ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian bioflok
terhadap kelangsungan hidup larva ikan patin (Pangasius pangasius). Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2015 di Laboratorium Perikanan,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan dengan 3 kali ulangan meliputi
perlakuan A (pemberian bioflok 3 ml), perlakuan B (pemberian bioflok 5 ml) dan
perlakuan C (pemberian bioflok 7 ml). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian
bioflok tidak berbeda nyata (P>0,05) atau tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
kelangsungan hidup larva ikan patin. Pemberian bioflok sebagai sumber nutrisi dengan
volume 5 ml/akuarium memberikan pengaruh terbaik dengan tingkat kelangsungan
hidup 75%.
Kata kunci: larva ikan patin, bioflok, tingkat kelangsungan hidup, pemberian pakan
ABSTRACT
The aim of this reseach was to study the effect of the of biofloc on the survival rate of
catfish larvae (Pangasius pangasius). The research was conducted from October to
December 2015 at the Fisheries Laboratory, Faculty of Agriculture, University of
Lampung. The used experimental design was completely randomized design with 3
treatments and 3 replicates. The treatments were: treatment A (biofloc 3 ml), treatment
B (biofloc 5 ml) and treatment C (biofloc 7 ml). The results showed that the use of
biofloc didn’t effect on the survival of catfish larvae. The biofloc with volume 5
ml/aquarium gave the best effect with the survival rate of 75%.
Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang umum dibudidayakan
karena cukup digemari oleh masyarakat. Organisme ini memiliki kelebihan antara lain
laju pertumbuhannya cepat, fekunditas tinggi, dapat diproduksi secara masal dan
termasuk jenis ikan omnivora yang memiliki nafsu makan tinggi, sehingga pemberian
pakan menjadi faktor penentu kelangsungan hidup ikan dalam budidaya (Susanto dan
Amri, 2002). Kegiatan pembenihan ikan patin umumnya memiliki banyak kendala salah
satunya yaitu tingginya mortalitas disebabkan kekurangan makanan pada masa kritis
bagi larva ikan patin yang membutuhkan asupan makanan dari luar (Budiawan, 2011)
Larva ikan patin memerlukan pakan dengan kandungan nutrisi tinggi untuk
mencapai pertumbuhan yang optimal, sehingga diperlukan pemberian pakan yang baik
untuk menunjang kelangsungan hidup larva ikan patin. Menurut Afrianto dan Liviawaty
(2005) larva ikan patin membutuhkan protein sebanyak 35-40% untuk pertumbuhannya.
Dalam budidaya, pakan yang diberikan pada ikan budidaya hanya 25% yang
dimanfaatkan sebagai biomassa sedangkan sisanya diekskresikan ke lingkungan berupa
feses, sehingga perlu adanya pakan alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
bagi larva ikan patin (Avnimelech dan Ritvo, 2003)
Teknologi bioflok dapat diaplikasikan menjadi salah satu pakan alternatif untuk
kelangsungan hidup ikan budidaya yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas air dan
meningkatkan efisiensi pemanfaatan nutrien (Ekasari, 2009). Bioflok merupakan
kumpulan berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri pembentuk flok, bakteri
filamen, partikel tersuspensi dan polimer organik (De Schryver et al., 2008). Bioflok
yang didominasi oleh bakteri dan mikroalga hijau memiliki kandungan protein 38 %
dan 42% (Ju et al., 2008). Menurut Crab et al., (2009) bioflok terdiri atas protozoa,
bakteria, mikroalga, zooplankton dan mikroorganisme lainnya. Banyaknya keunggulan
bioflok tersebut diharapkan pemberian bioflok dapat meningkatkan kelangsungan hidup
larva ikan patin.
Keterangan :
SR : Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt : Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
No : Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
Pengukuran suhu dan pH dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari (06.00
WIB) dan sore hari (18.00 WIB). Pengukuran DO dilakukan dua hari sekali, yaitu pada
pagi hari (06.00 WIB). Pengukuran amoniak dilakukan sebanyak empat kali selama
penelitian berlangsung, yaitu D1, D7, D14 dan D20.
