal manapun M1b
Semua metastasis visceral T manapun N 41 9 6
dengan normal LDH atau manapun M1c
metastasis jauh dengan
peningkatan LDH

2.2 Skin Tag


2.2.1 Definisi
Skin tags adalah tumor jinak pada usia pertengahan yang terdiri
dari jaringan fibrosa longgar, terdapat terutama di daerah leher dan
lipatan.(13)
2.2.2 Etiopatogenesis

FM merupakan jaringan longgar dengan epidermis yang tipis,


kadang-kadang dihubungkan dengan diabetes melitus, akromegali,
dan polip intestinal.(2)
Penyebab pasti kelainan ini belum diketahui. Teori
sebelumnya menyebutkan berkurangnya elastisitas jaringan
menyebabkan timbulnya lesi atrofik atau lesi yang melekat ke kulit.
Variasi pedunkulasi atau tangkai yang terbentuk kemungkinan
akibat luasnya area elastin yang hilang, namun pada studi jaringan
elastin pada fibroepithelial polyps di tahun 1999 tidak ditemukan
kelainan yang signifikan.(14)

2.2.3 Epidemiologi
Skin tag, disebut juga soft wart, acrochordon, cutaneous
papilloma, fibroma durum, fibroepithelial polyp, atau soft fibroma,
merupakan tumor jinak kulit yang berasal dari jaringan

16
fibrovaskuler epidermis dan dermis, sering menggantung, terutama
pada area lipatan kulit. Banyak ditemukan pada usia pertengahan
dan orang tua, umumya pada wanita. Pada populasi umum
prevalensi mencapai 25-46% yang meningkat insidennya sejalan
peningkatan usia. Sebanyak 59% populasi memiliki skin tag
sebelum usia 70 tahun(15)
2.2.4 Klasifikasi
Ada 3 tipe dari skin tag yang dijumpai:(16)
a. Multiple, 1-2 mm merupakan papul yang berkerut dan
terutama pada daerah coli dan axilla.
b. Lesi tunggal atau filiform yang multiple , pertumbuhan
yang lunak yang terdapat di berbagai tempat, sampai
dengan 5 mm.
c. Soliter, pedunkulasi atau pertumbuhan seperti “baglike”
biasanya berdiameter sekitar 10 mm tetapi bisa lebih
besar, lebih sering pada tubuh bagian bawah.
2.2.5 Patofisiologi
Lesi klinis seperti akrochordon mungkin merupakan fitur dari
sindrom genetik, meskipun secara histologis ada perbedaan .Histologi,
akrokordon adalah lesi polipoid dengan inti kolagen sentral. Struktur
adneksa umumnya tidak ada. Meskipun biasanya tanpa gejala, lesi bisa
menjadi iritasi atau nekrotik. Pasien sering meminta penghapusan karena
alasan kosmetik(4)
2.2.6 Faktor Resiko
Faktor predisposisi antara lain obesitas, penuaan, diabetes dan
kehamilan. Iritasi akibat gesekan berlebihan diduga sebagi faktor
kausal yang penting utnuk terjadinya skin tag, terutama pada
obesitas. Pendapat lain juga menyebutkan bahwa skin tag
merupakan efek dari proses kulit yang menua diperberat oleh sinar
matahari(17). Studi oleh Akpinar dan Dervis mendapatkan bahwa
kelompok acrochordon menunjukkan nilai yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol untuk indeks massa tubuh,
kolesterol total, dan LDL.(18) Penelitian cross-sectional pasien

