Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan YME, atas berkat dan rahmat-Nya
laporan Ekologi Perairan Pengamatan Ekosistem Mangrove, Lamun, dan Terumbu Karang di
Pantai Jungpiring, Kecamatan Mlonggo, Jepara ini dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyaimpaikan ucapan terimakasih kepada
Bapak Ir. Gentur Handoyo, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah ekologi perairan.
Terimakasih juga disampaikan kepada asisten praktikum ekologi perairan dan pihak-pihak yang
telah membantu penyusunan laporan ini.
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui, mengamati, dan mendata
keadaan ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang di wilayah Pantai Jungpiring,
Kecamatan Mlonggo, Jepara. Diharapkan dari hasil pendataan yang didapatkan dapat
menambah wawasan pembaca serta menjadi salah satu bahan perimbangan dalam pengambilan
kebijakan untuk memanfaatkan ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang lebih baik
lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.2.2. Lamun............................................................................................................ 1
2.3.5. Indikator Kesehatan Karang Ditinjau dari Biota yang Bersimbiosis ............ 7
3.2.2. Lamun.......................................................................................................... 10
3.3.2. Lamun.......................................................................................................... 12
3.4.2. Lamun.......................................................................................................... 16
iii
3.5.2. Lamun.......................................................................................................... 19
4.1.2. Lamun.......................................................................................................... 28
4.2.2. Lamun.......................................................................................................... 50
V. PENUTUP ......................................................................................................................... 58
5.1.2. Lamun.......................................................................................................... 58
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 64
BIODATA ......................................................................................................................... 69
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
Tabel 33. Data Frekuensi dan Frekuensi Relatif Lamun Transek C Stasiun 1, 2, 3 ................ 32
Tabel 34. data Kerapatan dan Kerapatan Relatif Lamun Transek A Stasiun 1, 2, 3 ............... 32
Tabel 35. Data Kerapatan dan Kerapatan Relatif Lamum Transek B Stasiun 1, 2, 3.............. 32
Tabel 36. Data Kerapatan dan Kerapatan Relatif Lamun Transek C Stasiun 1, 2, 3 ............... 32
Tabel 37. Data Presentase Penutupan dan Penutupan Relatif Lamun Transek A ................... 33
Tabel 38. Data Presentase Penutupan dan Penutupan Relatif Lamun Transek B .................... 33
Tabel 39. Data Presentase Penutupan dan Penutupan Relatif Lamun Transek C .................... 33
Tabel 40. Data Indeks Penting lamun ...................................................................................... 33
Tabel 41. Data keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi Jumlah Individu Lamun Transek
A ............................................................................................................................................... 33
Tabel 42. Data keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi Jumlah Individu Lamun Transek
B ............................................................................................................................................... 34
Tabel 43. Data keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi Jumlah Individu Lamun Transek
C ............................................................................................................................................... 34
Tabel 44. Data Pengamatan Karang......................................................................................... 34
Tabel 45. Data karang Total Panjang Karang .......................................................................... 39
Tabel 46. Tabel Hasil Presentase Tutupan Karang .................................................................. 43
Tabel 47. Hasil Pengolahan Data Karang ................................................................................ 44
vii
I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Mangrove
1.2.2 Lamun
1.2.3 Terumbu Karang
1.3 Manfaat
1.4 Peta Lokasi
1
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangrove
2.1.1 Definisi Mangrove
Kata mangrove merupakan perpaduan bahasa Melayu manggi-manggi dan
bahasa Arab el-gurm menjadi mang-gurm, kedua nya sama-sama berarti Avicennia
(api-api). Kata mangrove dapat ditujukan untuk menyebut spesies, tumbuhan, hutan
atau komunitas. Mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik
dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, atau pulau pulau
kecil (Aswadi et al., 2014)
Schaduw (2018) mengatakan bahwa ekosistem mangrove merupakan
ekosistem yang memiliki fungsi ekologi, sosial, dan ekonomi. Ekosistem ini
penting dan berdampak sistemik terhadap ekosistem lain karena memiliki beragam
fungsi dalam ekosistem pesisir. Ekosistem mangrove yang berada di pulau pulau
kecil seringkali mendapat tantangan, antara lain adalah dampak dari aktivitas
manusia yang melakukan pemanfaatan di sekitar ekosistem mangrove dan faklor
alam seperti pemanasan global serta bencan alam.
2
spesies lamun yang berinteraksi dengan faktor biotik dan abiotik di lingkungannya.
Lamun merupakan kelompok tumbuhan angiospermae yang memiliki kemampuan
beradaptasi terhadap salinitas yang tinggi, menempati perairan laut dengan suhu
berkisar 38-42C dan berada di daerah intertidal sampai kedalaman 70 m. Selain
itu, lamun berperan sebagai penghubung ekosistem mangrove dengan ekosistem
terumbu karang (Purnomo et al., 2017).
Lamun adalah tumbuhan laut yang hidup pada ekosistem padang lamun
(Seagrass Bed) terutama di daerah tropis dan subtropis. Padang lamun mempunyai
peranan ekologik penting bagi lingkungan laut dangkal yaitu sebagai habitat biota,
produsen primer, penangkap sedimen serta berperan sebagai pendaur zat hara dan
elemen kelumit (Patty, 2016).
3
2.2.3.1 Temperature
Padang lamun secara geografis tersebar luas, sehingga lamun memiliki
toleransi terhadap lingkungannya yang cukup tinggi. Lamun tumbuh baik pada
daerah dengan suhu perairan 28C sampai dengan 30C. Kemampuan spesies
lamun untuk hidup dengan baik akan menurun jika suhu air berada di luar kisaran
tersebut (Puspitaningasih, 2012).
2.2.3.2 Salinitas
Dalam bukunya Puspitaningasih (2012) menyatakan bahwa lamun
memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap salinitas, namun sebagian
besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10 – 40‰. Nilai salinitas yang optimum
untuk lamun adalah 35‰. Walaupun spesies lamun memiliki toleransi terhadap
salinitas yang berbeda-beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang besar
terhadap salinitas yaitu antara 10 – 30‰.