Data penelitian berupa tingkat kelangsungan hidup larva ikan patin selama
pemeliharaan diuji normalitas dan diuji homogenitas menggunakan uji kolmogrov dan
uji Levene. Data yang berdistribusi normal dan homogen diuji menggunakan uji
ANOVA untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan. Perlakuan yang berbeda
selanjutnya diuji menggunakan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan selang
kepercayaan 95 % untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Data kualitas air
dianalisis secara deskriptif.
Rerata populasi larva ikan patin yang dipelihara dalam 3 media perlakuan dapat
dilihat pada (Gambar 1).
12
Rerata populasi ikan
10
hidup (ekor)
8
6 A (3 ml)
4 B (5 ml)
C (7 ml)
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
75 ± 0
75
74
Kelangsungan Hidup %
73 72.22 ± 4.81
Persentase Tingkat
72
71
70 69.44 ± 4.81
69
68
67
66
65
A (3 ml) B (5 ml) C (7 ml)
Perlakuan
Gambar 2. Persentase Tingkat Kelangsungan hidup larva ikan patin
DO (ppm)
A (3 ml)
5.2
B (5 ml)
5
C (7 ml)
4.8
4.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pengamatan ke
Hasil pengukuran oksigen terlarut selama penelitian yaitu berkisar antara 4,9 –
5,7 ppm. Pada awal penelitian oksigen terlarut pada perlakuan pemberian bioflok A (3
ml), B (5 ml) dan C (7 ml) sangat baik, namun mengalami penurunan pada pengukuran
hari ke- 2 hingga hari ke- 4 pada tiap perlakuan. Penurunan oksigen terlarut ini diduga
akibat suplai oksigen dari aerasi yang digunakan menurun, sisa metabolisme ikan
berupa feses dan pakan yang tidak termanfaatkan di dasar sehingga mengakibatkan
penurunan kadar oksigen terlarut, Pengukuran oksigen terlarut pada pengamatan ke- 5
hingga hari ke- 10 kadar oksigen terlarut semakin meningkat stabil. Kenaikan kadar
oksigen terlarut ini disebabkan oleh suplai oksigen dari aerasi yang meningkat dan
pakan yang diberikan mulai dimanfaatkan oleh larva ikan patin sehingga tidak adanya
penumpukan pakan di dasar akuarium yang mengakibatkan kadar ammonia meningkat
dan baik untuk kehidupan ikan. Menurut Sularto dan Bambang (2007) menyatakan
bahwa kandungan oksigen yang optimal untuk pertumbuhan larva ikan patin adalah >3
ppm. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada (Gambar 4).
7.8
7.6
7.4
A (3 ml)
7.2 B (5 ml)
pH
C (7 ml)
7
6.8
6.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pengamatan Hari ke
Hasil pengukuran suhu selama penelitian pada masing - masing perlakuan dapat
diketahui bahwa tidak memiliki perbedaan suhu yang signifikan yaitu dengan suhu
berkisar antara 28 - 29oC. Nilai ini menunjukkan suhu air masih berada dalam kisaran
yang normal bagi pertumbuhan larva ikan patin karena tidak mengalami kenaikan dan
penurunan yang signifikan pada pagi dan sore hari. Menurut Sunarma (2007) kisaran
suhu yang optimal untuk pertumbuhan larva ikan patin adalah 28 - 30oC. Kelangsungan
hidup larva ikan patin mulai terganggu apabila suhu menurun sampai 14oC-15oC atau
meningkat di atas 35oC. Hasil pengukuran amoniak dapat dilihat pada (Tabel 3).