17
dewasa di suatu rumah sakit pendidikan menemukan hubungan
yang signifikan antara resistensi insulin dengan skin tag multipel
pada 98 pasien tanpa melihat faktor lainnya. Molluscum fibrosum
gravidarum dan acrochordon yang identik dengan skin tag terjadi
pada kehamilan dan biasanya mulai bulan ke-4 sampai bulan ke-6
yang menghilang setelah partus. Patofisiologinya tidak diketahui
pasti, kemungkinan akibat adanya ketidakseimbangan hormonal
dan tingginya epidermal growth factor selama kehamilan yang
dapat merangsang pertumbuhan tumor.(19)
2.2.7 Pencegahan
Tidak ada cara untuk mencegah skin tag.(20)
2.2.8 Manifestasi Klinis
Secara klinis, skin tags berupa papul bertangkai, lunak, ukuran
bermacam-macam, biasanya 2 mm di leher atau aksila, da nada
pula yang besar 1 cm atau lebih di badan. Warna seperti kulit, tetapi
dapat pula hiperpigmentasi. Lokasi yang sering adalah leher bagian
lateral. Dapat pula ditemukan di muka, dada, punggung, dan
selangkangan.(13)
2.2.9 Pemeriksaan Penunjang
Biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologis yang
menunjukkan papilomatosis, hiperkeratosis, dan akantosis.
Jaringan ikat terdiri atas serat kolagen longgar dan bila besar,
mengandung sel lemak ditengahnya.
2.2.10 Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat secara klinis; meskipun demikian,
kasus atipikal bisa muncul karena morfologi makroskopik atau
topografi yang tidak biasa; eksisi lesi dan histopatologi dapat
mengkonfirmasi diagnosis.(21)
Histopatologi menggambarkan bentuk papiloma normal
ataupun acanthotic epidermis, jaringan fibrovaskular di sekitarnya
terdiri dari serat kolagen longgar hingga padat, dan banyak kapiler

18
dilatasi berdinding tipis; dalam bentuk besar, lesi bertangkai,
adiposit bisa diamati di pusat tumor.(21)
2.2.11 Tatalaksana
Pengobatan untuk skin tag ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara, tumor dengan ukuran lebih kecil dengan memakai curved
blade scissors dan dengan ukuran yang lebih besar biasanya
dilakukan eksisi dengan tindakan bedah kulit yang sederhana.
Untuk skin tag ukuran yang lebih kecil dapat mengaplikasikan
ammonium chloride sehingga dapat mengurangi perdarahan.
Pengobatan seperti eksisi sederhana, elektrodesikasi dan krioterapi
merupakan pilihan pengobatan yang dapat dilakukan. Teknik eksisi
ini adalah suatu cara untuk membuang jaringan yang digunakan
untuk lesi yang superfisial, teknik ini memerlukan anastesi lokal
dan jarang mengakibatkan perdarahan yang berlebihan. Teknik
eksisi ini memerlukan keahlian yang baik dan juga waktu tindakan
yang lebih lama. Pada eksisi sederhana biasanya tidak memerlukan
anastesi yang banyak pada saat tindakan.(22)
2.2.12 Prognosis
Prognosis untuk orang dengan skin tag baik. Skin tag bukanlah
kanker atau pertumbuhan prakanker, sehingga dapat dihilangkan
dengan mudah.(20)
2.3 Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit yang Diderita
Salah satu faktor etiologis pada kanker kulit adalah radiasi dari sinar
UV. Sinar UV sendiri terdapat pada sinar yang dipancarkan oleh matahari.
Pekerjaan Bapak Adi sebagai petani sangat mungkin mengalami paparan
sinar matahari yang berlebihan, sehingga terjadi perubahan pada kulitnya
yang diakibatkan oleh sinar UV. Sehingga pekerjaan Bapak Adi sebagai
petani diduga berkaitan dengan penyakit yang dideritanya.(23)
2.4 Hubungan Riwayat Keluarga dengan Penyakit yang Diderita
Genetik merupakan salah satu faktor predisposisi kejadian tumor
kulit. Pada keluarga dengan riwayat xeroderma pigmentosum beresiko
terjadinya penyakit serupa karena xeroderma pigmentosum adalah

