Anda di halaman 1dari 12

2.

1 Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut

pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta

anak prasekolah. Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA masyarakat dalam upaya mengatasi

situasi gawat darurat dari aspek non klinik terkait kehamilan dan persalinan. Sistem

kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk

masyarakat, dalam hal penggunaan alat tranportasi atau komunikasi (telepon genggam,

telepon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencacatan pemantauan dan informasi KB.

Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka

masyarakat serta menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di

taman kanak-kanak.

Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.

Ayah dan ibu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi

tugas sebagai pendidik. Oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar dalam

mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap

kritisnya, dan yang paling berperan sebagai pendidik anak-anaknya adalah ibu. Peran seorang

ibu dalam keluarga terutama anak adalah mendidik dan menjaga anak-anaknya dari usia bayi

sehingga dewasa, karena anak tidak jauh dari pengamatan orang tua terutaa ibunya. (Asfryati,

2003, h.27).

Peranan ibu terhadap anak adalah sebagai pembimbing kehidupan di dunia ini. Ibu

sangat berperan dalam kehidupan buah hatinya di saat anaknya masih bayi hingga dewasa,

bahkan sampai anak yang sudah dilepas tanggung jawabnya atau menikah dengan orang lain

seorang ibu tetap berperan dalam kehidupan anaknya. (dilampirkan oleh Zulkifli dari

bambang, 1986, h.9)


2.1 Tujuan

Tujuan Program Kesehatan Ibu dan anak (KIA) adalah tercapainya kemampuan hidup

sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk

menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat

kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan

bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.

Sedangkan tujuan khusus program KIA adalah :

1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan , sikap dan perilaku), dalam mengatasi

kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya

pembinaan kesehatan keluarga,paguyuban 10 keluarga, Posyandu dan sebagainya.

2. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di

dalam lingkungan keluarga, paguyuban 10 keluarga, Posyandu, dan Karang Balita serta di

sekolah Taman Kanak-Kanak atau TK.

3. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu

nifas, dan ibu meneteki.

4. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, nifas, ibu meneteki, bayi

dan anak balita.

5. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat , keluarga dan seluruh anggotanya

untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui

peningkatan peran ibu dan keluarganya.

2.3 Sejarah Perkembangan

Perkembangan pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia tidak terlepas dari

sejarah kehidupan bangsa. Setelah indonesia merdeka, pelayanan kesehatan masyarakat (

public health services ) dikembangkan sejalan dengan tanggung jawab pemerintah


“melindungi” masyarakat Indonesia dari gangguan kesehatan. Kesehatan adalah hak asasi

manusia yang juga tercantum dalam UUD 1945. Pemerintah mengembangkan infrastruktur di

berbagai wilayah tanah air untuk melaksanakan kewajiban melindungi masyarakat dari

gangguan kesehatan. Program kesehatan yang dikembangkan adalah yang sangat dibutuhkan

oleh masyarakat (public health essential) terutama oleh penduduk miskin. Beberapa catatan

penting dibawah ini, baik sebelu maupun sesudah indonesia merdeka dapat dijadikan tonggak

sejarah perkembangan program kesehatan masyarakat Indonesia.

Tahun 1924 : Pengembangan program pendidikan kesehatan masyarakat mulai

dirintis untuk peningkatan sanitasi lingkungan di wilayah Pedesaan.

Tahun 1952 : Pemgembangan balai kesehatan ibu dan anak ( KIA ) mulai dirintis

dengan didirikannya Direktorat KIA di lingkungan kementrian kesehatan RI.

Tahun 1956 : Proyek UKS mulai diperkenalkan diwilayah Jakarta.

Tahun 1959 : Program pemberantasan penyakit Malaria dimulai dengan bantua

WHO.

Tahun 1960 : UU pokok kesehatan dirumuskan.