Kadar ammonia pada awal penelitian minggu ke- 1 cukup rendah pada setiap
perlakuan karena pengujian dilakukan pada hari pertama pemberian pakan. Pada
minggu ke- 2 kadar ammonia mengalami kenaikan pada setiap perlakuan. Kenaikan
kadar ammonia yang paling tinggi pada perlakuan C disebabkan oleh adanya akumulasi
hasil metabolisme dan pakan yang tidak termanfaatkan. Pengukuran ammonia pada
minggu ke- 3 hingga minggu k- 4 kadar ammonia mengalami penurunan yang bertahap
pada tiap-tiap perlakuan. Penurunan ini diakibatkan pakan yang diberikan mulai
dimanfaatkan sebagai pakan oleh larva ikan patin sehingga tidak terjadi penumpukan
sisa pakan yang menyebabkan kandungan ammonia meningkat, selain itu penurunan
kadar ammonia dapat disebabkan oleh komunitas mikroba yang memanfaatkan sumber
nitrogen untuk membentuk biomassa sel (protein mikroba). Menurut (Brune et al.,
2003) Bakteri pembentuk flok memanfaatkan nitrogen anorganik berupa ammonia
dalam air untuk disintesa menjadi protein bakteri dan sel tunggal protein yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan bagi larva ikan patin sehingga pemanfaatan ammonia
dalam sistem bioflok dapat menurunkan kandungan ammonia dalam media
pemeliharaan. Menurut Herdiansyah (1999) Kandungan ammonia yang dapat
ditoleransi bagi larva patin yaitu antara 0 - 0,1 ppm.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 2005. Pakan Ikan. Penerbit Kansius.Yogyakarta. 148 hal.
Avnimelech, Y. and G. Ritvo. 2003. Shrimp and Fish Pond Soils : processes and
management. Aquaculture, 220 : 549-567.
Azim, M.E. and D.C. Little. 2008. The biofloc technology (BFT) in indoortanks: water
quality, bioflocs composition, and growth and welfare of nile tilapia (Oreochromis
niloticus). Aquaculture: 29–35
Boon, N., T. Defoirdt, W. de Windt, T. Van De Wiele, dan W. Verstraete. 2010.
Hydroxybutyrate and PolyHydroxybutyrate as Components of Animal Feed or
Feed Additives. Patent Application Publication. April : 1-4.
Budiawan, A. 2011. Pengaruh Pemberian Artemia yang Di perkaya dengan Ragi
terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Patin (Pangasius
pangasius). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNPAD
Crab, R., M. Kochva, W. Verstraete, dan Y. Avnimelech. 2009. Bio-flocs Technology
Application in Over-wintering of Tilapia. Aquaculture Engineering. 40 : 105 112.
D. Djokosetiyanto, R. K. Dongoran dan E. Supriyono. 2005. Pengaruh Alkalinitas
Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Ptain Siam
(Pangasius sp), Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2): 53-56 (2005).
De Schryver P, Crab, R, Detroit, T. Boon, N., Verstrate, W. 2008. The Basic of Bioflock
Technology : The Added Value for Aquaculture, 227: 125-137.
De Schryver, P., A.K. Sinha, P.S. Kunwar, K. Baruah, dan W. Verstraete. 2010. Poly-
Beta-Hydroxybutyrate (PHB) Increases Growth Performance and Intestinal
Bacterial Range-Weighted Richness In Juvenile European Sea Bass, Dicentrarchus
labrax. Applied Microbiology and Biotechnology.86 : 1535 – 1541.
Effendi, Widanarni dan D. Augustine. 2003. Perkembangan enzim pencernaan larva
ikan patin (pangasius hypophthalmus sp), Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(1):13-
20(2003).
Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Utama. Jakarta
Ekasari, J. 2009. Teknologi Bioflok : Teori dan Aplikasi dalam Perikanan Budidaya
Sistem Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(2): 9-19 (2009)
Herdiansyah, H. 1999. Pengaruh alkalinitas dan kalsium karbonat terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan jambal Siam (Pangasius
pangasius) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Ju, Z.Y., Forster, 1., Conquest, L., Dominy, W., Kuo, W.C., Horgen, F.D., 2008.
Determination of Microbial Community Structures of Shrimp Floe Cultures by
Biomarkers and Analysis of Floe Amino Acid Profiles. Aquaculture Research, 39:
118-133.
Sularto, E. dan Bambang I. 2007. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Patin. BPPI
Sukamandi, Subang.
Sunarma, Ade. 2007. Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius
hypopthalmus). Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar.Sukabumi
Susanto dan Amri. 2002. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta
Zonneveld, N., E. A. Huisman and J. H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.