19
penyakit familial yang diwariskan secara resesif autosomal dengan
perubahan reaksi dari epidermis pada cahaya. Kelainan biokimia utama
adalah kegagalan untuk memperbaiki kerusakan DNA yang dipengaruhi
oleh UV.(24)
Pada karsinoma sel basal faktor genetik yang berperan terdapat pada
kromosom 1 dan satu varian dari setiap kromosom 5,7,9, dan 12. Varian
kromosom tersebut diketahui berhubungan dengan ketidakmampuan
dalam proteksi terhadap paparan sinar matahari, yang mungkin
berhubungan dengan faktor risiko tambahan terhadap paparan sinar
matahari yang bersifat heterozigot. Kelainan genetik bersifat hoomozigot
berhubungan dengan pengaturan sonic hedgehog pathway signaling
Berdasarkan hasil penelitian 25-40% dari anggota keluarga yang
menderita melanoma maligna diidentifikasi terdapat germline mutation
pada cyclin-dependent kinase inhibitor 2A (CDKN2A) dan juga sedikit
didapatkan mutasi pada cyclin-dependent kinase 4 (CDK4). Terdapat
dasar rasional untuk hubungan antara kejadian melanoma dan mutasi pada
CDKN2A dan CDK4 karena kedua tersebut adalah tumor-suppresor
genes. Lima sampai sepuluh persen dari semua melanoma maligna adalah
dari pasien dengan familial atypical multiple mole melanoma syndrome
(FAMMM). Pasien dengan FAMMM mempunyai risiko 70% selama hidup
untuk berkembangnya sebuah melanoma maligna.(4)
2.5 Tindakan Pencegahan pada Keganasan Kulit
Sebagian besar keganasan pada kulit terjadi karena faktor eksternal
seperti paparan bahan kimia, radiasi, ataupun sinar UV. Sehingga cara
paling efektif dalam pencegahannya dalah menghindari faktor etiologis
tersebut, misalnya menggunakan pakaian yang melindungi dari sinar
matahari, menggunakan tabir surya jika berada dalam paparan sinar
matahari langsung, , menggunakan alat perlindungan diri yang sesuai jika
bekerja dengan bahan-bahan kimia dan bahan-bahan yang mengandung
radiasi.(23)
2.6 Pengaruh Sinar UV terhadap Kulit

20
Sinar ultra violet bermanfaat untuk manusia yaitu diantaranya untuk
mensintesa Vitamin D dan juga berfungsi untuk membunuh bakteri.
Namun disamping manfaat tersebut sinar ultra violet dapat merugikan
manusia apabila terpapar pada kulit manusia terlalu lama.(25)
Dari ketiga jenis sinar ultraviolet, masing-masing memiliki ciri-ciri
dan tingkat keparahan efek radiasi yang berbeda-beda. Namun pada
umumnya, sinar ultraviolet yang terpapar masuk ke bumi, baik itu sinar
UV A, UV B, maupun UV C, dapat memberikan dampak sebagai
berikut.(25)
a. Kemerahan pada kulit.
Bahaya sinar ultraviolet yang pertama adalah memberikan efek
kemerahan pada kulit. Secara umum, sinar ultraviolet, terutama sinar
UV B dapat menimbulkan gejala kemerahan pada kulit. Hal ini
merupakan suatu bentuk iritasi kulit yang terpapar sinar ultraviolet.
Biasanya gejala ini juga disertai rasa gatal pada bagian kulit yang
memerah.
b. Kulit terasa seperti terbakar.
Sinar ultraviolet juga dapat membuat kulit memiliki gejala seperti
terbakar. Hal ini biasanya disebabkan oleh paparan sinar UV– B.
c. Dapat menimbulkan eritema.
Eritema merupakan kondisi dimana kulit kaki mengalami kemerahan
dan bengkak. Hal ini disebabkan oleh paparan sinar UV – B.
d. Radiasi sinar UV A yang menembus dermis dapat merusak sel kulit.
e. Kulit dapat kehilangan elastisitas.
Paparan sinar UV A yang dapat menembus bagian demis kulit dapat
merusak sel-sel yang berada pada dermis. Hal ini membuat elastisitas
kulit menjadi berkurang.
f. Kerut pada bagian kulit.
Kerutan pada kulit merupakan salah satu efek samping dari hilangnya
dan berkurangnya elastisitas kulit.
g. Kanker kulit.