Tahun 1969-1971 : Rencana pembangunan lima tahunan (repelita) Indonesia mulai

dibahas, Departemen Kesehatan menata kembali strategi pembangunan kesehatan jangka

panjang melalui:

1. RAKERNAS I dilangsungkan untuk merumuskan rencana pembanguna kesehatan jangka

panjang sebagai awal repelita I.

2. Konsep Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas ) mulai diperkenalkan.

Perkembangan pembangunan puskesmas sudah dirintis dalam bentuk proyek rintisan

dibeberapa wilayah Indonesia. Pemerintah membangun Puskesmas dengan berbagai

pertimbangan strategis antara lain :


1. Untuk mencegah kecenderungan dokter-dokter bekerja di daerah perkotaan, sedangkan

masyarakat Indonesia sebagian besar tinggal di wilayah pedesaan.

2. Untuk memeratakan pelayanan kesehatan dengan mendekatkan sarana pelayanan

kesehatan kepada kelompok-kelompok penduduk yang membutuhkannya di pedesaan.

Sampai akhir tahun 60-an, sebagian besar pelayanan kesehatan dilakukan melalui rumah

sakit yang lebih banyak berlokasi di daerah perkotaan dan bersifat konsumtif sehingga

menyulitkan masyarakat, terutama yang tinggal di desa untuk menjangkaunya. Program

pencegahan dapat lebih dikembangkan melalui program Puskesmas.

3. Untuk lebih menekan biaya pelayanan kesehatan. Biaya pelayanan di RS dan dokter

praktik swasta yang lebih banyak bersifat kuratif ( pengobatan ) jauh lebih mahal

dibandingkan dengan program pencegahan. Pada dekade 60-an, transportasi belum

menjangkau wilayah pedesaan yang terpencil di Indonesia.

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi semua orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

optimal. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan

setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Indikator derajat kesehatan dapat dinilai dari angka kematian bayi (AKB), angka kematian

ibu (AKI), umur harapan hidup dan angka kematian balita (Depkes Rl, 1991). OIeh karena

itu, persalinan ibu hams mendapatkan fasilitas dan partisifasi seperti tenaga profesional,

pelayanan kesehatan, partisipasi masyarakat setempat dan lainnya.

Kematian ibu atau kematian maternal saat ini masih merupakan salah satu masalah

kesehatan reproduksi yang sangat penting. Tingginya angka kematian maternal mempunyai

dampak yang besar terhadap keluarga dan masyarakat (L. Ratna Budiarso et al, 1996).

Kematian seorang wanita saat melahirkan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup


bayinya, karena bayi yang bersangkutan akan mengalami nasib yang sama dan keluarganya

bercerai berai (L. Ratna Budiarso et al, 1990). Oleh karena itu angka kematian maternal dapat

digunakan sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat, khususnya indikator

kesehatan ibu.

Angka kematian maternal di Indonesia dewasa ini masih tinggi. Menurut data SKRT tahun

2001, 90 % penyebab kematian ibu karena adanya komplikasi dan 28 % diantaranya terjadi

pendarahan dimasa kehamilan dan persalinan.(Resty K. 2000)

Apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara maju, maka angka

kematian ibu/maternal di Indonesia adalah sekitar 3-6 kali AKI negara ASEAN dan lebih dari

50 kali AKI negara maju (Anonimus, 1996/1997).

Pola penyakit penyebab kematian ibu 84% karena komplikasi obstetrik langsung dan

didominasi oleh trias klasik, yaitu perdarahan (46,7 %), toxemia (14,5%) dan infeksi (8%).

Kasus perdarahan yang paling banyak adalah perdarahan postpartum akibat uri tunggal,

sedangkan infeksi umunya merupakan komplikasi akibat ketuban pecah dini, robekan jalan

lahir, persalinan macet serta perdarahan (Sarimawar Djaja et al, 1997). Faktor yang turut

melatar belakangi kematian maternal adalah usia ibu pada waktu hamil tcrlalu muda ( <> 35

tahun), jumlah anak terlalu banyak (> 4 orang) dan jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun

(Depkes RI, 1994).