2.2.3.5 Nutrien
Nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan laut dan merupakan
nutrien utama bagi pertumbuhan lamun, sehingga ketersedian nitrat pada periran
sangat dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan kutipan Nuraeni dalam Rahman et al.
4
(2016) bahwa nitrat merupakan unsur hara yang berperan langsung terhadap
produktifitas perairan. Selain itu ketersedian zat hara (nutrien) diperairan padang
lamun dapat berperan sebagai faktor pembatas pertumbuhannya. Fosfat
dikelompokkan sebagai faktor anorganik (dalam tubuh yang melayang atau seston
dan senyawa organik). Senyawa fosfat memiliki kadar yang berbeda beda disetiap
tempat. Senyawa fosfat dipengaruhi oleh tingginya keanekaraman ekosistem pesisir
yaitu mangrove dan terumbu karang maupun pelapukan-pelapukan tumbuhan dan
hewan yang mati (Rahman et al., 2016).
2.2.3.6 Substrat
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi penyebaran lamun adalah
substrat, sedimen, kedalaman, dan ombak. Tekstur sedimen mempengaruhi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup lamun. Substrat yang didominasi oleh karang
mati. Hanya spesies tertentu dan berakar kokoh yang mampu tumbuh di habitat
tersebut. Komposisi sedimen atau substrat juga mempengaruhi ketersediaan fosfat
(Dewi dan Prabowo, 2015).
5
atau laut, pemecah gelombang dan arus, serta meningkatkan kualitas air laut dengan
membantu pengendapan substrat dan menstabilkan sedimen (Purnomo et al., 2017).
6
mampu menyerap kapur dari air laut dan mengendapkannya sehingga membentuk
timbunan kapur yang padat (Kasim, 2011).
7
No Nama Alat dan Gambar Fungsi
Bahan
1 Tali Rafia Sebagai penyusun
dan pembatas
pada transek
8
5 Papan Jalan Sebagai alas
untuk mencatat
data
8 Selotip Merekatkan
herbarium
9 GPS Untuk
menentukan
koordinat stasiun
mangrove
9
3.2.2 Lamun
Tabel 2. Alat dan Bahan Pengamatan Lamun
No Nama Alat dan Gambar Fungsi
Bahan
1 Pipa kecil 1 x 1 m Sebagai transek
untuk memetakan
zona pengamatan
10
5 Papan jalan Sebagai alas saat
mencatat data
3.2.3 Karang
11
3.3 Metode
3.3.1 Mangrove
1. Metode yang digunakan dalam pengamatan adalah metode Sample Plot
2. Transek dipasang mulai dari 10 x 10m menggunakan tali rafia, kemudian
dari tengah tengah tali dibuat transek 5x5m dengan warna tali rafia berbeda.
kemudian di dalam transek 5x5m dibuat transek 1x1m dengan tali rafia yang
berbeda
3. Titik koordinat lokasi pengamatan ditentukan menggunakan GPS dan
kemudian dicatat
4. Mangrove yang ada di setiap plot didata,
5. Tinggi pohon dan vegetasi mangrove yang ada di setiap transek di hitung
dan hitung juga diameter pohon dengan menggunkan jangkasorong
kemudian di tulis dalam tabel form mangrove
6. Bila tinggi pohon lebih dari dada dan diameter pohon lebih dari 4 cm maka
dimasukkan kedalam Pohon bila salah satu tidak terpenuhi maka
dimasukkan ke dalam sapling
7. Sample yang ada pada transek 5 x 5 m (sapling) dipotong sebagian ranting
yang sudah terdapat daun, bunga dan propagul
8. Bagian yang ada diamati seperti bentuk daun, tulang daun, buah, bunga,
bentuk propagul dan bentuk percabangan
9. Setelah diamati dengan menggunakan ciri-ciri yang ada maka dapat
ditentukan spesies dari mangrove tersebut
10. Setelah diidentifikasi maka dibuat herbarium kering yaitu dengan
meletakkan potongan ranting diatas kardus kemudian rekatkan dengan
lakban bening
11. Diusahakan dalam merekatkan tidak ada rongga udara, agar herbarium lebih
tahan lama.
12. Fauna terestrial (serangga, burung, reptil, dsb.) dan fauna akuatik (kepiting,
kerang, ikan, dsb.) yang ditemukan dicatat pada setiap petak contoh (plot).
3.3.2 Lamun
1. Metode yang digunakan dalam pengamatan ekosistem lamun adalah metode
acak atau metode random
12
2. Lokasi pengamatan ditentukan dan dicari koordinat lokasinya
menggunakan GPS
3. Terdapat tiga transek dimana masing masing transek dibagi menjadi 3
stasiun
4. Pengamatan dan pendataan lamun dilakukan mulai dari jenis, jumlah
maupun makhluk hidup lain yang ada dalam transek, kemudain ditulis
dalam laporan sementara
3.3.3 Karang
3.3.3.1 Pemasangan Transek
13
14
3.4 Diagram Alir
3.4.1 Mangrove
Mulai
Selesai
15
3.4.2 Lamun
Mulai
Selesai
16
3.4.3 Karang
3.4.3.1 Pemasangan Transek
Mulai
Alat pemasangan
transek disiapkan
Selesai
17
3.4.3.2 Pengambilan Data
Mulai
Selesai
18
3.5 Peta Titik Pengambilan Data