21
Beberapa jenis kanker kulit disebabkan oleh sinar UV. Sinar
matahari di siang dan sore hari sangat riskan untuk merusak kulit. Sel-
sel kulit dapat memburuk akibat terkena sinar matahari.
2.7 Diagnosis Banding
2.7.1 Karsinoma Sel Basal
Karsinoma Sel Basal (KSB) merupakan neoplasma ganas dari
sel yang tidak mengalami keratinisasi pada lapisan basal epidermis,
bersifat invasif lokal, agresif, destruktif, dan jarang bermetastasis.
KSB lebih sering terjadi pada lanjut usia. Etiopatogenesis KSB
adalah faktor genetik, lingkungan, dan yang paling sering adalah
paparan sinar ultraviolet. Secara klinis, terdapat lima tipe KSB
yaitu nodular, superfi sial, morpheaform, pigmented, dan fi
broepitelioma Pinkus. Subtipe KSB dapat ditentukan melalui
anamnesis dan manifestasi klinis, ditunjang dengan pemeriksaan
histopatologi. Penatalaksanaan berdasarkan lokasi dan gambaran
histopatologi. Angka kekambuhan KSB sangat rendah jika terapi
yang diberikan tepat.
2.7.2 Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) adalah kanker yang berasal
dari lapisan tengah epidermis. Penyakit Bowen adalah suatu bentuk
karsinoma sel skuamosa yang terbatas pada epidermis dan belum
menyusup ke jaringan di bawahnya (dermis). Kulit yang terkena
tampak coklat-merah dan bersisik atau berkeropeng dan mendatar,
kadang menyerupai bercak pada psoriasis, dermatitis atau infeksi
jamur.(8)
Penyebab KSS paling sering adalah sinar matahari. Karsinogen
yang dapat menyebabkan KSS, antara lain bahan kimia
hidrokarbon polisiklik aromatik, arsen dan virus papiloma
humanus (HPV) terutama tipe 16 dan 18.(13)
Secara klinis, KSS berupa plak atau tumor teraba padat, dapat
verukosa, atau berbenjol-benjol, dan berulkus. Tepi tumor tidak
terlihat jelas, dapat melebihi batas yang terlihat. Lokasi tumor

22
tergantung penyebabnya. Bila penyebab sinar matahari, lokasi
tersering adalah daerah terpajan sinar, misalnya wajah dan lengan
bawah.(13)
2.7.3 Kerastosis Seboroik
Keratosis seboroik adalah lesi kulit jinak yang terjadi pada
individu usia menengah danlebih tua, yang meniru lesi ganas,
karsinoma sel skuamosa khususnya, baik secara klinis
danpatologis. Berbagai jenis lesi keratotik telah diidentifikasi,
yaitu, keratosis seboroik dan senile ,actinic keratosis, verucca
vulgaris, keratoacanthoma, folikel keratosis terbalik dan
papilomaskuamosa. Lesi ini jinak kadang-kadang bisa bingung
dengan keganasan khususnya melanomasebagai keratosis seboroik
mungkin memiliki implikasi yang tidak diinginkan untuk pasien,
baiksebagai prosedur diagnostik dan perawatan mungkin tidak
optimal.(26,27)
Faktor penyebab keratosis seboroik umumnya tidak diketahui,
Ada hubungan yangmemungkinkan sebagai faktor pencetus
terjadinya keratosis seboroik yaitu paparan sinarmatahari. Ada
beberapa kemungkinan hal untuk menjelaskan kemungkinan ini.
Pertamamungkin karena beberapa keratosis seboroik berhubungan
dengan paparan sinar matahariyang berat selama bertahun-tahun.
Yang kedua adanya perubahan perilaku pada individu
mudadibandingkan dengan usia tua, dimana terjadi perubahan
paparan sinar matahari kepada badandi usia yang lebih muda.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan sinar matahari tdk
mempunyaihubungan dengan perkembangan keratosis
seboroik.(28)
Selain itu perkembangan keratosisseboroik juga berhubungan
dengan faktor pertumbuhan epidermal dan melanosit
yangmendapat faktor pertumbuhan dengan penambahan ke
peningkatan lokal ekspresi faktornekrosis tumor αdan endotelin
yang mengkonversi enzim.(4)

23
Keratosis seboroik begitu banyak variasi klinisnya pada
lesi,gambaran klinis lesi inibiasanya dimulai batas yang terlihat,
kusam, rata, berwarna coklat atau seperti potongan yangberwarna
coklat hingga kehitaman.(4)
Bisa juga berwarna kemerahan, berkerak. Ukuran
diameterbiasanya sekitar 0,5 sampai 3 cm. Muncul pada
permukaan kulit. Permukaannya hiperkeratotikatau verukosa.(22)

24
25
BAB III
KESIMPULAN

Bapak adi mengalami karsinoma sel basal pada bagian pipi, keratosis
seboroik pada bagian wajah, dan skin tags pada bagian leher

26
Daftar Pustaka

1. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM. Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin. 7 ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2017.

2. Sri Linuwih S. W. Menaldi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7 ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2018.

3. Buljan Marija, Bulana Vedrana, Sandra Stanic. Variation in Clinical


Presentation of Basal Cell Carcinoma. University Department of Dermatology
and Venereology Zagreb Croatia. 2008;25–30.