2.4 Wilayah Kerja

Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat

manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus

menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang

dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi

kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan
balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi

data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan

tindak lanjut.

Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens. Menurut WHO,

Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan

mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan

landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan

kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu dan anak

adalah dengan melaksanakan PWS KIA.

Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau

seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka

diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini

mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.

Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi

kepada sektor terkait, khususnya lintas sektor setempat yang berperan dalam pendataan dan

penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan untuk memecahkan

masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA harus ditindaklanjuti dengan upaya

perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA, intensifikasi manajemen program, penggerakan

sasaran dan sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu

pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat

digunakan untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula

hasil analisis PWS KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan

kabupaten/kota yang rawan.


Prinsip pengelolaan Program KIA adalah memantapkan dan peningkatan jangkauan

serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pelayanan KIA diutamakan pada

kegiatan pokok :

o Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu yang baik serta

jangkauan yang setinggi-tingginya.

o Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada peningkatan pertolongan

oleh tenaga professional secara berangsur.

o Peningkatan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil, baik oleh tenaga kesehatan maupun di

masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatannya secara terus

menerus.

o Peningkatan pelayanan neonatal (bayi berumur kurang dari 1bulan) dengan mutu yang baik

dan jangkauan yang setinggi tingginya.

2.5 Struktur Organisasi dan Tata Kerja

1. Pelayanan antenatal :

Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai

dengan standar pelayanan antenatal.

Standar minimal “5 T “ untuk pelayanan antenatal terdiri dari :

· Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

· Ukur Tekanan darah

· Pemberian Imunisasi TT lengkap

· Ukur Tinggi fundus uteri

· Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.

Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan

waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan kedua, dan

minimal 2 kali pada triwulan ketiga.


2. Pertolongan Persalinan

Jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat:

a. Tenaga profesional : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan

perawat.

b. Dukun bayi :

Terlatih : ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan tenaga kesehatan yang dinyatakan

lulus. Tidak terlatih : ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau

dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.

c. Deteksi dini ibu hamil berisiko :

Faktor risiko pada ibu hamil diantaranya adalah :

1) Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun .

2) Anak lebih dari 4

3) Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun atau lebih dari 10 tahun

4) Tinggi badan kurang dari 145 cm

5) Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm

6) Riwayat keluarga mendeita kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kengenital.

7) Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul.

Risiko tinggi kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dan normal yang secara langsung

menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi .

Risiko tinggi pada kehamilan meliputi :

1) Hb kurang dari 8 gram %

2) Tekanan darah tinggi yaitu sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih dari 90 mmHg

3) Oedema yang nyata

4) Eklampsia

5) Perdarahan pervaginam
6) Ketuban pecah dini

7) Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu.

8) Letak sungsang pada primigravida

9) Infeksi berat atau sepsis

10) Persalinan prematur

11) Kehamilan ganda

12) Janin yang besar

13) Penyakit kronis pada ibu antara lain Jantung,paru, ginjal.

14) Riwayat obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan.

Risiko tinggi pada neonatal meliputi :

1) BBLR atau berat lahir kurang dari 2500 gram

2) Bayi dengan tetanus neonatorum

3) Bayi baru lahir dengan asfiksia

4) Bayi dengan ikterus neonatorum yaitu ikterus lebih dari 10 hari setelah lahir

5) Bayi baru lahir dengan sepsis

6) Bayi lahir dengan berat lebih dari 4000 gram

7) Bayi preterm dan post term

8) Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang

9) Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan.

d. Indikator pelayanan kesehatan ibu dan bayi

Terdapat 6 indikator kinerja penilaian standar pelayanan minimal atau SPM untuk pelayanan

kesehatan ibu dan bayi yang wajib dilaksanakan yaitu :