3.5.1 Mangrove
19
3.5.3 Karang
20
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Mangrove
4.1.1.1 Plotting
Stasiun 1
Sonneratia alba
Excoecaria agallocha
(sapling)
21
Stasiun 2
Sonneratia alba
22
Stasiun 3
Unidentified 2
Unidentified 1
23
4.1.1.2 Data Identifikasi
Transek Ukuran 1x1 meter (stasiun 1,2,3)
Tabel 4. Data Mangrove Stasiun 1 Transek 1x1
24
Tabel 8. Data Mangrove Stasiun 2 Transek 5x5
DATA STASIUN 2 TRANSEK 5 m x 5 m (SAPLING)
Tinggi Diameter
No. Spesies X Y Substrat Keterangan Basal Area
(m) (cm)
25
Tabel 12. Data Mangrove Stasiun 3 Transek 10x10
DATA TRANSEK C 10 m x 10 m (POHON)
Tinggi Diameter
No. Spesies X Y Substrat Keterangan Basal Area
(m) (cm)
1 Rhizophora apiculata 4,5 11,8 7 9 kepiting, keong, laba-laba, kadal, kupu-kupu 109,303
berlumpur
2 Rhizophora apiculata 6 11,2 5 6 pasir kepiting, keong, kupu-kupu 98,470
3 Rhizophora apiculata 4 8,9 5 6 pasir berlumpur kupu-kupu, laba-laba 62,180
26
Transek 5x5
Tabel 14. Hasil Pengolahan Data Transek 5x5
Lokasi No Spesies Ni A (m2) ni/N K KR (%) H' Keterangan
Sampling
1 Rhizophora 1 25 0.333333 0.04 33% 1.098612 keanekaragaman
apiculata sedang
A 2 Excoecaria 2 25 0.666667 0.08 67% 0.405465 keanekaragaman
agallocha rendah
Jumlah (Σ) 3 1 0.12 100%
B 1 Rhizophora 8 25 0.888889 0.32 89% 0.117783 keanekaragaman
apiculata rendah
2 Ceriops 1 25 0.111111 0.04 11% 2.197225 keanekaragaman
tagal sedang
Jumlah (Σ) 9 1 100%
C 1 Xylocarpus 1 25 0.25 0.04 25% 1.386294 keanekaragaman
sedang
2 Hibiscus 1 25 0.25 0.04 25% 1.386294 keanekaragaman
tiliaceus sedang
3 Excoecaria 1 25 0.25 0.04 25% 1.386294 keanekaragaman
agallocha sedang
4 Lumnitzera 1 25 0.25 0.04 25% 1.386294 keanekaragaman
racemosa sedang
Jumlah (Σ) 4 1 100%
J' Keterangan BA Ci Rci BAi/BA DR (%) D NP (%)
1.584963 keseragaman 9.0746 0.36298 28.271 7.06774 706.774 0.11111 70711%
sedang
0.584963 keseragaman 32.09865 1.28395 100 25 2500 0.44444 250067%
rendah
1.28395 100 25 2500 0.44444 250067%
0.169925 keseragaman 59.00845 2.36034 100 25 2500 0.79012 250089%
rendah
3.169925 keseragaman 9.61625 0.38465 100 4.0741 2500 0.20988 250011%
tinggi
2.36034 100 29.0741 2500 0.79012 250089%
1 keseragaman 1.5386 0.06154 11.8412 2.9603 296.03 0.0625 29628%
rendah
1 keseragaman 11.45503 0.4582 88.1588 22.0397 2203.97 0.0625 220422%
rendah
1 keseragaman 8.240616 0.32962 63.4204 15.8551 1585.51 0.0625 158576%
rendah
1 keseragaman 12.99363 0.51975 100 25 2500 0.0625 250025%
rendah
0.51975 100 65.8551 2500 0.125 2500.5
27
Transek 10x10
Tabel 15. Hasil Pengolahan Data Transek 10x10
Lokasi No Spesies Ni A (m2) ni/N K KR (%) H' Keterangan
Sampling
4.1.2 Lamun
4.1.2.1 Data Lamun
Transek A
Tabel 16. Data Lamun Transek A Stasiun 1
Stasiun 1
A 9 12 9 26
B 18 15 25 24
C 15 20 23 22
D 7 9 17 20
TOTAL 271
28
Tabel 17. Data Lamun Transek A Stasiun 2
Stasiun 2
A 60 62 48 50
B 55 49 55 60
C 67 59 55 66
D 68 58 55 45
TOTAL 912
Transek B
Tabel 19. Data Lamun Transek B Stasiun 1
Stasiun 1
A 13 0 8 9
B 15 6 9 11
C 9 6 4 5
D 13 14 5 8
TOTAL 135
29
Transek C
Tabel 22. Data Lamun Transek C Stasiun 1
Stasiun 1
A 5 5 4 7
B 4 7 6 8
C 2 6 7 2
D 3 4 5 4
TOTAL 79
30
Transek B
Tabel 26. data Kepadatan Lamun Transek B Stasiun 1,2, dan 3
Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
A A1 0 A3 A4 A A1 A2 A3 A4 A A1 A2 A3 A4
Thalassia B B1 B2 B3 B4 B B1 B2 B3 B4 B B1 B2 B3 B4
hemprichii,
Enhalus acoroides C C1 C2 C3 C4 C C1 C2 C3 C4 C C1 C2 C3 C4
D D1 D2 D3 D4 D D1 D2 D3 D4 D D1 D2 D3 D4
Transek C
Tabel 27. Data Kepadatan Lamun Transek C Stasiun 1,2, dan 3
Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
A A1 A2 A3 A4 A A1 A2 A3 A4 A A1 A2 A3 A4
Thalassia B B1 B2 B3 B4 B B1 B2 B3 B4 B B1 B2 B3 B4
hemprichii C C1 C2 C3 C4 C C1 C2 C3 C4 C C1 C2 C3 C4
D D1 D2 D3 D4 D D1 D2 D3 D4 D D1 D2 D3 D4
Transek B
Tabel 29. Data Presentase Penutupan Lamun Transek B Stasiun 1, 2, dan 3
JENIS STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3
Thalassia hempricii, Enhalus acoroides 94% 100% 100%
Transek C
Tabel 30. Data Presentase Penutupan Lamun Transek C Stasiun 1, 2, dan 3
JENIS STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3
Thalassia hempricii 100% 100% 100%
31
4.1.2.4 Data Frekuensi dan Frekuensi Relatif Lamun
Transek A
Tabel 31. Data Frekuensi dan Frekuensi Relatif Lamun Transek A Stasiun 1, 2, 3