4. J. A. Carucci, Leffel D. J. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7


ed. New York: McGrawHill; 2008.

5. Marco Rastrelli, Saveria Tropea, Carlo Riccardo Rossi, Mauro Alaibac.


Melanoma: Epidemiology, Risk Factors, Pathogenesis, Diagnosis and
Classification. 2014;28:1005–12.

6. M.F Demierre, L. Nathanson. Chemoprevention of Melanoma: An


Unexplored Strategy. 2017;21(1):158–65.

7. American Cancer Society. Melanoma Skin Cancer [Internet]. 2014. Tersedia


pada: http://www.cancer.org/cancer/skincancer-
melanoma/overviewguide/index

8. Adhi Djuanda, ., . Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7 ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.

9. Susanto Buditjahyono. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: EGC; 2003.

10. Bandarchi B., Ma L., Navab R. From Melanocyte to Metastatic Malignant


Melanoma. Hindawi Publ Corp Dermatology Research and Practice. 2010;1–
5.

11. Made Putri Hendaria, A. A. G. N. Asmarajaya, Sri Maliawan. Kanker Kulit.


Denpasar: Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana;

12. Balch C. M., Buzaid A. C., Soong S. J. Final Version of the American Joint
Committee on Cancer Staging System for Cutaneous Melanoma. J Clin
Oncol. 19:3635–48.

13. Wresti Indriatmi, Kusmarinah Bramono. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7
ed. Jakarta: Anggota IKAPI; 2018.

14. Adams B. B., Mutasim D. F. Elastic tissue in Fibroepithelial Polyps. Am J


Dermatopathol. 1999;21(5):446–8.

27
15. Pariser RJ. Benign Neoplasma of the Skin. Med Clin North Am J.
1998;82(6):106–10.

16. Zaher H., El Safoury O. S., El Komy M. M., Mahmoud S. B., Abd El Hamid
H. Study of Mast Cell Count in Skin Tag. Indian J Dermatol. 2007;52:184–7.

17. Luba M. C., Mohler A. M., Stulberg D. L., Bangs S. A. Common Benign Skin
Tumors. Am Fam Phy. 2003;67(4):729 – 38.

18. Akpinar F., Dervis E. Association Between Acrochordons and the


Components of Metabolic Syndrome. Eur J Dermatol. 2012;22(1):106–10.

19. Kar S., Krishnan A., Shivkumar P. V. Pregnancy and Skin. J Obstet Gynaecol
India. 2012;62(3):268–75.

20. Harvard Health Publishing. Skin Tags (Acrochordon) [Internet]. 2018.


Tersedia pada: https://www.health.harvard.edu/a_to_z/skin-tags-acrochordon-
a-to-z

21. Gloria Gonza´lez-Saldivar, Rene´ Rodrı´guez-Gutie´rrez, Jorge Ocampo-


Candiani. Skin Manifestations of Insulin Resistance: From a Biochemical
Stance to a Clinical Diagnosis and Management. Dermatol Ther. 2016;(7):37–
51.

22. Grant-Kels J. M. Color Atlas of Dermatopathology (Dermatology: Clinical &


Basic Science). Informa Healthcare; 2007.

23. Christopher K. B., ., . Basal Cell Skin Cancer: Clinical Practice Guidelines in
Oncology. Journal of the National Comprehensive Cancer Network.
2016;(5):14.

24. Pratomo U. S., Cipto H., . Deteksi dan Pentalaksanaan Kanker Kulit Dini.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001.

25. Sita Ririn Safitri, Siti Hapsah Isfardiana. Pentingnya Melindungi Kulit Dari
Sinar Ultraviolet dan Cara Melindungi Kulit dengan Sunblock Buatan Sendiri.
2014;3(2):126–33.

26. A. K. Gupta. Seborrhoeic Keratosis. Indian journal of ophthamology.


1993;31(1):37–382.

27. Zhang R., Zhu W. Seborrhoeic Keratosis in five elderly patients: An


appearance of raindrops and streams. Indian J Dermatol. 2011;(56):432–4343.

28. Marks Robin, Dorevitch Abe, Gill David. The Prevalence of Seborrheic
Keratoses in People Aged 15 to 30 years. Arch Dermatol. 200M;(136):759–
7625.

28

Anda mungkin juga menyukai