Cakupan Kunjungan ibu hamil K4

a. Pengertian :
Kunjungan ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang kontak dengan petugas kesehatan untuk

mendapatkan pelayanan ANC sesuai dengan standar 5T dengan frekuenasi kunjungan

minimal 4 kali selama hamil, dengan syarat trimester 1 minimal 1 kali, trimester II minimal

1 kali dan trimester III minimal 2 kali . Standar 5 T yang dimaksud adalah :

1. Pemeriksaaan atau pengukuran tinggi dan berat badan

2. Pemeriksaaan atau pengukuran tekanan darah

3. Pemeriksaan atau pengukuran tinggi fundus

4. Pemberian imunisasi TT

5. Pemberian tablet besi

b. Definisi operasional

Perbandingan antara jumlah ibu hamil yang telah memperoleh ANC sesuai standar K4 disatu

wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dengan penduduk sasaran ibu hamil

c. Cara perhitungan

Pembilang : Jumlah ibu hamil yang telah memperoelh pelayanan ANC sesuai standar K

4 disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

d. Sumber data :

1. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai standar K4 diperoleh dari

catatan register kohort ibu dan laporan PWS KIA.

2. Perkiraan penduduk sasaran ibu hamil diperoleh dari Badan Pusat Statistik atau

BPS kabupaten atau propinsi jawa timur.

e. Kegunaan

1. Mengukur mutu pelayanan ibu hamil


2. Mengukur tingkat keberhasilan perlindungan ibu hamil melalui pelayanan standar

dan paripurna. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai standar K4

Perkiraan penduduk

3. Mengukur kinerja petugas kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan ibu hamil

2.6 Sistem Rujukan

Pemantauan kegiatan KIA dilaksanakan melalui Pemamtauan Wilayah setempat-KIA (PWS-

KIA) dengan batasan :

Pemamtauan Wilayah Setempat KIA adalah alat untuk pengelolaaan kegiatan KIA

serta alat untuk motivasi dan komunikasi kepada sector lain yang terikat dan dipergunakan

untuk pemamtauan program KIA secara teknis maupun non teknis.

Melalui PWS-KIA dikembangkan indikator-indikator pemantauan teknis dan non

teknis, yaitu

1. Indikator Pemantauan Teknis : Indikator ini digunakan oleh para pengelola program dalam

lingkungan kesehatan yang terdiri dari :

a. Indikator Akses

b. Indikator Cakupan Ibu Hamil

c. Indikator Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan

d. Indicator penjaringan Dini Faktor Resiko oleh Masyarakat

e. Indikator Penjaringan Faktor resiko oleh Tenaga Kesehatan

f. Indicator Neonatal

2. Indikator Pemamtauan Non teknis :

Indikatorini dimasksudnya untuk motivasi dan komunikasi kemajuan maupun masalah

operasional kegiatan KIA kepada para penguasa di wilayah, sehingga di mengerti dan
mendapatkan bantuan sesuai keperluan. Indikator-indikator ini dipergunakan dalam berbagai

tingkat administradi, yaitu :

a. Indikator pemerataan pelayanan KIA

Untuk ini dipilih AKSES (jangkauan) dalam pemamtauan secara teknis memodifikasinya

menjadi indicator pemerataan pelayanan yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.

b. Indikator efektivitas pelayanan KIA :

Untuk ini dipilih cakupan (coverage) dalam pemamtauan secara teknnis dengan

memodifikasinya menjadi indicator efektivitas program yang lebih dimengerti oleh para

penguasa wilayah.

Kedua indicator tersebut harus secara rutin dijabarkan per bulan, perdesa serta dipergunakan

dalam pertemuan-pertemuan lintas sektoral untuk menunjukkan desa-desamana yang masih

ketinggalan.

Pemantauan secara lintas sektoral ini harus diikuti dengan suatu tindak lanjut yang jelas dari

para penguasa wilayah perihal : peningkatan penggerakan masyarakat serta penggalian

sumber daya setempat yang diperlukan

Anda mungkin juga menyukai