JENIS STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3
F FR F FR F FR
Thalassia hempricii
1 1 1 1 1 1
TOTAL 1 1 1 1 1 1
Transek B
Tabel 32. Data Frekuensi dan Frekuensi Relatif Lamun Transek B Stasiun 1, 2, 3
JENIS STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3
Thalassia hempricii, F FR F FR F FR
Enhalus acoroides 0,9375 1 1 1 1 1
TOTAL 0,9375 1 1 1 1 1
Transek C
Tabel 33. Data Frekuensi dan Frekuensi Relatif Lamun Transek C Stasiun 1, 2, 3
JENIS STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3
F FR F FR F FR
Thalassia hempricii
1 1 1 1 1 1
TOTAL 1 1 1 1 1 1
Transek B
Tabel 35. Data Kerapatan dan Kerapatan Relatif Lamum Transek B Stasiun 1, 2, 3
JENIS STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3
Thalassia hempricii, K KR K KR K KR
Enhalus acoroides 135 1 664 1 279 1
TOTAL 135 1 664 1 279 1
Transek C
Tabel 36. Data Kerapatan dan Kerapatan Relatif Lamun Transek C Stasiun 1, 2, 3
JENIS STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3
K KR K KR K KR
Thalassia hempricii
79 1 750 1 215 1
TOTAL 79 1 750 1 215 1
32
4.1.2.6 Data Presentase Penutupan dan Penutupan Relatif Lamun
Transek A
Tabel 37. Data Presentase Penutupan dan Penutupan Relatif Lamun Transek A
JENIS STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3
P PR P PR P PR
Thalassia hempricii
1 1 1 1 1 1
TOTAL 1 1 1 1 1 1
Transek B
Tabel 38. Data Presentase Penutupan dan Penutupan Relatif Lamun Transek B
JENIS STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3
Thalassia hempricii, P PR P PR P PR
Enhalus acoroides 0,9375 1 1 1 1 1
TOTAL 0,9375 1 1 1 1 1
Transek C
Tabel 39. Data Presentase Penutupan dan Penutupan Relatif Lamun Transek C
JENIS STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3
P PR P PR P PR
Thalassia hempricii
1 1 1 1 1 1
TOTAL 1 1 1 1 1 1
33
Transek B
Tabel 42. Data keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi Jumlah Individu
Lamun Transek B
STASIUN KEANEKARAGAMAN KESERAGAMAN DOMINANSI
1 2 0 1
2 0 1 1
3 0 1 1
Transek C
Tabel 43. Data keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi Jumlah Individu
Lamun Transek C
STASIUN KEANEKARAGAMAN KESERAGAMAN DOMINANSI
1 0 1 1
2 0 1 1
3 0 1 1
4.1.3 Karang
34
1100 SOFTCORAL 28
1110 DC 10
1131 CM 21
1138 CS 7
1154 DC 16
1175 CM 21
1192 DC 17
1197 CM 5
1215 DC 18
1222 CS 7
1250 DC 28
1272 CS 22
1322 CE 50
1330 SD 8
1360 CE 30
1372 CE 12
1395 CE 23
1488 DC 93
1500 CE 12
1530 SD 30
1567 CE 37
1580 CS 13
1590 SD 10
1640 CS 50
1670 DC 30
1690 CE 20
1810 CE 120
1838 ACS 28
1860 CE 22
1936 SD 76
1940 ACS 4
1945 DC 5
1963 CS 18
1985 SD 22
1992 CM 7
2290 DC 298
2308 ACS 18
2335 DC 27
2353 ACS 18
2402 SD 49
2415 ACS 13
35
2485 SD 70
2530 CE 45
2640 SD 110
2660 CE 20
2705 CS 45
2803 SD 98
2852 DC 49
3229 SD 377
3229 SD 0
3290 CE 61
3360 SD 70
3365 ACD 5
3396 DC 31
3410 CS 14
3430 CS 20
3485 SD 55
3515 DC 30
3538 CE 23
3609 DC 71
3640 SD 31
3650 CS 10
3690 CF 40
3710 SD 20
3727 CS 17
4180 SD 453
4204 DC 24
4231 ACE 27
4246 DC 15
4270 ACE 24
4285 DC 15
4310 CE 25
4315 DC 5
4340 CS 25
4450 SD 110
4520 DC 70
4537 CE 17
4552 DC 15
4574 ACS 22
4598 DC 24
4632 ACS 34
4661 DC 29
36
4681 CE 20
4715 SD 34
4760 ACS 45
4806 SD 46
4827 ACS 21
4870 CE 43
4876 DC 6
4882 CS 6
4920 ACD 38
4945 CD 25
4949 CE 4
5012 CE 63
5020 DC 8
5046 CE 26
5306 DC 260
5341 ACS 35
5347 DC 6
5373 CS 26
5705 ACD 332
5722 CE 17
5840 SD 118
5980 DC 140
6137 SD 157
6186 CS 49
6230 ACS 44
6275 DC 45
6293 CS 18
6328 DC 35
6340 DC 12
6375 CS 35
6429 CS 54
6480 SD 51
6645 DC 165
6653 SD 8
6661 CM 8
6710 SD 49
6804 DC 94
6820 CM 16
6868 SD 48
6880 ACB 12
6950 CE 70
37
6990 DC 40
7033 CS 43
7060 DC 27
7090 CS 30
7160 DC 70
7280 SD 120
7302 CE 22
7375 SD 73
7420 CS 45
7490 RB 70
7510 DC 20
7525 CM 15
7587 CS 62
7600 DC 13
7702 SD 102
7716 ACD 14
7760 SD 44
7780 CE 20
7800 CS 20
7823 SD 23
7840 RB 17
7870 CS 30
7915 CE 45
7942 DC 27
7970 CE 28
7985 DC 15
8006 CE 21
8037 DC 31
8153 RB 116
8180 DCA 27
8220 RB 40
8259 DCA 39
8275 CE 16
8300 RB 25
8344 DCA 44
8384 DC 40
8422 SCM 38
8540 DC 118
Total 8540
38
4.1.3.2 Total Panjang Transek
Tabel 45. Data karang Total Panjang Karang
LF A-Z Transek Li Total Panjang Transek
ACB 6880 12 12
3365 5
4920 38
ACD 389
5705 332
7716 14
4231 27
ACE 51
4270 24
1838 28
1940 4
2308 18
2353 18
2415 13
ACS 4574 22 282
4632 34
4760 45
4827 21
5341 35
6230 44
ADC 623 21 21
CB 942 7 7
CD 4945 25 25
860 18
1322 50
1360 30
1372 12
1395 23
1500 12
1567 37
1690 20
1810 120
CE 930
1860 22
2530 45
2660 20
3290 61
3538 23
4310 25
4537 17
4681 20
4870 43
39
4949 4
5012 63
5046 26
5722 17
6950 70
7302 22
7780 20
7915 45
7970 28
8006 21
8275 16
CF 3690 40 40
935 17
1131 21
1175 21
1197 5
CM 110
1992 7
6661 8
6820 16
7525 15
77 29
336 16
409 9
532 16
1138 7
1222 7
1272 22
1580 13
1640 50
1963 18
CS 2705 45 736
3410 14
3430 20
3650 10
3727 17
4340 25
4882 6
5373 26
6186 49
6293 18
6375 35
40
6429 54
7033 43
7090 30
7420 45
7587 62
7800 20
7870 30
48 17
320 243
400 64
516 107
602 70
842 219
918 58
1072 130
1110 10
1154 16
1192 17
1215 18
1250 28
1488 93
1670 30
1945 5
2290 298
DC 3000
2335 27
2852 49
3396 31
3515 30
3609 71
4204 24
4246 15
4285 15
4315 5
4520 70
4552 15
4598 24
4661 29
4876 6
5020 8
5306 260
5347 6
41
5980 140
6275 45
6328 35
6340 12
6645 165
6804 94
6990 40
7060 27
7160 70
7510 20
7600 13
7942 27
7985 15
8037 31
8384 40
8540 118
8180 27
DCA 8259 39 110
8344 44
7490 70
7840 17
RB 8153 116 268
8220 40
8300 25
SCM 8422 38 38
31 31
1330 8
1530 30
1590 10
1936 76
1985 22
2402 49
2485 70
SD 2493
2640 110
2803 98
3229 377
3329 0
3360 70
3485 55
3640 31
3710 20
42
4180 453
4450 110
4715 34
4806 46
5840 118
6137 157
6480 51
6653 8
6710 49
6868 48
7280 120
7375 73
7702 102
7760 44
7823 23
SOFTCORAL 1100 28 28
Total 8540
43
4.1.3.4 Tabel Hasil Pengolahan Data
Tabel 47. Hasil Pengolahan Data Karang
No Life Form % KR Total Panjang Transek
1 ACB 0,14% 12
2 ACD 4,58% 389
3 ACE 0,60% 51
4 ACS 3,32% 282
5 ADC 0,25% 21
6 CB 0,08% 7
7 CD 0,29% 25
8 CE 10,94% 930
9 CF 0,47% 40
10 CM 1,29% 110
11 CS 8,66% 736
12 DC 35,29% 3000
13 DCA 1,29% 110
14 RB 3,15% 268
15 SCM 0,45% 38
16 SD 29,33% 2493
17 SOFTCORAL 0,33% 28
Total 100,47% 8540
44
4.2 Pembahasan
4.2.1 Mangrove
4.2.1.1 Karakteristik Habitat Ekosistem Mangrove di Pantai Jungpiring
45
4.2.1.3 Kerapatan Mangrove di Pantai Jungpiring
Pada transek ukuran 1x1 yang terdapat mangrove hanya terdapat pada
stasiun 3. Spesies yang mendominasi adalah ketapang, Ipomoea pes-capre, Ager
atum dan yang lainnya tidak teridentifikasi masing masing nilai kerapatannya 17%
dan yang tidak teridentifikasi 33%. Pada pengamatan di Pantai Jungpiring, sapling
diamati pada transek berukuran 5x5m. Pantai Jungpiring yang terbagi menjadi tiga
stasiun, stasiun 1 terdapat Rhizophora apiculata dengan presentase penutupan
relatif menutupi hingga 33% dan Excoecaria agallocha menutupi transek sebesar
67% dari yang ditemukan. Pada stasiun 2 terdapat du spesies mangrove yaitu
Rhizophora apiculata dan Ceriops tagal dengan presentase tutupan atau kerapatan
Rhizophora apiculata sebesar 89% area dan Ceriops tagal sebesar 11%. Pada
stasiun 3 terdapat empat jenis spesies mangrove yaitu Xylocarpus, Hibiscus
tiliaceus, Excoecaria agallocha, serta Lumnitzera racemosa. Pada keempat
mangrove memiliki presentase penutupan karang yang cukup sama rata masing-
masing sebanyak 25%.
Pada transek dengan ukuran 10x10m yang diamati merupakan mangrove
yang tergolong tegakan murni atau pohon. Hal tersebut dapat dilihat dari diameter
batang mangrove yang lebih dari 4 cm dan tinggi pohon melebihi tinggi dada
manusia sekitar lebih tinggi dari 1,5m. Pada stasiun 1 terdapat spesies mangrove
Rhizophora apiculata dengan presentase penutupan 89% dan Sonneratia alba
sebesar 11% dari area transek. Pada stasiun 2 terdapat Rhizophora apiculata dan
Sonneratia alba dengan presentase penutupan sama rata, masing-masing sebesar
50%. Pada stasiun 3 terdapat empat spesies dengan dominasi paling banyak adalah
Rhizophora apiculata sebesar 67% menutupi area transek, Excoecaria agallocha,
Sonneratia sp. dan Terminalia catappa masing masing sama besar presentase
kerapatannya masing masing sebesar 11%. Dari data-data hasil observasi mangrove
di Pantai Jungpiring dapat dilihat bahwa ekosistem hutan mangrove yang terdapat
pada Pantai Jungpiring memiliki mangrove kerapatan sedang dengan spesies yang
paling rapat pada Rhizophora apiculata.
46
4.2.1.4 Keanekaragaman Mangrove di Pantai Jungpiring
47
4.2.1.5 Keseragaman Mangrove di Pantai Jungpiring
48
substrat pada Pantai Jungpiring pasir berlumpur dan hanya spesies dengan bentuk
adaptasi tertentu yang dapat bertahan hidup seperti Rhizophora apiculata dengan
akar tunjang.
Pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 terdapat substrat yang berbeda. Pada
substrat 1 terdapat substrat pasir, sedangkan pada stasiun 2 terdapat dominan
substrat pasir berlumpur sedangkan pada stasiun 3 memiliki substrat berpasir
dengan pada transek 10x10 memiliki substrat pasir berlumpur. Pada stasiun 1 baik
transek 5x5 dan 10x10 terdapat spesies mangrove yang lebih dominan yaitu
Rhizophora apiculata sebanyak 5 mangrove. Pada stasiun B transek dijumpai
spesies mangrove yang paling banyak terdapat adalah Rhizophora apiculata
sebanyak 9 individu. Sedangkan pada Stasiun 3 terdapat spesies mangrove yang
paling banyak dijumpai adalah Rhizophora apiculata sebanyak 6 individu.
Pada stasiun 1 memiliki keanekaragaman yang cukup rendah dengan
terdapat spesies Rhizophora apiculata yang mendominasi hampir seluruh stasiun,
terdapat satu individu Sonneratia alba serta dua individu Excoecaria agallocha.
Pada stasiun 2 tingkat keanekaragamannya cukup rendah dengan spesies terbanyak
Rhizophora apiculata sebanyak 9 individu, terdapat juga Sonneratia alba, serta
Ceriops tagal masing masing satu individu. Pada stasiun 3 terdapat individu
mangrove yang cukup banyak dan tingkat keanekaragamannya cukup tinggi.pada
stasiun 3 terdapat spesies Rhizophora apiculata dengan individu terbanyak
sebanyak enam individu, Excoecaria agallocha, Sonneratia alba, Terminalia
catappa, Xylocarpus, Hibiscus tiliaceus, Excoecaria agallocha, Lumnitzera
racemose, Ipomoea pes-caprae, dan Derris trifoliata.
Letak topografi dari stasiun mangrove juga mempengaruhi keberagaman
jenis dari mangrove. Pada stasiun 1 berada dekat dengan air sehingga
keanekarangamannya rendah. Stasiun 1 didominasi oleh Rhizophora apiculata
yang habitatnya didaerah pasang surut yang dapat tergenang air. Begitu juga pada
stasiun 2 berada dekat dengan perairan sehingga stasiun didominasi oleh spesies
yang sama dengan adaptasi dan habitatnya pada daerah pasang surut. Pada stasiun
49
3 letaknya berada jauh dari air, hal ini menyebabkan persebaran dan
keanekaragaman pada stasiun 3 lebih tinggi. Pada stasiun 3 lebih banyak terdapat
mangrove asosiasi seperti ketapang yang pada dasarnya tidak dapat tergenang oleh
air.
4.2.2 Lamun
4.2.2.1 Karakteristik Lamun di Pantai Jungpiring
50
dan panjang 1-6 cm. Sedangkan Enhalus acoroides memiliki daun yang panjang
dan kebar seperti sabuk dengan panjang 3-150cm.
Pada perairan Pantai Jungpiring, lamun yang terdapat pada umumnya
memiliki ukuran yang lebih kecil dari yang pada umumnya. Dari data dan
herbarium yang diperoleh, dapat dilihat ukuran panjang daun relatif pendek dengan
akar rimpang yang relatif kecil. Lamun pada Pantai Jungpiring sebagian besar
tersebar berkoloni dengan jarak yang cukup jauh dan dengan jumlah perkoloni
relatif sedikit.
Kepadatan lamun merupakan total dari tegakan lamun per luas area
pengamatan lamun atau transek. Dari data kepadatan lamun Pantai Jungpiring,
kepadatan lamunpada transek A dan C memiliki kepadatan yang relatif sama
dengan semua segmen terisi oleh tegakan lamun. Sedangkan pada transek B
kepadatannya relatif lebih rendah dikarenakan pada transek B terdapat segmen yang
tidak terisi yaitu pada kolom A2 oleh tegakan lamun. Oleh karena itu transek A dan
transek C dapat dibilang relatif padat.
Perbedaan kepadatan lamun pada transek A, B dan C karena beberapa faktor
seperti substrat dari lamun, dan tingkat kekeruhan dari air. Substrat lamun pasir
berlumpur dengan penyebaran yang tidak cukup merata. Tingkat kekeruhan air
berpengaruh pada intensitas cahaya yang masuk kedalam air yang berpengaruh
pada proses fotosintesis dan pertumbuhan.
51
Keanekaragaman lamun merupakan keberagaman jenis lamun yang
terdapat pada suatu area atau transek. Nilai keanekaragaman dari lamun dilihat dari
banyaknya jenis lamun yang terdapat pada suatu transek. Pada transek A dan
transek C hanya terdapat satu jenis lamun sehingga nilai keanekaragamannya
adalah 0. Berbeda halnya dengan transek B yang terdapat dua jenis lamun sehingga
nilai keanekaragamannya adalah 2. Terkait dengan arus yang rendah, menyebabkan
keseragaman tinggi sehingga keanekaragamannya rendah.
52
Lamun juga cukup berperan dalam ekosistem mangrove dan ekosistem
karang. Lamun yang dapat memperlambat arus dan memecah gelombang tinggi
membantu ekosistem mangrove dalam mencegah abrasi pantai dan membantu
mangrove tumbuh dengan baik. Peran lamun dalam ekosistem terumbu karang
adalah pada salah satu fungsi lamun sebagai penangkap sedimen. Karang dapat
hidup dengan baik pada perairan yang jernih, oleh sebab itu lamun menangkap
sedimen yang dapat memperkeruh air.
53
juga cukup berpengaruh dimana perairan yang jernih baik bagi pertumbuhan lamun
untuk berfotosintesis. Selain kejernihan, suhu juga cukup berpengaruh paa lamun
dalam fotosintesis dengan kisaran suhu yang optimum 25-30C. Pada sebelumnya
Pantai Jungpiring sempat didirikan PLTU. Hal ini menandakan bahwa suhu dari
permukaan bumi di Pantai Jungpiring diatas rata rata. Ketika permukaan bumi
panas maka akan mempengaruhi suhu air yang meningkat.
Pada Pantai Jungpiring berada di teluk dimana arus dan gelombang pada
teluk cukup rendah dan tenang dikarenakan adanya difraksi arus dan gelombang.
Hal ini membuat kepadatan lamun pada Pantai Jungpiring cukup tinggi dan
keseragaman lamun Pantai Jungpiring cukup tinggi. Terjadinya kepadatan lamun
dikarenakan persebaran vegetasi lamun yang terbawa arus yang rendah hanya
berada pada tempat yang dekat sehingga keseragaman dan kepadatan cukup tinggi.
Selain itu lamun tidak dapat berhan hidup pada perairan dengan arus dan
gelombang yang tinggi. Ketika arus dan gelombang tinggi maka lamun akan sulit
untuk mengikat substrat.
Salinitas pada Pantai jungpiring berkisar antara 29-32 ppm dimana masih
pada batas optimum salinitas dalam pertumbuhan lamun. Tingkat kejernihan suatu
perairan juga cukup berpengaruh dalam tembusnya cahaya matahari untuk
fotosintesis sedangkan perairan Pantai Jungpiring keruh. Selain cahaya matahari
suhu juga memperngaruhi fotosintesis. Suhu yang optimum pada Pantai Jungpiring
akan membuat fotosintesis berjalan dengan baik.
Berdasarkan faktor faktor lingkungan tersebut lamun yang terdapat di Pantai
Jungpiring memiliki kepadatan dan keseragaman yang cukup tinggi. Lamun yang
terdapat pada Pantai Jungpiring tetap dapat bertahan hidup namun pertumbuhannya
akan terganggu dikarenakan beberapa faktor lingkungan.
4.2.3 Karang
4.2.3.1 Hasil Pengamatan Ekosistem Terumbu Karang di Perairan
Jungpiring
54
Acropora Encrusting, Acropora Submassive. Sedangkan terumbu karang non
akropora terdapat Coral Branching, Coral Digitate, Coral Encrusing, Coral
Foliose, Coral Massive, dan Coral Submassive. Selain itu terdapat juga pasir yang
mendominasi, pecahan karang (Rubbing).
Pada pengamatan didapat hasil tutupan karang (hard coral) sebesesar
30,62%. Persentase diluar hard coral terdapat karang mati sebesar 35,29% ; soft
coral 0,33%. Selain itu terdapat golongan yang tidak termasuk terumbu karang
dengan presentase alga sebesar 1,29% ; pasir (sand) 29,33% dan pecahan karang
(rubble) sebesar 3,15%. Setelah data diolah, diperoleh presentase penutupan relatif
oleh karang berdasarkan life form–nya Acropora terdapat Acropora Branching
sebesar 0,14%; Acropora Digitate sebesar 4,89%; Acropora Encrusting sebesar
0,28%; dan Acropora submassive sebesar 3,32%.
Pada perairan Jungpiring juga terdapat karang dengan life form non
acropora seperti Coral Branching sebesar 0,25%; Coral Digitate sebesar 0,08%;
Coral Encrusting 11,05%; Coral Foliose 0,19%; Coral Massive sebesar 1,76%; dan
Coral Submassive sebesar 8,66%. Terdapat juga yang tidak termasuk life form
karang seperiti pasir (sand) menutupi sebesar 28,64%; rubbing (pecahan karang)
3,15%; dan Soft Coral sebesar 0,79%.
55
terdapat kegiatan masyarakat yang tinggal disana. Limbah rumah tangga dari
kegiatan yang dilakukan ada yang dibuang di sekitar pantai.
Berdasarkan arah mata angin, pada utara Perairan Jungpiring merupakan
lepas pantai. Pada selatan Perairan Jungpiring terdapat sekitar 40 unit tambak ikan
yang berdekatan dengan mangrove. Pada bagian timur perairan Jungpiring terdapat
ekosistem hutan mangrove dan padang lamun. Bagiam barat perairan Jungpiring
merupakan bibir pantai. Angin pada Perairan Jungpiring berasal dari arah barat laut.
56
Salinitas yang baik dan optimum untuk kehidupan terumbu karang berkisar
antara 30ppm sampai 35ppm. Umumnya terumbu karang tidak dapat tumbuh pada
perairan dengan salinitas rendah, namun semakin tinggi salinitasnya terumbu
karang dapat bertumbuh dan berkembang. Pada perairan Jungpiring salinitasnya
30-32ppm sehingga masih tergolong kedalam salinitas optimum untuk terumbu
karang.
Kehidupan karang pada kedalaman tertentu juga dipengaruhi oleh suhu
perairan dimana optimumnya 23C-30C. Ketika suhu dibawah batas optimum
akam menghambat pertumbuhan karang. Jika suhu diatas 30 dapat mengakibatkan
coral bleaching. Kejernihan suatu perairan berpengaruh pada pertumbuhan dari
terumbu karang. Karang tidak dapat tumbuh dengan baik apabila perairan keruh
dan banyak sedimen. Hal ini dapat mengganngu fotosintesis zooxanthellae karena
cahaya matahari tidak dapat masuk ke perairan.
Arus dan gelombang berpengaruh pada pertumbuhan terumbu karang. Arus
dapat membawa nutrien nutrien yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae.
Namun dapat juga menyebabkan sedimetasi dan menutup karang sehingga karang
mati. Gelombang berpengaruh pada sturktur karang dan juga pasokan oksigen, air
segar dan plankton. Pada Perairan Jungpiring memiliki arus yang rendah sehingga
nutrien nutrien tidak seluruhnya teraduk dan sampai ke karang dan zooxanthellae.
Sedangkan gelombangnya kecil dan rendah tidak terlalu merusak struktur karang
namun pasokan air segan, plankton, serta oksigen jadi berkurang.
57
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Mangrove
1. Pada Pantai Jungpiring terdapat mangrove dengan spesies Rhizophora
apiculata yang paling dominan, Sonneratia alba, Excoecaria agallacha,
Xylocarpus granatum, Ipomoea pes-caprae, Ceripus tagal, Hibiscus
tiliaceus, Derris trifoliata, Xylocarpus, Lumnitzera racemosa, dan
Terminalia catappa (ketapang).
2. Pendataan yang dilakukan di perairan Jungpiring dilakukan dengan metode
sample plot , dengan ukuran transek 10 x 10m yang diamati banyaknya
jumlah pohon atau tegakan murni yang berdiameter lebih dari 4cm, transek
5 x 5m mengetahui banyaknya jumlah sapling yang berdiameter 1-4cm, dan
transek 1 x 1m untuk mengetahui jumlah dari seedling atau anakan diameter
kurang dari 1.
3. Keanekaragaman mangrove pada Pantai Jungpiring tergolong rendah walau
terdapat lebih dari tiga jenis spesies pada ekosistem. Dengan
keanekaragaman yang renah keseragamannya tinggi serta dominasinya
tinggi. Spesies mangrove yang mendominasi adalah Rhizophora apiculata.
4. Biota biota hidup yang ditemukan lingkungan mangrove ada crustacea, dan
insecta. Terdapat banyak biota karena mereka menjadikan mangrove
merupakan tempat yang baik dan aman dari predator sehingga cocok untuk
tempat tinggal. Selain itu banyak yang menjadikan mangrove sebagai
tempat mencari makan.
5.1.2 Lamun
1. Biota yang terdapat pada ekosistem padang lamun di Pantai Jungpiring
adalah biota yang tergolong kedalam Bivalvia dan Gastropoda.
2. Interaksi yang terjadi antara biota Bivalvia dan Gastropoda dengan
ekosistem lamun dimana lamun berperan sebagai tempat mencari makan,
pemijahan, serta tempat perlindungan dari ancaman predator.
58
3. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lamun adalah persebaran nutrient,
dan keadaan ekosistem tersebut seperti suhu, salinitas, arus dan gelombang,
dan kecerahanan perairan.
5.1.3 Karang
1. Presentase tutupan terumbu karang pada Perairan Pantai Jungpiring,
Kecamatan Mlonggo, Jepara sebesar 30,62% serta didominasi oleh karang
Non Acropora tipe Coral Encrusting dengan tutupan sebesar 10,94% dari
jumlah seluruh karang yang hidup.
2. Teknik pendataan ekosistem terumbu karang dengan menggunakan metode
LIT (Line Intercept Transect) dengan membentangkan transek sepajang
100m sejajar garis pantai untuk setiap titik lokasi dengan jeda sepanjang 5
meter.
3. Biota biota yang terdapat pada ekositem terumbu karang seperti ikan ikan
kecil, cacing laut, dan beberapa dari golongan molusca dan gastropoda
seperti siput laut (nudibranch) dan sebagainya.
5.2 Saran
1. Sebaiknya disiplin dalam melaksanakan Praktikum agar sesuai dengan
jadwal.
2. Dalam melakukan pengamatan sebaiknya praktikan tidak melakukan
kegiatan yang merusak ekosistem
3. Sebaiknya diberi estimasi waktu yang cukup untuk mentolerir
keterlambatan dan sebagainya.
59
DAFTAR PUSTAKA
Anang Dwi Purwanto Wikanti Asriningrum Gathot Winarso Ety Parwati, 2014.
Analisis Sebaran Dan Kerapatan Mangrove Menggunakan Citra Landsat 8 Di
Segara Anakan, Cilacap. Seminar Nasional Penginderaan Jauh.
Arwan Arif Rahman, Andi Irwan Nur, Muhammad Ramli, 2016. Studi Laju
Pertumbuhan Lamun (Enhalus acoroides) di Perairan Pantai Desa Tanjung
Pirang Kabupaten Konawe Selatan. Sapa Laut, 1(1), pp. 10-16.
60
Kambey, A. D., 2013. The Growth of Hard Coral (Acropora sp.) Transplants in
Coral Reef of Malalayang Waters, North Sulawesi, Indonesia. Jurnal Ilmiah
Platax, 1(4), pp. 196-203.
Mohammed Shokry Ahmed Ammar, Fekry Ashour, Hoda Abdelazim, 2013. Coral
disease distribution at Ras Mohammed and the Gulf of Aqaba, Red Sea,
Egypt. Nusantara Bioscience, 5(1), pp. 35-43.
Muhammad Abrar, Imam Bachtiar, dan Agus Budiyanto, 2012. Rekruitmen Karang
Scleractinia di Perairan Pulau Lembata. Jurnal Ilmu Kelautan, 17(2), pp. 109-
118.
Nurul Kusuma Dewi , Sigit Ari Prabowo, 2015. Status Padang Lamun Pantai-Pantai
Wisata di Pacitan. Jurnal Ilmiah Biologi, 3(1), pp. 53-59.
61
Patty, S. I., 2016. PEMETAAN KONDISI PADANG LAMUN DI PERAIRAN.
Jurnal Ilmiah Platax, 4(1), pp. 9-18.
Retno Hartati, Ali Djunaedi, Hariyadi, dan Mujiyanto, 2012. Struktur Komunitas
Padang Lamun di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimun Jawa.
Jurnal Ilmu Kelautan, 17(4), pp. 217-225.
Retno Hartati, Ali Djunaedi, Hariyadi, dan Mujiyanto, 2012. Struktur Komunitas
Padang Lamun di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa. Jurnal
Ilmu Kelautan, 17(4), pp. 217-225.
Selvi Tebay Dan Denny Cliff Mampioper, 2017. Kajian Potensi Lamun Dan Pola
Interaksi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Lamun (Studi Kasus Kampung
Kornasoren Dan Yenburwo, Numfor, Papua). Jurnal Pengelolaan Perikanan
Tropis, 1(1), pp. 59-66.
62
Syifa Saputra Sugianto Djufri, 2016. Sebaran Mangrove Ssebelum Tsunami dan
Sesudah Tsunami di Kecamanatan Kuta Raja Kota Banda Aceh. JESBIO,
V(1).
63
LAMPIRAN
64
DOKUMENTASI PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
65
Gambar 17. Persiapan Pengamatan Karang
66
Gambar 20. Ekosistem Mangrove di Pantai Jungpiring
67
Gambar 23. Proses Pengambilan Data Lamun
68
BIODATA
[foto] 4X3
No. HP : 081320607680
E-mail : elinstone17@gmail.com
Asiaten Ter-:
69
Irsyad Abdi Pratama : Tersantai
70